hmm...wah thx banget buat bro jaka n bro goesdun..
kalo bole dilanjut donk penjelasannya...
*masi menyimak dengan manis
Pemurnian Lapisan :
3. Manomaya Kosa = unsur dari sari pikiran;
4. Wijnanamaya Kosa = unsur dari sari pengetahuan;
5. Anandamaya Kosa = unsur dari kebahagiaan.
Hanya dapat ditempuh melalui CATUR MARGA YOGA
Yoga adalah ajaran Sankhya yang memiliki syarat sangat berat yaitu harus melepaskan diri dari ikatan karma. Yoga artinya menghubungi (Yuj) pikiran kepada Tuhan sehingga segala sifat hakekat Tuhan dapat direfleksikan kedalam jiwa dan dengan demikian maka berbuat itu tidak terikat oleh diri pribadi tetapi adalah karena kehendak Tuhan.
Dalam hal ini tidak ada usaha sia-sia dan juga tidak ada rintangan yang tidak teratasi. Walau sedikit dijalan 'dharma' / kewajiban, akan membebaskan dari ketakutan yang besar.
Pikiran yang penuh dengan keinginan akan kesenangan, sorgalah sebagai tujuannya, inkarnasi sebagai karma palanya.
Melakukan upacara-upacara / Nyadnya yang aneka ragam dan banyak dapat mengantarkan kearah kebahagiaan dan kekuatan.
Karma dan tujuan hidup
Agama Hindu mengenal sorga dan moksa. Alam sorga hanya diperoleh oelh orang yang pikirannya selalu dipenuhi oleh bayangan untuk kenikmatan semata-mata.
Akibat kedua dari percapaiannya sorga, maka reinkarnasi pasti terjadi.
Ini tentunya berbeda dengan Moksa sebagai tujuan yang tertinggi yang tidak dihubungkan dengan kehidupan mengejar kenikmatan.
Orang yang fikirannya terpengaruh oleh keinginan akan kenikmatan dan kekuasaan, pikirannya tidak akan terputuskan, tidak patut untuk Samadhi.
Weda menguraikan tentang Triguna, bebaskan dirimu dari padanya. Bebaskan diri dari dualisme, pusatkan pikiranmu kepada Dharma., lepaskan dirimu dari duniawi, bersatu dengan Atma.
Triguna yaitu SAttwa – Rajah – Tamah, adalah sifat yang ada pada setiap unsur (Bhuta) karena bersumber dari sari-sari makanan.
Perpaduan antara Guna (sifat) yang tiga menimbulkan sifat tertentu sebagai ciptaan atau kejadian. Dalam hal ini Weda mengajarkan agar kita membebaskan dir dari ketiga guna itu dan berada dalam keadaan equilibrium (tenang) yaitu sifat sattwa ada pada wattwa, sifat Tamah ada pada sifat Tamah. Selama ada dalam sifatnya sendiri tidak ada kesan atau perasaan yang berbeda.
Dengan berpegang pada pada suatu sifat orang tidak akan terpengaruh/terbawa oleh sifat lain yang esensinya berbeda dan dapat bertentangan dengan sifat yang satu. Pertentangan sifat inilah yang melahirkan kecendrungan dan pengembangan yang dapat memperlemah disiplin pribadi, menyimpang dari sifat yang diharapkan (contoh pertentangan di FA).
Hanya berbuat untuk kewajibanmu, tidak hasil perbuatan itu (yang dipikirkan), jangan sekali kali pahala jadi motifmu dalam bekerja, jangan pula hanya berdiam diri.
Dalam Manussrti yang mengemukakan bahwa akibat suatu perbuatan telah ada atau inheren dank arena itu tidak usah berbuat untuk motif mencari keuntungan dari hasil kerja karena bila didasarkan pada satu motif, akibatnya ada dua:
1.Kekecewaan atau penderitaan kalu tidak tercapai karena terikat oleh motif itu.
2.Tidak akan berbuat sesuatu karena tidak memberi keuntungan pribadi.
Karena itu dasar berbuat itu adalah karena “dharma” atau kewajiban yang inheren pada kedudukan atau sifat yang menjadi pembawaan diri orang itu sendiri sebagai satu fungsi dengan tugas yang tidak terpisah.
Pusatkan pikiranmu pada kerja tanpa menghiraukan akibatnya, tegaklah pada Yoga baik dalam sukses maupun kegagalan, sebab, keseimbangan jiwa itulah yang disebut Yoga.
Yoga adalah satu keseimbangan jiwa yang diperlukan untuk mencapai tingkat equilibrium sehingga dengan demikian tidak ada keterikatan.
Tujuan dari pada Yoga karenanya tidak lain bertujuan untuk disiplin moral pribadi yang dapat mengatasi keinginnan yang menyebabkan orang menjadi terikat.
Kata Yoga dalam beberapa naskah sering pula diterjemahkan dengan bhakti (devotion). Jadi demi untuk Bhakti itu supaya dipatuhi dengan kebhaktian sebagai cara dalam melaksanakan Yoga marga itu sehingga dengan demikian orang dapat berbuat tanpa dipengaruhi oleh lingkungan kecuali karena hendak melaksanakan tugas.
Jika sesorang dapat melenyapkan segala karma, yang masuk dalam pikirannya dan hanya berbahagia bersama Atman maka ia yang disebut orang bijaksana.
Orang yang tidak sedih dikala duka, tidak kegirangan dikala bahagia bebas dari nafsu, takut dan amarah ia disebut orang suci.
Ia yang tidak mempunyai keterikatan dikala mendapat sesuatu yang baik atau buruk tidak akan ada rasa senang atau benci padanya, sesungguhnya ia adalah orang yang arif bijaksana yang telah memiliki kemantapan.
Semua benda jasmani akan dicampakkan dari badan rohani dan segalanya inipun lenyap bila Tuhan menampakkan diri-Nya.
Dengan memikirkan beda jasmani maka orang akan terbelenggu padanya, dari padanya lahir keinginan, dan dari keinginan ini timbullah amarah/nafsu. Dari nafsu timbul kebingungan dan hilang ingatan, dari hilang ingatan menghancurkan fikrian, dari kehancuran fikrian pasti menjadi musnah.
Tidak ada pikiran yang tidak terkendalikan dan juga tidak ada konsentrasi yang tidak terkendalikan dan juga tidak ada ketenangan untuk tidak memusatkan pikiran yang tidak tenang, dimana kebahagiaan itu berada.
Sesungguhnya fikiran hanyut dalam panca indria bila tidak terkendalikan karenanya terbawalah kebijaksanaanya laksana perahu hanyut dalam samudra terbawa angin.
Begitulah ibaratnya pikiran atau bijaksaan seseorang yang tidak mengendalikan pikirannya melainkan menuruti apa saja yang dikehendaki berdasarkan pancaindrianya (nafsunya).
Karenanya orang yang dapat mengedalikan panca indrianya dari segala nafsu obyek keinginannnya, berarti telah mantap dalam kebijaksanaannya.
Orang yang membuang semua nafsunya dan melangkah bebas tanpa keinginan terbebas dari perasaan ‘Aku’ dan ‘Punyaku’, mencapai kedamaian.
Inilah tingkat kesucian, tiada bingung lagi dan mencapai Nirwana bersatu dengan Brahman.
JALAN UNTUK MENCAPAI MOKSA
Hindu memiliki tujuan tertinggi yang dicitacitakan oleh umatnya yaitu Moksa / Nirwana (kebebasan abadi)
Untuk mencapainya harus melaksanakan dengan Empat jalan yang bisa ditempuh yaitu Catur Marga Yoga.
CATUR MARGA YOGA
Catur marga adalah empat buah jalan yang bisa ditempuh untuk mencapai tujuan moksartamjagathita.
Keempat ini sama utamanya.
Yang disebut Catur Marga Yoga adalah :
1.
Bhakti Marga Yoga ; Menyatukan diri kepada Tuhan berdasarkan cinta kasih yang mendalam dengan mekakai sarana. Bhakti kepada Tuhan dalam wujud yang abstrak dengan mengandalkan fikiran dan Bhakti kepada Tuhan dalam wujud nyata, misalnya mempergunakan nyasa atau pratima berupa arca atau mantra , akan lebih mudah untuk mewujudkan rasa bahktinya (tetapi itu belum nyata).
2.
Karma Marga Yoga; Mengatukan diri kepada Tuhan melalui perbuatan mulia dan bermanfaat tanpa pamerih. Karma atau tindakan terdapat tiga macam bentuk sikap yaitu : (1) Karma yaitu perbuatan baik, (2) Akarma yaitu perbuatan tidak berbuat, (3) Wikarma yaitu perbuatan yang keliru. Apa yang diharapkan dari Karma Marga Yoga adalah tercapainya tujuan yang merupakan semua benua yaitu moksa atau siddhi (kesempurnaan). Karma dalam hal ini yang dimaksud adalah Karma dalam arti ritual atau Yadnya dan Karma dalam arti tingkah laku perbuatan.
3.
Jnana Marga Yoga; Mengatukan diri dengan Tuhan dengan mengamalkan Ilmu suci. Melalau jalan ini kita akan mengetahui ada dua hakekat, yaitu Purusa sebagai aspek transcendental (asal semua ciptaan) dan Prakrti (pradhana) sebagai aspek numena atau materi atau sifat empiris. Pada hakekatnya Prakrti dalam proses menjadinya sampai pada benda bateri dengan sifat dasarnya Bhumi (Prthiwi), Apah, Teja (Agni, Anala), Bayu, Khan (Akasa). Disamping itu Manah, Buddhi dan Ahamkara. Semua makhluk adanya berasal dari garba Tuhan.
Tuhan adalah asal mula dan peleburnya alam semesta ini. Tuhan mengejawantah di dalam hukum-hukum alam, Hukum RTA yang mengatur alam dan Hukum KARMAPALA yang mengatur perbuatan manusia.
4.
Raja Marga Yoga; Berusaha menyatu dengan Tuhan dengan melakukan Brata, Tapa, Yoga dan Semadi.
Dari semua Yoga diatas Tuhan sebagai poros dari semua ciptaan dan kebhaktian.
Setiap orang bebas memilih salah satu dari keempat jalan ini, sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing, tidaklah mesti orang harus berpegangan pada satu marga Yoga saja, bahkan keempatnya itu hendaknya digerakkan secara harmonis seperti halnya seekor burung.
Kalau diumpamakan bahwa sayap kiri dari burung adalah Jnana Marga, maka sayap kanannya adalah Bhakti Marga. Seekor burung akan bisa melayang dengan baik kalau sayap kiri dan akannya seimbang.
Burung tidak akan bisa mencapai tujuanya yang dikehendaki walaupun memiliki daya dorong yang kuat.
Kemudian sayap ekor yang berfungsi sebagai kemudi mengarahkan sebaik-baiknya supaya jangan terbangnya menyimpang dari tujuan.
Bhakti Marga Yoga, mengutamakan penyerahan diri dan mencurahkan rasa;
Karma Marga Yoga, mengutamakan kerja tanpa pamerih untuk kepentingan diri sendiri, dengan mengutamakan pengabdian sebagai motivator dari geraknya;
Jnana Marga Yoga, mengutamakan akal yang membangkitkan kesadaran;
Raja Marga Yoga mengajarkan pengendalian diri dan konsetrasi.
Manusia yang akalnya hebat tetapi tanpa rasa adalah sama dengan Komputer atau Mesin, sebaliknya orang yang rasa (emosinya) tinggi tanpa diimbangi dengan akal, akan menjadi “kedewan-dewan”, bhakti dan jnana sangat perlu hebat tetapi harus seimbang.
Akal yang hebat dan rasa yang kuat akan sangat berguna kalau dapat diarahkan ke suatu tujuan yang baik, sebab itu diperlukan konsentrasi supaya jangan menyimpang dari arah (Raja Marga Yoga).
Kalau akal dan rasa sudah seimbang arah sudah terpusat maka orang akan bisa mencapai prestasi yang sangat tinggi .
Prestasi yang tinggi kalau digunakan untuk kepentingan diri sendiri akan membahayakan, oleh sebab itu perlu kehebatan yang dimiliki oleh manusia itu diabdikan untuk kepentingan orang banyak (Karma Marga).
Demikianlah akal dan rasa dipadukan secara seimbang, tekad yang kuat dan terkendalikan serta terarah ditujukan untuk ‘Dharma’ (pengabdian).
Inilah tingkat kesucian, dia yang telah sampai ditingkat ini, walau maut tiga, tiada bingung lagi dan mencapai Nirwana bersatu dengan Brahman.