• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Renungan Harian... (untuk yang mau membuka hati nuraninya)

SILA PERTAMA: MENGHORMATI KEHIDUPAN

Menyadari penderitaan yang diakibatkan oleh hancurnya kehidupan,
saya berjanji untuk menumbuhkan welas kasih dan mempelajari segala cara untuk melindungi kehidupan manusia, binatang, tumbuhan maupun mineral.
Saya berketetapan hati untuk tidak membunuh, tidak membiarkan yang lain untuk membunuh, dan tidak mendukung segala bentuk pembunuhan apapun di dunia, tidak juga dalam pikiranku, tidak juga dalam pilihan sikap hidupku.


SILA KEDUA: KEMURAHAN HATI

Menyadari penderitaan yang diakibatkan oleh eksploitasi, ketidak-adilan sosial, pencurian dan penindasan,
Saya berjanji untuk menumbuhkan cinta kasih dan mempelajari segala cara untuk meningkatkan kesejahteraan bagi manusia, binatang, tumbuhan maupun mineral.
Saya berjanji untuk melatih kemurahan hati dengan saling berbagi waktu, energi, dan sumber daya material dengan semua yang benar-benar membutuhkannya.
Saya berketetapan hati untuk tidak mencuri, dan tidak memiliki apa yang seharusnya menjadi milik orang lain.
Saya akan selalu menghormati kepemilikian orang lain, dan saya akan berupaya untuk menghalangi mereka yang mengambil keuntungan di atas penderitaan orang lain, juga di atas penderitaan species lain di dunia.


SILA KETIGA: TANGGUNG JAWAB SEKSUAL

Menyadari penderitaan yang diakibatkan oleh perbuatan seksual yang tidak seharusnya,
saya berjanji untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab dan mempelajari segala cara untuk melindungi keselamatan maupun integritas(kehormatan) individu, pasangan, keluarga, maupun masyarakat.
Saya berketetapan hati untuk tidak terlibat dalam hubungan seksual tanpa rasa cinta dan komitmen jangka panjang.
Untuk melindungi kebahagiaan diriku maupun orang lain,
Saya berketetapan hati untuk menghormati komitmen diriku, juga komitmen orang lain.
Saya akan melakukan segala sesuatu yang di dalam batas kemampuanku untuk melindungi anak-anak dari kejahatan seksual, juga berupaya untuk menghindarkan hancurnya pasangan maupun keluarga sebagai akibat dari perbuatan seksual yang tidak seharusnya.


SILA KEEMPAT: MENDENGARKAN DENGAN MENDALAM DAN PEMBICARAAN YANG PENUH KASIH SAYANG

Menyadari penderitaan yang diakibatkan oleh pembicaraan yang tidak bertanggung jawab dan ketidak mampuan untuk mendengarkan orang lain,
saya berikrar untuk membiasakan pembicaraan yang penuh kasih sayang dan mendengarkan dengan mendalam demi untuk membawa keceriaan dan kebahagiaan untuk orang lain dan membebaskan mereka dari penderitaan mereka.
Mengetahui bahwa pembicaraan dapat menghasilkan kebahagiaan maupun penderitaan,
Saya berikrar untuk berbicara dengan sebenar-benarnya, dengan kata-kata yang akan membawa rasa percaya diri, kegembiraan dan harapan.
Saya berketetapan hati untuk tidak menyebarkan berita yang tidak dapat saya pastikan kebenarannya dan tidak akan mengkritik apalagi sampai menyalahkan apa yang saya belum dapat pastikan.
Saya akan menghindari pembicaraan yang hanya akan mengakibatkan perpecahan dan cekcok, yang hanya akan mengakibatkan hancurnya keluarga dan komunitas.
Saya akan menjalankan segala upaya untuk rekonsiliasi dan menyelesaikan segala konflik, yang paling kecil sekalipun.


SILA KELIMA: DIET BAGI MASYARAKAT YANG PENUH KESADARAN

Menyadari penderitaan yang diakibatkan oleh konsumsi yang ‘tanpa kesadaran’,
Saya berikrar untuk mempertahankan kesehatan, jasmani maupun kejiwaan, untuk diriku, keluargaku, dan masyarakat-ku dengan menjalankan pola makan, minum dan konsumsi yang penuh kesadaran.
Saya berikrar untuk hanya makan yang tidak mengganggu kedamaian, kenyamanan dan keceriaan pada tubuhku, kesadaranku, dan pada tubuh kolektif keluarga dan masyarakatku.
Saya berketetapan hati untuk tidak mengkonsumsi alkohol atau bentuk narkotika apapun, juga tidak makan apapun yang memabukkan, juga tidak yang berbentuk program TV , majalah, buku, film maupun pembicaraan tertentu.
Saya menyadari, jika sampai merusak tubuh maupun kesadaranku dengan racun-racun ini,
berarti telah mengkhianati leluhur-ku, orang tua-ku, masyarakat-ku juga semua generasi yang akan datang.
Saya akan mengupayakan untuk merubah segala bentuk kekerasan, ketakutan, kemarahan maupun kegalauan dalam diriku maupun dalam masyarakat dengan menjalani diet tertentu bagi diriku pribadi maupun bagi masyarakat.
Saya menyadari diet yang sepantasnya adalah sangat krusial untuk transformasi diri, dan transformasi masyarakat.


(Thich Nhat Hanh)​


.
 
Pertapa Muda dan Kepiiting

Suatu ketika di sore hari yang terasa teduh, nampak seorang pertapa muda sedang bermeditasi di bawah pohon, tidak jauh dari tepi sungai. Saat sedang berkonsentrasi memusatkan pikiran, tiba-tiba perhatian pertapa itu terpecah kala mendengarkan gemericik air yang terdengar tidak beraturan.

Perlahan-lahan, ia kemudian membuka matanya. Pertapa itu segera melihat ke arah tepi sungai di mana sumber suara tadi berasal. Ternyata, di sana nampak seekor kepiting yang sedang berusaha keras mengerahkan seluruh kemampuannya untuk meraih tepian sungai sehingga tidak hanyut oleh arus sungai yang deras.

Melihat hal itu, sang pertapa merasa kasihan. Karena itu, ia segera mengulurkan tangannya ke arah kepiting untuk membantunya. Melihat tangan terjulur, dengan sigap kepiting menjepit jari si pertapa muda. Meskipun jarinya terluka karena jepitan capit kepiting, tetapi hati pertapa itu puas karena bisa menyelamatkan si kepiting.

Kemudian, dia pun melanjutkan kembali pertapaannya. Belum lama bersila dan mulai memejamkan mata, terdengar lagi bunyi suara yang sama dari arah tepi sungai. Ternyata kepiting tadi mengalami kejadian yang sama. Maka, si pertapa muda kembali mengulurkan tangannya dan membiarkan jarinya dicapit oleh kepiting demi membantunya.

Selesai membantu untuk kali kedua, ternyata kepiting terseret arus lagi. Maka, pertapa itu menolongnya kembali sehingga jari tangannya makin membengkak karena jepitan capit kepiting.

Melihat kejadian itu, ada seorang tua yang kemudian datang menghampiri dan menegur si pertapa muda, "Anak muda, perbuatanmu menolong adalah cerminan hatimu yang baik. Tetapi, mengapa demi menolong seekor kepiting engkau membiarkan capit kepiting melukaimu hingga sobek seperti itu?"

"Paman, seekor kepiting memang menggunakan capitnya untuk memegang benda. Dan saya sedang melatih mengembangkan rasa belas kasih. Maka, saya tidak mempermasalahkan jari tangan ini terluka asalkan bisa menolong nyawa mahluk lain, walaupun itu hanya seekor kepiting," jawab si pertapa muda dengan kepuasan hati karena telah melatih sikap belas kasihnya dengan baik.

Mendengar jawaban si pertapa muda, kemudian orang tua itu memungut sebuah ranting. Ia lantas mengulurkan ranting ke arah kepiting yang terlihat kembali melawan arus sungai. Segera, si kepiting menangkap ranting itu dengan capitnya. " Lihat Anak muda. Melatih mengembangkan sikap belas kasih memang baik, tetapi harus pula disertai dengan kebijaksanaan. Bila tujuan kita baik, yakni untuk menolong mahluk lain, bukankah tidak harus dengan cara mengorbankan diri sendiri. Ranting pun bisa kita manfaatkan, betul kan?"

Seketika itu, si pemuda tersadar. "Terima kasih paman. Hari ini saya belajar sesuatu. Mengembangkan cinta kasih harus disertai dengan kebijaksanaan. Di kemudian hari, saya akan selalu ingat kebijaksanaan yang paman ajarkan."

Pembaca yang budiman,

Mempunyai sifat belas kasih, mau memerhatikan dan menolong orang lain adalah perbuatan mulia, entah perhatian itu kita berikan kepada anak kita, orang tua, sanak saudara, teman, atau kepada siapa pun. Tetapi, kalau cara kita salah, seringkali perhatian atau bantuan yang kita berikan bukannya memecahkan masalah, namun justru menjadi bumerang. Kita yang tadinya tidak tahu apa-apa dan hanya sekadar berniat membantu, malah harus menanggung beban dan kerugian yang tidak perlu.

Karena itu, adanya niat dan tindakan berbuat baik, seharusnya diberikan dengan cara yang tepat dan bijak. Dengan begitu, bantuan itu nantinya tidak hanya akan berdampak positif bagi yang dibantu, tetapi sekaligus membahagiakan dan membawa kebaikan pula bagi kita yang membantu.


Salam sukses luar biasa!!!


di atas adalah merupakan sebuah cerita oleh Andrie Wongso yang telah berputar terus melalui link email.

Cerita tersebut bagus untuk melengkapi Renungan "The Scorpion and the Old Man"
https://www.forum.or.id/showpost.php?p=771497&postcount=25

Kan En..

.
 
YOU SPIT, I BOW
(From: One Bird One Stone: 108 American Zen Stories by Sean Murphy)

The morning after Philip Kapleau and Professor Phillips arrived at Ryutakuji Monastery they were given a tour of the place by Abbot Soen Nakagawa. Both Americans had been heavily influenced by tales of ancient Chinese masters who'd destroyed sacred texts, and even images of the Buddha, in order to free themselves from attachment to anything. They were thus surprised and disturbed to find themselves being led into a ceremonial hall, where the Roshi invited them to pay respects to a statue of the temple's founder, Hakuin Zenji, by bowing and offering incense.

On seeing Nakagawa bow before the image, Phillips couldn't contain himself, and burst out: "The old Chinese masters burned or spit on Buddha statues! Why do you bow down before them?"

"If you want to spit, you spit," replied the Roshi. "I prefer to bow."


***
 
Perangkap utk monyet, Perangkap utk manusia

stupidmonkey.gif


Teman, saya pernah membaca artikel menarik tentang teknik berburu monyet di hutan-hutan Afrika. Caranya begitu unik. Sebab, teknik itu memungkinkan si pemburu menangkap monyet dalam keadaan hidup-hidup tanpa cedera sedikitpun. Maklum, ordernya memang begitu. Sebab, monyet-monyet itu akan digunakan sebagai hewan percobaan atau binatang sirkus di Amerika.
Cara menangkapnya sederhana saja.

Sang pemburu hanya menggunakan toples berleher panjang dan sempit. Toples itu diisi kacang yang telah diberi aroma. Tujuannya, agar mengundang monyet-monyet datang. Setelah diisi kacang, toples-toples itu ditanam dalam tanah dengan menyisakan mulut toples dibiarkan tanpa tutup.
Para pemburu melakukannya di sore hari. Besoknya, mereka tinggal meringkus monyet-monyet yang tangannya terjebak di dalam botol tak bisa dikeluarkan. Kok, bisa ? Tentu kita sudah tahu jawabnya. Monyet-monyet itu tertarik pada aroma yang keluar dari setiap toples. Mereka mengamati lalu memasukkan tangan untuk mengambil kacang-kacang yang ada di dalam. Tapi karena menggenggam kacang, monyet-monyet itu tidak bisa menarik keluar tangannya. Selama mempertahankan kacang-kacang itu, selama itu pula mereka terjebak. Toples itu terlalu berat untuk diangkat. Jadi, monyet-monyet itu tidak akan dapat pergi ke mana-mana !
Teman, kita mungkin akan tertawa melihat tingkah bodoh monyet-monyet itu. Tapi, tanpa sadar sebenarnya kita mungkin sedang menertawakan diri sendiri. Ya, kadang kita bersikap seperti monyet-monyet itu. Kita sering mengenggam erat-erat setiap pikiran yang mengganjal hati kita layaknya monyet menggenggam kacang. Kita sering mendendam, tak mudah memberi maaf, tak mudah melepaskan maaf. Mulut mungkin berkata ikhlas, tapi bara amarah masih ada di dalam dada. Kita tak pernah bisa melepasnya. Bahkan, kita bertindak begitu bodoh, membawa “toples-toples” itu ke mana pun kita pergi. Dengan beban berat itu, kita berusaha untuk terus berjalan. Tanpa sadar, kita sebenarnya sedang terperangkap penyakit pikiran dan hati yang akut.
Teman, sebenarya monyet-monyet itu bisa bebas dan selamat jika mau membuka genggaman tangannya. Dan, kita pun akan terbebas dari pikiran yang mengganjal dan penyakit hati jika sebelum tidur kita mau melepaskan semua pikiran yang mengganjal dan “rasa tidak enak” terhadap siapapun yang berinteraksi dengan kita. Dengan begitu kita akan mendapati hari esok begitu cerah dan menghadapinya dengan senyum…. Jadi, kenapa kita tetap menggenggam pikiran yang mengganjal dan juga perasan tidak enak itu ?
 
sy pernah mendengar ini......wah benar-benar mengingatkan saya pada diri ku yang belum benar-benar bebas. @_@
 
Kisah uang kertas 1000 dan 100.000

Suatu hari Bank mencetak uang kertas baru yaitu 1000 dan 100.000, kemudian antara 1000 dan 100.000 berdialog:
1000 : hai teman, wah senangnya, kita baru dan wangi nih orang2 pasti senang melihat kita yang masih baru dan wangi lagi.
100.000 : iya nih, sebentar lagi kita pasti diperebutkan nih, terutama aku hahaha
kemudian mereka pun berpisah, karena sudah masuk ke dompet masing2 orang

setelah 1 bulan kemudian, 1000 dan 100.000 itu bertemu kembali, dan 100.000 terkejut melihat tampang 1000 yg sudah kucel, bau, lecek
100.000 : hai teman, kenapa kamu bisa sampai kucel, bau dan lecek begini, kamu liat aku masih wangi, rapi begini, apa yg terjadi sama kamu
1000 : iya nih, kamu tau ngak, sejak keluar dari bank kemarin, aku bertahan di dompet org cuma 1 hari setelah itu aku pindah ke dompet berikutnya kemudian ke kantong kenek bis,lalu ke penjual sayur, daging, dan yg paling parah aku masuk dalam kantong plastik yg penuh dengan darah dan tai ayam ato daging2 lain, sempet aku merasa aman di laci pemilik warung makanan, toko, tapi pokoknya pindah2 terus sampai jadi beginilah aku, bau, kucel, lecek, hikhik…
100.000 : wah, kasihan yah kamu, kalo aku sih sejak keluar dari bank, masih bertahan di dompet org bbrp hari, kemudian kalo pindah tangan pun ke dompet lainnya yang bagus, apalagi kalo ke dompet cewek, tambah wangi aku krn ada parfum hehe,dan kadang2 aku bertahan di laci toko elite cukup lama, yg pasti kalo aku pindah ngak akan ke tempat seperti yg kamu ceritakan itu
1000 : beruntung sekali kamu, yah mungkin memang nasibku cuma seribu rupiah yg nilainya kecil, tapi ada satu hal yg aku bangga, karena aku jg sering masuk ke kotak2 amal di bbrp tempat dan byk bertemu teman2ku yg sama dan ada jg yg lain seperti 5000,10.000,dll, tapi aku jrg sekali liat kamu di situ.

Demikianlah kisahnya, kalo ada kesamaan cerita di tempat lain, harap maklum :D
 
@netral08

maksudnya tentang perbedaan nilai kebajikan masing2 yah..;)
nice posting >:D<
 
@imhereyahum
bisa di jelasin gak maksudnya dari pemikiran anda, kalo boleh tau:)
 
@TS,
Wah bagus banget trit nya bro....:D

Hopefully bisa disticky ya bro....>:D<

GRP for u bro...

Wak sorry ga liat kalo dah di sticky ....

@Yang Terakhir,
Maaf tapi kalo bisa kasi translatenya donk....

Maklum Inggris saya pas2an doang...:D
 
Touching Story from India

Istriku berkata kepada aku yang sedang baca koran: "Berapa lama lagi kamu baca koran itu? Tolong kamu ke sini dan bantu anak perempuanmu tersayang untuk makan. Aku taruh koran dan melihat anak perempuanku satu-satunya, namanya Sindu. Tampak ketakutan, air matanya banjir. Di depannya ada semangkuk nasi berisi nasi susu asam/ yoghurt (nasi khas India/ curd rice).

Sindu anak yg manis dan termasuk pintar dalam usianya yang baru 8 tahun. Dia sangat tidak suka makan curd rice ini. Ibu dan istriku masih kuno, mereka percaya sekali kalau makan curd rice ada "cooling effect". Aku mengambil mangkok dan berkata "Sindu sayang, demi ayah, maukah kamu makan beberapa sendok curd rice ini? Kalau tidak, nanti ibumu akan teriak-teriak sama ayah."
Aku bisa merasakan istriku cemberut di belakang punggungku. Tangis Sindu mereda dan ia menghapus air mata dengan tangannya, lalu berkata, "Boleh ayah, akan saya makan curd rice ini tidak hanya beberapa sendok, tapi semuanya akan saya habiskan. Tapi saya akan minta..." Sindu agak ragu-ragu sejenak saat akan minta sesuatu sama ayah bila habis semua nasinya. "Apakah ayah mau berjanji memenuhi permintaan saya?" Aku menjawab, "Oh... pasti sayang."
Sindu tanya sekali lagi, "Betul nih ayah?" "Yah pasti" sambil menggenggam tangan anakku yang kemerahmudaan dan lembut sebagai tanda setuju. Sindu juga mendesak ibunya untuk janji hal yang sama. Istriku menepuk tangan Sindu yang merengek sambil berkata tanpa emosi, "Janji" kata istriku. Aku sedikit khawatir dan berkata: "Sindu jangan minta komputer atau barang-barang lain yang mahal yah, karena ayah saat ini tidak punya uang." Sindu menjawab, "Jangan khawatir, Sindu tidak minta barang-barang mahal kok.
Kemudian Sindu dgn perlahan-lahan dan kelihatannya sangat menderita, dia bertekad menghabiskan semua nasi susu asam itu. Dalam hatiku, aku marah sama istri dan ibuku yang memaksa Sindu untuk makan sesuatu yang tidak disukainya. Setelah Sindu melewati penderitaannya, dia mendekatiku dengan mata penuh harap. Dan semua perhatian (aku, istriku, dan juga ibuku) tertuju kepadanya. Ternyata Sindu mau kepalanya digundulin/ dibotakin pada hari Minggu. Istriku spontan berkata, "Permintaan gila, anak perempuan dibotakin? Tidak mungkin!" Juga ibuku menggerutu jangan terjadi dalam keluarga kita, dia terlalu banyak nonton TV. Dan program-program TV itu sudah merusak kebudayaan kita.

Aku coba membujuk, "Sindu kenapa kamu tidak minta hal yang lain. Kami semua akan sedih melihatmu botak." Tapi Sindu tetap dengan pilihannya, "Tidak ada 'yah, tak ada keinginan lain" kata Sindu. Aku coba memohon kepada Sindu, "Tolonglah kenapa kamu tidak mencoba untuk mengerti perasaan kami." Sindu dengan menangis berkata: "Ayah sudah melihat bagaimana menderitanya saya menghabiskan nasi susu asam itu. Dan ayah sudah berjanji untukmemenuhi permintaan saya, kenapa ayah sekarang mau menarik/ menjilat ludah sendiri? Bukankah Ayah sudah mengajarkan pelajaran moral, bahwa kita harus memenuhi janji kita terhadap seseorang apapun yang terjadi, seperti Raja Harishchandra (raja India jaman dahulu kala) untuk memenuhi janjinya rela memberikan tahta, harta/ kekuasaannya, bahkan nyawa anaknya sendiri?"
Sekarang aku memutuskan untuk memenuhi permintaan anakku, "Janji kita harus ditepati." Secara serentak istri dan ibuku berkata, Apakah kau sudah gila?" "Tidak," jawabku. "Kalau kita menjilat ludah sendiri, dia tidak akan pernah belajar bagaimana menghargai dirinya sendiri. Sindu permintaanmu akan kami penuhi."
Dengan kepala botak, wajah Sindu nampak bundar dan matanya besar dan bagus. Hari Senin, aku mengantarnya ke sekolah, sekilas aku melihat Sindu botak berjalan ke kelasnya dan melambaikan tangan kepadaku. Sambil tersenyum aku membalas lambaian tangannya. Tiba-tiba seorang anak laki-laki keluar dari mobil sambil berteriak, "Sindu tolong tunggu saya." Yang mengejutkanku, ternyata kepala anak laki-laki itu botak. Aku berpikir mungkin "botak" model adalah jaman sekarang.

Tanpa memperkenalkan dirinya seorang wanita keluar dari mobil dan berkata, "Anak Anda, Sindu, benar-benar hebat. Anak laki-laki yang jalan bersama-sama dia sekarang, Harish, adalah anak saya. Dia menderita leukemia (kanker darah)." Wanita itu berhenti sejenak, menangis tersedu-sedu. "Bulan lalu Harish tidak masuk sekolah, karena pengobatan chemo therapy kepalanya menjadi botak, jadi dia tidak mau pergi ke sekolah karena takut diejek/ dihina oleh teman-teman sekelasnya. Nah... Minggu lalu Sindu datang ke rumah dan berjanji kepada anak saya untuk mengatasi ejekan yang mungkin terjadi. Hanya saya betul-betul tidak menyangka kalau Sindu mau mengorbankan rambutnya yang indah untuk anakku, Harish. Tuan dan istri tuan sungguh diberkati Tuhan mempunyai anak perempuan yang berhati mulia. Aku berdiri terpaku dan aku menangis. Malaikat kecilku, "Tolong ajarkan aku tentang kasih."
 
8 KEBOHONGAN IBU

Cerita bermula ketika aku masih kecil, aku terlahir sebagai seorang anak laki-laki di sebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan saja, seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberikan bagian nasinya untukku. Sambil memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata : "Makanlah nak, aku tidak lapar" ----------KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA

Ketika saya mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan waktu senggangnya untuk pergi memancing di kolam dekat rumah, ibu berharap dari ikan hasil pancingan, ia dapat memberikan sedikit makanan bergizi untuk pertumbuhan. Sepulang memancing, ibu memasak sup ikan yang segar dan mengundang selera. Sewaktu aku memakan sup ikan itu, ibu duduk disamping kami dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang yang merupakan bekas sisa tulang ikan yang aku makan. Aku melihat ibu seperti itu, hati juga tersentuh, lalu menggunakan suduku dan memberikannya kepada ibuku. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya, ia berkata : "Makanlah nak, aku tidak suka makan ikan" ----------KEBOHONGAN IBU YANG KE DUA

Sekarang aku sudah masuk Sekolah Menengah, demi membiayai sekolah abang dan kakakku, ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah kotak mancis untuk ditempel, dan hasil tempelannya itu membuahkan sedikit uang untuk menutupi kepentingan hidup. Di kala musim sejuk tiba, aku bangun dari tempat tidurku, melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan dengan gigihnya melanjutkan pekerjaannya menempel kotak mancis. Aku berkata : "Ibu, tidurlah, sudah malam, besok pagi ibu masih harus kerja." Ibu tersenyum dan berkata : "Cepatlah tidur nak, aku tidak penat" ----------KEBOHONGAN IBU YANG KE TIGA

Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat menemaniku pergi ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai menyinari, ibu yang tegar dan gigih menunggu aku di bawah terik matahari selama beberapa jam. Ketika bunyi loceng berbunyi, menandakan ujian sudah selesai. Ibu dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah disiapkan dalam botol yang dingin untukku. Teh yang begitu kental tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang yang jauh lebih kental. Melihat ibu yang dibanjiri peluh, aku segera memberikan gelasku untuk ibu sambil menyuruhnya minum. Ibu berkata : "Minumlah nak, aku tidak haus!" ----------KEBOHONGAN IBU YANG KE EMPAT

Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus merangkap sebagai ayah dan ibu. Dengan berpegang pada pekerjaan dia yang dulu, dia harus membiayai keperluan hidup sendiri. Kehidupan keluarga kita pun semakin susah dan susah. Tiada hari tanpa penderitaan. Melihat kondisi keluarga yang semakin parah, ada seorang pakcik yang baik hati yang tinggal di dekat rumahku pun membantu ibuku baik masalah besar maupun masalah kecil. Tetangga yang ada di sebelah rumah melihat kehidupan kita yang begitu sengsara, seringkali menasehati ibuku untuk menikah lagi. Tetapi ibu yang memang keras kepala tidak mengindahkan nasehat mereka, ibu berkata : "Saya tidak butuh cinta" ----------KEBOHONGAN IBU YANG KE LIMA

Setelah aku, kakakku dan abangku semuanya sudah tamat dari sekolah dan bekerja, ibu yang sudah tua sudah waktunya pencen. Tetapi ibu tidak mahu, ia rela untuk pergi ke pasar setiap pagi untuk jualan sedikit sayur untuk memenuhi keperluan hidupnya. Kakakku dan abangku yang bekerja di luar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk membantu memenuhi keperluan ibu, tetapi ibu berkeras tidak mau menerima uang tersebut. Malahan mengirim balik uang tersebut. Ibu berkata : "Saya ada duit" ----------KEBOHONGAN IBU YANG KE ENAM

Setelah lulus dari ijazah, aku pun melanjutkan pelajaran untuk buat master dan kemudian memperoleh gelar master di sebuah universitas ternama di Amerika berkat sebuah beasiswa di sebuah syarikat swasta. Akhirnya aku pun bekerja di syarikat itu. Dengan gaji yang lumayan tinggi, aku bermaksud membawa ibuku untuk menikmati hidup di Amerika. Tetapi ibu yang baik hati, bermaksud tidak mau menyusahkan anaknya, ia berkata kepadaku : "Aku tak biasa tinggal di negara orang" ----------KEBOHONGAN IBU YANG KE TUJUH

Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit kanser usus, harus dirawat di hospital, aku yang berada jauh di seberang samudera atlantik terus segera pulang untuk menjenguk ibunda tercinta. Aku melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya setelah menjalani pembedahan. Ibu yang kelihatan sangat tua, menatap aku dengan penuh kerinduan. Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya terkesan agak kaku karena sakit yang ditahannya. Terlihat dengan jelas betapa penyakit itu menjamahi tubuh ibuku sehingga ibuku terlihat lemah dan kurus kering. Aku menatap ibuku sambil berlinang air mata. Hatiku perit, sakit sekali melihat ibuku dalam keadaan seperti ini. Tetapi ibu dengan tegarnya berkata : "Jangan menangis anakku, Aku tidak kesakitan" ----------KEBOHONGAN IBU YANG KE DELAPAN.

Setelah mengucapkan kebohongannya yang kelapan, ibuku tercinta menutup matanya untuk yang terakhir kalinya. Dari cerita di atas, saya percaya teman-teman sekalian pasti merasa tersentuh dan ingin sekali mengucapkan : "Terima kasih ibu..!" Coba dipikir-pikir teman, sudah berapa lamakah kita tidak menelepon ayah ibu kita? Sudah berapa lamakah kita tidak menghabiskan waktu kita untuk berbincang dengan ayah ibu kita? Di tengah-tengah aktivitas kita yang padat ini, kita selalu mempunyai beribu-ribu alasan untuk meninggalkan ayah ibu kita yang kesepian. Kita selalu lupa akan ayah dan ibu yang ada di rumah. Jika dibandingkan dengan pasangan kita, kita pasti lebih peduli dengan pasangan kita. Buktinya, kita selalu risau akan kabar pasangan kita, risau apakah dia sudah makan atau belum, risau apakah dia bahagia bila di samping kita. Namun, apakah kita semua pernah merisaukan kabar dari orangtua kita? Risau apakah orangtua kita sudah makan atau belum? Risau apakah orangtua kita sudah bahagia atau belum? Apakah ini benar? Kalau ya, coba kita renungkan kembali lagi... Di waktu kita masih mempunyai kesempatan untuk membalas budi orangtua kita, lakukanlah yang terbaik. Jangan sampai ada kata "MENYESAL" di kemudian hari.
 
Zhang Da, Sebuah Kisah Teladan dari Negeri China

Di provinsi Zhejiang China, ada seorang anak laki yang luar biasa, sebut saja namanya Zhang Da. Perhatiannya yang besar kepada papanya, hidupnya yang pantang menyerah dan mau bekerja keras, serta tindakan dan perkataannya yang menyentuh hati, membuat Zhang Da, anak lelaki yang masih berumur 10 tahun ketika memulai semua itu, pantas disebut anak yang luar biasa. Saking jarangnya seorang anak yang berbuat demikian, sehingga ketika pemerintah China mendengar dan menyelidiki apa yang Zhang Da perbuat, maka mereka pun memutuskan untuk menganugerahi penghargaan negara yang tinggi kepadanya.

Zhang Da adalah salah satu dari sepuluh orang yang dinyatakan telah melakukan perbuatan yang luar biasa dari antara 1,4 milyar penduduk China. Tepatnya 27 Januari 2006 pemerintah China, di provinsi Jiangxu, kota Nanjing, serta disiarkan secara nasional ke seluruh pelosok negeri, memberikan penghargaan kepada 10 (sepuluh) orang yang luar biasa, salah satunya adalah Zhang Da.

Mengikuti kisahnya di televisi, membuat saya ingin menuliskan cerita ini untuk melihat semangatnya yang luar biasa. Bagi saya Zhang Da sangat istimewa dan luar biasa karena ia termasuk 10 orang yang paling luar biasa di antara 1,4 milyar manusia. Atau lebih tepatnya ia adalah yang terbaik di antara 140 juta manusia. Tetapi jika kita melihat apa yang dilakukannya dimulai ketika ia berumur 10 tahun dan terus dia lakukan sampai sekarang (ia kini berumur 15 tahun), dan satu-satunya anak diantara 10 orang yang luar biasa tersebut maka saya bisa katakan bahwa Zhang Da dan apa yang dilakukannya, maka saya mau katakan bahwa ia luar biasa di antara 1,4 milyar penduduk China.

Pada waktu tahun 2001, Zhang Da ditinggal pergi oleh mamanya yang sudah tidak tahan hidup menderita karena miskin dan karena suami yang sakit keras. Dan sejak hari itu Zhang Da hidup dengan seorang papa yang tidak bisa bekerja, tidak bisa berjalan, dan sakit-sakitan. Kondisi ini memaksa seorang bocah ingusan yang waktu itu belum genap 10 tahun untuk mengambil tanggung jawab yang sangat berat. Ia harus sekolah, ia harus mencari makan untuk papanya dan juga dirinya sendiri. Ia juga harus memikirkan obat-obat yang yang pasti tidak murah untuk dia. Dalam kondisi yang seperti inilah kisah luar biasa Zhang Da dimulai. Ia masih terlalu kecil untuk menjalankan tanggung jawab yang susah dan pahit ini. Ia adalah salah satu dari sekian banyak anak yang harus menerima kenyataan hidup yang pahit di dunia ini. Tetapi yang membuat Zhang Da berbeda adalah bahwa ia tidak menyerah. Hidup harus terus berjalan, tapi tidak dengan melakukan kejahatan, melainkan memikul tanggung jawab untuk meneruskan kehidupannya dan papanya. Demikian ungkapan Zhang Da ketika menghadapi utusan pemerintah yang ingin tahu apa yang dikerjakannya.

Ia mulai lembaran baru dalam hidupnya dengan terus bersekolah. Dari rumah sampai sekolah harus berjalan kaki melewati hutan kecil. Dalam perjalanan dari dan ke sekolah itulah, ia mulai makan daun, biji-bijian dan buah-buahan yang ia temui. Kadang juga ia menemukan sejenis jamur, atau rumput dan ia coba memakannya. Dari mencoba-coba makan itu semua, ia tahu mana yang masih bisa ditolerir oleh lidahnya dan mana yang tidak bisa ia makan. Setelah jam pulang sekolah, di siang hari dan juga sore hari, ia bergabung dengan beberapa tukang batu untuk membelah batu-batu besar dan memperoleh upah dari pekerjaan itu. Hasil kerja sebagai tukang batu ia gunakan untuk membeli beras dan obat-obatan untuk papanya. Hidup seperti ini ia jalani selama lima tahun tetapi badannya tetap sehat, segar dan kuat.

Zhang Da Merawat Papanya yang Sakit
Sejak umur 10 tahun, ia mulai tanggung jawab untuk merawat papanya. Ia menggendong papanya ke WC, ia menyeka dan sekali-sekali memandikan papanya. Ia membeli beras dan membuat bubur, dan segala urusan papanya. Semua ia kerjakan dengan rasa tanggung jawab dan kasih. Semua pekerjaan ini menjadi tanggung jawabnya sehari-hari.

Zhang Da Menyuntik Sendiri Papanya
Obat yang mahal dan jauhnya tempat berobat membuat Zhang Da berpikir untuk menemukan cara terbaik untuk mengatasi semua ini. Sejak umur 10 tahun ia mulai belajar tentang obat-obatan melalui sebuah buku bekas yang ia beli. Yang membuatnya luar biasa adalah ia belajar bagaimana seorang suster memberikan injeksi/suntikan kepada pasiennya. Setelah ia rasa ia mampu, ia nekad untuk menyuntik papanya sendiri. Saya sungguh kagum, kalau anak kecil main dokter-dokteran dan suntikan itu sudah biasa. Tapi jika anak 10 tahun memberikan suntikan seperti layaknya suster atau dokter yang sudah biasa memberi injeksi saya baru tahu hanya Zhang Da. Orang bisa bilang apa yang dilakukannya adalah perbuatan nekad, saya pun berpendapat demikian. Namun jika kita bisa memahami kondisinya maka saya ingin katakan bahwa Zhang Da adalah anak cerdas yang kreatif dan mau belajar untuk mengatasi kesulitan yang sedang ada dalam hidup dan kehidupannya. Sekarang pekerjaan menyuntik papanya sudah dilakukannya selama lebih kurang lima tahun, maka Zhang Da sudah trampil dan ahli menyuntik.

Aku Mau Mama Kembali
Ketika mata pejabat, pengusaha, para artis dan orang terkenal yang hadir dalam acara penganugerahan penghargaan tersebut sedang tertuju kepada Zhang Da, pembawa acara (MC) bertanya kepadanya,
"Zhang Da, sebut saja kamu mau apa, sekolah di mana, dan apa yang kamu rindukan untuk terjadi dalam hidupmu? Berapa uang yang kamu butuhkan sampai kamu selesai kuliah? Besar nanti mau kuliah di mana, sebut saja. Pokoknya apa yang kamu idam-idamkan sebut saja, di sini ada banyak pejabat, pengusaha, dan orang terkenal yang hadir. Saat ini juga ada ratusan juta orang yang sedang melihat kamu melalui layar televisi, mereka bisa membantumu!"
Zhang Da pun terdiam dan tidak menjawab apa-apa. MC pun berkata lagi kepadanya, "Sebut saja, mereka bisa membantumu." Beberapa menit Zhang Da masih diam, lalu dengan suara bergetar iapun menjawab, "Aku mau mama kembali. Mama kembalilah ke rumah, aku bisa membantu papa, aku bisa cari makan sendiri, Mama kembalilah!" demikian Zhang dan bicara dengan suara yang keras dan penuh harap.

Saya bisa lihat banyak pemirsa menitikkan air mata karena terharu. Saya pun tidak menyangka akan apa yang keluar dari bibirnya. Mengapa ia tidak minta kemudahan untuk pengobatan papanya, mengapa ia tidak minta deposito yang cukup untuk meringankan hidupnya dan sedikit bekal untuk masa depannya? Mengapa ia tidak minta rumah kecil yang dekat dengan rumah sakit? Mengapa ia tidak minta sebuah kartu kemudahan dari pemerintah agar ketika ia membutuhkan, melihat katabelece yang dipegangnya, pasti semua akan membantunya. Sungguh saya tidak mengerti, tapi yang saya tahu apayang dimintanya, itulah yang paling utama bagi dirinya. Aku mau Mama kembali, sebuah ungkapan yang mungkin sudah dipendamnya sejak saat melihat mamanya pergi meninggalkan dia dan papanya.
 
dalam 1 keluarga terdapat seorang anak yg begitu gampang tersinggung
dan selalu marah. bila anak tersebut marah dia tidak peduli dimanapun dia berada dan bersama siapapun, org sekelilingnya sll menjadi korbannya.
banyak sekali org tersinggung dan sakit hati akibat perbuatan dia.
suatu hari dia bertanya kepada ayahnya yg bijak " ayah, bagaimana saya harus menahan rasa amarah itu jika saya sedang kesal "
ayahnya hanya menyarankan " jika dalam keadaan kondisi sedang marah, ambilah paku dan setiap kamu marah tancapkan paku tersebut kedalam kayu ini.
setiap kali anak tersebut sedang marah, dia sll menancapkan paku tersebut ke kayu, sesuai dgn saran ayahnya.
namun suatu saat dia merasa gembira sekali karena dia sudah bisa menahan rasa marah
dan dia menceritakan lagi kepada ayahnya bahwa dia sudah mengendalikan amarah dia.
lalu ayahnya yg bijak menyarankan
" sekarang kamu sudah bisa menahan rasa marah, dalam keadaan gembira skg
coba kamu tarik semua paku-paku tersebut dari kayu ini. "
akhirnya anak itu mengikuti saran ayahnya.
setelah ayahnya melihat lalu berkata " apa yg kamu lihat dalam kayu ini ?
anak itu menjawab banyak sekali lubang pa.
lalu ayahnya tersenyum, dan mengatakan lubang itu adalah amarahmu dan kayu itu adalah org yg ada disekelilingmu. skg kamu telah mencabutnya tapi bekas lubang itu tetap ada.
gimanapun kamu minta maaf, manusia tetap meninggalkan luka akibat perbuatanmu.
 
The Most Beautiful Sound


Seorang tua yang tidak berpendidikan berniat mengunjungi suatu kota besar untuk pertama kali dalam hidupnya. Dia dibesarkan disebuah dusun terpencil, bekerja keras membesarkan anak-anaknya dan sekarang menikmati kunjungan pertamanya ke rumah anaknya yang modern.

Suatu hari, sewaktu berjalan-jalan seputar kota, si orang tua mendengar suara yang menyakitkan telinga. Belum pernah dia mendengar suara yang begitu tidak enak didengar di dusunnya yang sepi dan dia bersikeras mencari sumber bunyi tersebut. Mengikuti arah suara yang menggangu itu ke sumbernya, dia melihat sebuah ruangan di dalam sebuah rumah, di mana terdapat seorang anak kecil sedang belajar bermain biola.

“Ngiiiik! Ngoook!” berasal dari nada sumbang biola tersebut.

Saat dia mengetahui dari putranya bahwa itulah yang dinamakan “biola”, dia berpikir bahwa dia tidak akan pernah mau mendengar suara yang mengerikan tersebut lagi.

Hari berikutnya, di bagian lain kota tersebut, si orang tua ini kembali mendengar sebuah suara yang mendayu-dayu membelai-belai telinga tuanya. Dia tidak pernah mendengar melodi yang begitu indah di dusunnya, diapun mencoba mencari sumber suara tersebut. Sampai ke sumbernya, dia melihat sebuah ruangan depan sebuah rumah, di mana seorang wanita tua, seorang maestro, sedang memainkan sonata dengan biolanya.

Seketika, si orang tua ini menyadari kesalahannya. Suara tidak mengenakkan telinga yang didengarnya dulu bukanlah merupakan kesalahan dari sang biola, bukan pula salah sang anak. Itu hanyalah proses belajar seorang anak untuk bisa memainkan biolanya dengan baik.

Dari pemikirannya yang sederhana muncullah sebuah kebijaksanaan, si orang tua mulai berpikir demikian pula halnya dengan agama. Sewaktu menemukan seseorang religius yang “bersemangat” (baca: fanatik) terhadap kepercayaannya, tidaklah benar untuk menyalahkan agamanya. Itu hanyalah proses belajar sang pemula untuk bisa “memainkan” agamanya dengan baik. Sewaktu kita bertemu dengan seorang suci, seorang maestro agamanya, merupakan sebuah penemuan indah yang memberi inspirasi kepada kita untuk bertahun-tahun, apapun agama mereka.

Namun ini bukanlah akhir dari cerita.

Hari ketiga, di bagian lain dari kota tersebut, si orang tua mendengar sebuah suara lain yang bahkan melebihi keindahan dan kejernihan suara sang maestro biola. Menurut anda, suara apakah itu?

Melebihi indahnya suara aliran air pegunungan, melebihi indahnya suara angin di musim gugur di sebuah hutan, melebihi suara burung-burung pegunungan yang bernyanyi setelah hujan lebat. Bahkan melebihi keindahan keheningan pegunungan yang damai di musim salju pada malam hari. Suara apakah yang telah menggerakkan hati si orang tua melebihi apapun itu?

Itulah suara sebuah orkestra besar yang memainkan sebuah simfoni.

Bagi si orang tua, alasan mengapa itulah suara terindah di dunia adalah, pertama, seluruh anggota orkestra merupakan maestro alat musiknya masing-masing; dan kedua, mereka telah belajar lebih jauh lagi untuk bisa bermain bersama-sama dalam harmoni.

“Mungkin ini sama dengan agama,” si orang tua berpikir. “Marilah kita semua belajar dari pelajaran-pelajaran kehidupan dalam inti kesejukkan kepercayaan kita masing-masing. Marilah kita semua menjadi maestro dalam cinta kasih di dalam agama masing-masing. Lalu, setelah mempelajari agama kita dengan baik, lebih jauh lagi, mari kita belajar untuk bermain seperti halnya anggota sebuah orkestra, bersama-sama dengan agama lain, dalam sebuah harmoni!”

Itulah suara yang paling indah.
 
Kekuatan yang Mengharukan

ada sebuah cerita, seorang kakek membawa cucunya berwisata, mereka
tersesat di sebuah hutan, kedua kakek dan cucu ini terpaksa makan
buah-buahan hutan saat lapar dan minum air sungai, istirahat dengan
bersandar pada pohon besar saat ngantuk. Setiap di saat seperti ini,
sang kakek pasti akan memberi hormat dengan membungkukkan badan pada
anak sungai dan pohon besar. Dan dengan penuh perasaan menghaturkan
"terimakasih!" . Sang Cucu memperhatikan kakeknya dan dengan perasaan
bingung bertanya : "kenapa sih kakek harus mengucapkan terimakasih
pada mereka?". Dengan penuh kasih kakek berkata : "nak, mereka layak
kita syukuri, jika tidak ada mereka kita berdua sudah mati kelaparan
sejak dulu, mereka adalah sang Budiman yang menyelamatkan kita dari
petaka, kita bukan saja harus berterimakasih pada sungai dan pohon
besar ini, kita juga harus berterimakasih pada setiap burung yang
berkicau untuk kita, kepada setiap kuncup bunga yang menyemerbakkan
aroma untuk kita, dan kepada setiap berkas sinar mentari yang
menyayangi kita. Mereka semua pada membantu kita, dan kita pasti bisa
keluar dari hutan ini."

Sebagaimana yang dikatakan kakek ini, akhirnya mereka berhasil
menemukan jalan, dan keluar dari hutan itu. Kedua kakek dan cucu ini
membalikka badan bersama dan dengan tulus mengucapkan "terimakasih"
pada hutan yang telah memberi pengalaman yang sulit dilupakan.

Usai membaca cerita ini tak tahan saya pun merenung, seandainya yang
tersesat itu adalah saya, bagaimana saya akan bersikap? apa saya harus
berkeluh kesah atau kasihan pada diri sendiri seperti dulu, tapi apa
yang telah saya dapatkan dari keluhan dan simpati diri itu? ketika
hasil matematika saya menurun, saya terus menggerutu guru tidak bisa
mengajarnya dengan baik, simpati pada diri sendri tidak sekolah di SMP
yang bonafid, ketika terjadi kesalah-pahaman dengan sahabat karib,
saya selalu mengeluhkan teman saya itu tidak tahu diri, simpati pada
diri sendiri mengapa menjadikan orang ini sebagai sahabat. Namun
akhirnya, hasil matematika saya semakin merosot, dan sahabat karib
meninggalkan saya. Jika dibandingkan, sikap kakek dalam cerita di atas
begitu arif dan bijaksana.

Perasaan syukur terhadap hal ihwal telah mengubahnya menjadi dorongan
untuk maju, setiap saat ia selalu merasa dirinya sangat beruntung,
adalah orang yang di perhatikan. Kekuatan rasa syukur sungguh luar
biasa! dan dalam lubuk hati saya yang paling dalam saya haturkan
sepatah "terimakasih" yang dalam terhadap penulis cerita di atas,
sebab cerita ini telah memberi inspirasi yang dalam bagi saya.

Selama meninggalkan rumah dan tinggal di Beijing, saya semakin
menyadari betapa kuatnya rasa syukur dalam hati. 3 tahun silam, saya
berangkat ke Beijing, awal setibanya di sana, segalanya tampak begitu
asing, seorang diri dan kesepian begitu kuatnya menyergap saya,
kerinduan akan rumah terus berkecamuk dalam dada, kegelisahan akan
masa depan yang belum pasti membuat saya sulit memejamkan mata
sepanjang malam, ditambah lagi dengan cuaca kota Beijing yang panas,
saya yang baru pertama kali meninggalkan rumah ternyata terlalu lemah
sehingga jatuh sakit, terbayang kalau sehari-hari di rumah ada orang
tua yang menyayangi, tapi kini seorang diri di Beijing, betapa
susahnya, betapa takutnya sampai air mata berlinang membasahi muka.

Tiba-tiba, saya merasakan satu tangan merentang di dahi saya, sebuah
suara dengan takut-takut bertanya : "Apa kamu sakit? saya belikan obat
ya!" ternyata yang berkata itu adalah seorang teman se-asrama yang
belum sempat diketahui namanya. Melihat itu, rekan-rekan lain kemudian
berdatangan, ada yang membantu mengambilkan air, ada yang mengambilkan
nasi, dan seketika, saya menjadi akrab dengan ke-6 gadis dari seluruh
pelosok negeri itu. Yang paling menggugah saya adalah teman saya yang
tidur di atas, karena ayahnya seorang dokter, jadi dia bisa mengerik,
hati saya sekilas tergugah setiap alat pengerik itu mengerik di badan.
Dan sepanjang malam itu ia tidak bisa tidur dengan tenang, sesekali ia
meraba-raba dahi saya, mengecek apakah demam. Hatiku terasa hangat,
begitu banyak yang memperhatikan aku, dan aku sungguh sangat
beruntung. Terlintas dalam benak saya, jika suatu hari nanti ada yang
sakit sepertiku, maka aku pasti juga akan berbuat demikian. Di bawah
perhatian dan perawatan teman-teman yang cermat, akhirya saya sembuh
dengan cepat.

Sejak itu, tidak peduli siapapun yang mengalami kesulitan dalam
asrama, semua orang pasti akan membantu dengan tulus dan sepenuh hati.
Hingga sekarang, kami ber-enam tetap bersahabat karib, kami selalu
saling menghubungi dan berbagi bersama kalau ada hal-hal yang
menggembirakan, demikian juga dengan sebaliknya.

Sesungguhnya, kita semua dengan serta merta telah tenggelam ke dalam
lautan karunia sejak adanya kehidupan. Seorang nyonya sukses yang
dicintai dan dihormati demikian mengatakan : "saya kerap merindukan
orang-orang yang pernah memberi semangat atau pujian itu dengan rasa
syukur, mereka banyak dan banyak memberi (dorongan, dukungan, nasehat
atau sejenisnya), sehingga bermanfaat buat saya selamanya. Saya paham
betul, karena cinta kasih itulah, mereka baru bisa memberi semangat,
keyakinan dan dukungan pada saya. Dan juga karena saya menyayangi
mereka, dan agar tidak mengecewakan mereka, maka dalam perjalanan
hidup saya, saya baru mendesak, menyemangati, menjadi orang dan
melakukan hal-hal yang baik pada diri sendiri, tidak takut gagal, maju
terus dengan penuh semangat. Semua dorongan ini berasal dari cinta
kasih semua orang terhadap saya."
 
Sebuah Kisah tentang Komitmen Perkawinan

Pada hari pernikahanku,aku membopong istriku. Mobil pengantin berhenti didepan flat kami yg cuma berkamar satu. Sahabat2ku menyuruhku untuk membopongnya begitu keluar dari mobil. Jadi kubopong ia memasuki rumah kami. Ia kelihatan malu2. Ini kejadian 10 tahun yg lalu. Hari2 selanjutnya berlalu demikian simpel seperti secangkir air bening: Kami mempunyai seorang anak, saya terjun ke dunia usaha dan berusaha untuk menghasilkan banyak uang. Begitu kemakmuran meningkat, jalinan kasih diantara kami pun semakin surut.
Ia adalah pegawai sipil. setiap pagi kami berangkat kerja bersama2 dan sampai dirumah juga pada waktu yg bersamaan. Anak kami sedang belajar di luar negeri. Perkawinan kami kelihatan bahagia. Tapi ketenangan hidup berubah dipengaruhi oleh perubahan yg tidak kusangka2.
Dee hadir dalam kehidupanku. Waktu itu adalah hari yg cerah. Aku berdiri di balkon. dengan Dee yg sedang merangkulku. Hatiku sekali lagi terbenam dalam aliran cintanya. ini adalah apartment yg kubelikan untuknya. Dee berkata , "kamu adalah jenis pria terbaik yg menarik para gadis. "Kata2nya tiba-tiba mengingatkanku pada istriku. Ketika kami baru menikah,istriku pernah berkata, "Pria sepertimu,begitu sukses, akan menjadi sangat menarik bagi para gadis. " Berpikir tentang ini, Aku menjadi ragu2. Aku tahu kalo aku telah menghianati istriku. Tapi aku tidak sanggup menghentikannya. Aku melepaskan tangan Dee dan berkata, "kamu harus pergi membeli beberapa perabot, O.K.?. Aku ada sedikit urusan dikantor" Kelihatan ia jadi tidak senang karena aku telah berjanji menemaninya. Pada saat tersebut, ide perceraian menjadi semakin jelas dipikiranku walaupun kelihatan tidak mungkin.
Bagaimanapun,aku merasa sangat sulit untuk membicarakan hal ini pada istriku. Walau bagaimanapun ku jelaskan, ia pasti akan sangat terluka. Sejujurnya,ia adalah seorang istri yg baik. Setiap malam ia sibuk menyiapkan makan malam. Aku duduk santai didepan TV.
Makan malam segera tersedia. Lalu kami akan menonton TV sama2. Atau, Aku akan menghidupkan komputer,membayangkan tubuh Dee. Ini adalah hiburan bagiku. Suatu hari aku berbicara dalam guyon, "seandainya kita bercerai, apa yg akan kau lakukan? " Ia menatap padaku selama beberapa detik tanpa bersuara. Kenyataannya ia percaya bahwa perceraian adalah sesuatu yg sangat jauh dari ia. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana ia akan menghadapi kenyataan jika tahu bahwa aku serius.
Ketika istriku mengunjungi kantorku, Dee baru saja keluar dari ruanganku. Hampir seluruh staff menatap istriku dengan mata penuh simpati dan berusaha untuk menyembunyikan segala sesuatu selama berbicara dengan ia.. Ia kelihatan sedikit kecurigaan Ia berusaha tersenyum pada bawahan2ku. Tapi aku membaca ada kelukaan di matanya.
Sekali lagi, Dee berkata padaku,"ceraikan ia, O.K.? Lalu kita akan hidup bersama." Aku mengangguk. Aku tahu aku tidak boleh ragu2 lagi. Ketika malam itu istriku menyiapkan makan malam, ku pegang tangannya,"Ada sesuatu yg harus kukatakan" Ia duduk diam dan makan tanpa bersuara. Sekali lagi aku melihat ada luka dimatanya. Tiba2 aku tidak tahu harus berkata apa. Tapi ia tahu kalo aku terus berpikir. "aku ingin bercerai", ku ungkapkan topik ini dengan serius tapi tenang. Ia seperti tidak terpengaruh oleh kata2ku, tapi ia bertanya secara lembut,"kenapa?" "Aku serius. " Aku menghindari pertanyaannya. Jawaban ini membuat ia sangat marah. Ia melemparkan sumpit dan berteriak kepadaku, "Kamu bukan laki2!" .
Pada malam itu, kami sekali saling membisu. Ia sedang menangis.. Aku tahu kalau ia ingin tahu apa yg telah terjadi dengan perkawinan kami. Tapi aku tidak bisa memberikan jawaban yg memuaskan sebab hatiku telah dibawa pergi oleh Dee.
Dengan perasaan yg amat bersalah, Aku menuliskan surat perceraian dimana istriku memperoleh rumah, mobil dan 30% saham dari perusahaanku. Ia memandangnya sekilas dan mengoyaknya jadi beberapa bagian.. Aku merasakan sakit dalam hati. Wanita yg telah 10 tahun hidup bersamaku sekarang menjadi seorang yg asing dalam hidupku. Tapi aku tidak bisa mengembalikan apa yg telah kuucapkan.
Akhirnya ia menangis dengan keras didepanku,dimana hal tersebut tidak pernah kulihat sebelumnya. Bagiku, tangisannya merupakan suatu pembebasan untukku. Ide perceraian telah menghantuiku dalam beberapa minggu ini dan sekarang sungguh2 telah terjadi ..
Pada larut malam,aku kembali ke rumah setelah menemui klienku. Aku melihat ia sedang menulis sesuatu. Karena capek aku segera ketiduran. Ketika aku terbangun tengah malam, aku melihat ia masih menulis. Aku tertidur kembali. Ia menuliskan syarat2 dari perceraiannya : ia tidak menginginkan apapun dariku, tapi aku harus memberikan waktu sebulan sebelum menceraikannya,dan dalam waktu sebulan itu kami harus hidup bersama seperti biasanya. Alasannya sangat sederhana : Anak kami akan segera menyelesaikkan pendidikannya dan liburannya adalah sebulan lagi dan ia tidak ingin anak kami melihat kehancuran rumah tangga kami.
Ia menyerahkan persyaratan tersebut dan bertanya,"apakah kamu masih ingat bagaimana aku memasuki rumah kita ketika pada hari pernikahan kita? Pertanyaan ini tiba2 mengembalikan beberapa kenangan indah kepadaku Aku mengangguk dan mengiyakan. "Kamu membopongku dilenganmu", katanya,
"jadi aku punya sebuah permintaan, yaitu kamu akan tetap membopongkuku pada waktu perceraian kita. Dari sekarang sampai akhir bulan ini, setiap pagi kamu harus membopongku keluar dari kamar tidur ke pintu. "Aku menerima dengan senyum. Aku tahu ia merindukan beberapa kenangan indah yg telah berlalu dan berharap perkawinannya diakhiri dengan suasana romantis.
Aku memberitahukan Dee soal syarat2 perceraian dari istriku. Ia tertawa keras dan berpikir itu tidak ada gunanya. "Bagaimanapun trik yg ia lakukan,ia harus menghadapi hasil dari perceraian ini," ia mencemooh. Kata2nya membuatku merasa tidak enak.
Istriku dan aku tidak mengadakan kontak badan lagi sejak kukatakan perceraian itu. kami saling menganggap orang asing. Jadi ketika aku membopongnya dihari pertama, kami kelihatan salah tingkah. Anak kami menepuk punggung kami,"wah, papa membopong mama, mesra sekali" Kata2nya membuatku merasa sakit.. Dari kamar tidur ke ruang duduk, lalu ke pintu, aku berjalan 10 meter dengan ia dalam lenganku.
Ia memejamkan mata dan berkata dengan lembut," mari kita mulai hari ini,jangan memberitahukan pada anak kita."Aku mengangguk, merasa sedikit bimbang.Aku melepaskan ia di pintu. Ia pergi menunggu bus, dan aku pergi ke kantor.
Pada hari kedua, bagi kami terasa lebih mudah. Ia merebah di dadaku, Kami begitu dekat sampai2 aku bisa mencium wangi di bajunya. Aku menyadari bahwa aku telah sangat lama tidak melihat dengan mesra wanita ini. Aku melihat bahwa ia tidak muda lagi.beberapa kerut tampak di wajahnya. Pada hari ketiga, ia berbisik padaku, "kebun diluar sedang dibongkar.hati2 kalau kamu lewat sana."
Hari keempat,ketika aku membangunkannya,aku merasa kalau kami masih mesra seperti sepasang suami istri dan aku masih membopong kekasihku dilenganku. Bayangan Dee menjadi samar. Pada hari kelima dan enam, ia masih mengingatkan aku beberapa hal,seperti,dimana ia telah menyimpan baju2ku yg telah ia setrika, aku harus hati2 saat memasak, dll. Aku mengangguk. Perasaan kedekatan terasa semakin erat. Aku tidak memberitahu Dee tentang ini.
Aku merasa begitu ringan membopongnya.Berharap setiap hari pergi ke kantor bisa membuatku semakin kuat. Aku berkata padanya, "kelihatannya tidaklah sulit membopongmu sekarang"
Ia sedang mencoba pakaiannya, aku sedang menunggu untuk membopongnya keluar. Ia berusaha mencoba beberapa tapi tidak bias menemukan yg cocok. Lalu ia melihat,"semua pakaianku kebesaran". Aku tersenyum.Tapi tiba2 aku menyadarinya sebab ia semakin kurus itu sebabnya aku bisa membopongnya dengan ringan bukan disebabkan aku semakin kuat. Aku tahu ia mengubur semua kesedihannya dalam hati. Sekali lagi , aku merasakan perasaan sakit
Tanpa sadar ku sentuh kepalanya. Anak kami masuk pada saat tersebut. "Pa,sudah waktunya membopong mama keluar" Baginya, melihat papanya sedang membopong mamanya keluar menjadi bagian yg penting. Ia memberikan isyarat agar anak kami mendekatinya dan merangkulnya dengan erat. Aku membalikkan wajah sebab aku takut aku akan berubah pikiran pada detik terakhir. Aku menyanggah ia dilenganku, berjalan dari kamar tidur,melewati ruang duduk ke teras Tangannya memegangku secara lembut dan alami. aku menyanggah badannya dengan kuat seperti kami kembali ke hari pernikahan kami. Tapi ia kelihatan agak pucat dan kurus, membuatku sedih.
Pada hari terakhir,ketika aku membopongnya dilenganku, aku melangkah dengan berat. Anak kami telah kembali ke sekolah. Ia berkata, “sesungguhnya aku berharap kamu akan membopongku sampai kita tua" Aku memeluknya dengan kuat dan berkata "antara kita saling tidak menyadari bahwa kehidupan kita begitu mesra".
Aku melompat turun dari mobil tanpa sempat menguncinya. Aku takut keterlambatan akan membuat pikiranku berubah. Aku menaiki tangga. Dee membuka pintu. Aku berkata padanya," Maaf Dee, Aku tidak ingin bercerai. Aku serius". Ia melihat kepadaku, kaget. Ia menyentuh dahiku."Kamu tidak demam". Kutepiskan tanganya dari dahiku "maaf, Dee, Aku cuma bisa bilang maaf padamu, Aku tidak ingin bercerai.
Kehidupan rumah tanggaku membosankan disebabkan ia dan aku tidak bisa merasakan nilai2 dari kehidupan,bukan disebabkan kami tidak saling mencintai lagi. Sekarang aku mengerti sejak aku membopongnya masuk ke rumahku, ia telah melahirkan anakku. Aku akan menjaganya sampai tua. Jadi aku minta maaf padamu" Dee tiba2 seperti tersadar. Ia memberikan tamparan keras kepadaku dan menutup pintu dgn kencang dan tangisannya meledak. Aku menuruni tangga dan pergi ke kantor. Dalam perjalanan aku melewati sebuah toko bunga, ku pesan sebuah buket bunga kesayangan istriku Penjual bertanya apa yg mesti ia tulis dalam kartu ucapan? Aku tersenyum, dan menulis : " Aku akan membopongmu setiap pagi sampai kita tua.."
 
Budha tdk pernah menjanjikan hal yg indah kepadaku
Buddha tidak pernah menjanjikan hal-hal indah kepadaku
Dia tidak pernah menjanjikan aku pasti akan ke surga atau nirvana bila percaya kepadaNya.
Buddha juga tidak pernah berkata" kalau tidak percaya Dia pasti masuk neraka.
Dia juga tidak memberikan sebuah donggeng yg mengerikan ataupun yg menyenangkan supaya aku percaya dan takut terhadapNYa.
atau Buddhakah begitu lugu ? di semua agama berkata. akulah yg menciptakan langit dan bumi ini.
kenapa Dia tidak pernah mengatakan ", Akulah yg menciptakan langit dan bumi ini", oh..putra yg berbudi.
Dia juga tidak pernah menjanjikan hal-hal yg indah untuk ke depan, bahkan Dia juga tdk bisa menyucikan org lain
bahkan untuk mensucikan diri sendiri pun mengandalkan kita sendiri,
tapi kenapa aku masih mau mengikuti ajaranya ?
karena Dia, aku tahu kenapa aku menderita.
karena Dia, aku tahu kenapa aku cacat.
karena Dia, aku tahu kenapa aku bermuka buruk
karena Dia, aku tahu kenapa aku pendek umur dan berpenyakit
karena Dia, aku mengerti hukum karma dan tidak menyalahkan Tuhan Yg Maha Esa yg tidak adil dan bijaksana dan berusaha utk mengerti 4 kesunyataan mulia.
oleh Buddhalah aku diajarkan cinta kasih terhadap semua makhluk hidup apapun juga, yg tidak pernah aku temukan dalam ajaran yg lain yg hanya bisa mengasihi sesama manusia.

aku datang tanpa paksaan, bukan keindahan ataupun kengerian/ketakutan
ceritamu hingga aku percaya, tapi aku percaya karena Engkau yg menyuruh aku utk buktikan kebenaran itu. bukan hanya sekedar mendengar dan membaca.
 
Jika dunia ini segalanya tuhan yg menentukan
mungkin aku sebagai manusia
tidak perlu lelah merencanakan ini semua
biarpun direncanakan ataupun tidak direncanakan
semuanya dari awal sudah ditentukan
jika kebahagian dan penderitaan merupakan suatu kehendak
aku tidak akan perlu mencari lg dimana sumber kebahagian
yg bisa kuperoleh di dunia ini utk mengakhiri penderitaan
karena iman yg buta...
manusia tidak mau menerima suatu bukti kebenaran
maka selamanya dia akan terbelenggu oleh kebodohanya sendiri...
bila ia hanya percaya apa yg ia dengar dan ia baca
siang dan malam aku merenung
kenapa aku ada di dunia ini..
semuanya hanya menjawab karena aku adalah ciptaan tuhan.
jika manusia adalah ciptaanya
kenapa begitu byk belenggu penderitaan, kemiskinan, dan kebodohan...
aku bertanya tanya tapi tidak menemukan jawaban itu..
semua hanya bisa menjawab itulah cobaan....
atas dasar apa tuhan menguji dan mencobai manusia ?
apa karena ketidak tahuan tuhan itu.
waktu berlalu berkalpa-kalpa
dan saat ini aku menemukan jawabanya...
jika bukan karana Buddha
mungkin aku disini akan duduk pasrah menerima semua kehendak
tanpa perlu mencari penyebabnya
baik kebagiaan ataupun penderitaan
jika itu adalah kehendak....
mungkin manusia yg terlahir sengsara
dikarenakan segala penderitaan
akan berkata tuhan adalah sumber malapetaka bagi meraka
karena sabdaMU ada sekarang
membuat pikiran ini terbuka untuk melangkah
dihari depan yg lebih baik
terimakasih Buddha....
 
mungkin lebih baik kulit ini di lepas utk menghalau
panasnya matahari dgn cinta kasihMU...selama 1 kalpa
dan bagin tubuh di giling perbagian demi bagian dipersembahan
kepada semua makhluk
jika itu bisa membuat seseorg menjadi Buddha ....
ataupun....
tulang ini di hancurkan menjadi abu utk dipersembahkan pada bumi..
tapi itulah blm cukup.....
saat pertama kali Kau bertapa
berapa banyak kerinduan yg kau pendam kepada
org yg Kau cintai ...oh Buddha....
apakah tekanan batin, kerinduan sll tersimpan di benakMu....?
berkalpa kalpa yg tidak bisa kubayangkan...kau begitu menderita
melebihi segala siksaan yg ada dibumi ini
tapi... Kau tidak pernah menceritakanya
penderitaan itu Kau simpan sendiri dan Kau membagikan kebahagian
bagaikan seorg ibu yg selalu tersenyum
walaupun nyawa sudah diujung tanduk
untuk menuntaskan tekad suciMU...
kau melakukan hal ini terus menerus sampai sempurna....
saat pertama kali kau belajar utk meninggalkan duniawi ini..
apakah ada tetesan air mata terhadap org tua, istri dan anakMU ?
kau kedinginan seorg diri
kau kesepian meninggalkan semua yg terikat
sendiri berjuang dng tujuan menyelamatkan semua makhluk....
saat pertama menutup mata ini
kau... melawan semua kerinduan dan cinta....
Kau menahanya dengan dgn tekadMU....
berkalpa-kalpa Kau melakukan ini terus menerus
hingga saat ini Kau ada hadir di dunia ...
kau persembahkan kepada kami sebuah dharma yg begitu indah...
entah apa jadinya perbuatan kami....
bila disini semua tidak mengenal diriMU...
mungkin kami tidak mengenal hukum karma tapi percaya pengampuanan dosa
saat kami melangkah ...saat kami duduk dan terdiam
ada sebagian org yg sudah menjadi adat
yg berusaha membuat kami menjauhkan dari diriMu....
bagaikan Mara yg bodoh beranggan anggan lahir ditanah Buddha....
Oh..Buddha Kau adalah Maha Bijaksana dan Maha Kasih
bila kami mendengar hal seperti itu
semoga kami bisa menerimanya dgn bijak...
tanpa ada dendam, benci dan dengki ....
tanpa menodai namaMU....
karena ajaranMU tidak mengajari kami untuk menghina ajaran lain....
 
Aku Menangis untuk Adikku 6 Kali

Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku.

Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya. “Siapa yang mencuri uang itu?” Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, “Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!”

Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, “Ayah, aku yang melakukannya!” Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia erus menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, “Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? … Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!”

Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis
meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, “Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi.”

Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11. Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnya memberengut, “Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik…hasil yang begitu baik…”

Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, “Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?” Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, “Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku.”Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya.”Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!” Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata, “Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini.” Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas.


Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku: “Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang.” Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20. Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas).

Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan, “Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana !” Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, “Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?” Dia menjawab, tersenyum, “Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu?” Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku enyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, “Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu…” Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan, “Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu.”

Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20, Aku 23. Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku
pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku. “Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!” Tetapi katanya, sambil tersenyum, “Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu..”Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan mebalut lukanya.”Apakah itu sakit?” Aku menanyakannya. “Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan…” Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun ke wajahku. Tahun itu, adikku 23, Aku berusia 26.

Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan, “Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini.” Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi. Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan istrik, dan masuk rumah sakit. Suamiku dan aku pergi menjenguknya.Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu, “Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?” Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya. “Pikirkan kakak ipar–ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?” Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah: “Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!” “Mengapa membicarakan masa lalu?” Adikku menggenggam tanganku.

Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29. Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, membawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, “Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?” Tanpa bahkan berpikir ia menjawab, “Kakakku.” Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat. “Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah.

Suatu hari, Saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sumpitnya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya.”

Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku. Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku.” Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.

Diterjemahkan dari : “I cried for my brother six times”
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.