• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

apakah harus vegetarian ?

Kalau yang saya tentang dengan jelas2 adalah vegetarian yang mutlak, dimana kalau tidak kita laksanakan maka kita akan masuk neraka dsb. Inilah paham Yi Guan Dao, Mi Le Da Dao dan aliran Maitreya yang kalau di Indonesia mengaku buddhis.

@Akiong, menurut saya pribadi, karena saya tidak ingat apakah @Mr.Wei pernah mendalami ajalan Maitreya atau tidak, tapi postingan @Mr.Wei (yang saya qoute diatas) bisa disebabkan oleh beberapa hal yang dilakukan oleh rekan2 anda yang lain yang juga berasal aliran Maitreya , contohnya adalah posting tentang salah satu akusala garukha kamma adalah melanggar vegetarian. atau malah kalo rekan2 tersebut sempat mempelajari ajaran anda mungkin belum terlalu mendalam seperti anda. jadi mohon di maklumi.

Tapi bila anda merasa terganggu dan itu tidak benar, apakah anda tidak merasa terpanggil untuk mencoba meluruskan pandangan salah ini? dari pada anda memprotes pendapat orang lain yang kemungkinan besar terbentuk karena postingan rekan2 anda yang salah atau kurang benar. mungkin anda bisa menjelaskan mulai dari akusala garukha kamma di aliran anda, dan peraturan tentang vegetarian di aliran Maitreya untuk para penganutnya, sampai apakah seorang praktisi Maitreya diijinkan tidak melakukan vegetarian setiap hari karena tidak mau.

btw, ini hanya saran, sangat baik bila anda mao meluruskan pandangan salah tentang ajaran Maitreya, khususnya tentang karma buruk tidak vegetarian. tapi bila tidak pun tidak masalah, selama sama2 sadar, terutama dipihak anda karena banyak orang yang membaca postingan2 salah atau tidak sesuai dan akhirnya menjadi pandangan yang salah tanpa ada yang membantu menjelaskan apa itu yang benar, seperti seorang nenek tua yang sepanjang hidupnya salah mengucapkan Oh Mani Padme Hum sampai di beri tahu yang benar oleh seorang Bhikkhu yang kebetulan mampir di rumahnya.

untuk @Mr.Wei, sori yach kalo pendapat pribadi saya ini tidak sesuai atau tidak berkenan untuk anda.
 
@Akiong, menurut saya pribadi, karena saya tidak ingat apakah @Mr.Wei pernah mendalami ajalan Maitreya atau tidak, tapi postingan @Mr.Wei (yang saya qoute diatas) bisa disebabkan oleh beberapa hal yang dilakukan oleh rekan2 anda yang lain yang juga berasal aliran Maitreya , contohnya adalah posting tentang salah satu akusala garukha kamma adalah melanggar vegetarian. atau malah kalo rekan2 tersebut sempat mempelajari ajaran anda mungkin belum terlalu mendalam seperti anda. jadi mohon di maklumi.

Tapi bila anda merasa terganggu dan itu tidak benar, apakah anda tidak merasa terpanggil untuk mencoba meluruskan pandangan salah ini? dari pada anda memprotes pendapat orang lain yang kemungkinan besar terbentuk karena postingan rekan2 anda yang salah atau kurang benar. mungkin anda bisa menjelaskan mulai dari akusala garukha kamma di aliran anda, dan peraturan tentang vegetarian di aliran Maitreya untuk para penganutnya, sampai apakah seorang praktisi Maitreya diijinkan tidak melakukan vegetarian setiap hari karena tidak mau.

btw, ini hanya saran, sangat baik bila anda mao meluruskan pandangan salah tentang ajaran Maitreya, khususnya tentang karma buruk tidak vegetarian. tapi bila tidak pun tidak masalah, selama sama2 sadar, terutama dipihak anda karena banyak orang yang membaca postingan2 salah atau tidak sesuai dan akhirnya menjadi pandangan yang salah tanpa ada yang membantu menjelaskan apa itu yang benar, seperti seorang nenek tua yang sepanjang hidupnya salah mengucapkan Oh Mani Padme Hum sampai di beri tahu yang benar oleh seorang Bhikkhu yang kebetulan mampir di rumahnya.

untuk @Mr.Wei, sori yach kalo pendapat pribadi saya ini tidak sesuai atau tidak berkenan untuk anda.

Kami ada berkultivasi hati , artinya berlatih mengembangkan hati dan hati nurani. Mengembangkan hati , kami mulai dengan mengembangkan perasan2 yang benar dan tulus. Karena mengembangkan perasaan maka kami disarankan bervegetarian. Perasaan, skhanda ini menurut kami ada link gampang masuk ke hati nurani yakni kesadaran murni.
Kami masuk dari skhanda perasaan , dan skhanda kesadaran untuk menuju hati nurani. Teknik kami, aliran Maitreya sedikit berbeda dengan teknik para Meditator.
karena itu kami menjaga hati agar bisa se murni mungkin, karena nya kami disarankan bervegetarian atau hindari sedapat mungkin makan hewani. Menurut kami, makan makanan hewani bisa mengotori hati. Padahal kami telah bersusah payah membersihkannya. Kekotoran hati bisa datang dari emosi2 negatip dan nafsu2 keinginan yang berlebihan.
Itulah sebabnya kami selalu tekankan mulai berkultivasi Karakter/ behaviour/ sifat2/watak < yg negatip>. Karena itu biangnya menimbulkan kekotoran di hati. Jika kita bervegetarian, hati bisa terasa lebih terbuka lebih besar, dibanding jika ada makan makanan hewani, hati yang terbuka lebih besar ini sangat menguntungkan dalam mengembangkan kasih sayang yang murni.

Kami tidak pernah mengatakan kalo tidak vegetarian bisa masuk neraka. Beberapa orang yang anti aliran maitreya sengaja menghembus issu ini. Aliran Maitreya tidak pintar membela diri, karena sibuk membersihkan hati ,mengembangkan hati nurani, tidak seperti saya justru mau mengotori hati dengan membaca posting2 yang tidak pada porsi yang benar di forum ini. tapi saya mulai berlatih Uppekha di sini.

thx
 
orang yg berkultivasi hati seharusnya bervegetarian.

Hati adalah pusat perasaan halus. Jika perasaan halus itu dikembangkan kita bisa mengetahui isi hati orang lain. kenapa begitu ? karena setiap hati semua mahluk ada linknya, ada konesitasnya. Kalo hati kita peka, kita bisa mengetahui hal2 yang akan datang yang belom terjadi.

Contah : Saat bekerja ,kalo ada orang yg mau masuk ruangan kerja saya, saya sudah tahu sebentar lagi ada orang yang mau masuk. Saya merasakan pikiran orang itu masuk duluan, saya bahkan tahu apa keinginan orang itu. Jadi ada semacam getaran2 halus yg timbul dari Hati akibat dari koneksitas antar hati. Ini terjadi pada setiap orang , hanya saja kebanyakan orang tidak peka. sebahagian orang peka tapi tidak bisa menterjemahkan perasaan halus itu dalam satu pengertian. Jadi ada semacam getaran halus yg harus diterjemahkan, itu dilatih dari pengalaman2 mengamati hati, menyadari perasaan2 halus yg timbul dari waktu ke waktu.

jika mahir kita bisa menebak pergerakan saham, kita bisa menebak isi janin cewe ato cowo walaupun hanya berusia 3 bulan hamil. Kita bisa tahu apakah bisness kita bisa menguntungkan atao tidak. kita bisa tahu pasangan kita mencintai kita atao tidak. kita bisa tahu temen kita tulus atao hanya formalitas. Semua ini bisa diketahui karena adanya kultivasi Hati. Mengamati perasaan2 yg timbul dari hati. dan belajar menterjemahkannya dalam sebuah pengertian.

bahkan orang2 yg berlatih ilmu sesat saja kita bisa merasakan hawa jahatnya terpancar dari hatinya. kita bisa merasa kemurnia dari sebuah vihara yg kita kunjungi. Kita bisa tahu apakh seorang bhante itu benar2 berlatih atau hanya pintar berpura2. Semua karena hati. itulah sebabnya kami berlatih hati, kami mulai dengan berkultivasi behaviour, mulai dengan merubah sifat dan watak yg tidak memadai. Kita mulai bervegetarian agar hati bisa terbuka lebih lebar dan peka. banyak orang praktisi rohaniawan telah terbuka hati nya, tapi mereka tidak berlatih mengamati perasaan halus yg timbul setiap saat. mereka tidak belajar menterjemahkannya dalam satu pengertian standar bagi diri sendiri.

Mulailah dengan kultivasi behaviour, kita harus cukup baik dan standar karakter kita. ini langkah pertama membuka hati dan mengembangkannya. dan bervegetarian berguna mempertajam fungsi hati. Bayangkan kalo seorang yg telah menguasai pikiran juga bisa menguasai hati !!! maka nya saya tertarik bermeditasi supaya bisa menguasai pikiran. Pikiran bisa menciptakan , Hati bisa untuk mengetahui.

Kalo cuma bisa berteori saja itu hanya omong kosong.:D:D>:D< thx
 
Nice Article Bro Akiong,
Saya setuju dengan Tulisan kamu yang di atas itu karena saya sudah merasakan manfaatnya.

Salam Metta
 
jika mahir kita bisa menebak pergerakan saham, kita bisa menebak isi janin cewe ato cowo walaupun hanya berusia 3 bulan hamil. Kita bisa tahu apakah bisness kita bisa menguntungkan atao tidak. kita bisa tahu pasangan kita mencintai kita atao tidak. kita bisa tahu temen kita tulus atao hanya formalitas. Semua ini bisa diketahui karena adanya kultivasi Hati. Mengamati perasaan2 yg timbul dari hati. dan belajar menterjemahkannya dalam sebuah pengertian.

bahkan orang2 yg berlatih ilmu sesat saja kita bisa merasakan hawa jahatnya terpancar dari hatinya. kita bisa merasa kemurnia dari sebuah vihara yg kita kunjungi. Kita bisa tahu apakh seorang bhante itu benar2 berlatih atau hanya pintar berpura2. Semua karena hati. itulah sebabnya kami berlatih hati, kami mulai dengan berkultivasi behaviour, mulai dengan merubah sifat dan watak yg tidak memadai. Kita mulai bervegetarian agar hati bisa terbuka lebih lebar dan peka.

Kalo cuma bisa berteori saja itu hanya omong kosong.:D:D>:D< thx

Dari tulisan anda diatas apakah anda ingin mengatakan bahwa :

Orang yg bervegetarian bisa menebak pergerakan saham, bisa menebak isi janin cewe ato cowo walaupun hanya berusia 3 bulan hamil. Bisa tahu apakah bisness menguntungkan atao tidak. Bisa tahu pasangan kita mencintai kita atao tidak. Bisa tahu temen kita tulus atao hanya formalitas,dsb....

kalo saya salah mohon diluruskan dan dijelaskan lagi...

banyak orang praktisi rohaniawan telah terbuka hati nya, tapi mereka tidak berlatih mengamati perasaan halus yg timbul setiap saat. mereka tidak belajar menterjemahkannya dalam satu pengertian standar bagi diri sendiri.

Mohon anda jelaskan lagi maksudnya praktisi rohaniawan apa contohnya??? Dan disini maksudnya berlatih mengamati perasaan halus itu seperti apa?

Thanks
XIE XIE
 
pikiran yah pikiran tidak lebih dari itu
perasaan yah perasaan tidak lebih dari itu
kesadaran yah kesadaran tidak lebih dari itu
pencerapan yah pencerapan tidak lebih dari itu
jasmani yah jasmani tidak lebih dari itu.
 
Kita lihat teks dari bab Sutra Lankavatara yang khusus membahas kejahatan makan daging:

Karena dorongan cinta kasih sejati, seorang Bodhisatva akan menjauhi makanan daging yang dilahirkan dari cairan mani dan darah. Seorang Bodhisatva mendisiplinkan dirinya membabarkan welas asih tidak akan menimbulkan ketakutan bagi makhluk lain. Karenanya dia akan menampik
makan daging.

Tak benar bahwa daging adalah makanan yang benar dan boleh dikonsumsi
jika binatang itu tidak dibunuh oleh dirinya,
jika dia tidak memerintahkan orang lain membunuh untuknya,
jika binatang itu tidak dibunuh khusus untuk dirinya...
Bukan itu saja tetapi di masa mendatang akan banyak orang... dipengaruhi cita rasa daging akan bersama-sama dengan berbagai cara dan argumen yang canggih mempertahankan praktek makan daging.

Tetapi... makan daging dalam bentuk apapun, alasan bagaimanapun, dan dimanapun adalah dilarang dan tak dibenarkan...Praktek makan daging tidak saya izinkan kepada siapapun, tidak saya izinkan, tidak akan pernah saya izinkan... (Sutra Lanvakatara)
 
@1TOP1
Bagaimana dengan orang yang hidup di kutub utara/selatan? Apakah ada larangan makan daging juga bagi mereka?

Thanks.....
 
Penduduk asli seperti Eskimo tak mempunyai banyak pilihan selain memburu dan menangkap ikan untuk menjaga kelangsungan yang harmonis dengan lingkungan mereka yang unik. Apa yang mengecualikan mereka dari karma pemburu dan penangkap ikan pada umumnya adalah sikap yang berakar dari tradisi bahwa perburuan dan penangkapan ikan adalah ritual suci. Tradisi ini tidak berpijak dari sifat superioritas dan sikap mendominasi terhadap binatang yang diburu dan ikan yang ditangkap. Tradisi ini tumbuh dari pengakuan bahwa mereka adalah bagian yang bertalian dan mengikat satu dengan lainnya dari "Energi Kehidupan". Karena itu mereka memburu dengan rasa hormat dan rendah hati.

Salam Metta
 
makanya tidak ada orang2 suci lahir dari kutub. < bercanda >@1TOP1
 
Kanon Pali tentang makan daging

Satu pertanyaan yang tak terhindarkan dari pembahasan di atas dalah bagaimana kata-kata yang dituduhkan sebagai sabda Sang Buddha bisa muncul di kanon Pali? Jawabannya sederhana saja: Bikhu dan pencatat yang masih tercekat kepada daging memasukkannya ke kanon. Masuk akal bukan?
Terlebih-lebih jika kita menelusuri bagaimana datangnya sutra-sutra dan terutama Vinaya. Paling tidak seratus tahun setelah Sang Buddha parinirvana, sabda, dialog, peraturan biara, versi, cerita dan berbagai kisah diturunkan dari mulut ke mulut. Menurut sarjana Buddhis Rhys Davids, bahkan sudah 300 tahun lebih Vinaya diwariskan melalui budaya oral. Dengan kata lain, semua bahan-bahan ini diajarkan melalui sekolah Buddhisme pada saat itu dalam bentuk prosa yang mapan, sehingga tak dihindari jika timbul berbagai perbedaan. Dan tak pernah terjadi bahwa sutra-sutra Pali dan Mahayana dibicarakan pada waktu dan tempat yang sama. Diungkapkan suami-istri Rhys Davids bahwa kanon Buddhis tak berbeda halnya dengan kitab religius kuno di dunia yang berkembang secara bertahap dan akhirnya merupakan produk "campuran mosaik materi sebelumnya dan sesudahnya".

Setiap sutra kita ketahui dimulai dengan rumusan "Demikianlah yang saya dengar", menunjukkan bahwa kata-kata yang diajarkan sabda Sang Buddha dan bukan dikarang-karang pengutipnya. Kejujuran yang luar biasa! Tetapi juga sekaligus menjadi bahan polemik tentang keaslian penulis pernyataan dengan mengalamatkannya kepada Sang Buddha.

Setelah Sang Buddha parinirvana, dalam seratus tahun lebih telah diselenggarakan tiga pertemuan untuk menetapkan kanon buddhis. Yakni menetapkan materi yang dianggap asli dan sah. Pertemuan ini jelas melibatkan banyak diskusi, seleksi dan penyuntingan. Sehingga apakah tidak mungkin jika selama periode ini terjadi tambal sulam terhadap sabda atau dianggap kata-kata yang disabdakan oleh Sang Buddha. Dengan tujuan untuk memenuhi cita rasa, keinginan dan penafsiran para sesepuh dari berbagai sekolah Buddhis yang mengambil bagian dari proses panjang tersebut?

Sarjana buddhis terkemuka yang telah bertahun-tahunmempelajari dan menterjemahkan sutra-sutra Pali ke bahasa Inggris tidak meragukan terjadinya kegiatan tambal sulam ini. Suami-istri Rhys Davids dalam terjemahan Dialogues of Buddha menyatakan bahwa kanon Pali ditulis dari materi legendaris yang masih belum selesai diputuskan 'nasibnya' oleh anggota dewan pertemuan sehingga "adalah bukan hanya tak mungkin, jika dianggap ada hal yang cocok untuk ditambahkan atau diubah dalam kanon."
Dalam pengantar Vinaya Texts, perterjemah T.W.Rhys David dan Hermann Oldenberg mengungkapkan dengan sangat terus-terang ketika mereka mendeklarasikan bahwa "hanya sedikit keraguan" jika sebagian besar kisah yang berkaitan dengan Sang Buddha adalah "hanya penemuan". Meskipun Rhys Davids masih berhati-hati dengan menunjukkan doktrinal berasal dari catatan kaki yang berbeda. Foucher dalam bukunya yang ditulis dengan menarik The Life of the Buddha menggemakan pendapat yang sama dengan Olderberg dan Davids.
Jika Oldenberg, Foucher, pasangan Rhys Davids dan sarjana Buddhis kondang generasi berikutnya masih mengganggap sebagian teks Pali diragukan keasliannya, pakar Buddhalogi kontemporer seperti Edward Conze selangkah lebih maju. Dalam Thirty Years of Buddha Studies, Conze mengingatkan kita bahwa Sang Buddha tidak berbicara dalam bahasa Pali tetapi dialek Magadhi. Dan semua sabdanya seperti halnya Yesus, telah kehilangan bentuk aslinya. Conze mencatat tak kurang ada 18 sekolah yang berbeda berperan selama periode sejarah Buddhisme. Masing-masing sekolah memiliki kitabnya sendiri dan mengklaim keasliannya. Lebih lanjut Conze berargumen dengan gigih bahwa adalah kecelakaan transmisi sejarah jika kitab Theravada sendiri dapat sampai kepada kita utuh sempurna.

Mengutip Profesor Waddschmidt:
...bukan tak jarang jika sutra Sanskerta seperti sutra Mahaparinirvana, lebih mencatat tradisi asli dengan benar dan mempunyai nilai yang sama dengan teks Pali...

Sarjana Hofinger kemudian menambahkan:
...sekali lagi Kaon Pali telah turun dari tahtanya di mana dia meraja begitu lama; dia sudah tak lebih berharga dibandingkan dokumen kanon Cina dan Tibet, dan kadang-kadang bahkan inferior dibandingkan mereka.

Hal lain yang tak bisa diabaikan adalah adanya bagian kitab Pali dan Sanskerta yang sengaja diubah atau dihilangkan untuk menyesuaikan keinginan atau pandangan bikhu pencatatnya. Conze mencontohkan sabda Sang Buddha yang berakhir di Dighanikaya XVI sebagai berikut: "Berakhirlah yang berwujud;tegakkanlah dirimu dalam kewaspadaan!" Tetapi dalam Sutra Mahaparinirvana hanya tertulis :Berakhirlah segala yang berwujud." Tulisan A.Fernandez yang tidak diterbitkan tentang wanita dalam Buddhisme menunjukkan teks di Sutra Lotus berbahasa Sanskerta tertulis "Jiwa yang mencapai pencerahan terbuka matanya bagi kebenaran tanpa guru yang menolongnya." Sedangkan versi Cinta tertulis, "... dia mendengar hukum Sang Buddha dan menerimanya sebagai kebenaran." Fernandez dengan mengutip sarjana Jepang Nakamura menyatakan bahwa bikhu Cina dengan sengaja telah mengubah teks tersebut untuk memenuhi tujuan mereka.
Di luar pertanyaan apakah yang sesungguhnya disabdakan Sang Buddha, kesimpulannya pasti: fakta sejarah berada di luar jangkauan kita dan meninggalkan kita dengan berbagai versi legenda Buddhis yang berbeda untuk dievaluasi. Ny.Rhys Davids dengan indah menulis pandangannya dalam hal ini:
Ketika mereka yang percaya di Timur dan sejarahwan di Barat telah menanggalkan sikap tradisionalnya...ketika kita seharusnya tidak lagi membaca, 'Sang Buddha mengatakan ini dan melarang itu,' tetapi 'ini dilakukan di biara Buddhis', maka akhirnya kita akan tiba untuk meruntuhkan superstruktur dan mengarahkan pencarian kepada sang manusianya...

Sekarang kita bisa memahami jika Zen dikenal sebagai transmisi di luar sutra, tidak mengandalkan kata dan sutra, dan tidak mendasarkan dirinya pada salah satu sutra sebagaimana sekte lainnya. Karena bagi Zen, kebenaran harus dialami secara langsung dan tidak melalui otoritas berbagai sutra, apalagi pada rumusan intelektual yang tak bernyawa. Bukan sutra apapun tetapi semangat welas asih dan cita hormat yang akan mewartakan kepada mereka. Tanpa kata-kata melainkan penginsafan realitas yang tak berbentuk di sebaliknya. Dan bukan hidup Sang Buddha tetapi pencerahannya. Inilah materi Zen. Zen tidak menolak sutra namun menganggap mereka hanyalah sarana untuk mencapai Sumber di mana mereka berasal, yakni Watak Sejati.

Di atas segala-galanya, tidak memakan daging binatang tidak terletak pada apa yang disabdakan oleh Sang Buddha dan apa yang tidak. Tetapi pada kebajikan moral dalam diri kita, welas dan belas kasih yang jika disemaikan akan membimbing kita menghargai semua bentuk kehidupan. Jelas perbuatan dengan sengaja membunuh ataupun menyebabkan pembunuhan secara tak langsung yakni dengan memakan daging, telah menentang insting terdalam umat manusia.

Salam Metta
 
bagaimana ini @ singthung dan @ caro... apa komentar anda ? ketemu dah satu rival yg seimbang dalam bahasan kitab suci...hehehe

menurut saya hny anda yg bisa memberi komentar yg bagus....
 
Nice posting @1Top1.

Budaya oral yang di jalankan dalam menurunkan Vinaya hanya 300 tahun sudah diperdebatkan, bagaimana dengan budaya oral yang diturunkan dalam aliran Maitreya? yang pasti lebih dari 300 tahun tuh, sori ga jawab tapi nanya dulu, karena belum cari "pembenaran versi saya".

@1Top1 Kalo tidak salah anda penganut Maitreya? kalo benar, ini pertanyaan untuk anda juga karena pertanyaan ini untuk umat maitreya.

Untuk makan daging atau harus vegetarian, tolong jelaskan dulu mengapa Chi Kung yang anda nyatakan sebagai salah satu penitisan Maitreya makan daging? kalo itu anda ga bisa jelaskan, karena ini dari ajaran anda sendiri, gimana anda bisa menerima ajaran lain yang menyatakan tidak wajib vegetarian?

Setiap sutra kita ketahui dimulai dengan rumusan "Demikianlah yang saya dengar", menunjukkan bahwa kata-kata yang diajarkan sabda Sang Buddha dan bukan dikarang-karang pengutipnya. Kejujuran yang luar biasa! Tetapi juga sekaligus menjadi bahan polemik tentang keaslian penulis pernyataan dengan mengalamatkannya kepada Sang Buddha.

sebagai pengetahuan untuk anda, Kata2 "Demikianlah yang saya dengar" itu berasal dari penuturan Y.A. Ananda saat pertemuan Sangha pertama kali setelah digelar setelah sang Buddha Parinibanna. dan itu hanya untuk suta pitaka, untuk vinaya pitaka tidak menggunakan kata2 "Demikianlah yang saya dengar". Karena Y.A. Ananda memiliki 8 hak khusus, dimana salah satunya adalah bila sang Buddha membabarkan Dhamma dan Y.A Ananda tidak berada di sana, maka Sang Buddha akan mengulanginya kepada Y.A Ananda. Jadi inilah sejarah mengapa munculnya kata2 "Demikianlah yang saya dengar".

Catatan: saat itu Y.A. Ananda telah mencapai Arahat.

Hal lain yang tak bisa diabaikan adalah adanya bagian kitab Pali dan Sanskerta yang sengaja diubah atau dihilangkan untuk menyesuaikan keinginan atau pandangan bikhu pencatatnya. Conze mencontohkan sabda Sang Buddha yang berakhir di Dighanikaya XVI sebagai berikut: "Berakhirlah yang berwujud;tegakkanlah dirimu dalam kewaspadaan!" Tetapi dalam Sutra Mahaparinirvana hanya tertulis :Berakhirlah segala yang berwujud." Tulisan A.Fernandez yang tidak diterbitkan tentang wanita dalam Buddhisme menunjukkan teks di Sutra Lotus berbahasa Sanskerta tertulis "Jiwa yang mencapai pencerahan terbuka matanya bagi kebenaran tanpa guru yang menolongnya." Sedangkan versi Cinta tertulis, "... dia mendengar hukum Sang Buddha dan menerimanya sebagai kebenaran." Fernandez dengan mengutip sarjana Jepang Nakamura menyatakan bahwa bikhu Cina dengan sengaja telah mengubah teks tersebut untuk memenuhi tujuan mereka.
Di luar pertanyaan apakah yang sesungguhnya disabdakan Sang Buddha, kesimpulannya pasti: fakta sejarah berada di luar jangkauan kita dan meninggalkan kita dengan berbagai versi legenda Buddhis yang berbeda untuk dievaluasi. Ny.Rhys Davids dengan indah menulis pandangannya dalam hal ini:
Ketika mereka yang percaya di Timur dan sejarahwan di Barat telah menanggalkan sikap tradisionalnya...ketika kita seharusnya tidak lagi membaca, 'Sang Buddha mengatakan ini dan melarang itu,' tetapi 'ini dilakukan di biara Buddhis', maka akhirnya kita akan tiba untuk meruntuhkan superstruktur dan mengarahkan pencarian kepada sang manusianya...

Untuk mengubah suatu vinaya, sang Buddha mengijinkan para Bhikkhu untuk mengubahnya bila tidak dianggap lagi sesuai dengan perkembangan zaman. untuk lengkapnya @Marcedes telah mempostingnya untuk kita, tolong baca link ini http://indoforum.org/showthread.php?t=51106&page=4.

Sekarang kita bisa memahami jika Zen dikenal sebagai transmisi di luar sutra, tidak mengandalkan kata dan sutra, dan tidak mendasarkan dirinya pada salah satu sutra sebagaimana sekte lainnya. Karena bagi Zen, kebenaran harus dialami secara langsung dan tidak melalui otoritas berbagai sutra, apalagi pada rumusan intelektual yang tak bernyawa. Bukan sutra apapun tetapi semangat welas asih dan cita hormat yang akan mewartakan kepada mereka. Tanpa kata-kata melainkan penginsafan realitas yang tak berbentuk di sebaliknya. Dan bukan hidup Sang Buddha tetapi pencerahannya. Inilah materi Zen. Zen tidak menolak sutra namun menganggap mereka hanyalah sarana untuk mencapai Sumber di mana mereka berasal, yakni Watak Sejati.

Di atas segala-galanya, tidak memakan daging binatang tidak terletak pada apa yang disabdakan oleh Sang Buddha dan apa yang tidak. Tetapi pada kebajikan moral dalam diri kita, welas dan belas kasih yang jika disemaikan akan membimbing kita menghargai semua bentuk kehidupan. Jelas perbuatan dengan sengaja membunuh ataupun menyebabkan pembunuhan secara tak langsung yakni dengan memakan daging, telah menentang insting terdalam umat manusia.

Zen memang lebih mengandalkan praktek, tapi bila tiba2 anda membahas vegetarian setelah membahas Zen yang lebih berfokus pada praktek,muncullah satu pertanyaan dan pertanyaan itu adalah, apakah penganut Zen di Wajibkan vegetarian? kalo tidak mengapa anda menghubung2 praktek Zen dengan Vegetarian? Pernah dengar Bhikkhu Zen Menggendong wanita menyebrangi sungai?
Apakah berarti bila tidak vegetarian mengakibatkan kita tidak bisa memancarkan Metta?

Di Zen ada pepatah seperti ini, NIBANNA adalah NIRAYA, NIRAYA adalah NIBANNA, KOSONG adalah ISI, ISI adalah KOSONG apa maksud dari kata2 tersebut? bisa ga saya ubah Daging Adalah Tumbuhan, Tumbuhan adalah Daging? pastinya ga bisa karena ada yang menentang

sekali lagi ini mungkin akan menjadi "PEMBENARAN MEAT LOVER". harap maklum.
 
Penduduk asli seperti Eskimo tak mempunyai banyak pilihan selain memburu dan menangkap ikan untuk menjaga kelangsungan yang harmonis dengan lingkungan mereka yang unik. Apa yang mengecualikan mereka dari karma pemburu dan penangkap ikan pada umumnya adalah sikap yang berakar dari tradisi bahwa perburuan dan penangkapan ikan adalah ritual suci. Tradisi ini tidak berpijak dari sifat superioritas dan sikap mendominasi terhadap binatang yang diburu dan ikan yang ditangkap. Tradisi ini tumbuh dari pengakuan bahwa mereka adalah bagian yang bertalian dan mengikat satu dengan lainnya dari "Energi Kehidupan". Karena itu mereka memburu dengan rasa hormat dan rendah hati.

Salam Metta

ada juga yang memburu dengan rasa hormat dan rendah hati???(maaf yah ikan , saya akan memburu anda yah?? apa begitu cara rendah hati???? Ritual suci ???? jadi Ritual suci para pemburu kammanya hilang begitu???

 
Setelah Sang Buddha parinibbana (543 SM), tiga bulan kemudian diadakan Sidang Agung Sangha (Sangha Samaya).

SIDANG AGUNG I (KONSILI I)

Diadakan pada tahun 543 SM (3 bulan setelah bulan Mei), berlangsung selama 2 bulan Dipimpin oleh YA.Maha Kassapa dan dihadiri oleh 500 orang Bhikkhu yang semuanya Arahat. Sidang diadakan di Goa Satapani di kota Rajagaha. Sponsor sidang agung ini adalah Raja Ajatasatu.


Tujuan Sidang:

Menghimpun Ajaran Sang Buddha yang diajarkan kepada orang yang berlainan, di tempat yang berlainan dan dalam waktu yang berlainan. Mengulang Dhamma dan Vinaya agar Ajaran Sang Buddha tetap murni, kuat, melebihi ajaran-ajaran lainnya. Y.A. Upali mengulang Vinaya dan Y.A. Ananda mengulang Dhamma. Kesimpulan/Hasil Konsili I:

Sangha tidak akan menetapkan hal-hal mana yang perlu dihapus dan hal-hal mana yang harus dilaksanakan, juga tidak akan menambah apa-apa yang telah ada. Mengadili Y.A. Ananda Mengucilkan Chana Agama Buddha masih utuh.




SIDANG AGUNG II (KONSILI II)

Diadakan pada tahun 443 SM (100 tahun sesudah yang I), berlangsung selama 4 bulan. Dipimpin oleh YA. Revata dan dibantu oleh YA. Yasa serta dihadiri oleh 700 Bhikkhu. Sidang diadakan di Vesali Sponsor sidang agung ini adalah Raja Kalasoka. Tujuan Sidang:

Sekelompok Bhikkhu Sangha (Mahasanghika) menghendaki untuk memperlunak Vinaya yang sangat keras (tetapi gagal). Kesimpulan/Hasil Konsili II:

Kesalahan-kesalahan Bhikkhu-Bhikkhu dari suku Vajjis yang melangggar pacittiya dibicarakan, diakui bahwa mereka telah melanggar Vinaya dan 700 Bhikkhu yang hadir menyatakan setuju. Pengulangan Vinaya dan Dhamma, yang dikenal dengan nama "Satta Sati" atau "Yasathera Sanghiti" karena Bhikkhu Yasa dianggap berjasa dalam bidang pemurnian Vinaya.




SIDANG AGUNG III (KONSILI III)

Diadakan pada tahun +/- 313 SM (230 tahun setelah sidang I). Dipimpin oleh Y.A. Tissa Moggaliputta. Sidang diadakan di Pataliputta. Sponsor Sidang Agung ini adalah Raja Asoka dari Suku Mauriya. Tujuan Sidang:

Menertibkan perbedaan pendapat yang mengaktifkan perpecahan Sangha. Memeriksa dan menyempurnakan Kitab Suci Pali (memurnikan Ajaran Sang Buddha). Raja Asoka meminta agar para Bhikkhu mengadakan upacara Uposatha setiap bulan, agar Bhikkhu Sangha bersih dari oknum-oknum yang bermaksud tidak baik. Kesimpulan / Hasil Konsili III:

Menghukum Bhikkhu-Bhikkhu selebor. Ajaran Abhidhamma diulang tersendiri oleh Y.A. Maha Kassapa, sehingga lengkaplah pengertian Tipitaka (Vinaya,Sutta, dan Abhidhamma). Jadi pengertian Tipitaka mulai lengkap (timbul) pada Konsili III. Y.A. Tissa memilih 10.000 orang Bhikkhu Sangha yang benar-benar telah memahami Ajaran Sang Buddha untuk menghimpun Ajaran tersebut menjadi Tipitaka dan perhimpunan tersebut berlangsung selama 9 bulan. Keterangan:

Pada saat itu Sangha sudah terpecah dua, yaitu : Theravãda (Sthaviravada) dan Mahasanghika. Sementara itu ada ahli sejarah yang mengatakan bahwa pada Konsili III ini bukan merupakan konsili umum, tetapi hanya merupakan suatu konsili yang diadakan oleh Sthaviravada.




SIDANG AGUNG IV (KONSILI IV)

Diadakan pada masa pemerintahan Raja Vattagamani Abhaya (tahun 101 - 77 SM). Dipimpin oleh Y.A. Rakhita Mahathera dan dihadiri oleh +/- 500 Bhikkhu. Sidang diadakan di Alu Vihara (Aloka Vihara) di Desa Matale. Tujuan Sidang:

Mencari penyelesaian karena melihat terjadinya kemungkinan-kemungkinan yang mengancam Ajaran-ajaran dan kebudayaan-kebudayaan Agama Buddha oleh pihak-pihak lain. Kesimpulan / Hasil Konsili IV:

Mengulang Tipitaka. Menyempurnakan komentar Tipitaka. Menuliskan Tipitaka dan komentarnya di atas daun lontar. Keterangan:

Konsili ini diakui sebagai konsili yang ke IV oleh sekte Theravãda.





SEJARAH TIPITAKA (uraian) Beberapa minggu setelah Sang Buddha wafat (483 SM) seorang Bhikkhu tua yang tidak disiplin bernama Subhaddha berkata : "Janganlah bersedih kawan-kawan, janganlah meratap, sekarang kita terbebas dari Pertapa Agung yang tidak akan lagi memberitahu kita apa yang sesuai untuk dilakukan dan apa yang tidak, yang membuat hidup kita menderita, tetapi sekarang kita dapat berbuat apa pun yang kita senangi dan tidak berbuat apa yang tidak kita senangi" (Vinaya Pitaka II,284). Maha Kassapa Thera setelah mendengar kata-kata itu memutuskan untuk mengadakan Pesamuan Agung (Konsili) di Rajagaha.

Dengan bantuan Raja Ajatasattu dari Magadha, 500 orang Arahat berkumpul di Gua Sattapanni dekat Rajagaha untuk mengumpulkan ajaran Sang Buddha yang telah dibabarkan selama ini dan menyusunnya secara sistematis. Yang Ariya Ananda, siswa terdekat Sang Buddha, mendapat kehormatan untuk mengulang kembali kotbah-kotbah Sang Buddha dan Yang Ariya Upali mengulang Vinaya (peraturan-peraturan). Dalam Pesamuan Agung Pertama inilah dikumpulkan seluruh ajaran yang kini dikenal sebagai Kitab Suci Tipitaka (Pali). Mereka yang mengikuti ajaran Sang Buddha seperti tersebut dalam Kitab Suci Tipitaka (Pali) disebut Pemeliharaan Kemurnian Ajaran sebagaimana sabda Sang Buddha yang terakhir: "Jadikanlah Dhamma dan Vinaya sebagai pelita dan pelindung bagi dirimu".

Pada mulanya Tipitaka (Pali) ini diwariskan secara lisan dari satu generasi ke genarasi berikutnya. Satu abad kemudian terdapat sekelompok Bhikkhu yang berniat hendak mengubah Vinaya. Menghadapi usaha ini, para Bhikkhu yang ingin mempertahankan Dhamma - Vinaya sebagaimana diwariskan oleh Sang Buddha Gotama menyelenggarakan Pesamuan Agung Kedua dengan bantuan Raja Kalasoka di Vesali, di mana isi Kitab Suci Tipitaka (Pali) diucapkan ulang oleh 700 orang Arahat. Kelompok Bhikkhu yang memegang teguh kemurnian Dhamma - Vinaya ini menamakan diri Sthaviravada, yang kelak disebut Theravãda. Sedangkan kelompok Bhikkhu yang ingin mengubah Vinaya menamakan diri Mahasanghika, yang kelak berkembang menjadi mazhab Mahayana. Jadi, seabad setelah Sang Buddha Gotama wafat, Agama Buddha terbagi menjadi 2 mazhab besar Theravãda dan Mahayana.

Pesamuan Agung Ketiga diadakan di Pattaliputta (Patna) pada abad ketiga sesudah Sang Buddha wafat (249 SM) dengan pemerintahan di bawah Kaisar Asoka Wardhana. Kaisar ini memeluk Agama Buddha dan dengan pengaruhnya banyak membantu penyebarkan Dhamma ke suluruh wilayah kerajaan. Pada masa itu, ribuan gadungan (penyelundup ajaran gelap) masuk ke dalam Sangha dangan maksud meyebarkan ajaran-ajaran mereka sendiri untuk meyesatkan umat. Untuk mengakhiri keadaan ini, Kaisar menyelenggarakan Pesamuan Agung dan membersihkan tubuh Sangha dari penyelundup-penyelundup serta merencanakan pengiriman para Duta Dhamma ke negeri-negeri lain.

Dalam Pesamuan Agung Ketiga ini 100 orang Arahat mengulang kembali pembacaan Kitab Suci Tipitaka (Pali) selama sembilan bulan. Dari titik tolak Pesamuaan inilah Agama Buddha dapat tersebar ke suluruh penjuru dunia dan terhindar lenyap dari bumi asalnya.

Pesamuan Agung keempat diadakan di Aluvihara (Srilanka) di bawah lindungan Raja Vattagamani Abhaya pada permulaan abad keenam sesudah Sang Buddha wafat (83 SM). Pada kesempatan itu Kitab Suci Tipitaka (Pali) dituliskan untuk pertama kalinya. Tujuan penulisan ini adalah agar semua orang mengetahui kemurnian Dhamma Vinaya.

Selanjutnya Pesamuan Agung Kelima diadakan di Mandalay (Burma) pada permulaan abad 25 sesudah Sang Buddha wafat (1871) dengan bantuan Raja Mindon. Kejadian penting pada waktu itu adalah Kitab Suci Titpitaka (Pali) diprasastikan pada 727 buah lempengan marmer (batu pualam) dan diletakkan di bukit Mandalay.

Persamuan Agung keenam diadakan di Rangoon pada hari Visakha Puja tahun Buddhis 2498 dan berakhir pada tahun Buddhis 2500 (tahun Masehi 1956). Sejak saat itu penterjemahan Kitab Suci Tipitaka (Pali) dilakukan ke dalam beberapa bahasa Barat.

Sebagai tambahan pengetahuan dapat dikemukakan bahwa pada abad pertama sesudah Masehi, Raja Kaniska dari Afganistan mengadakan Pesamuan Agung yang tidak dihadiri oleh kelompok Theravãda. Bertitik tolak pada Pesamuaan ini, Agama Buddha mazhab Mahayana berkembang di India dan kemudian meyebar ke negeri Tibet dan Tiongkok. Pada Pasamuan ini disepakati adanya kitab-kitab suci Buddhis dalam Bahasa Sansekerta dengan banyak tambahan sutra-sutra baru yang tidak terdapat dalam Kitab Suci Tipitaka (Pali).

Dengan demikian, Agama Buddha mazhab Theravãda dalam pertumbuhannya sejak pertama sampai sekarang, termasuk di Indonesia, tetap mendasarkan penghayatan dan pembabaran Dhamma - Vinaya pada kemurnian Kitab suci tipitaka (Pali) sehingga dengan demikian tidak ada perbedaan dalam hal ajaran antara Theravãda di Indonesia dengan Theravada di Thailand, Srilanka, Burma maupun di negara-negara lain.

Sampai abad ketiga setelah Sang Buddha wafat mazhab Sthaviravada terpecah menjadi 18 sub mazhab, antara lain: Sarvastivada, Kasyapiya, Mahisasaka, Theravãda dan sebagainya. Pada dewasa ini 17 sub mazhab Sthaviravada itu telah lenyap. Yang masih berkembang sampai sekarang hanyalah mazhab Theravãda (ajaran para sesepuh). Dengan demikian nama Sthaviravada tidak ada lagi. Mazhab Theravãda inilah yang kini dianut oleh negara-negara Srilanka, Burma, Thailand, dan kemudian berkembang di Indonesia dan negara-negara lain.

===================================

Jadi ,ambil kesimpulan sendiri Kitab Suci Tipitaka(Pali) atau Tripitaka Mahayana mana yang lebih otentik.

 
Sebenarnya bukan permasalahan di kitabnya. Itu yang terjadi di mana-mana. Kitab hanya pelita, yang menerangi kitab yang sesungguhnya, hati dan pikiran.

Bukan kitabnya yang salah, tapi pemahamannya yang salah.

Sejauh kitab-kitab Buddha Tri Pitaka tidak otentik. Tidak asli ucapan Sang Buddha... Mana ada sih yah asli? Kecuali ketemu langsung dengan beliau, bawa handycam atau recorder lain. Ikuti perjalannan hidupnya, dari lahir hingga mati. Itu baru otentik. Jadi menuntut otentik dalam kasus agama, adalah sebuah tuntutan yang mustahil.

Apalagi menuntut keotentikan dari apa yang diesbut dengan 'kitab pasir'.

Perdebatan sengit ke makan daging atau vegetarian. Apakah ini menambah baiknya pelaksanaan sila? 'Buddha' Chi Kung selain daging, bahkan menenggak arak.... Ini tidak terjawab kan? dan dialihkan, Merce, Sinthung, Caro dapat lawan ahli Kitab yang seimbang. Sayang belum ketemu ahli debat yang seimbang.

Semua kitab suci agama-agama apapu di dunia adalah tulisan manusia. Buah pikiran manusia. Terjadi kesalahan-kesalahan yang sangat besar dan banyak dari proses penyalinan, penterjemahan, penambahan dan pengurangan. Itu sudah jamak. Namun, kitab suci agama Buddha yang secara terang-terangan berani mengakui itu semua. Bahwa tulisan dalam Tri Pitaka bukan firman Tuhan.... bukan ucapan Tuhan. Tapi buah pikiran manusia. Dalam hal ini Buddha sendiri dan mungkin ditambahi oleh pemikir-pemikir ulung sesudahnya.

Adakah yang salah dalam hal ini? Bila ternyata dalam sebegitu banyak kitab-kitab yang tergabung dalam Tri Pitaka, mau yang Pali atau Sankrit, kompak bersuara bahwa vegetarian tidak mutlak? Bagimana mungkin, penterjemah, penyalin, pengkopi yang hidup di jaman yang berbeda-beda, di tempat yang berbeda-beda pula, bisa satu suara mengenai hal ini?

Itulah, karena kitab adalah pelita hati. Diperlukan nalar dan pemikiran yang lebih untuk menelaah kitab suci. Bukan hanya sekedar, 'ah.... kitabnya juga entah siapa yang nulis..."
 
sekarang , apakah Mahayana setuju bahwa cerita konsili itu ?
Apakah mahayana setuju bahwa kitab mereka itu tidak otentik. ?

Ok anggaplah kitab Mahayana tidak seotentik kitab Theravada, sekarang apakah Mahayana memiliki opini , bahwa kenapa kitab2 Gautama mereka tidak otentik tetapi diyakini ? Apa kelebihan kitab Mahayana ?

Menurut saya pastilah ada kelebihan tersendiri. Tapi di sini ada ga yg paham kitab Mahayana ? @ Dilbert ? Anda ada bahan yg bisa dibahas ? Sharing dong....biar kami lebih mengerti 2 aliran besar ini. mahayana dan theravada... Thx.
 
ada juga yang memburu dengan rasa hormat dan rendah hati???(maaf yah ikan , saya akan memburu anda yah?? apa begitu cara rendah hati???? Ritual suci ???? jadi Ritual suci para pemburu kammanya hilang begitu???


Rendah hati berarti karena keadaan lingkungan mereka yang memaksa mereka berburu. Tentu karma mereka juga yang membuat mereka lahir di daerah seperti itu. Walaupun itu sudah turun temurun mereka lakukan dan mereka anggap sebagai ritual suci tapi tidak menghilangkan kamma mereka.
Bandingkan dengan industi peternakan yang diciptakan manusia modren yang keadaan-nya seperti neraka.

Salam Metta
 
sekarang , apakah Mahayana setuju bahwa cerita konsili itu ?
Apakah mahayana setuju bahwa kitab mereka itu tidak otentik. ?

Ok anggaplah kitab Mahayana tidak seotentik kitab Theravada, sekarang apakah Mahayana memiliki opini , bahwa kenapa kitab2 Gautama mereka tidak otentik tetapi diyakini ? Apa kelebihan kitab Mahayana ?

Menurut saya pastilah ada kelebihan tersendiri. Tapi di sini ada ga yg paham kitab Mahayana ? @ Dilbert ? Anda ada bahan yg bisa dibahas ? Sharing dong....biar kami lebih mengerti 2 aliran besar ini. mahayana dan theravada... Thx.

Kayanya anda bisa tanya ke @1Top1 untuk kitab Mahayana.

mengapa kitab suci aliran Mahayana bisa berbeda dari aliran Theravada, saya bisa memberikan masukan, udah baca link ini http://indoforum.org/showthread.php?t=51106&page=4? kalo belum, baca dulu yang mengenai sang Buddha memperbolehkan vinaya diubah kalo tidak sesuai lagi. itulah salah satu yang bisa menyebabkan perbedaan kitab suci. kemudian karena ada kata2 tersebut ada 2 kelompok bhikku, baca di sini

Kelompok Bhikkhu yang memegang teguh kemurnian Dhamma - Vinaya ini menamakan diri Sthaviravada, yang kelak disebut Theravãda. Sedangkan kelompok Bhikkhu yang ingin mengubah Vinaya menamakan diri Mahasanghika, yang kelak berkembang menjadi mazhab Mahayana. Jadi, seabad setelah Sang Buddha Gotama wafat, Agama Buddha terbagi menjadi 2 mazhab besar Theravãda dan Mahayana

masalah otentik? memangnya @Sinthung mengatakan mana yang lebih otentik? kalo iya, maka ada 2 otentik di sini, yang pertama diposting oleh @1Top1 dan yang kedua @Sinthung. mengapa anda sebelumnya tidak bertanya kepada @1Top1 tentang kitab suci theravada yang tidak otentik tapi diyakini? tapi setelah @Sinthung memposting tentang konsili baru anda mempertanyakan kitab suci aliran Mahayana yang anda sebutkan tidak otentik tapi diyakini?

Untuk saya, selama inti ajarannya masih sama masalah perubahan peraturan dapat di maklumi. Ingat yang diubah adalah Vinaya, dalam kata lain adalah kitab yang membahas tentang peraturan hidup seorang Bhikkhu, bukannya yang lain dalam hal ini adalah sutta pitaka atau Abhidhamma.

Contohnya,
A. Bhikkhu Mahayana di wajibkan vegetarian sedangkan Theravada tidak. berbeda tapi harus di ingat
a. bahwa vihara mahayana memiliki dapur sendiri dan Bhikkhu menyiapkan makananya sendiri, sehingga dapat memastikan bahwa yang dimakannya adalah sayuran.
b. Bhikkhu Theravada masih menjalankan Pindapatta dimana apa yang Bhikkhu makan adalah dana dari umat, jadi tidak dapat memilih makanan yang diterimanya.
B. Bhikkhu dari aliran Mahayana diperbolehkan makan setelah jam 12 siang (kalo tidak salah) karena :
a. Karena menyiapkan makanan sendiri maka Bhikkhu Mahayana memiliki waktu lebih untuk mempelajari dan mempraktekkan dhamma serta melatih diri, seperti Meditasi, membaca sutra.
b. Untuk Bhikkhu Theravada pertimbangannya adalah,
i. Harus berkeliling mengumpulkan makanan untuk mereka makan. Jika harus berpindapatta juga untuk makan sore/malam, kapan mereka mempelajari, mempraktrekkan dhamma serta melatih diri? Akhirnya apa bedanya Bhikkhu dengan pengemis karena pagi dan sore kerjanya hanya mengumpulkan makanan
ii. Karena di zaman dahulu tidak ada kulkas, maka makanan yang dikumpulkan tidak tahan bila di simpan terlalu lama.
Inilah contoh yang saya dapat jelaskan mengapa terdapat perbedaan vinaya di Mahayana dan Theravada dan alasan yang dapat saya pertanggungjawabkan karena ini adalah pendapat pribadi.

Kelebihan dari Kitab Mahayana? Silahkan pelajari dan cari tahu sendiri. Gimana caranya, tolong pelajari dengan cangkir yang kosong tentang Theravada dan Mahayana baru anda bandingkan apa kelebihannya. Disini saya tidak dapat menjawab karena walau dibesarkan dalam tradisi Mahayana, tapi saya lebih banyak belajar dan lebih condong ke Theravada.

Tapi secara umum, menurut saya yang membedakan adalah cara melatih dirinya saja, karena inti ajarannya adalah sama. Apakah bisa diterima?

Kok jadi membahas kitab suci aliran Mahayana dan Theravada? :-O>:D<
 
Rendah hati berarti karena keadaan lingkungan mereka yang memaksa mereka berburu. Tentu karma mereka juga yang membuat mereka lahir di daerah seperti itu. Walaupun itu sudah turun temurun mereka lakukan dan mereka anggap sebagai ritual suci tapi tidak menghilangkan kamma mereka.
Bandingkan dengan industi peternakan yang diciptakan manusia modren yang keadaan-nya seperti neraka.

Salam Metta

wah....jadi anda mau ikut arus kamma anda?
jika kamma anda mengkondisikan beberapa peluang untuk membunuh anda mengikuti nya?.....ajaran dhamma yang bertolak belakang.
sekali lagi kamma itu hanya membentuk suatu kondisi....dan anda lah yang menentukan.

kalau memang di tanah itu tidak ada kehidupan,,mengapa tidak PINDAH?
mengapa tidak mencari lahan lain?....buat apa melekat di daerah itu?

carilah yang lebih baik......indonesia kaya akan tumbuh-tumbuhan ^^....hehehe....

sekedar pengetahuan......monyet di daratan tinggi / diingin kadang-kadang sulit melewati musim dingin...sehingga meninggal karena kelaparan / kedinginan......
orang pintar tentu tahu hal ini dan bisa saja makan daging dengan mencari bangkai monyet.....

dan orang lebih pintar lagi tidak mau disamakan dengan monyet...dimana manusia bisa mencari tempat yang layak untuk ditinggali...


========================

oh saya sendiri sampai sekarang tidak tahu sejarah pembentukan kitab dari mahapitaka(kitab suci mahayana)
ada yang bisa bantu jelaskan...yah paling tidak asal usulnya jelas seperti singtung post..
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.