• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

[share]Pengalaman Ngiring Ida Sesuhunan

Wah waktu ngeliat thread yg judulnya '[ask]hyang baruno' saya jd teringat kejadian luar biasa ketika kami tangkil ke Pura Dalem Ped di Nusa Penida. Kejadian ini sudah lama sekali mungkin lebih dari 10 tahun, ketika itu kami yg ngiring Sesuhunan sudah ngelungsur panugrahan Dalem tapi sebagian besar dari kami belum menunjukkan kapasitas dan kualitas sbg orang yg beragama,kami masih kurang terstruktur. Ketika itu Guru Penuntun kami memutuskan utk tangkil ke Pura Dalem Ped,kami pun ikut mengiringi. Dalam perjalanan Guru Penuntun kami lagi menyanyikan lagunya Bayu KW "Nyen nawang buin pidan bli dadi supir kapal..." namun tiba2 raut wajah beliau berubah pucat melihat pulau Nusa Penida yg sudah makin dekat,beliau seperti ketakutan kemudian memerintahkan nahkoda kapal utk kembali ke pulau Bali,di saat itu beliau berdebat gak jelas dgn nahkodanya karena perintah Guru saya yg terlalu mendadak,jgn2 bahan bakarnya gak cukup utk balik ke Bali!Tapi toh kami akhirnya kembali jg ke Bali dgn selamat.Kami pun penasaran tumben sekali membatalkan niat tangkil ke pura secara tiba2.Setelah sampai di Bali kami kembali ke Parhyangan yg sekaligus rumah Guru kami,di sana Guru kami menjelaskan mengapa beliau memutuskan balik ke Bali.Beliau mengatakan bahwa dlm penglihatan beliau pulau Nusa Penida berubah wujud menjadi mulut ikan raksasa yg menganga dan hendak menelan kami,mulut ikan itu begitu lebar,giginya tajam,dan matanya melotot!Apa arti dari peristiwa tsb?Sesuhunan pun memberikan piteket bahwa kejadian itu artinya bahwa Sesuhunan ring Luhurin Dalem Ped yg tidak lain adl Sang Hyang Baruna menolak kunjungan kami!HYang Baruna menganggap kami yg sudah ngelungsur panugrahan ini tidak menghargai panugrahan tsb!hal ini terbukti dari perilaku kami yg masih ngomong kasar,tdk mengucapkan Om Swastiastu ketika bertemu semeton yg lain,masih banyak yg berani melawan orang tua,berpakaian sembahyang tdk sesuai aturan,banyak yg temperamen ato mudah marah,masih makan daging sapi,dan masih banyak lagi kebobrokan kami!Akhirnya Guru kami melarang kami utk pergi ke pantai ato laut selama setahun.Selama setahun itu kami benar2 memperbaiki diri,dan akhirnya setelah setahun Ida Sang Hyang Baruna mau menerima kami kembali sbg hambaNya.

"Sira purun ngelungsur panugrahan Dalem patut mapretingkah,maprilaksana,mebebaosan sane manut ring sesana siku sepat uger-uger,yening ngelungsur panugrahan Dalem medasar antuk dalem sampun pastika Ida Sang Hyang Siwa taler Ida Sang Hyang Uma sane nyanggra mulihnia ring sajeroning ayu,yening ngelungsur panugrahan Dalem medasar antuk daken sampun pastika Ida Bathari Durga sane nyanggra,pengabih Ida Bathari Durga mulihnia ring sajeroning bhuta kala,bhuta bhuti,kala kali mulihnia ring sajeroning lara."

yg artinya:
"Barangsiapa yg berani menerima panugrahan Dalem wajib hukumnya utk berbuat,bersikap,dan berbicara yg baik dan benar sesuai aturan agama.Jika menerima panugrahan Dalem dengan hati dan pikiran yg dalam maka Dewa Siwa dan Dewi Uma yg menaungi dan pasti mendatangkan keselamatan dan kesejahteraan.Tetapi jika menerima panugrahan Dalem dengan hati dan pikiran yang dangkal maka Dewi Durga yg menaungi,abdi-abdi Dewi Durga adl butha kala,butha buthi,kala kali yg mendatangkan petaka dan kesengsaraan."
 
".....ketika itu kami yg ngiring Sesuhunan sudah ngelungsur panugrahan Dalem tapi sebagian besar dari kami belum menunjukkan kapasitas dan kualitas sbg orang yg beragama,kami masih kurang terstruktur. Ketika itu Guru Penuntun kami memutuskan utk tangkil ke Pura Dalem Ped, kami pun ikut mengiringi.
maaf bli Jaka, ketika membaca postingan bli maka lagi-lagi saya bingung dan heran,.....:(
dari yang garis-bawahi, bagaimana bisa seseorang yang telah "ngelungsur panugrahan Dalem" bisa menunjukkan yang belum memiliki kapasitas dan kualitas sebagai orang yang beragama padahal dulu pernah bli menyebutkan bahwa seseorang yang menerima panugrahan itu berdasarkan "karma", jadi ibaratnya seseorang yang dulu telah 'belajar' dan memiliki tahapan yang lebih baik sehingga dikehidupan kemudian mendapat panugrahan seperti itu yang artinya melanjutkan pelajarannya dahulu dan semestinya seseorang yang menerima panugrahan tsb mencerminkan prilaku sebagai orang yang beragama,........:-/

Dalam perjalanan Guru Penuntun kami lagi menyanyikan lagunya Bayu KW "Nyen nawang buin pidan bli dadi supir kapal..." namun tiba2 raut wajah beliau berubah pucat melihat pulau Nusa Penida yg sudah makin dekat,........
oooooooo, guru penuntun bli seorang manusia ya,.....:D
baru ngerti saya karena selama ini anggapan saya guru penuntun bli adalah seseorang dengan "badan rohani" yang lebih halus,........:)

Beliau mengatakan bahwa dlm penglihatan beliau pulau Nusa Penida berubah wujud menjadi mulut ikan raksasa yg menganga dan hendak menelan kami,mulut ikan itu begitu lebar,giginya tajam,dan matanya melotot!
Apa arti dari peristiwa tsb?
Sesuhunan pun memberikan piteket bahwa kejadian itu artinya bahwa Sesuhunan ring Luhurin Dalem Ped yg tidak lain adl Sang Hyang Baruna menolak kunjungan kami! HYang Baruna menganggap kami yg sudah ngelungsur panugrahan ini tidak menghargai panugrahan tsb!
Lho dulu bli khan bilang bahwa jika saya orang Bali (Hindu) maka 'sesuhunan' bli akan sama dengan 'sesuhunan' saya, trus dari tulisan ini kok sepertinya sesuhunan itu berbeda antara 'sesuhunan' bli dengan 'sesuhunan' di Dalem Ped,..............:-/
Jika sama maka kenapa bli ketika ingin ke Nusa Penida seperti menghadapi 'tantangan'........?
Trus jika melihat tulisan bli selanjutnya maka sudah seharusnya 'sesuhunan' bli juga akan 'menolak' bli sebagai orang yang menerima 'panugrahan',.....?
karena 'sesuhunan' yang sama saja yang berstana di Dalem Ped menolak bli dan rombongan,......?
Maaf bli banyak kontradiksi dalam tulisan bli dan saya harap bli bisa memberikan penjelasan,.....:)

hal ini terbukti dari perilaku kami yg masih ngomong kasar, tdk mengucapkan Om Swastiastu ketika bertemu semeton yg lain, masih banyak yg berani melawan orang tua, berpakaian sembahyang tdk sesuai aturan, banyak yg temperamen ato mudah marah, masih makan daging sapi, dan masih banyak lagi kebobrokan kami! Akhirnya Guru kami melarang kami utk pergi ke pantai ato laut selama setahun. Selama setahun itu kami benar2 memperbaiki diri, dan akhirnya setelah setahun Ida Sang Hyang Baruna mau menerima kami kembali sbg hambaNya.
Kontradiksi sekali bli dan tingkah laku seperti yang bli tulis sudah seharusnya dilakukan oleh setiap umat Hindu karena itulah arti dari Hindu (yang saya tau):
Meru tantra (4th to 6th century CE), a Shaiva text,
hInaM cha duShyatyeva hindurityuchyate priye |
"Hindu is one who discards the mean and the ignoble."

jadi seorang bisa dikatakan Hindu jika telah meninggalkan kebodohan,....:)

"Sira purun ngelungsur panugrahan Dalem patut mapretingkah,maprilaksana,mebebaosan sane manut ring sesana siku sepat uger-uger,yening ngelungsur panugrahan Dalem medasar antuk dalem sampun pastika Ida Sang Hyang Siwa taler Ida Sang Hyang Uma sane nyanggra mulihnia ring sajeroning ayu,yening ngelungsur panugrahan Dalem medasar antuk daken sampun pastika Ida Bathari Durga sane nyanggra,pengabih Ida Bathari Durga mulihnia ring sajeroning bhuta kala,bhuta bhuti,kala kali mulihnia ring sajeroning lara."

yg artinya:
"Barangsiapa yg berani menerima panugrahan Dalem wajib hukumnya utk berbuat,bersikap,dan berbicara yg baik dan benar sesuai aturan agama.Jika menerima panugrahan Dalem dengan hati dan pikiran yg dalam maka Dewa Siwa dan Dewi Uma yg menaungi dan pasti mendatangkan keselamatan dan kesejahteraan.Tetapi jika menerima panugrahan Dalem dengan hati dan pikiran yang dangkal maka Dewi Durga yg menaungi,abdi-abdi Dewi Durga adl butha kala,butha buthi,kala kali yg mendatangkan petaka dan kesengsaraan."
Tidak harus menerima panugrahan bli yang mesti melakukan hal ini tapi hal ini mesti dilakukan oleh setiap umat Hindu,......:)
 
tadi kami sempat berdiskusi dengan Ida Pandita Mpu Jaya Arcaya
kebetulan teman saya bercerita tentang pengalaman nangkil ke dalem ped
temen saya ragu tangkil kesana mengingat yang berstana di sana adalah ida ratu gede mecaling (kalo gak salah)

jawaban beliau
sudah tau yang berstana disana itu kenapa tangkil kesana? saya malah melarang umat tangkil kesana
 
tadi kami sempat berdiskusi dengan Ida Pandita Mpu Jaya Arcaya
kebetulan teman saya bercerita tentang pengalaman nangkil ke dalem ped
temen saya ragu tangkil kesana mengingat yang berstana di sana adalah ida ratu gede mecaling (kalo gak salah)

jawaban beliau
sudah tau yang berstana disana itu kenapa tangkil kesana? saya malah melarang umat tangkil kesana

Maaf mbak,....:(
sepertinya anda yang salah dalam memahami kata-kata dari Pinanditha tsb dimana kata melarang ini dalam konteks apa?
saya yakin jika yang dipuja hanyalah seperti itu mungkin pemahaman anda akan kata-kata Pinanditha tsb benar tapi jika tujuan kita unutk memuja kebesaran dan kekuasaan Tuhan trus kenapa dilarang?
Apa yang saya pahami adalah sebuah pura ataupun tempat ibadah pasti dibuat unutk memuja kebesaranNya, sama halnya dengan sebuah pura keluarga (merajan) apa hanya khusus 'memuja' leluhur saja?????
jelas tidak, karena disamping sebagai tempat menghormati leluhur tapi juga dijadikan tempat untuk memuja Tuhan Yang Kuasa,....:)

Jadi tempat ibadah itu menurut saya akan berbeda maknanya tergantung dari si penggunanya dan bukannya tidak boleh kesana lho,....:(:(:(
 
jawaban beliau
sudah tau yang berstana disana itu kenapa tangkil kesana? saya malah melarang umat tangkil kesana

Atau bisa pemahaman ini seperti sebuah artikel dari bli Wirajhana Eka yang menulis:

Ratu Pasek Antara Dipuja dan Dihindari
Jika kita hadir ke Pura Dasar Bhuwana Gelgel, Klungkung, maka jika kita masuk ke utama mandala, maka setelah melewati gerbang dan belok kekiri, kita akan menjumpai pelinggih berupa Meru Tumpang Tiga yang merupakan tempat pemujaan Ratu Pasek. Juga jika kita hadir ke Pura Besakih dikomplek Parahyangan Leluhur, maka tepatnya di Pura Catur Lawa kita juga akan menjumpai pelinggih berupa Meru Tumpang Pitu yang juga tempat memuja Ratu Pasek. Lalu siapa Ratu Pasek ini?

Bangunan Meru Tumpang Tiga di Pura Dasar Bhuwana Gelgel adalah tempat memuja Mpu Ghana yang merupakan saudara ketiga dari Panca Tirta (Mpu Gnijaya, Mpu Semeru, Mpu Ghana, Mpu Kuturan, dan Mpu Bharadah). Mpu Ghana penganut aliran Ghanapatya, tiba di Bali pada hari Senin kliwon, wara kuningan tahun saka 922 (tahun 1000 Masehi). Beliau berparahyangan di Gelgel dan menjalani kehidupan Brahmacari (tidak kawin seumur hidup). Pada tahun saka 1198 (tahun 1267 Masehi) tempat ini oleh Mpu Dwijaksara (Leluhur Kyayi I Gusti Agung Pasek Gelgel) dibangun sebuah pura yang disebut Babaturan Penganggih. Pada masa pemerintahan Dalem Gelgel Sri Smara Kepakisan yang dinobatkan tahun saka 1302 (tahun 1380 Masehi) pura ini ditingkatkan menjadi Pura Penyungsungan Jagat dengan nama Pura Dasar Bhuwana Gelgel. Di samping menjadi Pura Penyungsungan Jagat juga menjadi penyungsungan pusat 3 (tiga) warga, yaitu Warga Pasek, Warga Satrya Dalem, dan Warga Pande.

Pada masa pemerintahan Dalem Gelgel Sri Waturenggong tiba di Bali pada tahun saka 1411 (tahun 1489 Masehi) Danghyang Nirartha (Pedanda Sakti Wawu Rauh) dan setelah menjadi Purohita kerajaan Gelgel, kemudian di Pura Dasar Bhuwana Gelgel ditambah lagi satu pelinggih untuk Danghyang Nirartha dan keturunannya, sehingga pura itu menjadi pusat penyungsungan empat warga.

Bagaimana dengan Ratu Pasek yang di Besakih? Beliau adalah Mpu Semeru, yang kedua dari Panca Tirta. Beliau adalah pemeluk agama Siwa tiba di Bali pada hari Jum,at kliwon, wara pujut hari purnamaning sasih kawulu, tahun saka 921 (tahun 999 Masehi). Beliau berparahyangan di Besakih dan menjalani hidup brahmacari (tidak kawin seumur hidup), namun beliau mengangkat putra dharma dari penduduk Bali Mula, yang sesudah pudgala bergelar Mpu Kamareka atau Mpu Dryakah. Selanjutnya Mpu Dryakah ini menurunkan Warga Kayuselem (Kayu Selem, Celagi, Tarunyan, dan Kayuan). Di bekas parahyangan Mpu Semeru inilah sekarang berdiri Pura Ratu Pasek (Caturlawa Besakih).

Kalau kita sudah ketahui siapa yang dimaksud Ratu Pasek ini, maka seharusnya seluruh pratisantana Sang Panca Tirta seperti: Pasek, Ida Bagus, Anak Agung, I Gusti, Kayu Selem, dan lain-lain, wajib melakukan puja bakti di sini. Kenyataannya umat yang datang melakukan puja bakti kebanyakan adalah Semeton Pasek. Kenapa bisa begitu? Apakah karena disebut dengan Ratu Pasek, sehingga kesannya hanya untuk Semeton Pasek? Apakah mungkin diganti saja dengan nama beliau, yaitu Mpu Ghana dan Mpu Semeru?

nah gimana mbak, apa pemahamannya seperti ini???????


Note: tolong didipahami secara santai ya mbak,........:D
relax........>:D<
 
Maaf mbak,....:(

:P saya bukan mbak
sepertinya anda yang salah dalam memahami kata-kata dari Pinanditha tsb dimana kata melarang ini dalam konteks apa?

kami berdiskusi cukup panjang dengan beliau
dan itulah jawaban beliau
karena saya menanyakan dengan sloka dari BG 9.25
yanti deva vrata devan
pitrn yanti pitr vratah
bhutani yanti bhutejya
yanti mad yajino pimam


saya yakin jika yang dipuja hanyalah seperti itu mungkin pemahaman anda akan kata-kata Pinanditha tsb benar tapi jika tujuan kita unutk memuja kebesaran dan kekuasaan Tuhan trus kenapa dilarang?
Apa yang saya pahami adalah sebuah pura ataupun tempat ibadah pasti dibuat unutk memuja kebesaranNya, sama halnya dengan sebuah pura keluarga (merajan) apa hanya khusus 'memuja' leluhur saja?????
jelas tidak, karena disamping sebagai tempat menghormati leluhur tapi juga dijadikan tempat untuk memuja Tuhan Yang Kuasa,....:)

memuja leluhur?????
hmmmm..............mungkin saya dan anda beda pendapat
saya tidak memuja leluhur
tapi kalo menhormati ya........tentunya dengan beryadnya, dan mendoakan selalu agar dialamnya bisa menjadi lebih sempurna

apakah anda yakin disetiap pura pada saat piodalan akan selalu digunakan untuk memuja Brahman?
hal ini sempat saya tanyakan ke beliau, mengingat panca sembah yang kita lakukan tidak ada yg melakukan sembah ke brahman.
jawabannya apa?
kita kepura memuja ista dewata atau dewa sebagai manifestasi brahman
beliau menegaskan harus dibedakan antara dewa sebagai manifes brahman dan dewa sebagai mahluk ciptaan brahman
dewa sebagai manifes brahman patut dipuja
tapi dewa sebagai ciptaan brahman yg sama dengan manusia harus kita hormati

itu pendapat beliau, tapi kita juga harus mencari pembanding
Punyatmadja (1992) tuhan/brahman adalah satu, tidak ada duanya, sedangkan dewa-dewa yang yang sama kedudukannya dengan malaikat jumlahnya banyak diantaranya indra, yamadipati, etc. mereka itu bukan brahman, sat, atau purusa

dewa tetap dewa sedangkan brahman hanya satu


senang berdiskusi dengan anda
suksma
 
:P saya bukan mbak
wah,......:D
maaf ya,.....>:D<
nama anda terlihat seperti perempuan,....=((

kami berdiskusi cukup panjang dengan beliau
dan itulah jawaban beliau
karena saya menanyakan dengan sloka dari BG 9.25
yanti deva vrata devan
pitrn yanti pitr vratah
bhutani yanti bhutejya
yanti mad yajino pimam
hohohohohooooooo,.......:D
anda pake yang itu yach:
"Barangsiapa yang memuja para dewa pergi ke dewa-dewa, yang memuja leluhur pergi ke leluhur, yang memuja jiwa-jiwa (roh-roh) yang rendah sifatnya (bhuta) pergi ke para bhuta ini, tetapi pemujaKu datang kepadaKu."
(BG, 9-25)
trus bagaimana anda memuja Beliau (Tuhan) jika anda belum mengenal Beliau,
saya tertarik ingin mengetahui, jika menurut anda dimanakah kita ini hidup????

memuja leluhur?????
hmmmm..............mungkin saya dan anda beda pendapat
saya tidak memuja leluhur
tapi kalo menhormati ya........tentunya dengan beryadnya, dan mendoakan selalu agar dialamnya bisa menjadi lebih sempurna
lho anda sepertinya kurang menyimak postingan saya dengan baik,....:(
Apa yang saya pahami adalah sebuah pura ataupun tempat ibadah pasti dibuat unutk memuja kebesaranNya, sama halnya dengan sebuah pura keluarga (merajan) apa hanya khusus 'memuja' leluhur saja?????
jelas tidak, karena disamping sebagai tempat menghormati leluhur tapi juga dijadikan tempat untuk memuja Tuhan Yang Kuasa
,....
lihat lagi ya bos,...:)
untuk kata 'memuja' leluhur, saya berikan tanda petik sedangkan untuk kata "memuja Tuhan" saya tidak kasi tanda petik dan kemudian saya lanjut tulis "karena disamping sebagai tempat menghormati leluhur",
nah khan beda artinya,.....;)
pahami ya bos,.......:>

apakah anda yakin disetiap pura pada saat piodalan akan selalu digunakan untuk memuja Brahman?
hal ini sempat saya tanyakan ke beliau, mengingat panca sembah yang kita lakukan tidak ada yg melakukan sembah ke brahman.
jawabannya apa?
kita kepura memuja ista dewata atau dewa sebagai manifestasi brahman
beliau menegaskan harus dibedakan antara dewa sebagai manifes brahman dan dewa sebagai mahluk ciptaan brahman
dewa sebagai manifes brahman patut dipuja
tapi dewa sebagai ciptaan brahman yg sama dengan manusia harus kita hormati
Lho menurut anda jika setiap mantram selalu diawali oleh kata "OM" bukanlah merujuk pada nama Tuhan??????.........:-/
atau menurut anda jika piodalan di Pura itu kata "OM" ini akan dikurangi/dihilangkan??????????
jangan buat saya bingung deh bos,.....:D
dan juga saya bukannya ingin menyamakan antara ciptaan dan Sang Pencipta, atau malah pemahaman anda yang mungkin perlu diperluas,....;;)

itu pendapat beliau, tapi kita juga harus mencari pembanding
Punyatmadja (1992) tuhan/brahman adalah satu, tidak ada duanya, sedangkan dewa-dewa yang yang sama kedudukannya dengan malaikat jumlahnya banyak diantaranya indra, yamadipati, etc. mereka itu bukan brahman, sat, atau purusa

dewa tetap dewa sedangkan brahman hanya satu
hehehehhehhhhh,......:D
Hindu itu sangat luas ya bos,
kenapa dikatakan memiliki paham yang sangat kompleks yaitu, mono ya, poly juga iya malah ada juga dikatakan atheis dan juga pantheism,
nah yang pantheism ini kemudian dinyatakan sebagai pengenalan Tuhan yang sungguh luar biasa dimana dalam ajaran (agama) lain menyebutkan bahwa Tuhan itu Esa sedangkan dalam Hindu itu pengenalan yang lebih baik sama juga dengan matahari yang bagi orang primitif maka sinar matahari itu satu sedangkan bagi ilmu pengetahuan modern dengan adanya prisma (bias air) maka sinar matahari tidak lagi 'hanya' satu tapi terbagai menjadi berbagai warna.

Ini juga Pengenalan Tuhan dalam Hindu dimana Tuhan yang melingkupi alam semesta:
“Maya tatam idam sarwam jagad awyaktamurtina,
Matsthani sarwabhutani na ca ham tesawawasthitah,”
Arti;
Alam semesta ini diliputi oleh Aku dengan wujud Aku yang tidak nyata, semua makhluk ada pada-Ku tetapi Aku tidak berada pada mereka.
(Bhagawadgita, IX.4)
nah bagaimana bos,.....????
apa dengan 'mengenal' sinar biru dalam sinar matahari ini berarti tidak 'mengenal' sinar matahari secara umum????
atau malah menurut anda sinar biru tsb bukanlah sinar matahari????
nah bagaimana dengan sloka ini:
"Mereka yang mengingini sukses di muka bumi ini memberikan pengorbanan kepada para dewa (dan merekapun mendapatkan imbalan dari para dewa), karena di dunia ini sesuatu tindakan itu cepat mendapatkan tanggapan (hasil)."
(BG, 4.12)
ditunggu tanggapannya,.....;)

senang berdiskusi dengan anda
suksma
senang juga berdiskusi dengan anda,....:-bd
eh btw ketika anda menyatakan bukan cewek wah itu sungguh telah melukai 'hati' saya,........#-o....:D
 
@bcak
maaf bli Jaka, ketika membaca postingan bli maka lagi-lagi saya bingung dan heran,.....
dari yang garis-bawahi, bagaimana bisa seseorang yang telah "ngelungsur panugrahan Dalem" bisa menunjukkan yang belum memiliki kapasitas dan kualitas sebagai orang yang beragama padahal dulu pernah bli menyebutkan bahwa seseorang yang menerima panugrahan itu berdasarkan "karma", jadi ibaratnya seseorang yang dulu telah 'belajar' dan memiliki tahapan yang lebih baik sehingga dikehidupan kemudian mendapat panugrahan seperti itu yang artinya melanjutkan pelajarannya dahulu dan semestinya seseorang yang menerima panugrahan tsb mencerminkan prilaku sebagai orang yang beragama,........

Karma yg saya maksudkan adl karma di kehidupan sebelumnya,sedangkan sekarang adl kesempatan utk mensucikan atma,..hehehe tidak mudah mengarungi hidup di zaman sekarang,anda salah kalo mengatakan setelah ngelungsur panugrahan secara otomatis jadi orang baik!melalui panugrahan2 yg kami lungsurlah Sesuhunan memaksa kami utk menjadi orang yg "beragama",...

oooooooo, guru penuntun bli seorang manusia ya,.....
baru ngerti saya karena selama ini anggapan saya guru penuntun bli adalah seseorang dengan "badan rohani" yang lebih halus,........
Ya..(singkat bener jawabnya ya???)

Tidak harus menerima panugrahan bli yang mesti melakukan hal ini tapi hal ini mesti dilakukan oleh setiap umat Hindu,......

Anda salah,yg disebut panugrahan bentuknya tidak hanya mirah,keris,sekar,dll..wahyu sruti pun adl panugrahan dan apa yg ada pd kitab Catur Weda berasal dari wahyu ini maka dari itu dlm mempelajari Catur Weda harus dengan hati dan pikiran yg dalam!Jika dangkal maka kemungkinan besar anda sama dengan teroris yang notabene ngaku2 muslim!

Lho dulu bli khan bilang bahwa jika saya orang Bali (Hindu) maka 'sesuhunan' bli akan sama dengan 'sesuhunan' saya, trus dari tulisan ini kok sepertinya sesuhunan itu berbeda antara 'sesuhunan' bli dengan 'sesuhunan' di Dalem Ped,..............
Jika sama maka kenapa bli ketika ingin ke Nusa Penida seperti menghadapi 'tantangan'........?
Trus jika melihat tulisan bli selanjutnya maka sudah seharusnya 'sesuhunan' bli juga akan 'menolak' bli sebagai orang yang menerima 'panugrahan',.....?
karena 'sesuhunan' yang sama saja yang berstana di Dalem Ped menolak bli dan rombongan,......?
Maaf bli banyak kontradiksi dalam tulisan bli dan saya harap bli bisa memberikan penjelasan,.....

Hehehe yg dimaksud Sesuhunan adalah :Ida Sang Hyang Widhi,para Dewa,pelancah,rancangan,leluhur yg telah menjadi bathara(moksa),..jadi Sesuhunan itu gak cuma satu aja,..kalo saya bilang Sesuhunan ring Dalem itu merujuk kpd Sesuhunan yg malingga malinggih ring Kahyangan Dalem (Kahyangan Tiga),kalo saya bilang Sesuhunan ring Dalem Ped itu merujuk kp Dewa yg bersthana di Dalem Ped,dll...
Hehehehe para Dewa itu memiliki "sifat dan kedudukan" yg berbeda-beda..Sesuhunan Dalem Ped sangat intens dengan kesucian,Sesuhunan ring Dalem maha pemurah dan pemaaf,Dewa Surya sangat cerdas,dll...jadi wajar aja lain Dewa maka perlakuannya juga lain..tapi tetap aja semua Dewa itu adl Sesuhunan kita..Sesuhunan yg mapica panugrahan kpd kami adl Dewi tertinggi dari semua Dewi dan Dewi yang maha pemurah dan pemaaf dan Beliau bersthana di Dalem (Kahyangan Tiga)..

Kontradiksi sekali bli dan tingkah laku seperti yang bli tulis sudah seharusnya dilakukan oleh setiap umat Hindu karena itulah arti dari Hindu (yang saya tau):

Beragama itu berbeda dengan sekedar memeluk agama,..siapapun bisa membubuhkan "Hindu" pada KTP-nya tapi apakah ia benar2 Hindu ato tidak?

@bcak & @yunisaraf

"Barangsiapa yang memuja para dewa pergi ke dewa-dewa, yang memuja leluhur pergi ke leluhur, yang memuja jiwa-jiwa (roh-roh) yang rendah sifatnya (bhuta) pergi ke para bhuta ini, tetapi pemujaKu datang kepadaKu."
(BG, 9-25)

Mari kita telusuri ayat ini dengan "hati dan pikiran yg dalam" seperti yg sudah saya jelaskan sebelumnya..
menurut hemat saya ada beberapa kemungkinan "makna" dari ayat ini:
1. Yg memuja Dewa pergi ke Dewa,yg memuja leluhur pergi ke leluhur,yg memuja Tuhan pergi ke Tuhan..so what?Bukankah kita memuja ketiga-tiganya?itu artinya kita pergi ke ketiga-tiganya hahahahahahaha..
2. Ayat ini tdk memiliki maksud seperti ini:
"Kamu gak boleh nyembah Dewa,gak boleh nyembah leluhur,sembah hanya Tuhan"..apakah ada relevansinya dgn ayat di atas?gak ada sama sekali!Itu artinya gak ada larangan utk menyembah ketga-tiganya!
3. Apakah ayat ini bermaksud Leluhur sejajar dgn Dewa dan Tuhan?Bukankah Khrisna adl awatar dlm Hindu?itu artinya apa yg disampaikan Khrisna gak mungkin menyimpang dari Hindu..dan Hindu gak mensejajarkan Tuhan dgn makhluk apapun(Tuhan yg paling tinggi),dan jgn lupa Hindu mengajarkan utk berbakti kpd leluhur lalu apakah Khrisna melarang kita menyembah leluhur?Apakah menyembah leluhur sama dengan men-Tuhan-kan leluhur?itu semua tergantung persepsi anda,yg jelas Tuhan adlyg tertinggi dan mustahil bagi kita utk mencapai Tuhan sebelum kita berbakti kpd leluhur dan menyembah para Dewa yg merupakan sinar2 suciNya!

MENYEMBAH LELUHUR BUKAN BERARTI MEN-TUHAN-KAN LELUHUR!
 
@bcak
Karma yg saya maksudkan adl karma di kehidupan sebelumnya,sedangkan sekarang adl kesempatan utk mensucikan atma,..hehehe tidak mudah mengarungi hidup di zaman sekarang,anda salah kalo mengatakan setelah ngelungsur panugrahan secara otomatis jadi orang baik!melalui panugrahan2 yg kami lungsurlah Sesuhunan memaksa kami utk menjadi orang yg "beragama",...
lho bukannya dari dahulu kita (jika sebagai Hindu) melakukan penyucian akan atman,.......:-/
Apa yang saya pahami adalah atman itu yang mengalami proses evolusi dan devolusi dimana jika mengalami evolusi ketika mengambil badan jasmani yang lebih halus dan jika mengalami devolusi yaitu ketika mengambil badan jasmani yang lebih kasar seperti binatang sedangkan setelah menjadi manusia maka tahap evolusi atman itu akan mengambil badan dewa.
Baik mungkin saya keliru, jika mengacu pada apa yang bli katakan sudah seharusnya juga sesuhunan (entah yang mana) merangkul seluruh umat dan bukannya memilah-milah karena seluruh umat ini juga punya Beliau jadi jika seperti penjelasan bli maka terlihat (lagi-lagi) Tuhan memilih umatNya.
Jika pake pemahaman saya maka yang ngelungsur panugrahan itu adalah orang yang tinggal melanjutkan pelajarannya terdahulu dalam artian naik kelas ke tingkat SMP dari SD dan tingkah lakunay sedikit tidaknya akan mencerminkan sikap seseorang yang 'telah' memahami agama dengan baik dan bukannya belajar ulang lagi.

Anda salah,yg disebut panugrahan bentuknya tidak hanya mirah,keris,sekar,dll..wahyu sruti pun adl panugrahan dan apa yg ada pd kitab Catur Weda berasal dari wahyu ini maka dari itu dlm mempelajari Catur Weda harus dengan hati dan pikiran yg dalam!Jika dangkal maka kemungkinan besar anda sama dengan teroris yang notabene ngaku2 muslim!
Saya tidak pernah mengatakan bahwa panugrahan itu berupa keris ataupun yang lainnya tapi bayangan awal saya memang panugrahan itu berupa anjuran-anjuran yang makanya saya minta tolong dipostkan jadi saya juga dapat membacanya.
Hehehehehehhhhhh,.......:D
saya tidak pernah main-main dalam belajar memahami Veda, mungkin bli yang menganggap postingan saya yang main-main??????.....:-/

Hehehe yg dimaksud Sesuhunan adalah :Ida Sang Hyang Widhi,para Dewa,pelancah,rancangan,leluhur yg telah menjadi bathara(moksa),..jadi Sesuhunan itu gak cuma satu aja,..kalo saya bilang Sesuhunan ring Dalem itu merujuk kpd Sesuhunan yg malingga malinggih ring Kahyangan Dalem (Kahyangan Tiga),kalo saya bilang Sesuhunan ring Dalem Ped itu merujuk kp Dewa yg bersthana di Dalem Ped,dll...
Apa Kahyangan Dalem (Kahyangan Tiga) ini merujuk pada Desa, Puseh dan Dalem yaitu Brahma, Wisnu dan Siwa?????

Hehehehe para Dewa itu memiliki "sifat dan kedudukan" yg berbeda-beda..Sesuhunan Dalem Ped sangat intens dengan kesucian,Sesuhunan ring Dalem maha pemurah dan pemaaf,Dewa Surya sangat cerdas,dll...jadi wajar aja lain Dewa maka perlakuannya juga lain..tapi tetap aja semua Dewa itu adl Sesuhunan kita..Sesuhunan yg mapica panugrahan kpd kami adl Dewi tertinggi dari semua Dewi dan Dewi yang maha pemurah dan pemaaf dan Beliau bersthana di Dalem (Kahyangan Tiga)..
Sorry bli, berarti harus mengenal sifat-sifat para dewa ya,.....:D
Bagi yang bukan ngelungsur panugrahan seperti bli bagaimana mereka tau, khan para Dewa tidak pernah kenalan pada umatNya sedangkan yang menjadi acuan adalah kitab suci (Veda) trus seperti yang bli bilang bagaimana dengan Panugrahan yang belum tertulis?????
Ada baiknya ditulis aja bli biar kami-kami ini yang 'belom' mengenal para Dewa (Sesuhunan) tsb bisa jadi kenal,.....:)

Beragama itu berbeda dengan sekedar memeluk agama,..siapapun bisa membubuhkan "Hindu" pada KTP-nya tapi apakah ia benar2 Hindu ato tidak?
Hehehehehehehhhhhhhh,.....:D
jika menurut bli arti kata Hindu itu apa?????

@bcak & @yunisaraf
Mari kita telusuri ayat ini dengan "hati dan pikiran yg dalam" seperti yg sudah saya jelaskan sebelumnya..
menurut hemat saya ada beberapa kemungkinan "makna" dari ayat ini:
1. Yg memuja Dewa pergi ke Dewa,yg memuja leluhur pergi ke leluhur,yg memuja Tuhan pergi ke Tuhan..so what?Bukankah kita memuja ketiga-tiganya?itu artinya kita pergi ke ketiga-tiganya hahahahahahaha..
2. Ayat ini tdk memiliki maksud seperti ini:
"Kamu gak boleh nyembah Dewa,gak boleh nyembah leluhur,sembah hanya Tuhan"..apakah ada relevansinya dgn ayat di atas?gak ada sama sekali!Itu artinya gak ada larangan utk menyembah ketga-tiganya!
3. Apakah ayat ini bermaksud Leluhur sejajar dgn Dewa dan Tuhan?Bukankah Khrisna adl awatar dlm Hindu?itu artinya apa yg disampaikan Khrisna gak mungkin menyimpang dari Hindu..dan Hindu gak mensejajarkan Tuhan dgn makhluk apapun(Tuhan yg paling tinggi),dan jgn lupa Hindu mengajarkan utk berbakti kpd leluhur lalu apakah Khrisna melarang kita menyembah leluhur?Apakah menyembah leluhur sama dengan men-Tuhan-kan leluhur?itu semua tergantung persepsi anda,yg jelas Tuhan adlyg tertinggi dan mustahil bagi kita utk mencapai Tuhan sebelum kita berbakti kpd leluhur dan menyembah para Dewa yg merupakan sinar2 suciNya!

MENYEMBAH LELUHUR BUKAN BERARTI MEN-TUHAN-KAN LELUHUR!
Mari kita kaji secara dalam,......:)
saya pake sloka ini:
“Maya tatam idam sarwam jagad awyaktamurtina,
Matsthani sarwabhutani na ca ham tesawawasthitah,”
Arti;
Alam semesta ini diliputi oleh Aku dengan wujud Aku yang tidak nyata, semua makhluk ada pada-Ku tetapi Aku tidak berada pada mereka.
(Bhagawadgita, IX.4)

Jadi menurut saya dimanapun kia menuju tapi tetap kita itu hidup dalam 'tubuh' Tuhan akan tetapi karena kita masih terikat oleh yang namanya dualitas maka Tuhan sangat pemurah sehingga Beliau menciptakan sebuah 'dunia' dalam tubuh Beliau untuk menampung kita yang terkena dualitas tsb dan jika waktunya tiba maka kita akan terbebas dari dunia yang penuh dengan dualitas dan terbebas dari punarbhawa (moksa), jadi jika kita masih memiliki "keinginan" kayaknya masih jauh dari jangkauan deh,.....:D
 
@bcak

Quote:
Originally Posted by JakaLoco View Post
@bcak
Karma yg saya maksudkan adl karma di kehidupan sebelumnya,sedangkan sekarang adl kesempatan utk mensucikan atma,..hehehe tidak mudah mengarungi hidup di zaman sekarang,anda salah kalo mengatakan setelah ngelungsur panugrahan secara otomatis jadi orang baik!melalui panugrahan2 yg kami lungsurlah Sesuhunan memaksa kami utk menjadi orang yg "beragama",...
lho bukannya dari dahulu kita (jika sebagai Hindu) melakukan penyucian akan atman,.......
Apa yang saya pahami adalah atman itu yang mengalami proses evolusi dan devolusi dimana jika mengalami evolusi ketika mengambil badan jasmani yang lebih halus dan jika mengalami devolusi yaitu ketika mengambil badan jasmani yang lebih kasar seperti binatang sedangkan setelah menjadi manusia maka tahap evolusi atman itu akan mengambil badan dewa.
Baik mungkin saya keliru, jika mengacu pada apa yang bli katakan sudah seharusnya juga sesuhunan (entah yang mana) merangkul seluruh umat dan bukannya memilah-milah karena seluruh umat ini juga punya Beliau jadi jika seperti penjelasan bli maka terlihat (lagi-lagi) Tuhan memilih umatNya.
Jika pake pemahaman saya maka yang ngelungsur panugrahan itu adalah orang yang tinggal melanjutkan pelajarannya terdahulu dalam artian naik kelas ke tingkat SMP dari SD dan tingkah lakunay sedikit tidaknya akan mencerminkan sikap seseorang yang 'telah' memahami agama dengan baik dan bukannya belajar ulang lagi.

Mensucikan atma!?Lucu sekali anda pikir mudah mensucikan atma?lebih mudah mengotorinya!Anda boleh melakukan ritual apapun tapi hasilnya anda gak akan pernah tahu?Merasa diri suci tapi setelah mati gak dapet genah linggih..kayak teroris membayangkan diri akan masuk surga jika melakukan bom bunuh diri..

Quote:
Originally Posted by JakaLoco View Post
Anda salah,yg disebut panugrahan bentuknya tidak hanya mirah,keris,sekar,dll..wahyu sruti pun adl panugrahan dan apa yg ada pd kitab Catur Weda berasal dari wahyu ini maka dari itu dlm mempelajari Catur Weda harus dengan hati dan pikiran yg dalam!Jika dangkal maka kemungkinan besar anda sama dengan teroris yang notabene ngaku2 muslim!
Saya tidak pernah mengatakan bahwa panugrahan itu berupa keris ataupun yang lainnya tapi bayangan awal saya memang panugrahan itu berupa anjuran-anjuran yang makanya saya minta tolong dipostkan jadi saya juga dapat membacanya.
Hehehehehehhhhhh,.......
saya tidak pernah main-main dalam belajar memahami Veda, mungkin bli yang menganggap postingan saya yang main-main??????.....

saya gak nganggap ini main2,..semakin "dalam" penghayatan manusia kpd agama maka penyakit,kesengsaraan,musibah,dll pun adl panugrahan dari Tuhan.

Quote:
Originally Posted by JakaLoco View Post
Hehehe yg dimaksud Sesuhunan adalah :Ida Sang Hyang Widhi,para Dewa,pelancah,rancangan,leluhur yg telah menjadi bathara(moksa),..jadi Sesuhunan itu gak cuma satu aja,..kalo saya bilang Sesuhunan ring Dalem itu merujuk kpd Sesuhunan yg malingga malinggih ring Kahyangan Dalem (Kahyangan Tiga),kalo saya bilang Sesuhunan ring Dalem Ped itu merujuk kp Dewa yg bersthana di Dalem Ped,dll...
Apa Kahyangan Dalem (Kahyangan Tiga) ini merujuk pada Desa, Puseh dan Dalem yaitu Brahma, Wisnu dan Siwa?????

Yap..Kahyangan Dalem adl Sang Hyang Siwa yg merupakan pengejewantahan secara langsung dari Ida Sang Hyang Widhi,Dewa tertinggi dari segala Dewa..dan tdk ada satupun Dewa lain yg berani membantah Siwa,jika 8 Vasu memutuskan "B" dan Siwa memutuskan "A" maka "A" lah yg terjadi!

Quote:
Originally Posted by JakaLoco View Post
Hehehehe para Dewa itu memiliki "sifat dan kedudukan" yg berbeda-beda..Sesuhunan Dalem Ped sangat intens dengan kesucian,Sesuhunan ring Dalem maha pemurah dan pemaaf,Dewa Surya sangat cerdas,dll...jadi wajar aja lain Dewa maka perlakuannya juga lain..tapi tetap aja semua Dewa itu adl Sesuhunan kita..Sesuhunan yg mapica panugrahan kpd kami adl Dewi tertinggi dari semua Dewi dan Dewi yang maha pemurah dan pemaaf dan Beliau bersthana di Dalem (Kahyangan Tiga)..
Sorry bli, berarti harus mengenal sifat-sifat para dewa ya,.....
Bagi yang bukan ngelungsur panugrahan seperti bli bagaimana mereka tau, khan para Dewa tidak pernah kenalan pada umatNya sedangkan yang menjadi acuan adalah kitab suci (Veda) trus seperti yang bli bilang bagaimana dengan Panugrahan yang belum tertulis?????
Ada baiknya ditulis aja bli biar kami-kami ini yang 'belom' mengenal para Dewa (Sesuhunan) tsb bisa jadi kenal,.....

Gak perlu mengenal sifat2 para Dewa yg khusus itu..sifat Mereka pada dasarnya sama yaitu pengasih,penyayang,pemurah,dll yg membedakan adl status dan kedudukan Mereka,yg pasti keputusan paling akhir ada di tangan Siwa yaitu Dewa di Luhurin Dalem dan Siwa Pasupati di Luhurin Gunung Agung/GUnung Rinjani/Gunung Semeru..
Saya lagi mengumpulkan bahan2 utk meyusun kumpulan dari wahyu2 Sesuhunan yg kami terima,tunggu aja tgl mainnya..suksma.

Mari kita kaji secara dalam,......
saya pake sloka ini:
“Maya tatam idam sarwam jagad awyaktamurtina,
Matsthani sarwabhutani na ca ham tesawawasthitah,”
Arti;
Alam semesta ini diliputi oleh Aku dengan wujud Aku yang tidak nyata, semua makhluk ada pada-Ku tetapi Aku tidak berada pada mereka.
(Bhagawadgita, IX.4)
Jadi menurut saya dimanapun kia menuju tapi tetap kita itu hidup dalam 'tubuh' Tuhan akan tetapi karena kita masih terikat oleh yang namanya dualitas maka Tuhan sangat pemurah sehingga Beliau menciptakan sebuah 'dunia' dalam tubuh Beliau untuk menampung kita yang terkena dualitas tsb dan jika waktunya tiba maka kita akan terbebas dari dunia yang penuh dengan dualitas dan terbebas dari punarbhawa (moksa), jadi jika kita masih memiliki "keinginan" kayaknya masih jauh dari jangkauan deh,.....

Moksa mencapai Hyang Widhi(Tuhan/Non-dualisme) sangat mustahil!Kalo ada yogi yg cerita ingin mencapai Moksa Brahman mereka cuma orang2 yg kebanyakan baca buku..mereka gak tahu yg namanya niskala..mencapai Tugu dan Tajuk saja sudah hebat dan susahnya minta ampun,maw nyari Brahman?mimpi!
 
@bcak
Mensucikan atma!?Lucu sekali anda pikir mudah mensucikan atma?lebih mudah mengotorinya!Anda boleh melakukan ritual apapun tapi hasilnya anda gak akan pernah tahu?Merasa diri suci tapi setelah mati gak dapet genah linggih..kayak teroris membayangkan diri akan masuk surga jika melakukan bom bunuh diri..
Lho apa bli yang agak lucu bin aneh, trus dimana kita jika dunia ini pralaya????
khan semuanya akan dimbalikan lagi kepada Tuhan (Hyang Widhi) dan bukannya dibiarkan keluyuran?????
padahal jika pralaya maka semua ciptaan ini baik dunia sana ataupun kehidupan ini akan ikut pralaya sedangkan yang tidak adalah Tuhan Yang Abadi?????, tapi bli bilang tidak mungkin moksa?????
weleh-weleh......:D
Jika tidak mudah apa itu berarti tidak bisa dalam menyucikan atman bli?????

Yap..Kahyangan Dalem adl Sang Hyang Siwa yg merupakan pengejewantahan secara langsung dari Ida Sang Hyang Widhi,Dewa tertinggi dari segala Dewa..dan tdk ada satupun Dewa lain yg berani membantah Siwa,jika 8 Vasu memutuskan "B" dan Siwa memutuskan "A" maka "A" lah yg terjadi!
Hehehehehhhhhh,......:D
Pernahkah bli membaca Purana????, jika pernah apa memang Siwa sebagai yang utama?????,
Bagi saya sih para Dewa itu adalah manifestasi Tuhan (Hyang Widhi) jadi para dewa berbeda????
akan iya jika persepsi kita yang memintanya....:)

Gak perlu mengenal sifat2 para Dewa yg khusus itu..sifat Mereka pada dasarnya sama yaitu pengasih,penyayang,pemurah,dll yg membedakan adl status dan kedudukan Mereka,yg pasti keputusan paling akhir ada di tangan Siwa yaitu Dewa di Luhurin Dalem dan Siwa Pasupati di Luhurin Gunung Agung/GUnung Rinjani/Gunung Semeru..
Saya lagi mengumpulkan bahan2 utk meyusun kumpulan dari wahyu2 Sesuhunan yg kami terima,tunggu aja tgl mainnya..suksma.
Baik saya tunggu lho.....;)

Moksa mencapai Hyang Widhi(Tuhan/Non-dualisme) sangat mustahil!Kalo ada yogi yg cerita ingin mencapai Moksa Brahman mereka cuma orang2 yg kebanyakan baca buku..mereka gak tahu yg namanya niskala..mencapai Tugu dan Tajuk saja sudah hebat dan susahnya minta ampun,maw nyari Brahman?mimpi!
Weik.....:-O
trus untuk apa bli hidup di dunia ini, apa sebagai penggembira saja......:D
aneh sekali.....:(
 
@bcak

Quote:
Originally Posted by JakaLoco View Post
@bcak
Mensucikan atma!?Lucu sekali anda pikir mudah mensucikan atma?lebih mudah mengotorinya!Anda boleh melakukan ritual apapun tapi hasilnya anda gak akan pernah tahu?Merasa diri suci tapi setelah mati gak dapet genah linggih..kayak teroris membayangkan diri akan masuk surga jika melakukan bom bunuh diri..
Lho apa bli yang agak lucu bin aneh, trus dimana kita jika dunia ini pralaya????
khan semuanya akan dimbalikan lagi kepada Tuhan (Hyang Widhi) dan bukannya
dibiarkan keluyuran?????
padahal jika pralaya maka semua ciptaan ini baik dunia sana ataupun kehidupan ini akan ikut pralaya sedangkan yang tidak adalah Tuhan Yang Abadi?????, tapi bli bilang tidak mungkin moksa?????
weleh-weleh......
Jika tidak mudah apa itu berarti tidak bisa dalam menyucikan atman bli?????

Jika pralaya terjadi atma2 tdk akan langsung melebur ke Hyang Widhi,masih ada "hari penghakiman".Bagaimana mungkin atma2 kembali ke Hyang Widhi sementara mereka masih kotor dan bergelimang karma wesana.Itu artinya atma harus dibersihkan dahulu yaitu dengan jalan "menjalani hukuman di neraka" dan "merasakan kebahagiaan di surga".Pralaya itu bertahap,tidak serta merta kembali ke Hyang Widhi.

Quote:
Originally Posted by JakaLoco View Post
Yap..Kahyangan Dalem adl Sang Hyang Siwa yg merupakan pengejewantahan secara langsung dari Ida Sang Hyang Widhi,Dewa tertinggi dari segala Dewa..dan tdk ada satupun Dewa lain yg berani membantah Siwa,jika 8 Vasu memutuskan "B" dan Siwa memutuskan "A" maka "A" lah yg terjadi!
Hehehehehhhhhh,......
Pernahkah bli membaca Purana????, jika pernah apa memang Siwa sebagai yang utama?????,
Bagi saya sih para Dewa itu adalah manifestasi Tuhan (Hyang Widhi) jadi para dewa berbeda????
akan iya jika persepsi kita yang memintanya....

Purana2 yg ada sebagian besar mengakui bahwa Siwa adl Dewa tertinggi,Siwa adalah Guru,Siwa adalah Penyelesai,Siwa adl "Decision Maker" Sang Pembuat Keputusan!Lagipula Hindu di Bali adl Siwa Siddhanta jadi wajar jika Sesuhunan menyebut Siwa sbg yg tertinggi..kalo yg diberi panugrahan kaum Waisnawa maka yg tertinggi adl Maha Wisnu.

Quote:
Originally Posted by JakaLoco View Post
Moksa mencapai Hyang Widhi(Tuhan/Non-dualisme) sangat mustahil!Kalo ada yogi yg cerita ingin mencapai Moksa Brahman mereka cuma orang2 yg kebanyakan baca buku..mereka gak tahu yg namanya niskala..mencapai Tugu dan Tajuk saja sudah hebat dan susahnya minta ampun,maw nyari Brahman?mimpi!
Weik.....
trus untuk apa bli hidup di dunia ini, apa sebagai penggembira saja......
aneh sekali.....

Yg saya maksud adl "Moksa mencapai Hyang Widhi" mustahil dicapai,sedangkan "Moksa mencapai Dewa,mencapai Pelancah dan Rencangan masih sangat mungkin..tolong dibedakan.
 
@bcak

ada baiknya jika bli juga memberikan komentar dari link ini,
http://swaramuslim.net/more.php?id=5537_0_1_0_m
saya ingin tau pendapat bli dengan hal itu, tapi itu merupakan bahan diskusi di forum tetangga (agama lain) yang melihat ada 'bibit-bibit' perpecahan dalam tubuh Hindu.

HINDU VERSUS HINDU BALI

Majalah Hindu RADTIYA edisi Maret 2007 ini menulis laporan utamanya dengan judul “Hindu versus Hindu Bali”. Majalah ini menggambarkan kondisi perpecahan dalam tubuh agama Hindu Bali yang akhirnya berujung pada pemunculan agama baru bernama “Hindu Bali” yang berbeda dengan agama Hindu. Pemimpin Redaksi Majalah ini, Putu Setia, menulis kolom editorial berjudul “Kenapa Saya Tetap Hindu (dan bukan Hindu Bali).”

Agama baru yang bernama Hindu Bali itu kini sudah resmi diayomi oleh Parisada Dharma Hindu Bali (PDHB), yang resmi dikibarkan pada 28 Januari 2007. Secara nasional, agama Hindu bernaung di bawah Parisada Hindu Darma Indonesia (PHDI). Tetapi, sudah sejak tahun 2001, terjadi dualisme dalam kepengurusan PHDI Bali, yaitu PHDI versi Besakih dan PHDI versi Campuan. Perpecahan di kalangan tokoh agama Hindu di Bali ini telah menimbulkan kebingungan dan kemarahan di kalangan umat Hindu sendiri, seperti diutarakan oleh Jero Mangku Oka Swadiana dalam surat pembaca di Majalah ini. Dia menulis: “Dualisme inilah yang membuat kebingungan umat Hindu di Bali yang menandakan kekerdilan cara berpikir tokoh-tokoh agama Hindu yang hanya berani bertengkar secara intern di kalangan umat Hindu sendiri.”

Penulis surat pembaca ini mengecam pembentukan PHDB, dengan menyatakan, bahwa pembentukan PHDB adalah akibat rasa ego, fanatik, kemunafikan, dan jiwa kerdil tokoh-tokoh agama. “Namun kami sarankan kepada seluruh umat janganlah terpengaruh terhadap lembaga-lembaga yang dibentuk oknum-oknum tertentu, apapun namanya, berapa pun banyaknya. Jika memang tidak ada manfaatnya untuk kerukunan, ketentraman, kesejahteraan umat, anggap saja itu tidak ada.”

Putu Setia juga tidak kalah keras dalam mengkritik pembentukan Agama Baru Hindu Bali ini. Dia mengakui, para pendiri PHDB adalah tokoh-tokoh yang dihormatinya, para intelektual, tempatnya berguru, dan menjadi idolanya. ”Jadi ini pasti persoalan yang serius, kembali ke agama Hindu Bali, yang memang agama yang dipeluk resmi oleh orang Bali sebelum 1960-an,” tulis Putu, yang juga dikenal sebagai wartawan senior.

Setelah mempelajari duduk persoalan dan Piagam Samuan Tiga – piagam pendirian Agama Hindu Bali -- Putu Setia memutuskan ”saya memutuskan untuk tetap beragama Hindu, dan bukan Hindu Bali.”

Berbeda dengan agama Hindu pada umumnya, agama Hindu Bali memiliki sejumlah ajaran yang khas, sebagaimana disebutkan dalam Piagam Samuan Tiga. Misalnya: (1) Dasar pelaksanaan agama yang mengacu pada Weda Sruti, Weda Smerti Darsana, Tantra dan kearifan lokal yang disarikan dalam lontar-lontar; (2) Landasan keimanan (Sradha) kepada Tuhan adalah Siwa Tatwa dengan Paham Monoteisme (Eka Twa Aneka Twa Swa Laksana Batara); (3) Menyembah Tuhan (Sang Hyang Widhi) lebih khusus disebut Bhatara Siwa, Dewa Dewi, dan Hyang leluhur; (4) Mempunyai pemujaan yang disebut Sanggah/Pemerajan dan Pura; (5) Melaksanakan upacara Panca Yadnya menggunakan sarana banten dengan pekemnya yang khas dipimpin oleh Wiku Huwus Kertha Diksita dan Pemangku dengan atribut serta sesana yang khas pula; dan (6) Agama Hindu yang menjadikan Sosio-kultural Bali sebagai media pelaksananya.

Putu Setia mengkritik sejumlah dasar-dasar ajaran agama Hindu Bali tersebut. Dia katakan, bahwa jika agama Hindu Bali mengacu pada Weda Smerti dan seterusnya yang sudah disarikan dalam lontar, maka itu adalah suatu ”pembodohan luar biasa”. Menurut Putu, lontar adalah sarana tulis menulis, bukan sesuatu yang dikeramatkan. Di masa lalu, Weda memang disarikan dalam lontar, karena lontar adalah sarana satu-satunya setelah selesai zaman batu dan zaman kayu. Putu mempertanyakan, kenapa ”alat” ini yang dijadikan rujukan? Apakah Weda yang sekarang ini ditulis dalam buku atau dalam file komputer tidak dapat dijadikan rujukan. Lagi pula apakah seluruh Catur Weda itu sudah disarikan dalam lontar? Karena merasa aneh dengan ajaran itu, Putu Setia menegaskan, ”Ini sesuatu yang aneh, karena itu point pertama Piagam Samuan Tiga langsung membuat saya tidak mau kembali ke agama Hindu Bali. Maaf, nalar saya masih jalan.”

Putu juga tersentak ketika membaca poin ketiga. Menurutnya, meskipun dia adalah penganut Siwa Tatwa, tetapi leluhurnya mengajarkan menyembah tiga dewa utama yang disebut Tri Murti (Brahma, Wisnu, Siwa). Konsep Tri Kahyangan masih tetap hidup di Bali, karena itu dewa yang dipuja tak hanya Bhatara Siwa, juga Brahma dan Wisnu. Dalam soal banten (sesajen), Putu mengaku telah lama menganjurkan, agar orang Hindu membuat banten yang disesuaikan dengan alam Bali, karena hakekat banten adalah mempersembahkan alam sekitar.”Bukan buah apel atau peer dari Amerika. Lihat kenyataan saat ini, bertruk-truk janur datang dari Jawa, kenapa kita memperkaya orang Jawa dan memiskinkan orang Bali untuk membuat banten yang besar-besar? Kenapa banten tidak disesuaikan dengan kemampuan, baik kemampuan diri sendiri maupun kemampuan alam sekitar yang menopangnya? Orang Bali jual tanah untuk beli janur, orang Jawa beli tanah dengan menjual janur, ayam, itik, dan lainnya,” tulis Putu mengkritik tradisi di Bali.

Meskipun mendapat kritik dan tentangan, PDHB tetap jalan terus. Menurut Ketua Harian PDHB, Ia Bagus Putu Sudarsana, PDHB adalah usaha kembali ke jati diri, sesuai asal mula pembentukan Parisada Hindu tahun 1959. ”Jadi agama yang ada dan dicita-citakan sejak dulu itu adalah agama Hindu Bali,” ujarnya kepada majalah RADITYA.

Dengan terbentuknya PDHB, berarti lembaga ini mencita-citakan suatu model praktik beragama yang khas Bali. ”Cita-cita kami adalah mengajegkan Agama Hindu Bali yang dipraktikkan sejak masa silam. Namun jangan salah makna, Bali di sini tidak menunjuk tempat. Namun agama Hindu Bali maksudnya adalah umat Hindu yang dalam praktik beragamanya menggunakan banten, maka ia termasuk pemeluk agama Hindu Bali, di mana pun mereka berada,” jelas IB Sudarsana.

Dalam programnya, PDHB hanya mengkhususkan untuk membina umat yang mempraktikkan agama Hindu Bali saja; agama Hindu lainnya atau yang tidak ada embel-embelnya tentu tidak akan dibina. Pedoman penting agama Hindu Bali adalah Weda yang diterjemahkan dalam lontar, dan Weda yang diterjemahkan dalam buku-buku, tidak dipakai oleh agama Hindu Bali. Keputusan untuk menggunakan Weda yang dari lontar ini dikritik juga oleh I. Ketut Wiana, ketua Sabha Walaka PHDI Pusat. Dia menyatakan, bahwa hal itu adalah langkah mundur PDHB.

Menurut kajiannya, lontar adalah berbagai catatan tentang cara-cara beragama orang Bali di masa lalu. Kini, masa lalu telah lewat, jadi ada lontar yang cocok dengan zaman kini dan ada yang perlu direvisi, dengan menggunakan rujukan Weda. ”Mestinya kalau kembali ke jati diri, ya kembali kepada Weda sebagai penuntun agama Hindu, bukan ke lontar,” kata Ketut Wiana.

Walhasil, PDHB lahir untuk menegaskan eksistensi agama Hindu Bali. Seorang tokohnya menyatakan, ”Biarlah ada Hindu Jawa, Hindu Tengger, Hindu Kaharingan, karena kita memang berbeda-beda. Soal Hindu Nusantara atau Hindu Indonesia, silakan itu menjadi urusan PHDI.”

Begitulah berita terbaru dari kasus konflik internal dalam agama Hindu sebagaimana ditulis dalam Majalah RADITYA, sebuah majalah Hindu pertama di Indonesia. Sebagai Muslim kita bisa mengambil banyak pelajaran dari kasus tersebut. Berbeda dengan tradisi dalam Hindu, Islam sangatlah ketat dalam soal dasar agama, terutama Al-Quran.

Al-Quran adalah kitab suci umat Islam yang tidak diperselisihkan sepanjang zaman. Al-Quran tetap dalam bahasa Arab dan umat Islam sedunia sekarang berpegang pada mushaf yang sama, yaitu mushaf Utsmani. Al-Quran kita yakini sebagai wahyu Allah yang diturunkan bukan hanya untuk umat Islam, tetapi untuk seluruh umat manusia, karena itu umat Islam tidak memerlukan Al-Quran edisi revisi atau Al-Quran edisi kritis seperti yang digagas oleh kaum orientalis atau Islam Liberal. (Untuk gagasan Al-Quran Edisi Kritis, lihat tulisan Taufik Adnan Amal berjudul ”Edisi Kritis Alquran” dalam buku Wajah Liberal Islam di Indonesia terbitan JIL, 2002).

Dengan sifat otentisitas dan finalitas Al-Quran sebagai sumber utama agama Islam, maka Islam juga masih menjadi agama yang satu, dengan Tuhan yang satu, kiblat yang satu, Nabi uswah hasanah yang satu, dan ritual yang satu. Sehingga, tidak perlu muncul ”Islam Jawa”, ”Islam Sumatra”, ”Islam Bali”, ”Islam Hongkong”, ”Islam Arab”, ”Islam Amerika” dan sebagainya. Islam adalah Islam. Di mana pun kita akan bertemu dengan orang Islam yang membaca Al-Quran yang sama, melafazkan nama Tuhannya dengan bacaan yang sama, bertakbir dengan ucapan yang sama, bersujud dengan cara yang sama. Sebab, dalam keyakinan umat Islam, Islam adalah agama wahyu, yang nama agama ini, Islam, diberikan langsung oleh Allah melalui kitab Al-Quran.

Seharusnya, kaum Muslim tidak merusak nama ”Islam” dengan menambahkan berbagai embel-embel yang akhirnya justru bisa mengaburkan makna Islam itu sendiri, seperti ”Islam fundamentalis”, ”Islam inklusif”, ”Islam Protestan”, ”Islam Liberal”, ”Islam Jawa”, dan sebagainya. Ini berbeda dengan tradisi Yahudi, Kristen, Hindu, dan sebagainya, yang telah biasa dengan ”pluralitas agama” dalam agama. Karena itu, dalam Islam, ada pembatasan yang ketat dalam soal batas-batas keislaman. Ada rukun iman dan rukun Islam.

Dunia Islam, misalnya, sepakat bahwa Ahmadiyah adalah aliran di luar Islam, karena memiliki nabi sendiri dan kitab suci lain disamping Al-Quran. Meskipun mereka tetap mengakui Nabi Muhammad saw sebagai Nabi dan menerima Al-Quran sebagai Kitab Suci mereka.

Kita pernah disuguhi iklan ”Islam warna-warni” di berbagai setasiun TV. Pada satu sisi, kita diajak untuk menerima kenyataan bahwa dalam Islam ada berbagai perbedaan. Tetapi, sayangnya, iklan itu tidak menjelaskan, bahwa perbedaan itu ada batasnya, sehingga tetap layak disebut sebagai ”Islam”. Karena itu ada ”syahadat” dalam Islam. Menteri Agama RI pernah mengusulkan kepada Ahmadiyah agar mereka membuat agama baru, karena memiliki perbedaan yang mendasar dengan umat Islam lainnya. Jika seseorang atau satu kelompok tidak lagi meyakini bahwa Allah SWT adalah satu-satunya Tuhan yang wajib disembah, sudah tidak percaya lagi bahwa Al-Quran adalah wahyu dari Allah, dan tidak percaya lagi bahwa Nabi Muhammad saw adalah nabi terakhir dan uswah hasanah, maka pada hekekatnya, orang atau kelompok tersebut tentulah sulit masih layak dimasukkan ke dalam kategori Islam.

Apa yang sudah menimpa kaum Yahudi, Kristen, dan Hindu, perlu menjadi pelajaran bagi umat Islam. Karena itulah, Al-Quran banyak menjelaskan tentang kondisi kaum Yahudi dan Nasrani dan juga memerintahkan kita agar berjalan di muka bumi dan melakukan pengamatan terhadap berbagai kaum yang lain. Para ulama kita pun dulu banyak sekali melakukan kajian yang mendalam terhadap agama-agama selain Islam. Wallahu a’lam.

Lihatlah betapa lucunya saudara kita yg muslim ini,mari kita berbicara FAKTA :

1. Agama Hindu sejak awal diturunkan memang berbeda-beda,ada Pasupata,Sora,Ganapatya,dll..yg pasti Panca Sradha tetap menjadi inti ajarannya apapun liturginya,hanya mengakui adanya satu Tuhan(Brahman) dgn tetap melakukan pemujaan kpd berbagai kemahakuasaanNya(Dewa) dan kitab Catur Weda menjadi pedomannya,hebatnya lagi tidak ada sejarah yg mencatat adanya pertumpahan darah akibat perbedaan ini. Jika sekarang muncul agama Hindu Bali itu bukan masalah bagi kita apalagi kita memang sudah dibiasakan dgn perbedaan. Orang2 Hindu yg memprotes munculnya Hindu Bali ini hanya kurang memahami maksud sebenarnya dari pengertian Hindu Bali,mereka perlu utk diajak bicara melalui hati ke hati.Lagipula agama Hindu Bali itu memang agama yg diturunkan pd abad ke-4 di Kutai dan dibimbing Brahmana dari India yg diutus Hyang Pasupati dan kemudian berlanjut diturunkan di beberapa tempat di Indonesia termasuk Jawa dan Bali.Bisa dikatakan agama yg diberikan Tuhan kpd Indonesia adl agama Hindu Bali dan ingat "Bali" tdk merujuk kpd pulau Bali tapi kpd banten.Dan bayangkan saja ketika orang Jawa beramai-ramai pindah agama,Sabda Palon Naya Genggong mengutuk!Itulah kemarahan seorang Brahmana melihat sebuah bangsa besar (Jawa) meninggalkan agama yg memang diperuntukan bagi mereka dan bangsa ini tdk pernah menyadari kekeliruan mereka.
2. Mari kita telusuri agama dari penulis artikel di Swara Muslim ini (Adian Husaini) yaitu Islam,ada yg Suni,Syiah,Ahmadiyah,dll. dan mereka saling menghabisi satu sama lainnya,saling menggorok leher. Mereka percaya bahwa Al Quran itu final dan tidak bisa diamandemen,padahal yg menjadi titik persoalan bukanlah Al Quran tapi pd tafsirnya yg beraneka ragam,bayangkan saja antara satu tafsir dgn lainnya sangat berbeda!Ada yg mengatakan terorisme itu jihad,muslim yg lain malahan mengatakan itu jahat.Lihatlah betapa kacaunya mereka tetapi masih merasa diri paling hebat dan sempurna,mereka mempermasalahkan "perpecahan Hindu" tapi "perpecahan intern" mereka sendiri gak pernah disadari.

PERBEDAAN ADALAH HAL YG WAJAR BAGI AGAMA YG PLURAL SEPERTI HINDU,HAL YG PATUT KITA TERTAWAKAN ADALAH ADANYA PERBEDAAN PADA AGAMA YG TIDAK PLURAL SEPERTI ISLAM,DAN PARAHNYA LAGI ADA MUSLIM YG MENGATAKAN ISLAM ITU PLURAL TAPI ADA JUGA MUSLIM YG MENGATAKAN ISLAM ITU TIDAK PLURAL (TUCH KHAN GAK KOMPAK ^^),YG JELAS AGAMANYA GAK SALAH MELAINKAN PENGANUTNYA!

Adian Husaini yg tampangnya kayak nurdin m. top (mujahidin gay(alm.)) kebanyakan makan kurma kurang makan daging unta,jadi otaknya kurang protein kebanyakan kalori,analisanya payah dan tidak logis.

Jadi, buat umat Hindu berbanggalah dengan ke-Bhinneka-an kita yg Tunggal Ika!

Maaf ini bukan flame sama sekali,pernyataan saya tidak menghina Islam sebagai sebuah agama. Yg saya lawan di sini adl muslim fanatik dongok dan umat Hindu yg kebanyakan baca buku tapi spiritualnya cap kecoa!
 
Rekan2 skrg saya akan menceritakan mukjizat lainnya dlm ngiring panugrahan Ida Sesuhunan ini,cerita ini berdasarkan penuturan ibu saya. Di tempat kami ngiring ada umat yg sifatnya biasa(umum) namun ada juga yg "ngelungsur ajah" ato menmpelajari kebrahmanan langsung dari Ida Sesuhunan melalui perantara Guru Penuntun kami dan mereka disebut dgn "Pepalihan Prateka",namun skrg "Pepalihan Prateka" ini telah berganti nama menjadi "Pemargi Suci" karena mereka telah di-"wisuda" oleh Ida Sesuhunan. "Pemargi Suci" ini benar2 tanpa pamrih "ngayah" Ida Sesuhunan dan mengabdi kpd Guru Penuntun kami,jika Ida Sesuhunan memerintahkan A maka pasti A yg dijalankan. Ibu dan ayah saya termasuk ke dlm "Pemargi Suci" ini,sedangkan saya hanya umat yg sifatnya umum.
Pd suatu waktu Guru Penuntun kami hendak bertirta yatra dan "Pemargi Suci" wajib ikut, beberapa orang dari Pemargi Suci ini diperintahkan ke Pura Andakasa sedangkan Pemargi Suci yg lainnya menemani Guru Penuntun kami di Pura Silayukti. Ibu dan ayah saya ikut dlm rombongan ke Pura Silayukti sedangkan yg ke Pura Andakasa ada 3 orang Pemargi Suci laki2. Sesampainya di pura, mereka sembahyang seperti biasa.Setelah selesai sembahyang, Guru Penuntun kami mondar-mandir gak karuan dan Pemargi Suci yg ikut di pura Silayukti agak keheranan,dan terjadilah sesuatu yg ajaib..di depan mata Pemargi Suci,Guru Penuntun kami hilang lenyap begitu saja seperti di film2 horor hantu yg bisa hilang tiba2.Pemargi Suci terkejut-kejut tdk percaya dgn apa yg mereka lihat!Sementara itu,3 orang Pemargi Suci yg diperintahkan ke Pura Andakasa telah selesai sembahyang,dan mereka duduk tenang. Pemargi Suci yg diperintahkan ke Pura Andakasa ini memang agak "jahil",di pura Andakasa mereka membicarakan sesuatu yg buruk tentang Guru Penuntun kami,namun ketika mereka asyik mengobrol suara mengaum seperti suara macan menggema begitu kerasnya sampai2 bulu kuduk mereka berdiri,suara itu makin lama makin keras!Kemudian tanpa disangka-sangka Guru Penuntun saya yg tadinya ada di pura Silayukti dan menghilang secara ajaib muncul tiba2 di hadapan para Pemargi Suci yg ada di Pura Andakasa!Dlm sekian detik Guru Penuntun kami bisa berpindah tempat ke tempat yg jaraknya sangat jauh!Guru Penuntun kami kemudian menghukum mereka bertiga karena Guru Penuntun saya mengetahui apa yg mereka bicarakan,kemudian Guru Penuntun saya memberitahukan kpd mereka bertiga bahwa suara keras yg tadi mengaum itu adl Rencangan ring Luhurin Andakasa yg berwujud naga!Rencangan ini kesal kpd mereka bertiga karena berani ngomongin yg jelek2 ttg Guru Penuntun kami yg sangat dikasihi oleh Sesuhunan ring Luhurin Dalem.
Singkat cerita setelah kejadian itu semua yg bertirta yatra kembali ke pura tempat kami ngiring,dan mendiskusikan apa yg terjadi.

KARYA AGUNG MATI RAGA MAPENDEM

Yak dalam waktu dekat ini kami diperintahkan oleh Ida Sesuhunan agar melaksanakan KARYA AGUNG MATI RAGA MAPENDEM. Karya Agung ini sama dengan ketika Guru Penuntun kami dikubur hidup2 di Denpasar selama 3 hari dan 3 hari kemudian sudah ada di pura Silayukti di kabupaten Karangasem.Sebenarnya kami sudah 2 kali melaksanakan Karya Agung ini yg pertama adl Guru kami seperti yg saya ceritakan dlm postingan saya sebelumnya di thread ini,yg kedua adl putra kedua dari Guru Penuntun kami yg dikubur di Denpasar selama 3 hari dan 3 hari kemudian sudah ada di Pura Hyang Sangkur (dekat pantai kalo gak salah masuk kabupaten Gianyar).Ketika Karya Agung pertama,pemberitaan di media massa cukup lumayan hanya saja bersifat lokal.Bali TV ikut meliput prosesi MATI RAGA MAPENDEM ini,jika rekan2 ada yg penasaran dgn Guru Penuntun kami coba cek ke Bali TV dengan kata kunci "NGELARIN YASA MATI RAGA MULIHNIA RING SAJERONING MAPENDEM" ato "USADA TOYA"..sebenarnya saya punya CD hasil rekaman Bali TV hanya saja saya gak berani upload ke internet tanpa seizin Bali TV.Karya Agung yg kedua diliput oleh stasiun tv swasta yg saya ingat adl Indosiar,tapi sangat mengecewakan bagi saya pribadi karena pihak Indosiar mengkategorikannya sbg "berita ringan" dan apa yg mereka beritakan itu salah semuanya,mereka memberitakan seolah-olah Karya Agung ini adl ritual yg sifatnya rutinitas dan unsur mukjizat dlm Karya Agung ini mereka hilangkan!benar2 pembohongan publik yg mengecewakan!
KARYA AGUNG MATI RAGA MAPENDEM yg ketiga ini dianugerahkan oleh Ida Sesuhunan kpd para Pemargi Suci,yg akan dikubur hidup2 ada 2 orang,1 orang pria dan 1 orang wanita.Calon terkuat utk yg wanita adl ibu saya hahahahahahaha..hebat!Kemungkinan Karya Agung ini dilaksanakan di bulan Desember 2009 ini,dan kami sedang menyiapkan izin dari PHDI,utk pemberitaan di media massa walaupun saya tdk diperintahkan oleh Guru saya,saya akan berusaha mengirim email ke TVOne,TransTV,Trans7,RCTI,MetroTV,dll..saya akan update infonya di sini spesial buat kalian..

REKAN-REKAN SEDHARMA MOHON DOA RESTUNYA, JIKA INI BERJALAN LANCAR MAKA AGAMA HINDU BALI AKAN DIAKUI SETIDAKNYA OLEH INDONESIA DAN PARA PENGANUT ATHEIS AKAN KEMBALI MENEMUKAN BAHWA TUHAN ITU ADA!
 
Om Swastyastu bli,

@bcak
Maaf ini bukan flame sama sekali, pernyataan saya tidak menghina Islam sebagai sebuah agama. Yg saya lawan di sini adl muslim fanatik dongok dan umat Hindu yg kebanyakan baca buku tapi spiritualnya cap kecoa!

:D

Apakah ini ditujukan kepada saya???

Jika iya, sudah seharusnya saya introspeksi diri, agar dikemudian hari 'pemahaman' saya bisa lebih meningkat dan ini sebuah pelajaran penting bagi saya....... :)

Alangkah baiknya jika 'spiritual' masih cap kecoa walaupun dari 'hanya' baca buku tapi dapat mengaplikasikan apa yang dibaca dari buku sehingga mampu mengontrol hawa nafsu, baik pikiran, perbuatan, dan perkataan (mantram terakhir Tri Sandya) dibandingkan jika memiliki kemampuan 'spiritual' tinggi tapi masih senang 'mengumbar' hawa nafsu-nya...... :)

Suksma,

note: tidak flame juga...... :D
 
Om Swastyastu bli,



:D

Apakah ini ditujukan kepada saya???

Jika iya, sudah seharusnya saya introspeksi diri, agar dikemudian hari 'pemahaman' saya bisa lebih meningkat dan ini sebuah pelajaran penting bagi saya....... :)

Alangkah baiknya jika 'spiritual' masih cap kecoa walaupun dari 'hanya' baca buku tapi dapat mengaplikasikan apa yang dibaca dari buku sehingga mampu mengontrol hawa nafsu, baik pikiran, perbuatan, dan perkataan (mantram terakhir Tri Sandya) dibandingkan jika memiliki kemampuan 'spiritual' tinggi tapi masih senang 'mengumbar' hawa nafsu-nya...... :)

Suksma,

note: tidak flame juga...... :D

Yg saya maksud bukan anda,jika anda merasa itu adl masalah anda..jika seseorang spiritualitasnya tingkat tinggi ia tidak mungkin senang mengumbar hawa nafsu!Lagipula tidak selamanya hawa nafsu itu jelek kalo ditempatkan di tempat yg benar..terus terang saya sangat resah dengan buku2 agama Hindu yg beredar sekarang karena terlalu rumit,berbelit-belit,dan sebatas teori semata,semakin banyak anda membaca justru jadinya semakin bingung..padahal jauh lebih hebat jika kita langsung "ngelungsur ajah ring Ida Sesuhunan" ngapain pake kitab2 segala kalo bisa langsung kpd niskala,jangan bilang gak bisa koneksi ke niskala selama anda belum mencoba!Coba dulu,kalo memang putus asa mendingan ngelungsur ajah kpd sang sulinggih daripada gak ada yg membimbing!
 
Yg saya maksud bukan anda,jika anda merasa itu adl masalah anda..

:D, berarti saya yang terlalu ke-pede-an nih.....:D

jika seseorang spiritualitasnya tingkat tinggi ia tidak mungkin senang mengumbar hawa nafsu! Lagipula tidak selamanya hawa nafsu itu jelek kalo ditempatkan di tempat yg benar..

Yap, setuju sekali, jika seseorang yang senang mengumbar hawa nafsu (diarahkan ke arah yang jelek), maka bisa dikatakan bukanlah 'seorang' dengan spiritual tinggi.....:)

terus terang saya sangat resah dengan buku2 agama Hindu yg beredar sekarang karena terlalu rumit,berbelit-belit,dan sebatas teori semata,semakin banyak anda membaca justru jadinya semakin bingung..

Menurut saya, buku adalah 'jendela dunia' jadi dengan membaca buku akan menanbah wawasan akan pengetahuan tsb, terlihat membingungkan???
sepertinya tidak, karena kita dapat memilah mana yang sesuai dengan kita dan yang tidak, jadi kita sendiri yang menentukan mau bingung ato tidak....:D
dan pilihan telah diberikan yaitu mau memahami dan meresapi buku yang mana....:)

padahal jauh lebih hebat jika kita langsung "ngelungsur ajah ring Ida Sesuhunan" ngapain pake kitab2 segala kalo bisa langsung kpd niskala,jangan bilang gak bisa koneksi ke niskala selama anda belum mencoba!Coba dulu,kalo memang putus asa mendingan ngelungsur ajah kpd sang sulinggih daripada gak ada yg membimbing!

:D, saya ini senang bertanya bli, (mungkin) kurang sesuai dengan jalan bhakti, makanya saya 'memilih' jalan jnana, jadi saya bisa memuaskan rasa ingin tau saya tentang Tuhan,.....
Saya mau tanya bli, apa bisa para 'sesuhunan' diajak diskusi atau malah didebat???
eh, saya juga banyak berdiskusi dengan para sulinggih (walaupaun dalam dunia maya/internet...:D), jadi apakah saya tanpa pembimbing????
 
:D, berarti saya yang terlalu ke-pede-an nih.....:D



Yap, setuju sekali, jika seseorang yang senang mengumbar hawa nafsu (diarahkan ke arah yang jelek), maka bisa dikatakan bukanlah 'seorang' dengan spiritual tinggi.....:)



Menurut saya, buku adalah 'jendela dunia' jadi dengan membaca buku akan menanbah wawasan akan pengetahuan tsb, terlihat membingungkan???
sepertinya tidak, karena kita dapat memilah mana yang sesuai dengan kita dan yang tidak, jadi kita sendiri yang menentukan mau bingung ato tidak....:D
dan pilihan telah diberikan yaitu mau memahami dan meresapi buku yang mana....:)



:D, saya ini senang bertanya bli, (mungkin) kurang sesuai dengan jalan bhakti, makanya saya 'memilih' jalan jnana, jadi saya bisa memuaskan rasa ingin tau saya tentang Tuhan,.....
Saya mau tanya bli, apa bisa para 'sesuhunan' diajak diskusi atau malah didebat???
eh, saya juga banyak berdiskusi dengan para sulinggih (walaupaun dalam dunia maya/internet...:D), jadi apakah saya tanpa pembimbing????

bcak...bcak...ayo bawa saya, hehehehe... b'canda koq ck... :))

Nampaknya perdebatannya justru menjurus ke Hindu ketimbang cerita pengalamannya.... Kayaknya udah cukup debatnya ck, mungkin lebih jelasnya ditanyain perihal tersebut ke Hindu Dharma = SIWA BUDHA , kayaknya jawabannya bisa lebih memuaskan dan topiknya juga sesuai... CMIIW :D

Lanjutin dong ceritanya bli jaka... jadi tertarik nih cerita yang sakti2 begini :>
Apalagi sampe bisa mengalahkan leak dengan paica... weh weh weh... keren!:-O:-O
 
tadi kami sempat berdiskusi dengan Ida Pandita Mpu Jaya Arcaya
kebetulan teman saya bercerita tentang pengalaman nangkil ke dalem ped
temen saya ragu tangkil kesana mengingat yang berstana di sana adalah ida ratu gede mecaling (kalo gak salah)

jawaban beliau
sudah tau yang berstana disana itu kenapa tangkil kesana? saya malah melarang umat tangkil kesana

kalo ragu2, mending ga usah... Ntar niatnya malah setengah2, trus berdoanya gak tulus.... Jadi lebih baik gak usah ke sana......

melarang umat tangkil ke sana?? Wah.... ntar malah bisa2 ditanyain balik ama yang emang niat ke sana, "emangnya sape elo tong??" :D . Padahal pak panditanya bermaksud baik, tapi ntar malah dimusuhin.... Kan kasian... ;;)
Lebih baik diemin aja.... Toh juga gak pak pandita dirugikan apa2 kalo orang lain maturan ke sana...
Ntar mengenai salah ataupun benarnya maturan ke Dalem Ped, biar nanti aja ditanyain ama Tuhan kalo ketemu di alam sana (kalo udah mati maksudnya:D ), trus ntar beritanya di-infokan kepada umat atau pengikutnya pak pandita :)) .
Tapi mungkin aja umat bisa percaya kepada pak pandita, kalo saja pak pandita bisa sama saktinya dengan Ida Ratu Gde Mas Mecaling. :))
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.