Tumpek
Hari Tumpek berasal dari kata-kata "tu" dan "pek".
Tu artinya keluar, dan Pek artinya akhir; rangkaian kata-kata itu berarti "penggabungan dari akhir", dalam hal ini Tumpek adalah pertemuan dari akhir Saptawara (Saniscara) dan akhir Pancawara (Kliwon). Jika kedua akhir ini bertemu dengan Wuku bermakna sebagai hari raya yang berhubungan dengan Trihitakarana.
Hari-hari Tumpek ada enam yaitu:
1. TUMPEK KRULUT (
Sabtu, Kliwon, Krulut)
Sumber sastranya, Lontar Aji Gurnita. Krulut berasal dari kata "lulut" artinya : senang sekali dalam hal ini berhubungan dengan alat-alat tetabuhan (gamelan).
Suara gambelan Pelok yaitu :
- "Dang" Dewanya Iswara aksaranya Sa,
- "Ding" Dewanya Brahma aksaranya Ba,
- "Deng" Dewanya Mahadewa aksaranya Ta,
- "Dung" Dewanya Wisnu aksaranya A,
- "Dong" Dewanya Siwa aksaranya I.
Suara gamelan Slendro yaitu :
- "Ndang" Dewinya Mahadewi aksaranya Na.
- "Nding" Dewinya Saraswati aksaranya Ma,
- "Ndeng" Dewinya Gayatri aksranya Si,
- "Ndung" Dewinya Sri aksaranya Wa,
- "Ndong" Dewinya Uma aksaranya Ya;
Banten ditujukan kepada Bethara Asta Eswarya : sesayut, pengambean, peras, panyeneng, sodaan, daksina, blabaran, ketipat gong, ketipat kelanan, canang wangi, lenge wangi, pasucian, rantasan, kumkuman, pengulapan, pangenteg, prayascita, dan segehan mesambleh pitik samlunglung, dan banten odalan.
2. TUMPEK KUNINGAN (
Sabtu, Kliwon, Kuningan)
Banten Redite Wuku Kuningan (ulihan jawa) ditujukan kepada Hyang Pramestiguru: sodaan, canang genten, segehan cacahan.
Banten Soma Wuku Kuningan (ulihan bali) ditujukan kepada Hyang Pramestiguru dan Sang Buta Dungulan : sodaan, canang burat wangi, canang genten, segehan kepel.
Banten Saniscara Wuku Kuningan (kuningan) ditujukan kepada Hyang Pramestiguru: tebog dengan rerasmenan, jajan, raka-raka, tamiang, candiga, canang wangi, canang pasucian, sodaan, penek kuning dengan lauk kuning telur, segehan aperancak. Tataban manusa : sesayut prayascita luwih, panyeneng, penek kunig, guling bebek putih segehan kuning.
Pada hari ini Ida Bhatara dan para Dewata-dewati diiringi para leluhur tedun untuk mensucikan diri dan melancaran, namun beliau-beliau akan kembali ke alam Nirwana pada jam 12 siang; oleh karena itu upacara agar dilaksanakan pagi hari sebelum jam itu.
3. TUMPEK LANDEP (
Sabtu, Kliwon, Kuningan)
Disebut juga sebagai Tumpek Senjata, hari pemujaan Sanghyang Pasupati dan juga merupakan Pujawali Bhatara Siwa.
Pada hari ini diupacarai segala macam senjata dan peralatan dari besi terutama buatan pande; tujuannya mohon ketajaman pikiran dan kekuatan lahir batin manusia (dipersenjatai Dharma).
Sumber sastranya Lontar Sundrigama; banten di Sanggah Pamerajan: tegteg daksina peras ajuman, tumpeng putih kuning selengkapnya dengan lauk sate berisi terasi merah, raka-raka; di perapen bantennya : sesayut pasupati, sesayut jayeng perang, sesayut kusumayuda, suci, daksina peras ajuman, canang wangi, dan pareresik.
4. TUMPEK UYE /TUMPEK KANDANG (
Sabtu, Kliwon, Uye)
Sumber sastranya Lontar Sundarigama; bermakna sebagai hari terciptanya segala inatang; Dewa yang dipuja : Sanghyang Rare Angon (manifestasi Siwa); bantennya : di sanggah pamerajan : suci, daksina peras ajuman, penek, sodan putih kuning, lenga wangi, burat wangi, panyeneng, pasucian; di kandang binatang berkaki empat :sesayut, panyeneng, pabersihan, jerimpeng, canang raka, dan ketupat; di kandang untuk jenis unggas : ketupat sida purna, ketupat bagia, ketupat pendawa, panyeneng, tetebus, kembang payasan.
5. TUMPEK WARIGA (
Sabtu, Kliwon, Wariga)
Tumpek Bubuh, merupakan otonan bagi segenap tumbuh-tumbuhan, dan awal dari rangkaian upacara-upacara Hari Galungan; yang dipuja adalah Bhatara Sangkara, mohon keselamatan bagi tumbuh-tumbuhan agar dapat dimanfaatkan manusia.
Berbagai nama yang diberikan kepada hari ini mengandung makna tertentu, yaitu :
Tumpek Pengarah, memberitahukan kepada pohon-pohonan bahwa 25 hari mendatang Galungan tiba mohon agar berbuah berbunga dan berdaun lebat agar dapat digunakan
untuk Galungan.
Tumpek Pengatag, karena batang pohon dicekak lalu disisipi satsat simbol kesucian sambil menepuk-nepuk batang (tagtag).
Tumpek Bubuh, karena di batang pohon itu diolesi bubur tepung beras simbol makanan.
Tumpek Uduh, karena manusia meminta (nguduh) pohon berbuah berdaun dan berbunga lebat .
Tumpek Wariga, karena jatuh pada Wuku Wariga yaitu hari baik untuk bermohon ke hadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa.
Sumber sastranya Lontar Sundarigama, banten di sanggah pamerajan, pura subak, atau palinggih dewa ayu sedahan abian : Sesayut, peras, tulung, bubur tepung, tumpeng agung, babi guling, jajan, raka-raka, panyeneng, tatebus, peras topeng.
6. TUMPEK WAYANG (
Sabtu, Kliwon, Wayang)
Sumber sastranya Lontar Sundarigama; bermakna sebagai otonan wayang.
Perlengkapan wayang merupakan simbol-simbol sebagai berikut :
- "Kelir" simbol ruangan alam permukaan bumi (bhuwana agung) dan simbol penampilan manusia yang mempunyai triguna : sattwam, rajas, tamas (bhuwana alit)
- "Lampu blencong" simbol matahari (bhuwana agung) dan simbol sinar jiwaatman yang mengendalikan triguna (bhuwana alit)
- "Dalang" simbol Ida Sanghyang Widhi Wasa yang berada di balik sinar cahaya-Nya (bhuwana agung) dan simbol jiwaatman yang memberi kekuatan sehingga badan kasar manusia bisa bergerak/berkata (bhuwana alit)
- "Wayang" simbol mahluk-mahluk ciptaan Ida Sanghyang Widhi Wasa yang diberi kehidupan namun kemudian dipralina untuk kembali ke sunia (bhuwana agung); "sunia" disimbolkan sebagai "gedog" (simbol trikona); perlakuan wayang oleh dalang seperti kodrat Ida Sanghyang Widhi Wasa terhadap mahluk hidup (bhuwana alit) di mana ada tiga proses yaitu : utpti (dikeluarkan dari gedog = dihidupkan), stiti (dimainkan di-kelir = kerja sebagai mahluk hidup), dan pralina (dikembalikan ke gedog = akhir kehidupan)
- "Gender" simbol irama zaman (bhuwana agung) dan simbol suara kehidupan (bhuwana alit)
Pada hari Tumpek Wayang, yang dipuja adalah Bethara Iswara; bantennya : disanggah pamerajan: peras, ajuman, perangkatan, bebek putih dipanggang, canang meraka, buah-buahan, pesucian, dan mapeselat memakai pandan duri; banten ayaban untuk Hyang Maha Kala dan tataban untuk manusia (terutama yang lahir di Wuku Wayang) : sesayut tumpeng agung, prayascita, panyeneng, banten otonan, beakala, banten nyapuh leger.
Selain wayang, juga disucikan alat-alat: gong, gambang, gender, gentha, angklung, kulkul, pratima, arca, dan benda-benda suci lainnya yang berbentuk ukiran.