@^^ yg itu gw jg tahu nya pas pasan..entar gw pelajari dulu , baru lanjut ya. thx
@Akiong, ini 8 Jalan utama yang telah di posting @marcedes, dan saya akan posting juga yang anda tanyakan di thread menganalisa ajaran = menghina?
JALAN MULIA BERUNSUR DELAPAN
(Ariya Atthangiko Magga)
Dalam Dhammacakkappavattana Sutta; Samyutta Nikaya 56.11 {S 5.420}, Guru Buddha mengajarkan Empat Kebenaran Ariya (Cattari Ariya Saccani) kepada Lima Bhikkhu Pertama (Panca Vaggiya Bhikkhu), yang di dalamnya terdapat Jalan yang Menuju Terhentinya Dukkha. Jalan itu disebut dengan Jalan Mulia Berunsur Delapan (Ariya Atthangiko Magga).
Di dalam Jalan ini mengandung unsur sila (kemoralan), samadhi (konsentrasi), dan panna (kebijaksanaan). Berikut pengelompokan unsur yang terkandung di dalamnya:
Pañña
1. Pengertian Benar (sammâ-ditthi)
2. Pikiran Benar (sammâ-sankappa)
Sila
3. Ucapan Benar (sammâ-väcä)
4. Perbuatan Benar (sammâ-kammanta)
5. Pencaharian Benar (sammâ-ajiva)
Samâdhi
6. Daya-upaya Benar (sammâ-vâyama)
7. Perhatian Benar (sammâ-sati)
8. Konsentrasi Benar (sammâ-samâdhi)
Jalan Mulia Berunsur Delapan (Ariya Atthangiko Magga) dibabarkan sebagai berikut:
1. Pengertian Benar (Sammã Ditthi)
Pemahaman Benar adalah pengetahuan yang disertai dengan penembusan terhadap
a. Empat Kesunyataan Mulia
b. Hukum Tilakkhana (Tiga Corak Umum)
c. Hukum Paticca-Samuppäda
d. Hukum Kamma
2. Pikiran Benar (Sammã Sankappa)
Pikiran Benar adalah pikiran yang bebas dari:
a. Pikiran yang bebas dari nafsu-nafsu keduniawian (nekkhamma-sankappa).
b. Pikiran yang bebas dari kebencian (avyäpäda-sankappa)
c. Pikiran yang bebas dari kekejaman (avihimsä-sankappa)
3. Ucapan Benar (Sammã Vãca)
Ucapan Benar adalah berusaha menahan diri dari berbohong (musãvãdã), memfitnah (pisunãvãcã), berucap kasar/caci maki (pharusavãcã), dan percakapan-percakapan yang tidak bermanfaat/pergunjingan (samphappalãpã). Dapat dinamakan Ucapan Benar, jika dapat memenuhi empat syarat di bawah ini :
a. Ucapan itu benar
b. Ucapan itu beralasan
c. Ucapan itu berfaedah
d. Ucapan itu tepat pada waktunya
4. Perbuatan Benar (Sammã Kammantã)
Perbuatan Benar adalah berusaha menahan diri dari pembunuhan, pencurian, perbuatan melakukan perbuatan seksualitas yang tidak dibenarkan (asusila), perkataan tidak benar, dan penggunaan cairan atau obat-obatan yang menimbulkan ketagihan dan melemahkan kesadaran.
5. Penghidupan Benar (Sammã Ãjiva)
Penghidupan Benar berarti menghindarkan diri dari bermata pencaharian yang menyebabkan kerugian atau penderitaan makhluk lain. "Terdapat lima objek perdagangan yang seharusnya dihindari (Anguttara Nikaya, III, 153), yaitu:
a. makhluk hidup
b. senjata
c. daging atau segala sesuatu yang berasal dari penganiayaan mahluk-mahluk hidup
d. minum-minuman yang memabukkan atau yang dapat menimbulkan ketagihan,
e. racun
Dan terdapat pula lima pencaharian salah yang harus dihindari (Majjima Nikaya. 117), yaitu:
a. Penipuan
b. Ketidak-setiaan
c. Penujuman
d. Kecurangan
e. Memungut bunga yang tinggi (praktek lintah darat)
6. Usaha Benar (Sammã Vãyama)
Usaha Benar dapat diwujudkan dalam empat bentuk tindakan, yaitu: berusaha mencegah munculnya kejahatan baru, berusaha menghancurkan kejahatan yang sudah ada, berusaha mengembangkan kebaikan yang belum muncul, berusaha memajukan kebaikan yang telah ada.
7. Perhatian Benar (Sammã Sati)
Perhatian Benar dapat diwujudkan dalam empat bentuk tindakan, yaitu:
- perhatian penuh terhadap badan jasmani (kãyãnupassanã)
- perhatian penuh terhadap perasaan (vedanãnupassanã)
- perhatian penuh terhadap pikiran (cittanupassanã)
- perhatian penuh terhadap mental/batin (dhammanupassanã)
Keempat bentuk tindakan tersebut bisa disebut sebagai Vipassanã Bhãvanã.
8. Konsentrasi Benar (Sammã Samãdhi)
Konsentrasi Benar berarti pemusatan pikiran pada obyek yang tepat sehingga batin mencapai suatu keadaan yang lebih tinggi dan lebih dalam. Cara ini disebut dengan Samatha Bhãvanã. Tingkatan-tingkatan konsentrasi dalam pemusatan pemikiran tersebut dapat digambarkan dalam empat proses pencapaian Jhana, yaitu:
- Bebas dari nafsu-nafsu indria dan pikiran jahat, ia memasuki dan berdiam dalam Jhãna pertama, di mana vitakka (penempatan pikiran pada objek) dan vicãra (mempertahankan pikiran pada objek) masih ada, yang disertai dengan kegiuran dan kesenagan (piti dan sukha).
- Dengan menghilangkan vitakka dan vicara, ia memasuki dan berdiam dalam Jhãna kedua, yang merupakan ketenangan batin, bebas dari vitakka dan vicãra, memiliki kegiuran (piti) dan kesenangan (sukha) yang timbul dari konsentrasi.
- Dengan meninggalkan kegiuran, ia berdiam dalam ketenangan, penuh perhatian dan sadar, dan merasakan tubuhnya dalam keadaan senang. Dia masuk dan berdiam dalam Jhãna ketiga.
- Dengan meninggalkan kesenangan dan kesedihan, dia memasuki dan berdiam dalam Jhãna keempat, keadaan yang benar-benar tenang dan penuh kesadaran di mana kesenangan dan kesedihan tidak dapat muncul dalam dirinya.
Siswa yang telah berhasil melaksanakan Delapan Jalan Utama memperoleh :
1. Sila-visuddhi - Kesucian Sila sebagai hasil dari pelaksanaan Sila dan terkikis habisnya Kilesa (Kekotoran batin).
2. Citta-visuddhi - Kesucian Bathin sebagai hasil dari pelaksanaan Samadhi dan terkikis habisnya Nivarana (Rintangan batin).
3. Ditthi-visuddhi - Kesucian Pandangan sebagai hasil dari pelaksanaan Pañña dan terkikis habisnya Anusaya (Kecenderungan berprasangka).
Demikianlah Jalan Utama Berunsur Delapan yang telah dibabarkan oleh Guru Buddha. Satu-satunya Jalan yang menuju pada akhir Dukkha.
================================================== ============
EMPAT KEBENARAN ARYA
EMPAT KEBENARAN ARYA
(Cattari Ariya Saccani)
Di Taman Rusa Isipatana, pada bulan Asalha, ketika untuk pertama kalinya Guru Buddha membabarkan Dhamma, dalam Dhammacakkappavattana Sutta; Samyutta Nikaya 56.11 {S 5.420} , Guru Buddha mengajarkan Empat Kebenaran Ariya (Cattari Ariya Saccani) kepada Lima Bhikkhu Pertama (Panca Vaggiya Bhikkhu).
I
Kebenaran Ariya tentang Dukkha
(Dukkha Ariya Sacca)
Guru Buddha bersabda, “Sekarang, O, para bhikkhu, Kebenaran Ariya tentang Dukkha, yaitu : kelahiran adalah dukkha, usia tua adalah dukkha, penyakit adalah dukkha, kematian adalah dukkha, sedih, ratap tangis, derita (badan), dukacita, putus asa adalah dukkha; berkumpul dengan yang tidak disenangi adalah dukkha, berpisah dari yang dicintai adalah dukkha, tidak memperoleh apa yang diinginkan adalah dukkha. Singkatnya Lima Kelompok Kemelekatan merupakan dukkha.”
Definisi
Kata ”dukkha” yang berasal dari bahasa Pali, sukar sekali untuk diwakilkan secara tepat oleh satu kata dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris karena memiliki makna yang dalam. Secara etimologi berasal dari kata ”du” yang berarti sukar dan kata ”kha” yang berarti dipikul, ditahan. Jadi kata ”du-kha” berarti sesuatu atau beban yang sukar untuk dipikul. Pada umumnya dukkha dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai penderitaan, ketidakpuasan, beban.
Tiga Bentuk Dukkha
Dalam Dukkhä Sutta, Y.A Sariputta menjelaskan adanya tiga bentuk dukkha kepada Jambukhadika, “ Ada tiga bentuk dari dukkha, sahabatKu, yaitu : dukkha-dukkhä, viparinäma-dukkhä, sankhärä-dukkhä. Inilah tiga bentuk dukkha.”
dukkha-dukkhä
adalah ketidakpuasan atau penderitaan yang alami dan dirasakan tubuh dan bathin, seperti sakit jantung, sakit kepala, perasaan sedih karena berpisah dengan yang dicintai, kegagalan dalam usaha, sebagainya.
viparinäma-dukkhä
adalah ketidakpuasan atau penderitaan yang tidak lepas dari adanya perubahan, seperti kondisi perasaan bahagia, yang dirasakan cepat atau lambat akan mengalami perubahan
sankhärä-dukkhä
adalah ketidakpuasan atau penderitaan yang berhubungan dengan Lima Kelompok Kemelekatan (Panca Khanda), seperti perasaan susah karena tidak dapat menikmati makanan enak yang dipicu karena adanya indera pengecap yang merupakan salah satu dari Lima Kelompok Kemelekatan (Panca Khanda).
Dalam Dukkhä Sutta; Samyutta 38.14 {S 4.259}, Y.A Sariputta menjelaskan adanya tiga bentuk dukkha Jambukhadika, adalah ketidakpuasan atau penderitaan yang alami dan dirasakan tubuh dan bathin, seperti sakit jantung, sakit kepala, perasaan sedih karena berpisah dengan yang dicintai, kegagalan dalam usaha, sebagainya.adalah ketidakpuasan atau penderitaan yang tidak lepas dari adanya perubahan, seperti kondisi perasaan bahagia, yang dirasakan cepat atau lambat akan mengalami perubahan adalah ketidakpuasan atau penderitaan yang berhubungan dengan Lima Kelompok Kemelekatan (Panca Khanda), seperti perasaan susah karena tidak dapat menikmati makanan enak yang dipicu karena adanya indera pengecap yang merupakan salah satu dari Lima Kelompok Kemelekatan (Panca Khanda).
II
Kebenaran Ariya tentang Asal Mula Dukkha
(Dukkha Samudaya Ariya Sacca)
Guru Buddha bersabda, “Sekarang, O, para bhikkhu, Kebenaran Ariya tentang Asal Mula Dukkha, yaitu : Ketagihan (tanhâ) yang menyebabkan tumimbal lahir, disertai dengan hawa nafsu untuk menemukan kesenangan di sana sini, yaitu kamatanhâ : ketagihan akan kesenangan indria, bhavatanhâ : ketagihan akan penjelmaan, vibhavâtanhâ : ketagihan untuk memusnahkan diri.”
Pada bagian ini Guru Buddha menjelaskan bahwa sumber dari dukkha atau penderitaan adalah tanhâ, yaitu nafsu keinginan yang tidak ada habis-habisnya. Tanha dapat diibaratkan seperti candu atau opium yang menimbulkan dampak ketagihan bagi yang memakainya terus-menerus, dan semakin lama akan merusak fisik maupun mental si pemakai. Tanha juga dapat diibaratkan seperti air laut yang asin yang jika diminum untuk menghilangkan haus justru rasa haus tersebut semakin bertambah.
Ada tiga bentuk tanhä, yaitu :
1.Kämatanhä : adalah ketagihan akan kesenangan indriya, ialah ketagihan akan :
a. bentuk-bentuk (indah)
b. suara-suara (merdu)
c. wangi-wangian
d. rasa-rasa (nikmat)
e. sentuhan-sentuhan (lembut)
f. bentuk-bentuk pikiran
2.Bhavatanhä : adalah ketagihan untuk lahir kembali sebagai manusia yang berdasarkan pada kepercayaan yang mengatakan tentang adanya "atma (roh) yang kekal dan terpisah" (attavada).
3.Vibhavatanhä : adalah ketagihan untuk memusnahkan diri, yang berdasarkan kepercayaan yang mengatakan bahwa setelah manusia meninggal maka berakhirlah segala riwayat tiap-tiap manusia (ucchedaväda).
III
Kebenaran Ariya tentang Terhentinya Dukkha
(Dukkha Nirodha Ariya Sacca)
Guru Buddha bersabda, “Sekarang, O, para bhikkhu, Kebenaran Ariya tentang Terhentinya Dukkha, yaitu : terhentinya semua hawa nafsu tanpa sisa, melepaskannya, bebas, terpisah sama sekali dari ketagihan tersebut.”
Pada bagian ini Guru Buddha menjelaskan bahwa dukkha bisa dihentikan yaitu dengan cara menyingkirkan tanhä sebagai penyebab dukkha. Ketika tanhä telah disingkirkan, maka kita akan terbebas dari semua penderitaan (bathin). Keadaan ini dinamakan Nibbana.
Dalam Itivuttaka 44; Khuddaka Nikaya, Guru Buddha menjelaskan bahwa terdapat 2 elemen/jenis Nibbana, yaitu :
Sa-upadisesa-Nibbana
Nibbana masih bersisa. Yang dimaksud dengan bersisa di sini adalah masih adanya Lima Khanda. Ketika Petapa Gotama mencapai Penerangan Sempurna dan menjadi Buddha, Beliau dikatakan telah dapat mencapai Sa-upadisesa-Nibbana tetapi masih memiliki Lima Khanda (jasmani, kesadaran, bentuk pikiran, pencerapan dan perasaan). Sa-upadisesa-Nibbana juga dapat dikatakan sebagai kondisi batin (state of mind) yang murni, tenang, dan seimbang.
An-upadisesa-Nibbana
Nibbana tanpa sisa. Setelah meninggal dunia, seorang Arahat akan mencapai anupadisesa-nibbana, ialah Nibbana tanpa sisa atau juga dinamakan Pari-Nibbana, dimana tidak ada lagi Lima Khanda (jasmani, kesadaran, bentuk pikiran, pencerapan dan perasaan), tidak ada lagi sisa-sisa dan sebab-sebab dari suatu bentuk kemunculan. Sang Arahat telah beralih ke dalam keadaan yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Hal ini dapat diumpamakan dengan padamnya api dari sebuah pelita, kemanakah api itu pergi ? Hanya satu jawaban yang tepat, yaitu ‘tidak tahu’. Ketika Guru Buddha mangkat/wafat, Beliau dikatakan telah mencapai anupadisesa-nibbana.
IV
Kebenaran Ariya tentang Jalan yang Menuju Terhentinya Dukkha
(Dukkha Nirodha Ariya Sacca)
Guru Buddha bersabda, “Sekarang, O, para bhikkhu, Kebenaran Ariya tentang Jalan yang menuju terhentinya Dukkha, tiada lain adalah Jalan Suci Berunsur Delapan, yaitu : Pengertian Benar, Pikiran Benar, Ucapan Benar, perbuatan Benar, Penghidupan Benar, Usaha Benar, Perhatian Benar, Konsentrasi Benar.”
Pada bagian ini Guru Buddha menjelaskan bahwa ada Jalan atau Cara untuk menghentikan dukkha.
Jalan Menuju Terhentinya Dukkha dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu :
Kebijaksanaan (Panna)
Pengertian Benar (sammä-ditthi)
Pikiran Benar (sammä-sankappa)
Kemoralan (Sila)
Ucapan Benar (sammä-väcä)
Perbuatan Benar (sammä-kammanta)
Pencaharian Benar (sammä-ajiva)
Konsentrasi (Samädhi)
Daya-upaya Benar (sammä-väyäma)
Perhatian Benar (sammä-sati)
Konsentrasi Benar (sammä-samädhi)
Demikianlah Empat Kebenaran Ariya (Cattari Ariya Saccani) yang tidak dapat dipisahkan antara Kebenaran yang satu dengan Kebenaran yang lainnya. Empat Kebenaran Ariya (Cattari Ariya Saccani) bukanlah ajaran yang bersifat pesimis yang mengajarkan hal-hal yang serba suram dan serba menderita. Dan juga bukan bersifat optimis yang hanya mengajarkan hal-hal yang penuh harapan, tetapi merupakan ajaran yang realitis, ajaran yang berdasarkan analisa yang diambil dari kehidupan di sekitar kita.
Disusun oleh: Bhagavant.com
================================================== ===============