Didalam thread yg saya buat ini terdapat banyak cerita-cerita kehidupan yang sangat bermakna untuk kita renungkan & praktekkan...mudah2an banyak teman2 disini yg juga memiliki cerita2 indah bisa menambahkannya ke dlm thread ini...semoga bermanfaaat & semua berbahagia...
(Jika ingin meilhat cerita2 terbaru lihat saja di halaman terakhir...trims)
Bila semua manusia sudah terbuka hatinya sejak dilahirkan, tidak akan ada kekacauan apapun di muka bumi.
Bagaimana aku bisa mengetahui bahwa hati ku sudah terbuka??
Pada saat dimana kau mampu memberikan senyum yang tulus kepada orang yang tidak kau sukai,
pada saat kau mampu memaafkan dan melupakan semua perbuatan orang yang menyakitimu,
pada saat kau mampu menyayangi/membantu sesama tanpa memandang fisik, bentuk, agama, ras, suku maupun latar belakang.
Damai di hati, damai di bumi….
Segala milikku yang kucintai dan kusenangi akan berubah, akan terpisah dariku
Aku adalah pemilik karmaku sendiri,
Pewaris karmaku sendiri,
Lahir dari karmaku sendiri,
Berhubungan dengan karmaku sendiri,
Terlindung dari karmaku sendiri,
Apapun karma yang kuperbuat,
baik atau buruk,
Itulah yang akan kuwarisi
Hendaklah ini kerap kali direnungkan.
Mengenal ke-Buddha-an
Barang siapa mengenal pikirannya,
Ia akan mengenal kesadarannya.
Barang siapa mengenal kesadarannya,
Ia mengenal ke-Buddha-annya.
Sang Buddha menemukan resep,
dan saya meramu obatNya.
Sang Buddha meninggalkan warisan resep obat mujarab,
saya pewaris yang meramu resep obatNya.
Bagaikan setitik embun... yang berasal dari lautan..
Bila telah bersatu kembali menuju lautan,
Siapakah saya ?...
Demikian dengan ke-Buddha-an.
Bila telah mengetahui jati diri dan kesadaran,
Siapakah Buddha ?
Kecap enak tetap kecap enak, kita gak makan merknya...
(Majjhima Nikàya 140, Dhatuvibhanga-sutta)
Pada suatu malam Sang Buddha bermalam di suatu pondok seorang pembuat guci tanah liat. Dalam pondok itu ada seorang pertapa muda bernama Pukkusàti yang telah lebih dahulu datang ke tempat itu. Mereka tidak saling mengenal. Sang Buddha mengamat-ngamati pertapa itu dan berpikir,"Pertapa muda ini memiliki pembawaan yang menyenangkan sekali.Alangkah baiknya kalau Aku bicara satu dua patah kata dengan orang ini." Sang Buddha kemudian bertanya,"Saudara-Ku, untuk apakah kau meninggalkan rumahmu dan siapakah nama gurumu atau ajaran siapakah yang kau anut?"
Pertapa muda itu menjawab,"Orang telah memberitahuku tentang seorang pertapa yang bernama Gotama dari Suku Sàkya yang menurut mereka telah mencapai kebijaksanaan sempurna. Beliau itulah yang membuat aku menjadi seorang pertapa dan Beliau pula yang menjadi guruku dan aku menjunjung tinggi ajaran-Nya."
"Tahukah Anda di mana orang bijaksana itu sekarang berada?"
"Aku dengar bahwa Beliau sekarang berada di suatu tempat yang disebut Sàvathi."
"Pernahkah Anda melihat orang bijaksana itu dan dapatkah Anda mengenalinya kalau sekiranya Anda bertemu dengannya?"
"Dengan sebenarnya, aku belum pernah melihat orang bijaksana itu dan aku juga tidak dapat mengenalnya kalau sekiranya aku bertemu dengannya."
Sang Buddha sekarang mengetahui bahwa pertapa muda itu menjadi seorang pertapa karena menganut ajaran-Nya sendiri. Kemudian tanpa memperkenalkan diri, Sang Buddha lalu berkata,"O, saudara-Ku, Aku akan memberimu satu pelajaran. Dengar dan perhatikan baik-baik apa yang akan Aku katakan."
"Baiklah sahabat", jawab pertapa muda itu. Sesudah itu Sang Buddha menerangkan ajaran-Nya tentang Kesunyataan.
Akhirnya, insaflah Pukkusàti bahwa orang yang sedang berbicara kepadanya adalah Sang Buddha sendiri. Lantas ia beridiri dan memberi hormat dengan berlutut di hadapan Sang Buddha sambil mohon diampuni atas kekurangajarannya karena telah memanggil Sang Buddha dengan kata-kata "sahabat".
(Jika ingin meilhat cerita2 terbaru lihat saja di halaman terakhir...trims)
Bila semua manusia sudah terbuka hatinya sejak dilahirkan, tidak akan ada kekacauan apapun di muka bumi.
Bagaimana aku bisa mengetahui bahwa hati ku sudah terbuka??
Pada saat dimana kau mampu memberikan senyum yang tulus kepada orang yang tidak kau sukai,
pada saat kau mampu memaafkan dan melupakan semua perbuatan orang yang menyakitimu,
pada saat kau mampu menyayangi/membantu sesama tanpa memandang fisik, bentuk, agama, ras, suku maupun latar belakang.
Damai di hati, damai di bumi….
Segala milikku yang kucintai dan kusenangi akan berubah, akan terpisah dariku
Aku adalah pemilik karmaku sendiri,
Pewaris karmaku sendiri,
Lahir dari karmaku sendiri,
Berhubungan dengan karmaku sendiri,
Terlindung dari karmaku sendiri,
Apapun karma yang kuperbuat,
baik atau buruk,
Itulah yang akan kuwarisi
Hendaklah ini kerap kali direnungkan.
Mengenal ke-Buddha-an
Barang siapa mengenal pikirannya,
Ia akan mengenal kesadarannya.
Barang siapa mengenal kesadarannya,
Ia mengenal ke-Buddha-annya.
Sang Buddha menemukan resep,
dan saya meramu obatNya.
Sang Buddha meninggalkan warisan resep obat mujarab,
saya pewaris yang meramu resep obatNya.
Bagaikan setitik embun... yang berasal dari lautan..
Bila telah bersatu kembali menuju lautan,
Siapakah saya ?...
Demikian dengan ke-Buddha-an.
Bila telah mengetahui jati diri dan kesadaran,
Siapakah Buddha ?

Kecap enak tetap kecap enak, kita gak makan merknya...
(Majjhima Nikàya 140, Dhatuvibhanga-sutta)
Pada suatu malam Sang Buddha bermalam di suatu pondok seorang pembuat guci tanah liat. Dalam pondok itu ada seorang pertapa muda bernama Pukkusàti yang telah lebih dahulu datang ke tempat itu. Mereka tidak saling mengenal. Sang Buddha mengamat-ngamati pertapa itu dan berpikir,"Pertapa muda ini memiliki pembawaan yang menyenangkan sekali.Alangkah baiknya kalau Aku bicara satu dua patah kata dengan orang ini." Sang Buddha kemudian bertanya,"Saudara-Ku, untuk apakah kau meninggalkan rumahmu dan siapakah nama gurumu atau ajaran siapakah yang kau anut?"
Pertapa muda itu menjawab,"Orang telah memberitahuku tentang seorang pertapa yang bernama Gotama dari Suku Sàkya yang menurut mereka telah mencapai kebijaksanaan sempurna. Beliau itulah yang membuat aku menjadi seorang pertapa dan Beliau pula yang menjadi guruku dan aku menjunjung tinggi ajaran-Nya."
"Tahukah Anda di mana orang bijaksana itu sekarang berada?"
"Aku dengar bahwa Beliau sekarang berada di suatu tempat yang disebut Sàvathi."
"Pernahkah Anda melihat orang bijaksana itu dan dapatkah Anda mengenalinya kalau sekiranya Anda bertemu dengannya?"
"Dengan sebenarnya, aku belum pernah melihat orang bijaksana itu dan aku juga tidak dapat mengenalnya kalau sekiranya aku bertemu dengannya."
Sang Buddha sekarang mengetahui bahwa pertapa muda itu menjadi seorang pertapa karena menganut ajaran-Nya sendiri. Kemudian tanpa memperkenalkan diri, Sang Buddha lalu berkata,"O, saudara-Ku, Aku akan memberimu satu pelajaran. Dengar dan perhatikan baik-baik apa yang akan Aku katakan."
"Baiklah sahabat", jawab pertapa muda itu. Sesudah itu Sang Buddha menerangkan ajaran-Nya tentang Kesunyataan.
Akhirnya, insaflah Pukkusàti bahwa orang yang sedang berbicara kepadanya adalah Sang Buddha sendiri. Lantas ia beridiri dan memberi hormat dengan berlutut di hadapan Sang Buddha sambil mohon diampuni atas kekurangajarannya karena telah memanggil Sang Buddha dengan kata-kata "sahabat".