• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

[Maitreya]Maitreya Dgn Bukti Otentik/Penemuan Sejarah?

iya nih kok bisa ngomongin ttg aborsi yah. mendingan buka thread baru lagi aja deh.

pembunuhan terhadapa mahkluk hidup dalam bentuk apapun tidak dibenarkan dalam buddhisme jadi buat apa diperdebatkan karna kita juga ngak tau apakah stelah pembunuhan akan masuk avici atau neraka lain (semua ini hanya berdasarkan logika pemahaman kita terhadap penjelasan yang ada sutta/sutra )

@padma
Wow... akhirnya ada sesuatu yang saya mampu cerna dari Anda.

saya bukannya setuju dengan pendapat anda, cuma hanya berpikir positif saja kenapa kita ngak ambil yang baik-baik dari aliran maitreya, buang yang tidak sesuai dengan yang kita yakini, kemudian hal itu kita praktekkan dan kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari

lagian juga buddhisme di indo kan udah minoritas buat apalah kita makin dipecah-pecah atau dikotak-kotakan lagi, apalagi orang yang kita berikan pandangan/saran itu tidak mau menerimanya bukankah sama saja seperti salah satu pepatah Zen ttg cangkir yang penuh percuma kalo kita isi air lagi. ya kan.

kembali ke satu salah satu isi dari dhammapada ( saya lupa ayat berapa )
karma dilakukan oleh diri sendiri, karma diwarisi oleh diri sendiri, dan kita berkumpul disini pun karna karma kita masing-masing

siapa yang menabur benih kebajikan akan menuai kebahagian dan siapa yang menabur benih kebencian akan menuai badai. heeehheheheheheh

che pei
 
ya ampunnnnnn.............aborsi...gw ga ikutan ah....yang hanya ingin saya sampaikan adalah jangan pernah sampai kita terbawa emosi terhadap segala apapun yang sifatnya menjatuhkan agama dan kepercayaan pribadi anda......ikutilah kata hati nuranimu yang paling dalam........dengar dan rasakan bahwa Tuhan ada dalam stiap kita.....klo belum terdengar ya perbanyaklah sembahyang dan baca kitab suci renungkanlah dengan dalam.....smoga itu akan membantu stiap kita....

mengenai ajaran Sang Buddha gw sangat2 kagum tetapi gw tetap yakin secara pribadi bahwa adanya Tuhan sebagai sang pencipta langit bumi beserta isinya termasuk saya....
dan gw merasa ajaran Sang Buddha cukup terbuka dan sifatny universal...jadi buat apa dipertentangkan.....bukankah sepatutnya bagi kita smua untuk menyebarkan ajaran luhur Sang Buddha...

buat yang mengatakan bahwa ajaran Buddha Maitreya adalah sesat sesungguhnya anda terlalu fanatik, egois dan penuh dengan dosa....sbagai umat buddha saya sangat kecewa!!!!! namun saya tidak akan pernah ikut terbawa emosi!!!! Jika bisa buktikan!!!!! ada keterangan resmi dari WALUBI.....klo bisa dari dunia!!!!!!!

saya peringatkan....ajaran Maitreya sudah sangat lama berkembang hingga skarang ini.....sampai detik ini blm ada yang secara resmi bilang klo ajarannya adalah sesat.......tapi anda???? akan sangat keterlaluan bila anda dengan beraninya mengatakan hal demikian....tanpa bukti yang kuat.....Anda lah Pembohong Pelanggar Sila ke empat Pancasila Buddhis!!
 
saya peringatkan....ajaran Maitreya sudah sangat lama berkembang hingga skarang ini.....sampai detik ini blm ada yang secara resmi bilang klo ajarannya adalah sesat.......tapi anda???? akan sangat keterlaluan bila anda dengan beraninya mengatakan hal demikian....tanpa bukti yang kuat.....Anda lah Pembohong Pelanggar Sila ke empat Pancasila Buddhis!!

Buktinya yah ini :

Ajaran buddha yang benar :

5 dosa terberat instant masuk neraka avici

1. membunuh ibu,
2. membunuh ayah,
3. membunuh orang suci, Arahat, Bodhisattva,
4. melukai seorang Buddha,
5. menyebabkan perpecahan dalam Sangha (hanya berlaku untuk para
bhiksu).

Trus hal tersebut diselewengkan atau disesatkan oleh saudara GF dari aliran maitreya menjadi ini :

https://www.forum.or.id/showthread.php?t=12480

5 dosa terberat instant masuk neraka avici

1. melanggar ikrar vegetarian
2. membunuh ayah kandung
3. membunuh ibu kandung
4. melukai buddha / orang suci
5. Memecah belahkan Sagha

Trus yang ini

5 dosa terberat instant masuk neraka avici

1. melanggar ikrar vegetarian
2. membunuh ayah kandung, membunuh ibu kandung
3. melukai buddha / orang suci
4. Memecah belahkan Sagha/ organisasi buddha
5. Aborsi

Ini kalau bukan namanya MENYESATKAN/MENYELEWENGKAN ajaran buddha yang sebenarnya, jadi apa dong namanya? Coba saudara sintax jawab.
Thread itu masih ada sampe sekarang dan boleh di cek siapa yang memulai thread itu.
 
saya perlu katakan kepada anda!!
satu pribadi tidak bisa mewakili smuanya....tidak smuanya mengajarkan hal demikian!!
oke aborsi memang tidak termasuk akusala gharukkha karma tetapi kan itu tetap saja masuk neraka...sebagai pembunuhan melanggar sila 1 pancasila buddhis....(catatan: itulah yang saja pelajari di vihara maitreya).
jangan hanya karena seorang saja anda berusaha untuk mengkategorikan ajaran ini sebagai sesat!! ini sama saja anda melanggar pancasila buddhis!! tolong jika ingin mendalami ajaran maitreya jangan asal2an... datang ke vihara dan belajarlah di sana....liat buku dan majalah di sana apakah yang diajarkannya menyeleweng!!!!?????

saya dulu sekolah di vihara Maitreya...dan yang diajari oleh guru saya adalah :
Akusala Gharukkha karma:
1. membunuh ibu,
2. membunuh ayah,
3. membunuh orang suci, Arahat, Bodhisattva,
4. melukai seorang Buddha,
5. menyebabkan perpecahan dalam Sangha.

dan ini tentu saja sama dengan ajaran Agama Buddha...sebagai catatan dasar yang digunakan dalam sekolah itu adalah ajaran sang Buddha Gautama!!!!

mengenai vegetarian tidak pernah ada yang memaksa!!! sebelum saya memohon ketuhanan...saya terlebih dahulu sudah menanyakan hal tersebut....

mungkin ada perbedaan versi atau bagaimana?? tapi selama tidak ada rekomendasi resmi dari perwakilan umat Buddhis di Indonesia khususnya apalagi rekomendasi Perwakilan Buddhis Dunia...tidak satu orang pun berhak menyatakan suatu ajaran adalah sesat....Anda lah yang sesat sesungguhnya!!
 
Anda meminta bukti, saya hanya memberikan bukti yang ada.

Silahkan saudara2 yang lain melihat bukti yang saya paparkan, dan saudara2 sendiri yang memutuskan.
 
yang paling gampang adalah inkarnasi maitreya murid sang buddha sebagai bodhisatva AJITA itu sudah sangat tertulis di sutra2 buddhis.

inkarnasi maitreya sebagai buddha chi kung (Lu Zhong Yi) -> orang china memangil cin kung mi le karena di percaya sebagai inkarnasi maitreya


Pada jaman dinasti Tang tiba2 muncul seorang biksu berkantong dengan perut
gendut ( Pu Tai He Shang )-> inkarnasi maitreya dengan wujud paling sempurna maitreya yang membawa kantong dengan penuh tawa dan perut gendut.dan beliau meninggalkan syair baca di atas.

dan masih banyak inkarnasi maitreya sebagai Fu Sik beliau bertemu dengan bodhidharma (guru zen) dan inkarnasi Fu Ong beliau didatangi oleh 2 maha buddha sebelumnya yaitu buddha dipankara dan sakyamuni.


itulah pribadi maitreya di kelahiran beliau sebagai pu tai he shang, beliau tiba2 ada dan tiba tiada dan tidak ada yang mengetahui benar dia suku apa,agama apa,ras apa? itulah wujud sempurna beliau karena itu beliau di adalah buddha yang membawakan kebahagian universal dan misi penyempurnaan tri loka.dan setiap tanggal 1 bulan 1 menurut penangalan chinese itu adalah sebagai hari kelahiran beliau -> maka setiap xin cia identik dengan sukacita,kebahagian itu adalah tanggal lahir beliau.

Bner tuh....., g juga berpendapat keq gitu, hehehe.....
G juga pernah denger....
 
sudahlah @ netralman, sudah biasa hal itu diungkit dan dibahas ttg konsep ataupun doktrin maitreya yang bertentangan dengan budhisme umum dan jawabannya sama yaitu masa peralihan dari sang buddha ke murid-muridnya yang memang tidak ada bukti tertulisnya sehingga punya satu kelemahan yang nisa dimanfaatkan.

kalo kesimpulan saya, aliran ini banyak mengutip bereberapa hal yang memungkin untuk memasukakan konsep mereka seperti, ttg dharma sang buddha yang diberikan hanyalah segemgam daun ditangan beliau sedangkan di dibelakangnya ada hutan.,

begitu juga penerjemahan ttg triratna, padahal semua tau triratna adalah buddha,dharma dan sangha bagaimana bisa menjadi konsep lain?

lalu untuk masa persembunyian dari YA Huineng, dimana cerita ini ngak tau mana yang benar apakah sesuai dengan yang dibukubuku da di film atau seperti yang diceritakan dalam aliran maitreya ( mirip dengan sdr kita ang beragama K yah dimana ada masa 12 tahun yang tidak pernah diceritakan )

nah dengan ada beberapa hal yang bisa dimanfaatkan maka hal ini yang diangkat untuk dijadikan persamaan dengan buddhisme pada umumnya.

buat sdr2x yang kontra dengan aliran maitreya sebaiknya merenungkan kembali buat apa kita belajar buddha dharma kalo hanya untuk diperdebatkan dengan mereka yang memang tidak mau terima dengan konsep umum. yag ada malah nantinya terjadi Akusala Vaci kamma,

buat teman-teman dari maitreya, keep spirit to make more kindness.

buddha bless u all

Menurut saya aliran maitreya mengambil ajaran dari sang Budha karena ajaran tersebut lurus dan benar, dan ajaran2 tsb merupakan ajaran untuk mencapai nirwana.

Bukan begitu loh kk, Aliran maitreya banyak mencomot sana-sini ajaran buddhis kemudian mengatakan 'ini yang paling benar'
Contohnya ini loh kk yang bertentangan antara maitreya ama buddhis:

5 dosa terberat instant masuk neraka avici

1. melanggar ikrar vegetarian
2. membunuh ayah kandung
3. membunuh ibu kandung
4. melukai buddha / orang suci
5. Memecah belahkan Sagha

Trus yang ini

5 dosa terberat instant masuk neraka avici

1. melanggar ikrar vegetarian
2. membunuh ayah kandung, membunuh ibu kandung
3. melukai buddha / orang suci
4. Memecah belahkan Sagha/ organisasi buddha
5. Aborsi

Ini sumbernya comot dari mana tuh? Sedangkan yang benernya menurut buddhis

5 dosa terberat instant masuk neraka avici

1. membunuh ibu,
2. membunuh ayah,
3. membunuh orang suci, Arahat, Bodhisattva,
4. melukai seorang Buddha,
5. menyebabkan perpecahan dalam Sangha (hanya berlaku untuk para
bhiksu).

Ini bukan hal main2 lo kk.

Tp kk itu kan pendapat dari 1 org, belum tentu org itu menulis dengan benar. 1 org tidak bisa mewakili semua umat maitreya. Kemungkinan pendalaman tentang dhama belum mendalam.
Jadi kesimpulan tidak bisa ditarik dari perkataan 1 org untuk mewakili seluruh umat :)

ya ampunnnnnn.............aborsi...gw ga ikutan ah....yang hanya ingin saya sampaikan adalah jangan pernah sampai kita terbawa emosi terhadap segala apapun yang sifatnya menjatuhkan agama dan kepercayaan pribadi anda......ikutilah kata hati nuranimu yang paling dalam........dengar dan rasakan bahwa Tuhan ada dalam stiap kita.....klo belum terdengar ya perbanyaklah sembahyang dan baca kitab suci renungkanlah dengan dalam.....smoga itu akan membantu stiap kita....

mengenai ajaran Sang Buddha gw sangat2 kagum tetapi gw tetap yakin secara pribadi bahwa adanya Tuhan sebagai sang pencipta langit bumi beserta isinya termasuk saya....
dan gw merasa ajaran Sang Buddha cukup terbuka dan sifatny universal...jadi buat apa dipertentangkan.....bukankah sepatutnya bagi kita smua untuk menyebarkan ajaran luhur Sang Buddha...

buat yang mengatakan bahwa ajaran Buddha Maitreya adalah sesat sesungguhnya anda terlalu fanatik, egois dan penuh dengan dosa....sbagai umat buddha saya sangat kecewa!!!!! namun saya tidak akan pernah ikut terbawa emosi!!!! Jika bisa buktikan!!!!! ada keterangan resmi dari WALUBI.....klo bisa dari dunia!!!!!!!

saya peringatkan....ajaran Maitreya sudah sangat lama berkembang hingga skarang ini.....sampai detik ini blm ada yang secara resmi bilang klo ajarannya adalah sesat.......tapi anda???? akan sangat keterlaluan bila anda dengan beraninya mengatakan hal demikian....tanpa bukti yang kuat.....Anda lah Pembohong Pelanggar Sila ke empat Pancasila Buddhis!!

Selama ini memang saya belum pernah melihat aliran maitreya mengajarkan ajaran2 yg menyimpang apalg sesat.
Setahu saya umat maitreya diajarkan untuk slalu sabar dan mengasihi :)

Salam
 
Ikuanisme
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.

Ikuanisme, I Kuan Tao atau Yi Guan Dao (一貫道) adalah aliran agama baru yang bermula dari Tiongkok awal abad ke-20. "I Kuan" berarti persatuan atau kesatuan, sementara Tao berarti jalan, kebenaran atau juga ketuhanan. Di Indonesia sering diterjemahkan sebagai Jalan Ketuhanan. Ajaran Ikuanisme menekankan ajaran moral berasal dari Tiongkok, menggabungkan aliran Konfusianisme, Taoisme and Buddha. Ikuanisme bukan aliran atau kepercayaan Taoisme.

Aliran Ikuantaoisme di Indonesia dikenal sebagai agama Buddha Maitreya. Aliran ini berkembang di Indonesia berasal dari Taiwan sekitar tahun 1950-an. Di Taiwan, aliran ini berdiri sendiri sebagai sebuah agama baru dan tidak mendompleng agama Buddha.

Sejarah
Aliran Ikuanisme menyatakan bahwa pencipta alam semesta, bumi dan seluruh mahluk hidup adalah Tuhan yang berupa seorang Ibunda yang disebut Lao Mu. Lingkaran hidup bumi dan alam semesta adalah 108 000 tahun, dan kita berada dalam zaman terakhir (kiamat) dimana manusia telah hidup 60 000 tahun. Anak-anak Lao Mu karena telah terlalu lama di bumi, tersesat dalam hidup duniawi, terjerumus dalam dosa menyebabkan mereka hidup dalam roda reinkarnasi dan tidak bisa kembali ke Surga. Lao Mu sangat merindukan anak-anaknya di bumi ini, dan mengutus 10 Buddha untuk menyelamatkan anak-anaknya di bumi. 7 Buddha pertama telah datang saat bermulanya kebudayaan manusia, dan 3 Buddha terakhir mengemban tugas penyelamatan. Sehingga dibagi 3 zaman: Zaman Hijau, Merah, dan Putih. Buddha Dipamkara diutus saat Zaman Hijau (sekitar 3000 SM) sampai lahirnya Siddharta Buddha. Zaman Merah bermula dengan diutusnya Siddharta Gautama. Zaman Putih atau zaman terakhir (kiamat) bermula saat Buddha Maitreya diutus. Menurut Ikuanisme Buddha Maitreya telah datang ke dunia sebagai Guru ke-17 Lu Zhong I.

Sejarah resmi Ikuanisme membagi perkembangan Tao dalam 3 periode. Periode pertama disebut sebagai 18 Sesepuh Pertama dari Timur, yang bermula dari awal adanya manusia. Sesepuh pertama adalah Fu Shi, tokoh mistis dari Tiongkok, pencipta pa kwa (8 triagram). Kemudian berlanjut ke tokoh mitos dan sejarah: Shen Nong (penemu pertanian), Huang Ti (Kaisar Kuning), diteruskan ke raja-raja Tiongkok, sampai Kong Hu Cu, dan terakhir Lau Ce (Penulis Tao Te Ching). Dikatakan bahwa karena perang saudara di daratan Tiongkok, menyebabkan Lao Ce membawa Tao ke India dan meneruskan ke Siddharta Gautama. Di sini bermula periode ke-2 yang disebut 28 Sesepuh dari Barat, bermula dari Siddharta Gautama, diteruskan ke Mahakasyapa, dan menurut aliran Zen sampai terakhir Bodhidharma. Bodhidharma dikatakan membawa Tao kembali ke Tiongkok, dan bermulalah periode ke-3: 18 Sesepuh Terakhir dari Timur. Bermula dari Bodhidharma sampai sesepuh ke-6 Hui Neng (sama seperti aliran Zen). Dari sesepuh ke-7 bermula nama-nama dari sekte atau aliran bawah tanah Tiongkok. Guru ke-9 yang bernama Huang Te Hui 黃德輝 (1624-1690) adalah juga pendiri sekte "Shien Thien Tao" 先天道 (atau Jalan Surga Pertama). Aliran Shien Thien Tao masih ada di Indonesia dalam bentuk kelenteng kelenteng yang dipegang oleh Bhiksuni (Chai Ma). Sehingga disebutlah Ikuanisme bercabang dari Shien Thien Tao. Dokumen dinasti Ching yang ditemukan belakangan ini menunjukkan bahwa Wang Cue Yi 王覺一, sesepuh ke-15, mendirikan aliran "I Kuan Ciao" (Agama I Kuan) di zaman dinasti Ching (sekitar tahun 1850). Sejarah Ikuantaoisme menunjuk ke sesepuh ke-17 Lu Chong I 路中一 sebagai jelmaan Buddha Maitreya, merupakan awal Zaman Putih (Kiamat) di tahun 1905.

Ikuanisme mulai berkembang pesat saat sesepuh ke-18 Chang Thien Ran 張天然 memegang pemimpin. Chang lahir tahun 1889 pada tanggal Imlek 19 bulan 7, di Ji Ning, propinsi Shan Tong. Chang mengikuti aliran I Kuan Tao sejak tahun 1914. Sesepuh ke-17 Lu Zhong I yang dipercayai adalah jelmaan Maitreya melihat talenta Chang. Dan setelah meninggalnya sesepuh ke-17 tahun 1925, Chang diangkat menjadi sesepuh ke-18 tahun 1930. Chang dikatakan sebagai jelmaan Ci Kung, Buddha Sinting, atau disebut Buddha Hidup. Chang Thien Ran disebut sebagai Se Cun 師尊 (Bapak Guru Agung). Chang dikatakan atas mandat Lao Mu, menikahi Sun Su Chen 孫素真 yang disebut sebagai jelmaan Bodhisatwa Yek Huei 月慧菩薩 (Dewi Bulan Bijaksana). Sun Su Chen besama Chang Tien Jan menjabat sebagai sesepuh ke-18 I Kuan Tao. Sun dihormati sebagai Se Mu 師母(Ibu Guru Suci).

Ikuanisme menyebar pesat dari tahun 1930 sampai 1936. Dari tahun 1937-1947 selama kekuasaan Jepang, Ikuanisme juga berhasil menarik penganut dari utara, tengah sampai selatan Tiongkok. Chang Tien Ran meninggal tahun 1947 saat komunis mulai berkuasa di Tiongkok.

Dengan meninggalnya Chang, dan berkembangnya Komunis di China, Ikuanisme tidak dalam keadaan yang bersatu. Para muridnya secara tersendiri melarikan diri ke Hong Kong dan Taiwan. Sun Su Cen (Se Mu) mengambil alih kedudukan dan membawa ajaran Ikuanisme ke Hong Kong dan Taiwan. Dari Taiwan I Kuan Tao berkembang pesat dan menyebar ke Asia Tenggara (Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand). Sementara itu, para murid Chang secara individual menyebarkan ajaran I Kuan Tao, sehingga muncul kelompok-kelompok Ikuanisme dengan sesepuh atau pemimpin yang berbeda-beda. Di Taiwan, Ikuanisme mulai resmi diakui pemerintah sejak tahun 1987.

Aliran Buddha Maitreya di Indonesia

Aliran Ikuanisme bermula di Indonesia di tahun 1949 di Malang oleh seorang pengikut I Kuan Tao dari Taiwan bernama Tan Pik Ling (Hokkian) atau Chen Po Ling (Mandarin) atau dikenal sebagai Maitreyawira (Indonesia). Tan adalah seorang dokter gigi, pertama sekali datang ke Indonesia sejak tahun 1930. Beliau dikatakan diutus oleh Se Mu (Ibu Guru Suci) dan Pan Hua Ling 潘華齡 pemimpin Kelompok Pau Kuang 寶光組. Sejarah lain dari kelompok Pau Kuang Cien Te 寶光建德 mengatakan bahwa sesepuh Li Su Ken 呂樹根 mengutus Tan Pik Ling ke Indonesia. Vihara Maitreya pertama didirikan di Malang bernama Chiao Kuang di tahun 1950. Vihara ini adalah Fo Tang 佛堂 pertama yang berdiri di luar China dan Taiwan. Di bawah pimpinan Tan, Ikuanisme (Buddha Maitreya) berkembang pesat ke Surabaya, Jakarta, Medan, Pontianak dan seluruh Indonesia. Tan meninggal tahun 1985. Di Indonesia, I Kuan Tao menempel sebagai agama Buddha, karena pemerintah hanya mengakui 5 agama resmi. Sehingga di Indonesia Buddha Maitreya muncul sebagai aliran agama Buddha, membentuk Majelis Pandita Buddha Maitreya Indonesia (MAPANBUMI) dan bernaung di bawah Walubi.

Se Mu 師母(Ibu Suci) sewaktu di Taiwan berada di bawah asuhan Wang Hao Te 王好德(atau sesepuh Ong) selama 11 tahun, Wang sendiri adalah pengikut kelompok Pao Kuang 寶光組. Dengan meninggalnya Se Mu 4 April 1975, Wang Hao Te mengaku sebagai penerus asli Ikuanisme yang diangkat oleh Se Mu. Hanya melalui beliau Kuasa Firman Tuhan Tien Ming dapat diberikan, Sesepuh Ong mengaku sebagai penerus Benang Emas yang sejati. Banyak kelompok I Kuan Tao yang menolak sehingga Wang Hao Te membentuk aliran sendiri yang disebut Tao Agung Maitreya 彌勒大道. Tan Pik Ling di Indonesia yang juga pengikut kelompok Pao Kuang memutuskan untuk bergabung dengan Wang Hao Te. Ikuanisme membentuk organisasi sendiri dengan kantor pusat di El Monte, California, pada tahun 2000 membentuk organisasi I Kuan Tao Indonesia dan Yayasan Eka Dharma (dari kelompok Pau Kuang Cien Te). I Kuan Tao tidak mengakui aliran Maitreya dan sebaliknya juga. Namun aliran Buddha Maitreya di Indonesia jauh lebih pesat dan lebih banyak pengikutnya daripada I Kuan Tao.

Aliran Buddha Maitreya berkembang sebagai agama unik Indonesia. Aliran ini mengadopsi istilah-istilah Indonesia dan Sansekerta Buddha. Disebabkan juga oleh tekanan pemerintah ORBA yang melarang penggunaan bahasa Mandarin, liturgi dan upacara keagamaan juga menggunakan Bahasa Indonesia. Larangan juga untuk menggunakan patung-patung non-buddhis (seperti Kuan Kong). Dalam era reformsi sekarang, vihara Maitreya kembali lebih bebas menggunakan bahasa Mandarin. Vihara Maitreya di Indonesia juga unik, berciri khas tercantum kalimat "Tuhan Maha Esa" dan mengikuti perayaan Buddha seperti Waisak, Kathina, dan menggantungkan gambar Siddharta Buddha. Ciri-ciri ini jarang ditemukan di vihara Maitreya di Taiwan, karena I Kuan Tao mengajarkan bahwa agama Buddha telah ketinggalan zaman, dan sekarang adalah zaman Buddha Maitreya. Vihara Maitreya sekarang lebih bebas mengekspresikan sebagai aliran Maha Tao, bentuk umum Vihara yaitu Buddha Maitreya di tengah, di kiri dan kanan foto "Se Cun" and "Se Mu" dengan tambahan gambar Sang Buddha (Siddharta Gautama) di beberapa Vihara Maitreya.

Aliran Maitreya dan Ikuanisme sama-sama menganut ajaran Sang Buddha Siddharta Gautama, mereka tidak memandang pantang-pantang yang biasanya dipercayai oleh umat Buddha awam. Berbagai doktrin dan filosofi dipelajari serta diajarkan kepada umatnya, termasuk falsafah Konfusius dan filosofi/akhlak kehidupan seperti San Zi Jing (三字经/三字經). Pengikutnya ditekankan untuk menghormati kepercayaan dan penganut Agama lainnya. Bagi pengikut Buddha Indonesia yang telah memahami secara mendalam tentang ajaran/falsafah Buddha, mereka pasti mengatakan bahwa aliran Maitreya juga termasuk Buddha yang resmi, karena semua ajaran yang diajarkan kepada umatnya berdasarkan pada doktrin yang diajarakan oleh Sang Buddha juga. Aliran Maitreya juga diterima baik oleh karangan masyarakat di Amerika Serikat.

Aliran Maitreya berkembang paling pesat di antara aliran Buddha di Indonesia. Para pengikut aliran Maitreya dianjurkan untuk menjadi vegetarian, dan menyebarkan ajaran ini dengan membawa teman atau saudara untuk memohon jalan ketuhanan.

Tiga Mustika
Para pengikut aliran Ikuanisme atau Buddha Maitreya dianjurkan untuk mengajak teman dan saudara untuk "dibaptis" atau memohon Jalan Ketuhanan 求道 Chiu Tao. Upacara dhiksa firmani (pembaptisan) dipimpin oleh seorang pandita 點傳師 ("Tien Cuan Se") yang dipercayai memegang "Kuasa Firman Tuhan" 天命(Thien Ming). Dengan dhiksa pengikut baru akan diberikan Tri Mustika 三寶 San Pao yang tidak boleh diceritakan kepada orang lain. Tri Mustika tersebut yakni:

1.Membuka Pintu Suci atau 玄關 Sien Kuan, adalah titik di pusat muka yang dipercayai adalah tempat dimana hati nurani seseorang tinggal, juga merupakan pintu keluar roh untuk kembali ke surga.

2.Ucapan Suci Khou Cue 口訣, berupa 5 kata yang dapat memanggil bantuan para dewa di saat kesusahan atau malapetaka.

3.Pertanda Suci atau Mudra He Tung 合同, berupa lipatan tangan: tangan kiri (simbol kebaikan) berada di luar menutupi tangan kanan (simbol kejahatan), melipat jari, dan meletakkan di depan dada. Mudra atau simbol ini menandakan pengikut Maitreya (anak Lao Mu) untuk melewati 9x9 bencana terakhir.

Dengan Tri Mustika ini, para pengikut Ikuanisme diyakinkan bahwa mereka akan naik ke surga sewaktu meninggal dengan bukti bahwa mayat orang yang telah di-dhiksa akan lemas dan tidak kaku.
 
kalau dilihat dari tulisan tersebut
ternyata aliran Theravada dan Maitreya beda banget ya.
 
@all in
perkataan anda tidak salah, tp karena Buddha Maitreya mempunyai ikrar agung mewujudkan bumi yg penuh kekotoran menjadi bumi suci Maitreya, maka sebelum kedatangan Beliau, ajaran Ketuhanan telah di turunkan ke dunia. Dimana ajaran ini seperti menyiapkan jalan bagi Sang Maitreya agar dapat mewujudkan Bumi Suci spt yang di ikrarkan olehNya. Ajaran ini menekankan langsung praktek cint kasih lewat vegetarian, cinta kasih kepada sesama, berpaling kepada Hati Nurani. Dgn dimulai saat ini lah maka Bumi Suci Maitreya baru akan terbentuk saat kedatangan Beliau.
Coba anda pikir, kalau praktek cinta kasih tidak dimulai dari sekarang, sementara anda melihat moral manusia dari hari kehari semakin merosot. Tangisan, peperangan, pembunuhan (anak bunuh orang tua, orang tua memperkosa anak sendiri) semakin nyata di kehidupan kita, saya bertanya kepada anda mungkinkah bumi suci Maitreya akan terbentuk jika kemerosotan moral manusia semakin parah dari hari ke hari, waktu ke waktu?
Saya percaya anda semua adalah orang yg pernah membaca sutra dimana di katakan Bumi Maitreya adalah Bumi yang penuh dgn orang-2 yg cinta kasih. Nah darimana terbentuk Bumi Suci Maitreya yang penuh dgn orang2 yang cinta kasih sedangkan secara nyata kita melihat dunia kita dipenuhi dgn orang2 yang tidak bermoral? Ya tentu di mulai dari sekarang, dimulai dari ajaran Maha Tao Maitreya di turunkan dgn praktek cinta kasih, berpaling kepada Hati Nurani, barulah Bumi Suci tsb akan dapat terwujud.

Jadi pingin nimbrung masalah mengenai bumi suci / tanah suci... Ada Tanah Suci Barat / Sukhawati, Tanah Suci Timur / Bhaisjayaguru, Nih ada lagi bumi suci Maitreya... Pernah dengar Tanah Suci Sakyamuni... Ini adalah kutipan Vimalakirti Nirdesa Sutra...

NB : Dalam bahasa Inggris...

VIMALAKIRTI NIRDESA SUTRA
Translated by Robert A. F. Thurman
1. Purification of the Buddha-Field
Reverence to all Buddhas, Bodhisattvas, Aryasravakas, and Pratyekabuddhas, in the past, the present, and the future.
Thus have I heard:
At one time the Lord Buddha was in residence in the garden of Amrapali, in the city of Vaisali, attended by a great gathering. Of Bhikkhus there were eight thousand, all saints. They were free from impurities and afflictions, and all had attained self-mastery. Their minds were entirely liberated by perfect knowledge. They were calm and dignified, like royal elephants. They had accomplished their work, done what they had to do, cast off their burdens, attained their goals, and totally destroyed the bonds of existence. They all had attained the utmost perfection of every form of mind control.
Of bodhisattvas there were thirty-two thousand, great spiritual heroes who were universally acclaimed. They were dedicated through the penetrating activity of their great super-knowledge’s and were sustained by the grace of the Buddha. Guardians of the city of Dharma, they upheld the true doctrine, and their great teachings resounded like the lion's roar throughout the ten directions.
Without having to be asked, they were the natural spiritual benefactors of all living beings. They maintained unbroken the succession of the Three Jewels, conquering devils and foes and overwhelming all critics.
Their mindfulness, intelligence, realization, meditation, incantation, and eloquence all were perfected. They had attained the intuitive tolerance of the ultimate incomprehensibility of all things. They turned the irreversible wheel of the Dharma. They were stamped with the insignia of sign-less-ness. They were expert in knowing the spiritual faculties of all living beings. They were brave with the confidence that overawes all assemblies. They had gathered the great stores of merit and of wisdom, and their bodies, beautiful without ornaments, were adorned with all the auspicious signs and marks.
They were exalted in fame and glory, like the lofty summit of Mount Sumeru. Their high resolve as hard as diamond, unbreakable in their faith in Buddha, Dharma and Sangha, they showered forth the rain of ambrosia that is released by the light rays of the jewel of the Dharma, which shines everywhere.
Their voices were perfect in diction and resonance, and versatile in speaking all languages. They had penetrated the profound principle of relativity and had destroyed the persistence of the instinctual mental habits underlying all convictions concerning finitude and infinitude. They spoke fearlessly, like lions, sounding the thunder of the magnificent teaching. Unequaled, they surpassed all measure. They were the best captains for the voyage of discovery of the treasures of the Dharma, the stores of merit and wisdom. They were expert in the way of the Dharma, which is straight, peaceful, subtle, gentle, hard to see, and difficult to realize.
They were endowed with the wisdom that is able to understand the thoughts of living beings, as well as their comings and goings. They had been consecrated with the anointment of the peerless gnosis (intuitive knowledge) of the Buddha. With their high resolve, they approached the ten powers, the four fearlessnesses, and the eighteen special qualities of the Buddha.
They had crossed the terrifying abyss of the bad migrations, and yet they assumed reincarnation voluntarily in all migrations for the sake of disciplining living beings. Great Kings of medicine, understanding all the sicknesses of passions, they could apply the medicine of the Dharma appropriately. They were inexhaustible mines of limitless virtues, and they glorified innumerable Buddha-fields with the splendor of these virtues. They conferred great benefit when seen, heard, or even approached. Were one to extol them for innumerable hundreds of thousands of myriads of aeons, one still could not exhaust their mighty flood of virtues.
These bodhisattvas were named: Samadarsana, Asamadarsana, Samadhivikurvitaraja, harmesvara, Dharmaketu, Prabhaketu, Prabhavyuha, Ratnavyuha, Mahavyuha, Pratibhanakuta, Ratnakuta, Ratnapani, Ratnamudrahasta, Nityapralambahasta, Nityotksipthasta, Nityatapta, Nityamuditendriya, Pramodyaraja, Devaraja, Pranidhanapravesaprapta, Prasiddhapratisamvitprapta, Gaganaganja, Ratnolkaparigrhita, Ratnasura, Ratnapriya, Ratnasri, Indrajala, Jaliniprabha, Niralambanadhyana, Prajnakuta, Ratnadatta, Marapramardaka, Vidyuddeva, Vikurvanaraja, Kutanimittasamatikranta, Simhanadanadin, Giryagrapramardiraja, Gandhahastin, Gandhakunjaranaga, Nityodyukta, Aniksiptadhura, Pramati, Sujata, Padmasrigarbha, Padmavyuha, Avalokitesvara, Mahasthamaprapta, Brahmajala, Ratnadandin, Marakarmavijeta, Ksetrasamalamkara, Maniratnacchattra, Suvarnacuda, Manicuda, Maitreya, Manjusrikumarabhuta, and so forth, with the remainder of the thirty-two thousand.
There were also gathered there ten thousand Brahmas, at their head Brahma Sikhin, who had come from the Ashoka universe with its four sectors to see, venerate, and serve the Buddha and to hear the Dharma from his own mouth. There were twelve thousand Sakras, from various four-sector universes. And there were other powerful gods: Brahmas, Sakras, Lokapalas, devas, nagas, yakshas, gandharvas, asuras, garudas, kimnaras, and mahoragas. Finally, there was the fourfold community, consisting of Bhikkhus, Bhikkhunis, laymen, and laywomen.
The Lord Buddha, thus surrounded and venerated by these multitudes of many hundreds of thousands of living beings, sat upon a majestic lion-throne and began to teach the Dharma. Dominating all the multitudes, just as Sumeru, the king of mountains, looms high over the oceans, the Lord Buddha shone, radiated, and glittered as he sat upon his magnificent lion-throne.
Thereupon, the Licchavi bodhisattva Ratnakara, with five hundred Licchavi youths, each holding a precious parasol made of seven different kinds of jewels, came forth from the city of Vaisali and presented himself at the grove of Amrapali. Each approached the Buddha, bowed at his feet, circumambulated him clockwise seven times, laid down his precious parasol in offering, and withdrew to one side.
As soon as all these precious parasols had been laid down, suddenly, by the miraculous power of the Lord, they were transformed into a single precious canopy so great that it formed a covering for this entire billion-world galaxy. The surface of the entire billion-world galaxy was reflected in the interior of the great precious canopy, where the total content of this galaxy could be seen: limitless mansions of suns, moons, and stellar bodies; the realms of the devas, nagas, yakshas, gandharvas, asuras, garudas, kimnaras, and mahoragas, as well as the realms of the four Maharajas; the king of mountains, Mound Sumeru; Mount Himadri, Mount Mucilinda, Mount Mahamucilinda, Mount Gandhamadana, Mount Ratnaparvata, Mount Kalaparvata, Mount Cakravada, Mount Mahacakravada; all the great oceans, rivers, bays torrents, streams, brooks, and springs; finally, all the villages, suburbs, cities, capitals, provinces, and wildernesses. All this could be clearly seen by everyone. And the voices of all the Buddhas of the ten directions could be heard proclaiming their teachings of the Dharma in all the worlds, the sounds reverberating in the space beneath the great precious canopy.
At this vision of the magnificent miracle affected by the supernatural power of the Lord Buddha, the entire host was ecstatic, enraptured, astonished, delighted, satisfied, and filled with awe and pleasure. They all bowed down to the Tathágata, withdrew to one side with palms pressed together, and gazed upon him with fixed attention. The young Licchavi Ratnakara knelt with his right knee on the ground raised his hands; palms pressed together in salute of the Buddha, and praised him with the following hymn:

Pure are your eyes, broad and beautiful, like the petals of a blue lotus.
Pure is your thought, having discovered the supreme transcendence of all trances.
Immeasurable is the ocean of your virtues, the accumulation of your good deeds.
You affirm the path of peace.
Oh, Great Ascetic, obeisance to you!

Leader, bull of men, we behold the revelation of your miracle.
The superb and radiant fields of the Sugatas appear before us,
And your extensive spiritual teachings, that lead to immortality
Make themselves heard throughout the whole reach of space.

Dharma-King, you rule with the Dharma your supreme Dharma-kingdom,
And thereby bestow the treasures of the Dharma upon all living beings.
Expert in the deep analysis of things, you teach their ultimate meaning.
Sovereign Lord of Dharma, obeisance to you.

All these things arise dependently, from causes,
Yet they are neither existent nor nonexistent.
Therein is neither ego, nor experiencer, nor doer,
Yet no action, good or evil, loses its effects.
Such is your teaching.

O Shakyamuni, conquering the powerful host of Mara,
You found peace, immortality, and the happiness of that supreme enlightenment,
Which is not realized by any among the heterodox,
Though they arrest their feeling, thought and mental processes.

O Wonderful King of Dharma,
You turned the wheel of Dharma before men and gods,
With its threefold revolution, its manifold aspects,
Its purity of nature, and its extreme peace;
And thereby the Three Jewels were revealed.

Those who are well disciplined by your precious Dharma
Are free of vain imaginings and always deeply peaceful.
Supreme doctor, you put an end to birth, decay, sickness, and death.
Immeasurable Ocean of virtue, obeisance to you!

Like Mount Sumeru, you are unmoved by honor or scorn.
You love moral beings and immoral beings equally.
Poised in equanimity, your mind is like the sky.
Who would not honor such a precious jewel of a being?

Great Sage, in all these multitudes gathered here,
Who look upon your countenance with hearts sincere in faith,
Each being beholds the Victor, as if just before him.
This is a special quality of the Buddha.

Although the Lord speaks with but one voice,
Those present perceive that same voice differently,
And each understands in his own language according to his own needs.
This is a special quality of the Buddha.

From the Leader's act of speaking in a single voice,
Some merely develop an instinct for the teaching, some gain realization,
Some find pacification of all their doubts.
This is a special quality of the Buddha.

Obeisance to you who command the force of leadership and the ten powers!
Obeisance to you who are dauntless, knowing no fear!
Obeisance to you, leader of all living beings,
Who fully manifests the special qualities!

Obeisance to you who have cut the bondage of all fetters!
Obeisance to you who, having gone beyond, stand on firm ground!
Obeisance to you who save the suffering beings!
Obeisance to you who do not remain in the migrations!

You associate with living beings by frequenting their migrations.
Yet your mind is liberated from all migrations.
Just as the lotus, born of mud, is not tainted thereby,
So the lotus of the Buddha preserves the realization of void-ness.

You nullify all signs in all things everywhere.
You are not subject to any wish for anything at all.
The miraculous power of the Buddhas is inconceivable.
I bow to you, who stand nowhere, like infinite space.

Then, the young Licchavi Ratnakara, having celebrated the Buddha with these verses, further addressed him:
"Lord, these five hundred young Licchavis are truly on their way to unexcelled, perfect enlightenment, and they have asked what is the bodhisattvas' purification of the Buddha-field. Please, Lord, explain to them the bodhisattvas' purification of the Buddha-field!"
Upon this request, the Buddha gave his approval to the young Licchavi Ratnakara: "Good, good, young man!
Your question to the Tathágata about the purification of the Buddha-field is indeed good. Therefore, young man, listen well and remember! I will explain to you the purification of the Buddha-field of the bodhisattvas."
"Very good, Lord," replied Ratnakara and the five hundred young Licchavis, and they set themselves to listen.
The Buddha said, "Noble sons, a Buddha-field of bodhisattvas is a field of living beings. Why so? A bodhisattva embraces a Buddha-field to the same extent that he causes the development of living beings. He embraces a Buddha-field to the same extent that living beings become disciplined. He embraces a Buddha-field to the same extent that, through entrance into a Buddha-field, living beings are introduced to the Buddha-gnosis. He embraces a Buddha-field to the same extent that, through entrance into that Buddha-field, living beings increase their holy spiritual faculties. Why so? Noble son, a Buddha-field of bodhisattvas springs from the aims of living beings.
"For example, Ratnakara, should one wish to build in empty space, one might go ahead in spite of the fact that it is not possible to build or to adorn anything in empty space. In just the same way, should a bodhisattva, who knows full well that all things are like empty space, wish to build a Buddha-field in order to develop living beings, he might go ahead, in spite of the fact that it is not possible to build or to adorn a Buddha-field in empty space.
"Yet, Ratnakara, a bodhisattva's Buddha-field is a field of positive thought. When he attains enlightenment, living beings free of hypocrisy and deceit will be born in his Buddha-field.
"Noble son, a bodhisattva's Buddha-field is a field of high resolve. When he attains enlightenment, living beings that have harvested the two stores and have planted the roots of virtue will be born in his Buddha-field.
"A bodhisattva's Buddha-field is a field of virtuous application. When he attains enlightenment living beings that live by all virtuous principles will be born in his Buddha-field.
"A bodhisattva's Buddha-field is the magnificence of the conception of the spirit of enlightenment. When he attains enlightenment, living beings that are actually participating in the Mahayana will be born in his Buddha-field.
"A bodhisattva's Buddha-field is a field of generosity. When he attains enlightenment, living beings that give away all their possessions will be born in his Buddha-field.
"A bodhisattva's Buddha-field is a field of tolerance. When he attains enlightenment, living beings with the transcendences of tolerance, discipline, and the superior trance - hence beautiful with the thirty-two auspicious signs - will be born in his Buddha-field.
"A bodhisattva's Buddha-field is a field of meditation. When he attains enlightenment, living beings that are evenly balanced through mindfulness and awareness will be born in his Buddha-field.
"A bodhisattva's Buddha-field is a field of wisdom. When he attains enlightenment, living beings that are destined for the ultimate will be born in his Buddha-field.
"A bodhisattva's Buddha-field consists of the four immeasurables. When he attains enlightenment, living beings that live by love, compassion, joy, and impartiality will be born in his Buddha-field.
"A bodhisattva's Buddha-field consists of the four means of unification. When he attains enlightenment, living beings that are held together by all the liberations will be born in his Buddha-field.
"A bodhisattva's Buddha-field is skill in liberative technique.
When he attains enlightenment, living beings skilled in all liberative techniques and activities will be born in his Buddha-field.
"A bodhisattva's Buddha-field consists of the thirty-seven aids to enlightenment. Living beings who devote their efforts to the four foci of mindfulness, the four right efforts, the four bases of magical power, the five spiritual faculties, the five strengths, the seven factors of enlightenment, and the eight branches of the holy path will be born in his Buddha-field.
"A bodhisattva's Buddha-field is his mind of total dedication. When he attains enlightenment, the ornaments of all virtues will appear in his Buddha-field.
"A bodhisattva's Buddha-field is the doctrine that eradicates the eight adversities. When he attains enlightenment, the three bad migrations will cease, and there will be no such thing as the eight adversities in his Buddha-field.
"A bodhisattva's Buddha-field consists of his personal observance of the basic precepts and his restraint in blaming others for their transgressions. When he attains enlightenment, even the word 'crime' will never be mentioned in his Buddha-field.
"A bodhisattva's Buddha-field is the purity of the path of the ten virtues. When he attains enlightenment, living beings who are secure in long life, great in wealth, chaste in conduct, enhanced by true speech, soft-spoken, free of divisive intrigues and adroit in reconciling factions, enlightening in their conversations, free of envy, free of malice, and endowed with perfect views will be born in his Buddha-field.
"Thus, noble son, just as is the bodhisattva's production of the spirit of enlightenment, so is his positive thought. And just as is his positive thought, so is his virtuous application.
"His virtuous application is tantamount to his high resolve, his high resolve is tantamount to his determination, his determination is tantamount to his practice, and his practice is tantamount to his total dedication, his total dedication is tantamount to his liberative technique, his liberative technique is tantamount to his development of living beings, and his development of living beings is tantamount to the purity of his Buddha-field.
"The purity of his Buddha-field reflects the purity of living beings; the purity of the living beings reflects the purity of his gnosis; the purity of his gnosis reflects the purity of his doctrine; the purity of his doctrine reflects the purity of his transcendental practice; and the purity of his transcendental practice reflects the purity of his own mind."
Thereupon, magically influenced by the Buddha, the venerable Shariputra had this thought: "If the Buddha-field is pure only to the extent that the mind of the bodhisattva is pure, then, when Shakyamuni Buddha was engaged in the career of the bodhisattva, his mind must have been impure. Otherwise, how could this Buddha-field appear to be so impure?"
The Buddha, knowing telepathically the thought of venerable Shariputra, said to him, "What do you think, Shariputra? Is it because the sun and moon are impure that those blind from birth do not see them?"
Shariputra replied, "No, Lord. It is not so. The fault lies with those blind from birth, and not with the sun and moon."
The Buddha declared, "In the same way, Shariputra, the fact that some living beings do not behold the splendid display of virtues of the Buddha-field of the Tathágata is due to their own ignorance. It is not the fault of the Tathágata. Shariputra, the Buddha-field of the Tathágata is pure, but you do not see it."
Then the Brahma Sikhin said to the venerable Shariputra, "Reverend Shariputra, do not say that the Buddha-field of the Tathágata is impure. Reverend Shariputra, the Buddha-field of the Tathágata is pure. I see the splendid expanse of the Buddha-field of the Lord Shakyamuni as equal to the splendor of, for example, the abodes of the highest deities."
Then the venerable Shariputra said to the Brahma Sikhin, "As for me, O Brahma, I see this great earth, with its highs and lows, its thorns, its precipices, its peaks, and its abysses, as if it were entirely filled with ordure."
Brahma Sikhin replied, "The fact that you see such a Buddha-field as this as if it were so impure, reverend Shariputra, is a sure sign that there are highs and lows in your mind and that your positive thought in regard to the Buddha-gnosis is not pure either. Reverend Shariputra, those whose minds are impartial toward all living beings and whose positive thoughts toward the Buddha-gnosis are pure see this Buddha-field as perfectly pure."
Thereupon the Lord touched the ground of this billion-world-galactic universe with his big toe, and suddenly it was transformed into a huge mass of precious jewels, a magnificent array of many hundreds of thousands of clusters of precious gems, until it resembled the universe of the Tathágata Ratnavyuha, called Anantagunaratnavyuha. Everyone in the entire assembly was filled with wonder, each perceiving himself seated on a throne of jeweled lotuses.
Then, the Buddha said to the venerable Shariputra, "Shariputra, do you see this splendor of the virtues of the Buddha-field?"
Shariputra replied, "I see it, Lord! Here before me is a display of splendor such as I never before heard of or beheld!"
The Buddha said, "Shariputra, this Buddha-field is always thus pure, but the Tathágata makes it appear to be spoiled by many faults, in order to bring about the maturity of the inferior living beings. For example, Shariputra, the gods of the Trayastrimsa heaven all take their food from a single precious vessel, yet the nectar, which nourishes each one, differs according to the differences of the merits each has accumulated. Just so, Shariputra, living beings born in the same Buddha-field see the splendor of the virtues of the Buddha-fields of the Buddhas according to their own degrees of purity."
When this splendor of the beauty of the virtues of the Buddha-field shone forth, eighty-four thousand beings conceived the spirit of unexcelled perfect enlightenment, and the five hundred Licchavi youths who had accompanied the young Licchavi Ratnakara all attained the conformative tolerance of ultimate birthlessness.
Then, the Lord withdrew his miraculous power and at once the Buddha-field was restored to its usual appearance. Then, both men and gods who subscribed to the disciple-vehicle thought, "Alas! All constructed things are impermanent."
Thereby, thirty-two thousand living beings purified their immaculate, undistorted Dharma-eye in regard to all things. The eight thousand Bhikkhus were liberated from their mental defilements, attaining the state of non-grasping. And the eighty-four thousand living beings that were devoted to the grandeur of the Buddha-field, having understood that all things are by nature but magical creations, all conceived in their own minds the spirit of unexcelled, totally perfect enlightenment.
 
@ dilbert.
yaaap. untung akhirnya muncul sesuatu yang lebih berbobot di forum ini.

Ciri-ciri wadahketuhanan/tanah suci/buddha field dari semua Buddha, ataupun dari semua Bodhisattva akan mempunyai ciri-ciri yang relatif sama.

satu pendekatan yang dapat kita lakukan, adalah menggunakan penjelasan (ttg Buddha field) di dalam sutra , katakanlah dalam Wei Mo Cie Cing (Vimalakirti Nirdesa sutra) sebagai arah latihan kita, krn dengan jelas mengingatkan kita ttg apa yang harus disiapkan/dilatih oleh mereka yang di dalam Jalan.

Salam...
 
Mohon maaf sebelumnya jika Thread dari saya ini membuat perbedaan pendapat yang cukup tajam. Khusus untuk umat Maitreya saya memohon maaf sebelumnya meski saya tak bermaksud membuat keributan di forum ini. setelah membaca Dhamma2 yang saya dapatkan di web2 lain, saya menemukan kita sebagai murid Sang Buddha sebaiknya lebih mementingkan Praktek Dhamma & mengendalikan Pikiran, ucapan & perbuatan untuk mecapai Sang Jalan (Nibbana). Salam Metta, Semoga Anda semua berbahagia.
 
^
iya sih om yg penting mah prakteknya
terus terang saja semua org disini pastinya memihak aliran masing2
menganggap baik aliran msng2
tp kan belom tentu aliran yg lain salah/sesat
dan ada yg merasa paling benar dan paling tau (itu yg saya simpulkan setelah membaca forum buddha ini,termasuk thread ini)
dan hal itu jg yg membuat saya (umat buddha yg ingin belajar lbh dlm ttg ajaran buddha)
menjadi enggan mungkin lbh tepat mls untuk main ato bertanya ke forum Buddha ini (ya semoga cm saya saja yg merasa begitu)
maaf saya cm mau jujur dan maaf jg kalo jd OOT
Karena selama ini saya menganggap BUddha itu satu,mau aliran mahayana,theravada ato maitreya kan sama2 mengajarkan untuk berbuat baik
tidak mengajarkan umatnya untuk berbuat buruk
mungkin ilmu/teori saya ttg Buddha amat dangkal
tp yg paling penting bagi saya,tidak berbuat jahat kepada org
biarlah Tuhan yg menilai baik buruk diri saya,bukan org lain

O iya katanya Buddha tidak mengenal Tuhan
apakah itu benar???
Maaf bgt ya kalo OOT ato ada yg tersinggung,thanks.
 
Mungkin kita dudukan persoalan tentang aliran Maitreya...

Jika kita bandingkan persoalan aliran aliran Mahayana misalnya Aliran Tanah Suci Sukhawati yang memuja Buddha Amitabha. Mengapa persoalan TAnah Suci Sukhawati yang notabene memuja Buddha Amitabha itu tidak terlalu dipersoalkan ??? Walaupun juga tidak ada juga bukti otentik adanya Tanah Suci Sukhawati, tetapi di dalam penjelasan sutta aliran Theravada juga tidak menyatakan "TIDAK ADA" dan bahkan menjelaskan memang terdapat jumlah tak terhitung makhluk yang telah mencapai tingkat Ke-BUDDHA-an...

Tetapi jika aliran Maitreya yang menyatakan bahwa Maitreya sudah menjelma ke dunia ini dan menyebarkan DHARMA, menurut Pendapat saya, hal ini merupakan yang paling bertentangan dengan ajaran BUDDHA GOTAMA. Buddha Gotama memang telah menyatakan bahwa Buddha yang akan datang adalah Bodhisatva Maitreya, tetapi syarat dan kondisi dimana kelahiran Bodhisatva Maitreya ke dunia ini dan menyebarkan ajaran sudah diketahui banyak orang.

Pertanyaannya adalah apakah saat ini sudah saatnya Bodhisatva Maitreya terlahir ke dunia dan menyebarkan ajaran, karena tidak akan ada AJARAN 2 sammasambuddha pada saat yang sama.

Jadi secara logika begini saja. JIKA PERNYATAAN BUDDHA GOTAMA tidak bisa dijadikan sebagai dasar, maka AJARAN BUDDHA TIDAK ADA, TIDAK ADA ALIRAN THERAVADA, TIDAK ADA ALIRAN MAHAYANA, TIDAK ADA ALIRAN TANTRA, APALAGI ALIRAN MAITREYA.
 
Masih belom selesai juga nih debatnya..... hehehehe :)
salam kenal semua member indoforum
 
@angeltata
Agama Buddha bukannya tidak mengenal tuhan. Tetapi, Tuhan di agama Buddha itu berbeda dengan Tuhan di agama lain. Dalam arti Tuhan di agama Buddha itu tidak berfungsi sebagai Pengatur Ia tidak berfungsi sebagai apa apa. Dalam arti Tuhan tidak ada wewenang untuk mengatur hidup kita DLL..

masala ini mohon liat di thread thread sebelumnya.. ^_^
dulu juga saya sala pengertian dan hampir jadi Atheist :)
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.