.................
2. Ngerehin / Ngerehang Petapakan Ida Bethara
Bagi orang Hindu Bali tentunya kata ngerehin atau ngerehang Petapakan Ida Bethara sudah tidak asing lagi. Tetapi banyak juga yang bertanya, why? Kenapa? Buat apa? What for?
Mudah2an gak bosen bacanya yaahhhh

Pertama mari kita telusuri apakah petapakan itu sebenarnya? Petapakan adalah topeng dalam wujud sosok makhluk magis yang meyeramkan, terbuat dari kayu tertentu, dibentuk sedemikian rupa sebagai simbol unsur niskala (tidak nampak) dari adanya Ida Betara Rangda. Petapakan ini dipercaya bisa mengusir grubug (wabah penyakit) dan marabahaya yang bersifat niskala lainnya. Agar petapakan ini berfungsi dengan sebagaimana mestinya, maka petapakan ini harus memiliki kekuatan gaib, taksu, dan melalui proses skralisasi. Proses sakralisasi sudah dimulai pada saat mencari bahan kayu yang akan digunakan untuk membuat topeng tersebut. mumnya, kayu yang digunakan bahan petapakan, adalah jenis kayu yang dipercaya memiliki kekuatan magis, antara kayu pule, kapuh (rangdu), jaran, kapas, waruh teluh, dan kepah. Masing-masing jenis kayu ini ternyata memiliki mitologinya sendiri, yang narasinya berusaha menggambarkan keunikan dan kemagisan kayu2 tersebut. Sakralisasi juga tampak pada hari baik yang harus dipilih saat mulai mengerjakan petapakan itu, yang disebut hari kilang-kilung menurut kalender Bali. Sakralisasi ini masih harus dijalankan dalam beberapa tahapan, antara lain tahapan
Pasupati,
Ngatep,
Mintonin dan akhirnya
Ngerehang.
Pasupati artinya kekuatan dari Dewa Siwa
Ngatep artinya mempertemukan
Mintonin adalah bahasa Jawa Kuno yang artinya menampakkan diri.
Ngereh berarti memusatkan pikiran, dengan mengucapkan mantra dalam hati, sesuai dengan tujuan yang bersangkutan
Ada beberapa lontar yang berkaitan mengenai proses ngereh ini. Di antaranya Lontar Pengerehan, Lontar Canting Mas dan Sewer Mas Widi Sastra, dan Ganapati Tattwa (perlu diketahui bahwa Ganesha adalah penguasa dari seluruh unsur yang bersifat gaib termasuk mahluk2 halus).
Di dalam proses ngerehang ada 3 tingkat upacara sakralisasi. Yaitu:
1. Prayascitta dan Melaspas
Tujuan dari upacara ini adalah untuk menghapuskan noda baik yang bersifat sekala maupun niskala yang ada pada kayu dan benda lain yang digunakan untuk pembuatan Petapakan Betara Rangda. Noda ini dapat saja ditimbulkan oleh sangging (tukang ukir) ataupun bahan itu sendiri. Dengan Upacara Prayascitta diharapkan kayu atau bahan itu menjadi bersih dan suci serta siap untuk diberikan kekuatan. Upakara tersebut dihaturkan kehadapan Sang Hyang Surya, Sang Hyang Siwa dan Sang Hyang Sapujagat.
2. Ngatep dan Pasupati
Ngatep dan Pasupati dapat dilakukan oleh Pemangku (orang suci) dan Sangging (tukang ukir). Dengan upacara ini terjadilah proses Utpeti (kelahiran) terhadap Petapakan Betara Rangda. Mulai saat itu dapat difungsikan sebagai personifikasi dari roh atau kekuatan gaib yang diharapkan oleh penyungsungnya (pemujanya).
3. Masuci dan Ngerehin
Tingkat Masuci dan Ngerehin, merupakan tingkat upacara yang terakhir dengan maksud Betara Rangda menjadi suci, keramat dan tidak ada yang ngeletehin (menodai). Tujuan upacara adalah untuk memasukkan kekuatan gaib dari Tuhan. Dengan demikian diharapkan Petapakan Betara Rangda mampu menjadi pelindung yang aktif. Upacara ini biasanya dilakukan pada dua tempat yaitu di pura dan di kuburan. Apabila dilakukan di kuburan yang dianggap angker, maka diperlukan tiga
tengkorak manusia yang berfungsi sebagai alas duduk bagi yang memundut (mengusung). Begitu pula bila dilakukan di pura maka tengkorak manusia dapat diganti dengan
kelapa gading muda (kelapa yang berwarna kuning). Upacara ini biasanya dilakukan pada tengah malam terutama pada hari2 keramat seperti hari kajeng kliwon menurut kalender Bali. Sebagai puncak keberhasilan upacara ini adalah adanya kontak dari alam gaib yaitu berupa seberkas sinar yang jatuh tepat pada pemundutnya (pengusungnya). Si pemundut (pengusung) yang kemasukan sinar itu akan dibuat kesurupan dan pada saat itu pula si pemundutnya (pengusungnya) menari2. Kejadian lain yang menandakan upacara ini berhasil adalah apabila Petapakan Betara Rangda bergoyang tanpa ada yang menyentuhnya.
Jadi ritual Ngereh itu adalah peristiwa kesurupan, yang sengaja dibuat karena untuk membuktikan bahwa “topeng” yang diupacarai sudah memiliki kekuatan gaib untuk keselamatan masyarakat penyungsungnya (Pemujanya).
Tetapi di luar semua itu, prosesi ini tidak sesederhana dan semudah seperti yang saya sebutkan di atas. Masih ada beberapa sarana lain yang dipakai untuk prosesi dan tidak lupa bahwa orang yang sebagai pemundut akan mengalami berbagai godaan untuk menggagalkan prosesi ngerehin yang dijalaninya.
..................................