marcedes
IndoForum Junior E
- No. Urut
- 17648
- Sejak
- 21 Jun 2007
- Pesan
- 1.552
- Nilai reaksi
- 20
- Poin
- 38
terima kasih atas penjelasannya. ^^kebenaran hakiki adalah kebenaran sebagaimana ada nya ia. Kebenaran yg belum terpengaruh oleh ide2 ataupun konseptual.
Seperti seorang meditator. Setelah berhasil memurnikan pikirannya. Dia akan bisa melihat kebenaran hakiki itu.
Tapi kebenaran hakiki itu masih sangatlah mendasar. Karenanya itu disebut kebenaran inti. Jika kebenaran mendasar ini diaplikasikan dalam kehidupan sehari2 maka disebut kebenaran penggunaan.
Kebenaran penggunaan itu merupakan modifikasi kebenaran inti utk menyelesaikan solusi solusi kehidupan, mulai dari tata krama , hubungan interaksi antar manusia, interaksi antar benda. Penyelarasan 5 skhanda, penyeimbangan kekuatan yg berbeda, penyelarasan berbagai kekuatan, mengharmoniskan segala sesuatu, mulai dari yg terkecil sampai yg terbesar, mengembangkan pengetahuan, mengembangkan kekuatan super, dan pengembangan semua adidaya kesadaran. Kesemuanya ini harus mengacu pada kebenaran inti agar aplikasi aplikasi yg diterapkan bisa bermanfaat untuk mengurangi penderitaan umat manusia.
Karenanya seseorang harus berlatih hingga bisa melihat kebenaran inti , maksud saya ,kebenaran : bahwa telah melihat segala sesuatu adalah anicca, anatta, dan samsara. Sehingga seorang meditator menjadi muak dan dengan sendirinya melepas semua keinginan2 duniawi, melepas segala ikatan2 emosional, dan melihat bahwa Nibbana adalah satu2 nya jalan menuju pembebasan.
saudara marcedes yg mulia, post saya di atas sebenarnya adalah untuk melengkapi post konsep trikaya sebelumnya itu. KOnsep yang bro ambil dari nshi itu adalah konsep 'mixed' dari trikaya + dhyani buddha atau lebih tepatnya: menjelaskan dhyani buddha dengan konsep trikaya.
Ini saya kutip kembali dari www.nshi.org :
Dhyani Buddha sesuai dengan esensi, tugas dan fungsinya sebagai Dharma-Kaya dapat memancarkan energinya membentuk tubuh yang lebih aktif, yaitu Dhyani Bodhisattva sebagai perwujudan dari Sambhoga-Kaya dimana Dhyani Bodhisattva inilah yang berperan dalam dunia ini. Demikian juga Dhyani Bodhisattva bisa mengambil wujud manusia [Nirmana-Kaya] untuk menyebarkan Dharma, seperti Siddharta Gautama. Konsep Tri-Kaya dan manifestasinya dalam bentuk Dhyani Buddha, Dhyani Bodhisattva, dan Manussi Buddha dapat juga ditemui dalam naskah
Guna Karanda Vyuha Sutra.
Sesuai yang digaris-bawahi, dikatakan 'fungsi sebagai Dharmakaya'... Jadi di sini, pembahasannya dilihat dari sudut pandang konsep Dhyani Buddha. Bila, dilihat dari konsep Trikaya, maka penjelasannya akan berbeda. Demikianlah tidak ada sesuatu yang tetap, begitu juga Dharma akan dijelaskan sesuai dengan kondisi yang berlaku.
Betul sekali, saya setuju bahwa Abhinna dimainkan dengan dasar Jhana ke-4.
Tapi secara Mahayana, ini juga termasuk akses fungsi dari Dharmakaya, di mana seorang Sammasambuddha yang telah memiliki Dharmakaya yang sempurna mempunyai Abhinna yang tanpa batas. Abhinna diwujudkan dengan Adhitana dan masuk Jhana ke-4, ini adalah 'cara' atau tehniknya. Namun, kenapa hal itu bisa bekerja demikian? Ini karena semakin murni dan terpusat pikiran kita, kita semakin dekat dengan Dharmakaya. Dari sudut pandang Dharmakaya, seisi dunia ini hanyalah ilusi. Dharmakaya inilah yang memungkinkan kita memiliki potensi tanpa batas.
Yup, Vajrayana juga sependapat bahwa Sammasambuddha sebagai Guru yang menemukan Dharma hanya ada satu setiap periode ajaran.
Di Vajrayana, mencapai Kebuddhaan didefinisikan sebagai merealisasikan Tubuh dan Pikiran Buddha dalam tubuh kita saat kelahiran ini juga. Di sini, tidak berarti bahwa kita harus muncul sebagaimana Buddha Gotama muncul dengan 32 ciri fisik agung dan 80 tanda minor... Namun lebih pada kualitas dan pengalaman fisik dan batin. Bila, ingin muncul sebagai Sammasabuddha seperti Buddha Gotama, tentu para Buddha dari Vajrayana ini harus muncul di periode lain atau di tata surya lain di luar jangkauan 10,000 tata surya yang sudah muncul Sammasambuddha.
Tentu ada para praktisi Vajrayana yang telah mencapai Kebuddhaan seperti YA Vimalakirti, YA Rahula, Guru Agung Padmasambhava, Yogi Agung Jetsun Milarepa, YM Tsongkapa, YA Nagarjuna, dan msh banyak para Dharmaraja yang kurang dikenal di masa kini.
Berkaitan dengan bukti, yang paling akurat adalah dengan kita sendiri merealisasikannya, sesuai Ehipasiko... Perlu diketahui juga, penilaian Kebuddhaan dalam Vajrayana adalah dengan tercapainya Trikaya, dengan demikian, seseorang itu memiliki kualitas2 batin seorang Sammasambuddha.
Jadi dalam Tantra bila dikatakan telah mencapai Kebuddhaan, berarti orang itu telah merealisasikan Dharmakaya, Sambhogakaya dan Nirmanakaya.
Seperti yang saya katakan di atas, hal ini memang sulit dipercaya kalau tidak dialami sendiri. Sebagai pengantar yang tepat, menurut saya bro bisa membaca buku Liberation in Our Hands/ Pembebasan di Tangan Kita yang sudah beredar di Gramedia dan toko buku lainnya. Buku ini berdasarkan pada penjelasan dari YM Tsongkapa yang diyakini akan muncul lagi sebagai Buddha yang ke-7 nantinya setelah Buddha Maitreya dan Buddha ke-6.
Sebenarnya esensi dari Tripitaka dan Tipitaka itu tidaklah bertolak belakang sama sekali. Dalam buku Pembebasan di Tangan Kita, konsep pelatihan Mahayana Vajrayana dijelaskan secara sistematis, di mana konsep2 Theravada memegang peranan penting sebagai Dasar dari Sang Jalan. Tanpa dasar yang benar ini, memang konsep Mahayana akan tampak melenceng jauh dari Theravada. Cobalah kita lihat Mahayana sebagai pengembangan dan pendalaman yang lebih jauh dari Theravada, maka perbedaan2 yang bertolak belakang itu akan lenyap. Keduanya akan tampak saling mendukung dan mengisi. Dikatakan menjelekkan ajaran manapun Theravada maupun Mahayana sama-sama merupakan Karma buruk yang berat karena keduanya merupakan ajaran Buddha.
Buddha itu amatlah bijak dan toleran, Buddha selalu mengajar dengan menyesuaikan diri kepada murid2 -Nya. Di zaman Buddha, agama non-Buddhis sudah memiliki aliran esoterik/Tantra mereka masing2. Mereka ini pun punya pencapaian batin/ kekuatan dan pengetahuan batin yang hebat. Sulit bagi mereka untuk mempraktekkan dan mengerti Dharma yang lebih umum karena mereka terbiasa atau bahkan hanya terdidik dalam ajaran esoterik. Maka, Buddha pun menjelaskan Dharma dan prakteknya dari sudut pandang esoterik, lahirlah Vajrayana. Ajaran Vajrayana ini sangat langka, karena tidak semua Sammasambuddha yang muncul mengajarkannya. Bahkan dalam jangka 1000 Buddha dari awal kalpa ini hanya 3 Buddha yang mengajarkan Tantra. Baru Buddha Sakyamuni yang mengajarkan, 3 Buddha sebelumnya seperti Buddha Kassapa tidak mengajarkan Tantra. Sehingga sampai dikatakan bahwa para Bodhisattva dari tatasurya dan galaxi lain pun ingin terlahir di bumi Saha ini demi mempelajari Vajrayana.
Masalah Vajrayana kenapa begitu Rahasia, kembali lagi pada ajaran esoterik ini tidak sesuai bagi sebagian besar orang sehingga lebih baik diedarkan secara ekslusif demi menghindari salah belajar/kesesatan. Bahkan zaman dulu, hanya para Bhikkhu yang bisa mempelajari Dharma2 yang lebih tinggi dan mendalam. Alias Tipitaka itu hanya beredar di kalangan Sangha, tidak seperti sekarang umat awam bisa dengan mudah mengakses Tipitaka...
Zaman sekarang aja, di vihara manakah yang ceramah Dhammanya membabarkan sutta2? Hampir tidak ada betul? Kenapa? karena itu materi yang terlalu berat bagi umat awam, terutama yang baru belajar.
Begitu pula, vajrayana banyak memakai bahasa simbol yang sangat mungkin disalah-artikan. Padahal bahasa simbol lebih bermanfaat di level bawah sadar kita daripada bahasa ucapan sehari-hari. Simbol itu bahasa yang universal, jujur dan menunjuk langsung ke dalam pikiran. Bukankah pd waktu2 tertentu kita juga dapat memahami suatu pesan dalam bentuk simbol jauh lebih baik daripada kata2?
Bro marcedes, maafkan bila saya kurang pandai menjelaskan. Maklumlah belum menjadi Buddha... hehehe![]()
saudara kano yg bijak,
terima kasih atas penjelasannya mengenai Trikaya.
mengenai aliran Vajrayana yang anda katakan disitu Tsongkapa berarti hanya mencapai Savaka-buddha...
dan terlahir entah dimana baru mencapai sammasambuddha.
sedangkan yang saya maksudkan seorang Sammasambuddha. di kehidupan ini....
ini sekaligus membenarkan bahwa seorang Arahat masih akan tumimbal lahir....
atau setelah parinibbana masih dikatakan "ADA"
dalam sutra sangkrit dikatakan Gotama pada kalpa jauh tak dapat di hitung, telah mencapai pencerahan sempurna...
pada masa sekarang Gotama mengapa menikah dengan seorang putri?
------------
sebenarnya pertanyaan ini sudah saya tanyakan pada para pakar mahayana di forum tetangga,
akan tetapi jawabannya belum ada sampai sekarang.
kemudian dalam beberapa Sutta[pali] disitu SangBuddha Gotama menyebutkan kalau dirinya sewaktu menjadi perumah tangga, belum mengatasi penderitaan, belum mencapai pencerahan,masih penuh kekotoran,dsb-nya...
kemudian dalam beberapa Sutra[sangkrit] dikatakan Sangbuddha Gotama akan muncul lagi[tumimbal lahir] entah kalpa mana....disini jelas pengertian bahwa Buddha itu setelah parinibbana masih ada....
sedangkan dalam sutta Theravada [bramajala sutta] disitu jelas bahwa termasuk pandangan salah. jika dimana Buddha itu setelah parinibbana masih ada.
kemudian dalam sutra[sangkrit] pernah gotama terlahir sebagai raja, dan raja ini tidak tahu apa-apa soal dhamma, Raja ini pun bertemu seorang pertapa yang ternyata adalah devadatta..
pertapa ini pun mengajarkan dhamma,dimana dikatakan bahwa seseorang yang mendengar dhamma ini tidak akan terlahir di alam menderita...
sekarang mengapa devadatta yang mengajarkan dhamma tersebut bisa merosot batin-nya?
dan lagi Devadatta dalam sutra [sangkrit] dikatakan kelak akan menjadi seorang sammasambuddha,
sedangkan dalam sutta[pali] hanya sebatas pacceka-buddha.
inilah esensi bertolak belakang yg saya maksudkan,
dalam forum tersebut yg memang forum buddhis, sudah sangat jelas kalau aliran Theravada dan Mahayana itu berbeda....baik dalam latihan maupun tujuan
dalam latihan beberapa pengikut sekte tertentu yang mengatakan dengan nian-fo secara terus menerus dapat mencapai jhana.
sedangkan dalam visudhi-magga yang disusun oleh Buddhagosa jelas tidaklah mungkin dengan mengucapkan atau melafalkan mantra bisa mencapai jhana.
dimana pelafalan buddho yang terkenal di Thai,hanya sebatas awal...ketika konsentrasi terpusat pada Anapanasati disitu Buddho telah dilepaskan...
dan dalam sutta seseorang mencapai Arahat, disitu tidakakan pernah terlahir lagi...
kemudian Sutra[sangkrit] menjelaskan bahwa Arahat bisa kembali ke jalur Boddhisatva karena Arahat hanya sebatas Boddhisatva tingkat 7 kalau tidak salah.
dalam sutta dan sutra sudah berbeda dalam metode latihan pun sudah berbeda....
jadi mohon info nya kalau Theravada dan Mahayana itu sama se-jalan.
sedangkan saya melihat nya berbeda.
terkait mana benar mana salah, lebih baik jangan di tarik kesimpulan bahwa ini benar ini salah....
saya disini hanya memaparkan fakta kalau memang ke-dua aliran ini tidaklah sama jalan dan tujuan.
coba simak SimsapaSutta.Buddha itu amatlah bijak dan toleran, Buddha selalu mengajar dengan menyesuaikan diri kepada murid2 -Nya. Di zaman Buddha, agama non-Buddhis sudah memiliki aliran esoterik/Tantra mereka masing2. Mereka ini pun punya pencapaian batin/ kekuatan dan pengetahuan batin yang hebat. Sulit bagi mereka untuk mempraktekkan dan mengerti Dharma yang lebih umum karena mereka terbiasa atau bahkan hanya terdidik dalam ajaran esoterik. Maka, Buddha pun menjelaskan Dharma dan prakteknya dari sudut pandang esoterik, lahirlah Vajrayana. Ajaran Vajrayana ini sangat langka, karena tidak semua Sammasambuddha yang muncul mengajarkannya. Bahkan dalam jangka 1000 Buddha dari awal kalpa ini hanya 3 Buddha yang mengajarkan Tantra. Baru Buddha Sakyamuni yang mengajarkan, 3 Buddha sebelumnya seperti Buddha Kassapa tidak mengajarkan Tantra. Sehingga sampai dikatakan bahwa para Bodhisattva dari tatasurya dan galaxi lain pun ingin terlahir di bumi Saha ini demi mempelajari Vajrayana.
apakah buddha Kassapa tidak mengajarkan karena memang tidak berguna demi mencapai pencerahan dan akhir dukkha?Ketika Yang Terberkahi tinggal di Kosambi didalam hutan simsapa.1 Kemudian, memungut beberapa lembar daun simsapa dengan tangannya, beliau bertanya pada para bhikkhu, "Menurut kalian, para bhikkhu; Manakah yang lebih banyak, beberapa lembar ditanganku atau yang berada diatas di hutan simsapa?"
"Daun-daun yang berada ditangan Yang Terberkahi lebih sedikit, Yang Mulia. Yang diatas di hutan simpasa lebih banyak."
"Demikianlah, para bhikkhu, hal-hal yang telah saya ketahui dengan pengetahuan langsung tetapi tidak diajarkan lebih banyak [dibandingkan dengan apa yang saya ajarkan]. Dan mengapa aku tidak mengajarkannya? Karena hal-hal tersebut tidak berhubungan dengan tujuan, tidak berhubungan dengan prinsip dari kehidupan suci, dan tidak membawa pada pembebasan, pada pelepasan, pada penghentian, pada ketenangan, pada pengetahuan langsung, pada pencerahan, pada pelepasan. Karena itulah aku tidak mengajarkannya.
"Dan apakah yang aku ajarkan?" 'Ini dukkha... Inilah penyebab dari dukkha... Inilah berhentinya dari dukkha... Inilah jalan latihan yang membawa pada berhentinya dukkha': Inilah yang aku ajarkan. Dan mengapa aku mengajarkan hal-hal tersebut? Karena hal-hal tersebut berhubungan dengan tujuan, berhubungan dengan prinsip dari kehidupan suci, dan membawa pada pembebasan, pada pelepasan, pada penghentian, pada ketenangan, pada pengetahuan langsung, pada pencerahan, pada pelepasan. Inilah mengapa aku mengajarkan hal-hal tersebut.
"Karena itu tugas kalian adalan merenungkan, 'Inilah dukkha... Inilah sumber dari dukkha... Inilah berhentinya dukkha.' Tugas kalian adalah merenungkan, 'Inilah jalan latihan yang membawa pada berhentinya dukkha."
salam metta.
mohon maaf kalau ada kesalahan kata.