roughtorer
IndoForum Senior A
- No. Urut
- 44416
- Sejak
- 24 Mei 2008
- Pesan
- 6.755
- Nilai reaksi
- 174
- Poin
- 63
@InfiniteSky
Ilmu pengetahuan/sains dengan agama, sama sama penelitian, yang satu di laboratorium, yang satu di bathin.... kedua-duanya membawa pencerahan. Dalam koridor masing-masing.
Mengapa sampai ada kalimat seperti itu?
Karena, dalam hal melihat dan menghargai para ilmuan, tak jarang kita menjumpai ternyata mereka adalah atheis yang bagi agama lain adalah sebuah dosa maha berat. Sehingga seringkali ilmuan justru dilecehkan. Padahal, pada hakekatnya mereka hanya meneliti dan mencoba membuktikan sebuah keyakinan yang mereka yakini benar dengan cara mereka, yaitu meneliti di laboratorium. Namun kondisi ini tentu saja berbeda dalam pandangan agama Buddha.
Agama Buddha mengajarkan umatnya untuk tetap kritis dalam melihat sebuah fenomena dan lain sebaginya. Termasuk dalam kebenaran yang coba dibuktikan oleh para ilmuan. Inilah yang manarik bila dilihat dari agama Buddha.
Penjelasan tentang ini bisa lebih besar lagi bila an da sudah baca threat ini:
https://www.forum.or.id/showthread.php?t=52011 atau,
https://www.forum.or.id/showthread.php?t=53496
Kelihatannya kita punya sedikit beda pemikiran dlm hal ini. That's ok.
Ajaran Buddha menurut gw kurang cocok disebut sebagai agama, karena mencakup semuanya, baik itu ilmu pengetahuan maupun spiritual.
Oleh karena itu ajaran Buddha berbeda dengan agama yang mengajarkan dogma (kepercayaan semata), tetapi ajaran Buddha itu lebih ke arah hipotesa yang mengundang untuk dibuktikan kebenarannya (ehipasiko).
Dengan adanya perbedaan pendapat ini, barulah kita bisa saling sharing dan diskusi
om mani padme hum.
Yakinkah anda pandangan kita berbeda? Saya justru melihat yang sebaliknya.
Kalau anda mengartikan agama seperti agama-agama Samawi atau agama-agama Abrahamic, tentu saja agama Buddha melebihi ketegori agama tersebut.
Ajaran Buddha berbeda dengan agama yang mengajarkan dogma (kepercayaan semata), tetapi ajaran Buddha itu lebih ke arah hipotesa yang mengundang untuk dibuktikan kebenarannya (ehipasiko).
Bukankah ini juga yang dilakukan oleh para ilmuan di laboratorium. Mungkin mereka tidak mengenal agama Buddha. Tapi agama Buddha sendiri tidak memandang manusia sebagai Buddhis atau non Buddhis, tapi dari apa yang mereka kerjakan, perbuatan, dan hal-hal lain yang mencakup kehidupan.
Lebih jauh, para ilmuan sering dianggap sesat atau murtad oleh agama lain. Justru dalam agama Buddha, kemampuan hepotesa mereka dihargai secara akal sehat. Tidak begitu saja percaya pada dogma, kitab suci dll. Copernicus bersedia dihukum mati hanya karena dalam hepotesanya dia menemukan bahwa Bumi sebenarnya bulat. Keyakinan nyeleneh ini kenyataannnya merupakan penolakkannya atas apa yang tertulis di kitab suci dan apa yang menjadi keyakinan umum pada masa itu. Demikian juga dengan Galileo atau Darwin..... (mungkin ketiganya tidak akan dihukum atau dianggap murtad seandainya mereka adalah Buddhist dan berdomisili di Asia Timur)
Dalam hal seorang mencapai pencerahan.
Seperti yang sudah diumpamakan sang Buddha sendiri, bahwa apa yang diajarkan hanya seperti daun di dalam genggaman, sementara Dhamma mencakup jumlah daun di seluruh hutan.
Tidakkah ada kemungkinan bahwa dalam melakukan hepotesa (dengan cara mereka) ada ilmuan yang justru mendapatkan pencerahan? walaupun dia tidak mengerti atau tidak tahu Buddha Dharma?
Saya justru tidak melihat seperti itu. Menjadi dogma yang tersendiri bila ada anggapan seperti itu. Karena secara tidak langsung kita mengklaim sebuah pencerahan hanya bisa dicapai dengan cara kita. Sementara sang Guru Agung kita sendiri sudah mengatakan bahwa jumlah daun di hutan ternyata jauh lebih banyak dari daun di genggaman tangan.
Sorry jadi OOT.....
Back To topic, Kerasukan/kemasukan/kesurupan........
Dan dalam hal topic kita, tidak ada salahnya melihat dari sisi lain, hepotesanya akan semakin luas dan kemungkinan kebenaran yang bisa dicapai juga semakin besar....