• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Upakara Yadnya

minta ijin melanjutkan goes

1. Jnana Yoga
artinya penyatuan melalui pengetahuan atau sering dikonotasikan dengan analisis intelektual yang membawa presepsi langsung ttg tuhan yang bersifat transenden maupun imanen, realitas terdalam baik manusia maupun alam semsesta.
untuk mencapai realisasi langsung ini dan pemahaman ttg sang diri, jnana yoga menganjurkan disiplin-disiplin ttt yang hasrus dilakukan setelah proses rasionalisasi.

pertama harus belajar membedakan antara nyata dan tidak nyata
2.16
näsato vidyate bhävo / näbhävo vidyate sataù
ubhayor api dåñöo ’ntas / tv anayos tattva-darçibhiù

apa yg tidak ada, tidak akan pernah ada dan apa yang ada tak akan pernah lenyap.orang yang telah memiliki pengetahuan ttg kebenaran memahami keduanya

satu2nya relaitas yang kekal abadi, tak terbatas tak dapat dihancurkan, meresapi seluruh alam semesta. itu sama dengan sang diri didalam manusia dan realitas dialam semsta. apapun yang kita candra/rasakan atau alami memiliki awal dan akhir. karena itu kemampuan kita untuk memilah2 harus mambawa kita ke realitas abadi sang diri/tuhan ditengah obyek-obuek yang berlalu dengan cepat dan pengalaman hidup dan mati.

2.15
yaà hi na vyathayanty ete / puruñaà puruñarñabha
sama-duùkha-sukhaà dhéraà / so ’måtatväya kalpate

orang yang tenang merasakan sama antara susah dan senang. Orang seperti inilah yang berhak hidup kekal

karena kita mengetahui bahwa hanya diri ini yang nyata, kita seharusnya melepaskan keinginan akan kenikmatan dan belajar menyadari sumber kebahagian terbesar dalam Sang Diri yang berada dalam diri kita.

2.55
çré bhagavän uväca
prajahäti yadä kämän / sarvän pärtha mano-gatän
ätmany evätmanä tuñöaù / sthita-prajïas tadocyate

ketika seseorang dapat melenyapkan segala keinginann dalam hati dan hanya puas dengan Sang Diri, hanya dialah yang pantas disebut bijaksana.

untuk mengikuti jalan filsafat juga berarti mengikuti jalan pengendalian diri, dan gita menekankan kebenaran ini dalam sloka

2.66
nästi buddhir ayuktasya / na cäyuktasya bhävanä
na cäbhävayataù çäntir / açäntasya kutaù sukham

orang yang tidak mempunyai hubungan dengan tuhan tidak mungkin memiliki kecerdasan rohani maupun pikiran yang mantap. Tanpa kecerdasan rohani dan pikiran yang mantap tidak mungkin ada kedamaian. tanpa kedamaian mana mungkin ada kebahagiaan

2.67
indriyäëäà hi caratäà / yan mano ’nuvidhéyate
tad asya harati prajïäà / väyur nävam ivämbhasi

seperti perahu yang berada pada permukaan air dibawa lari oleh angin kencang, kecerdasaan seseorang dapat dilarikan bahkan oleh satu saja diantara indria2 yang mengembara dan menjadi titik pusat untuk pikiran

jnana yoga sebenarnya adalah proses neti, neti, bukan ini, bukan ini. Sang diri harus tidak diidentikan dengan entitas-entitas yang sementara seperti tubuh, pikiran dan panca indria atau dng obyek lain. Ketika seseorang telah menjadi ahli dalam membedakan diri sejatinya dengan yang bukan diri, dia mengalami pembebasan yang merupakan tujuan utama dari agama veda
>:D<
 
:D coba dibaca lagi dalem2 tulisan yang saya kutip dari Bapak Mustika
jaman kali yuga (sekarang) yang dianjurkan oleh kitab suci dengan cara berjapa

disini maksud penulis hanya mengingatkan sesuai yang ada di veda sebaiknya yang harus dilakukan pada jaman kali
:D.......
Dari yang anda sebutkan:
Jaman kali yuga (sekarang) yang dianjurkan oleh kitab suci dengan cara berjapa, mengucapkan mantram-mantram utama yang terdapat dalam weda, purana maupun itihasa. Disamping itu juga harus diimbangi dengan seva/pelayanan dan dana (amal).
saya tertarik mengetahui dasarnya di Veda disebutkan dimana yach???
Tolong dicantumkan ya agar saya mudenk juga,....:)
dan lagi jangan asal kutip donk bos tapi pahami dulu dan cari sumber literatur yang relevan,.....:)

yadnya adalah koban suci yang tulus iklas
yadnya tidak hanya sebatas upacara dan upakara
cakupan yadnya sangat luas
apakah kita berjapa bukan beryadnya???????
dari yang anda sebutkan kemudian:
Tiga hal itu yang pokok dan patut diutamakan oleh umat hindu di zaman sekarang. Bukan upacara. Pelaksanaan agama yang bertitik tumpu pada upacara sudah belalu 5.000 tahun lebih seiring dengan berlalunya jaman dwupara yuga (mustika, 2006)
Dari yang saya underline apakah anda ingin mengatakan bahwa upacara tidak boleh dilakukan??????
itulah dasar saya (komentar anda yang saya underline) dengan menyebutkan BG, 4.11 sehingga dari mana dasar anda dengan mengatakan "...... Bukan upacara......." ,
apakah menurut anda kata "bukan" sama dengan kata "menganjurkan",...:-/
Tolong pake dasar ya,....;)

BG 4.29
"apane juhvati pranam
prane panam tathapare
pranapana gati ruddhva
pranayama parayanah
apare niyataharah
pranan pranesu juhvati"

arti:
ada orang lain yang tertarik pada proses penahanan nafas agar tetap dalam semadi. Mereka berlatih dengan mempersembahkan gerak nafas keluar kedalam nafas masuk, dan nafas yang masuk kedalam nafas yang keluar, dan dengan demikian akhirnya mereka mantap dalam semadi, dengan menghentikan nafas sama sekali. Orang lain membatasi proses makan, dan mempersembahkan nafas keluar kedalam nafas yang keluar sebagai korban suci
mari kita bahas ini:.....;)
Arti yadnya adalah:
Yadnya adalah suatu karya suci yang dilaksanakan dengan ikhlas karena getaran jiwa/ rohani dalam kehidupan ini berdasarkan dharma, sesuai ajaran sastra suci Hindu yang ada (Weda). Yadnya dapat pula diartikan memuja, menghormati, berkorban, mengabdi, berbuat baik (kebajikan), pemberian, dan penyerahan dengan penuh kerelaan (tulus ikhlas) berupa apa yang dimiliki demi kesejahteraan serta kesempurnaan hidup bersama dan kemahamuliaan Sang Hyang Widhi Wasa.
http://www.babadbali.com/canangsari/pa-yadnya.htm
dari sumber yang lain menyebutkan:
Kalau ditinjau secara dari ethimologinya, kata yadnya berasal dari bahasa sansekerta, yaitu dari kata "yaj" yang artinya memuja atau memberi penghormatan atau menjadikan suci. Kata itu juga diartikan mempersembahkan; bertindak sebagai perantara. Dari urat kata ini timbul kata yaja (kata-kata dalam pemujaan), yajata (layak memperoleh penghormatan), yajus (sakral, retus, agama) dan yajna (pemujaan, doa persembahan) yang kesemuanya ini memiliki arti sama dengan Brahma.

Yadnya (yajna), dapat juga diartikan korban suci, yaitu korban yang didasarkan atas pengabdian dan cinta kasih. Pelaksanaan yadnya bagi umat Hindu adalah satu contoh perbuatan Hyang Widhi yang telah menciptalan alam semesta dengan segala isinya dengan yadnya-Nya. Yadnya adalah cara yang dilakukan untuk menghubungkan diri antara manusia dengan Hyang Widhi beserta semua manifestasinya untuk memperoleh kesucian jiwa dan persatuan Atman dengan Paramatman. Yadnya juga merupakan kebaktian, penghormatan dan pengabdian atas dasar kesadaran dan cinta kasih yang keluar dari hati sanubari yang suci dan tulus iklas sebagai pengabdian yang sejati kepada Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa).

http://www.parisada.org/index.php?option=com_content&task=view&id=474&Itemid=96
Yadnya dibagi- bagi sebagai berikut:
1. Menurut tingkat pelaksanaannya
http://www.babadbali.com/canangsari/pa-yadnya-tkt-pelaks.htm
2. Menurut jenisnya (panca yadnya)
http://www.babadbali.com/canangsari/pa-panca-yadnya.htm
3. Menurut waktu pelaksanaannya
http://www.babadbali.com/canangsari/pa-yadnya-waktunya.htm
4. Menurut cara menjalankannya (panca marga yadnya)
http://www.babadbali.com/canangsari/pa-panca-marga-yadnya.htm
Jika melihat pada apa yang anda kaitkan dari BG 4.29 maka itu akan termasuk dari panca marga yadnya yaitu:
Tapa Yadnya.
Yaitu suatu korban suci dengan jalan bertapa, sebagai jalan peneguhan iman di dalam menghadapi segala jenis godaan agar memiliki ketahanan di dalam perjuangan hidup serta menyukseskan suatu cita- cita luhur.
Suatu kegiatan Tapa jika dilatarbelakangi oleh keinginan untuk menghindarkan diri dari berbagai kewajiban dalam kehidupan ini, tidak dapat kita katakan sebagai Tapa Yadnya. Tapa Yadnya justru dilaksanakan demi menegakkan dharma, sehingga kekuatannya akan menelurkan adanya ketenangan, ketentraman, serta kebahagiaan, baik bagi pelakunya maupun bagi masyarakat banyak. Tapa Yadnya termasuk Yadnya yang sangat berat, akan tetapi sangat mulia dan tinggi nilainya dari sudut spiritual.
Apabila diyakini pelaksanaannya maka akan dicapai apa yang disebut "SATYAM EVA JAYATE" yang berarti hanya kebenaran yang menang pada akhirnya.


nah jangan anda katakan cara yang lain tidak sesuai dengan Veda apalagi anda katakan,
"Tiga hal itu yang pokok dan patut diutamakan oleh umat hindu di zaman sekarang. Bukan upacara. Pelaksanaan agama yang bertitik tumpu pada upacara sudah belalu 5.000 tahun lebih seiring dengan berlalunya jaman dwupara yuga (mustika, 2006)"
apa menurut anda pelaksanaan upacara itu pada jaman sekarang kurang tepat?????
sebaiknya anda lebih mencari dulu makna simbolik dari apa-apa saja perlengkapan dalam upacara/upakara yang dimaksud baru kemudian mungkin anda bisa mengatakan "......Pelaksanaan agama yang bertitik tumpu pada upacara sudah belalu 5.000 tahun lebih....."

dan lagi sloka yang anda gunakan yaitu BG 4.29 disana jelas terlihat bahwa itu hanya satu bagian jalan dalam menuju kepada Tuhan yang akan terlihat pada awal sloka (lihat yang saya underline pada sloka yang anda tulis) dan sebetulnya untuk memahami sih perlu melihat seluruh sloka pada bab 4 tsb,
"Sementara yogin (para pemuja) mempersembahkan sesajen kepada para dewa, (tetapi) ada juga sementara yogin yang mempersembahkan "diri" mereka ke Api nan Agung."
(BG, 4.25)
"Ada pemuja yang mempersembahkan pendengaran dan indra-indra lainnya ke api pengorbanan (menjauhi kontak-kontak sensual indra-indra mereka dari obyek-obyek indra-indra ini). Ada yang mempersembahkan suara dan obyek-obyek sensual mereka ke api indra-indra mereka."
(BG, 4.26)
"Ada juga pemuja yang mempersembahkan semua tindakan-tindakan indra-indra mereka dan semua fungsi tenaga vital (prana) mereka ke api yoga pengendalian yang diterangi oleh ilmu pengetahuan (gnana)."
(BG, 4.27)
"Tetapi ada juga yang mepersembahkan harta-benda mereka atau, dengan menyakiti diri mereka sendiri, atau dengan disiplin yoga; sedangkan mereka yang mempunyai tekad (atau iman) yang kuat mempersembahkan pengetahuan dan ajaran mereka sebagai pengorbanan mereka."
(BG, 4.28)
"Ada lagi mereka yang penuh dedikasi dalam pengendalian nafas (pranayama), yang mengendalikan jalan prana (nafas) yang dikeluarkan dan jalan apana (nafas yang dimasukkan), dan mengalirkan prana ke apana dan apana ke prana, sebagai persembahan mereka."
(BG, 4.29)
"Ada lagi yang sangat membatasi makanan mereka dan mengalirkan nafas kehidupan (prana) mereka ke dalam prana mereka sebagai persembahan. Mereka semua ini tahu apa arti dari pengorbanan, dan dengan pengorbanan mereka menghapus dosa-dosa mereka."
(BG, 4.30)
http://www.parisada.org/index.php?option=com_content&task=view&id=197&Itemid=82&limit=1&limitstart=2
nah dari BG, 4.25 itu menyebutkan upacara kurban/upakara atau yadnya,..:D

Note: tolong bos klo mo ngutip tulisan orang pahami dulu yach biar yambung,...:)
 
Saya menemukan artikel menarik yang berkaitan dengan ini:

Filosofi Pejati sebagai simbol diri…​
Pejati adalah salah satu sarana dari bebantenan Hindu..dalam hal ini simbol yang tercipta di penelaahan Hindu di Bali secara mengkhusus..Pejati adalah simbol diri bahwa kita mengakui diri kita sebagai seorang bakti yang menyadarkan diri untuk membaktikan diri kita kepada yang disembah di tempat kita mengajukan pejati tersebut..

Seperti orang yang baru menapaki tempat Beliau, jadi kita menyerahkan diri kita dalam bentuk simbol serta niskala untuk diketahui oleh Beliau, bahwa kita mengadakan bakti kepada Beliau di tempat Beliau berstana..

Pejati pada dasarnya terdiri dari :

1. Daksina Unsur-unsur yang membentuk daksina:
§ Alas bedogan/srembeng/wakul/katung; terbuat dari janur/slepan yang bentuknya bulat dan sedikit panjang serta ada batas pinggirnya . Alas Bedogan ini lambang pertiwi unsur yang dapat dilihat dengan jelas.

§ Bedogan/ srembeng/wakul/katung/ srobong daksina ;terbuat dari janur/slepan yang dibuta melinkar dan tinggi, seukuran dengan alas wakul. Bedogan bagian tengah ini adalah lambang Akasa yang tanpa tepi. Srembeng daksina juga merupakan lambang dari hukum Rta ( Hukum Abadi tuhan )

§ Tampak; dibuat dari dua potongan janur lalu dijahit sehinga membentuk tanda tambah. Tampat adalah lambang keseimbangan baik makrokosmos maupun mikrokosmos.

§ Beras; lambang dari hasil bumi yang menjadi sumber penghidupan manusia di dunia ini. Hyang Tri Murti (Brahma, Visnu, Siva)

§ Porosan; terbuat dari daun sirih, kapur dan pinang diikat sedemikian rupa sehingga menjadi satu, porosan adalah lambang pemujaan

§ Benang Tukelan; adalah simbol dari naga Anantabhoga dan naga Basuki dan naga Taksaka dalam proses pemutaran Mandara Giri di Kserarnava untuk mendapatkan Tirtha Amertha dan juga simbolis dari penghubung antara Jivatman yang tidak akan berakhir sampai terjadinya Pralina. Sebelum Pralina Atman yang berasal dari Paramatman akan terus menerus mengalami penjelmaan yang berulang-ulang sebelum mencapai Moksa. Dan semuanya akan kembali pada Hyang Widhi kalau sudah Pralina.

§ Uang Kepeng; adalah lambang dari Deva Brahma yang merupakan inti kekuatan untuk menciptakan hidup dan sumber kehidupan.

§ Telor Itik; dibungkus dengan ketupat telor, adalah lambang awal kehidupan/ getar-getar kehidupan , lambang Bhuana Alit yang menghuni bumi ini, karena pada telor terdiri dari tiga lapisan, yaitu Kuning Telor/Sari lambang Antah karana sarira, Putih Telor lambang Suksma Sarira, dan Kulit telor adalah lambang Sthula sarira.

§ Pisang, Tebu dan Kojong; adalah simbol manusia yang menghuni bumi sebagai bagian dari ala mini. Idialnya manusia penghuni bumi ini hidup dengan Tri kaya Parisudhanya.

§ Gegantusan; yang terbuat dari kacan-kacangan dan bumbu-bumbuan, adalah lambang sad rasa dan lambang kemakmuran.

§ Papeselan yang terbuat dari lima jenis dedaunan yang diikat menjadi satu adalah lambang Panca Devata; daun duku lambang Isvara, daun manggis lambang Brahma, daun durian lambang Mahadeva, daun salak lambang Visnu, daun nangka atau timbul lamban Siva. Papeselan juga merupakan lambang kerjasama (Tri Hita Karana).

§ Buah Kemiri; adalah sibol Purusa / Kejiwaan / Laki-laki. § Buah kluwek/Pangi; lambang pradhana / kebendaan / perempuan.

§ Kelapa; simbol Pawitra (air keabadian/amertha) atau lambang alam semesta yang terdiri dari tujuh lapisan (sapta loka dan sapta patala) karena ternyata kelapa memiliki tujuh lapisan ke dalam dan tujuh lapisan ke luar. Air sebagai lambang Mahatala, Isi lembutnya lambang Talatala, isinya lambang tala, lapisan pada isinya lambang Antala, lapisan isi yang keras lambang sutala, lapisan tipis paling dalam lambang Nitala, batoknya lambang Patala. Sedangkan lambang Sapta Loka pada kelapa yaitu: Bulu batok kelapa sebagai lambang Bhur loka, Serat saluran sebagailambang Bhuvah loka, Serat serabut basah lambang svah loka, Serabut basah lambanag Maha loka, serabut kering lambang Jnana loka, kulit serat kering lambang Tapa loka, Kulit kering sebagai lamanag Satya loka Kelapa dikupas dibersihkan hingga kelihatan batoknya dengan maksud karena Bhuana Agung sthana Hyang Widhi tentunya harus bersih dari unsur-unsur gejolak indria yang mengikat dan serabut kelapa adalah lambang pe ngikat indria.

§ Sesari; sebagai labang saripati dari karma atau pekerjaan (Dana Paramitha)

§ Sampyan Payasan; terbuat dari janur dibuat menyerupai segi tiga, lambang dari Tri Kona; Utpeti, Sthiti dan Pralina.

§ Sampyan pusung; terbuat dari janur dibentuk sehingga menyerupai pusungan rambut, sesunggunya tujuan akhir manusia adalah Brahman dan pusungan itu simbol pengerucutan dari indria-indria


2. Banten Peras Yang menjadi unsur-unsur Peras, yaitu:
§ Alasnya Tamas/ taledan/ Ceper; berisi aled/ kulit peras, kemudian disusun di atasnya beras, benang, base tampel/porosan, serta uang kepeng/recehan. Diisi buah-buahan, pisang, kue secukupnya, dua buah tumpeng, rerasmen/lauk pauk yang dialasi kojong rangkat, sampyan peras, canang sari. Pada prinsipnya Banten Peras memiliki fungsi sebagai permohonan agar semua kegiatan tersebut sukses (prasidha)

§ Aled/kulit peras, porosan/base tampel, beras, benang, dan uang kepeng; merupakan lambang bahwa untuk mendapatkan keberhasilan diperlukan persiapan yaitu: pikiran yang benar, ucapan yang benar, pandangan yang benar, pendengaran yang benar, dan tujuan yang benar.

§ Dua buah tumpeng; lambang kristalisasi dari duniawi menuju rohani, mengapa dua tumpeng karena sesungguhnya untuk dapat menghasilkan sebuah ciptaan maka kekuatan Purusa dan Pradhana (kejiwaan/laki-laki dengan kebendaan/perempuan) harus disatuakan baru bisa berhasil (Prasidha), tumpeng adalah lambang keuletan orang dalam meniadakan unsur-unsur materialis, ego dalam hidupnya sehingga dapat sukses menuju kepada Tuhan.

§ Tamas; lambang Cakra atau perputaran hidup atau Vindu (simbol kekosongan yang murni/ananda). § Ceper/ Aledan; lambang Catur marga (Bhakti, Karma, Jnana, Raja Marga)

§ Kojong Ragkat, tempat lauk pauk; memiliki makna jika ingin mendapatkan keberhasilan harus dapat memadukan semua potensi dalam diri (pikiran, ucapan, tenaga dan hati nurani)

§ Sampyan peras; terbuat dari empat potong janur dibentuk menyerupai parabola di atasnya, merupakan lambang dari kesiapan diri kita dalam menerima intuisi, inisiasi, waranugraha dari Hyang Widhi yang nantinya akan kita pakai untuk melaksanakan Dharma.


3. Banten Ajuman/Soda Yang menjadi unsur-unsur banten Ajuman/Soda:
§ Alasnya tamas/taledan/cepe; berisi buah, pisang dan kue secukupnya, nasi penek dua buah, rerasmen/lauk-pauk yang dialasi tri kona/ tangkih/celemik, sampyan plaus/petangas, canang sari. Sarana yang dipakai untuk memuliakan Hyang Widhi (ngajum, menghormat, sujud kepada Hyang Widhi)

§ Nasi penek adalah nasi yang dibentuk sedemikian rupa sehingga berbentuk bundar dan sedikit pipih, adalah lambang dari keteguhan atau kekokohan bhatin dalam mengagungkan Tuhan, dalam diri manusia adalah simbol Sumsuma dan Pinggala yang menyangga agar manusia tetap eksis.

§ Sampyan Plaus/Petangas; dibuat dari janur kemudian dirangkai dengan melipatnya sehingga berbentuk seperti kipas, memiliki makna simbol bahwa dalam memuja Hyang Widhi manusia harus menyerahkan diri secara totalitas di pangkuan Hyang Widhi, dan jangan banyak mengeluh, karunia Hyang Widhi akan turun ketika BhaktaNya telah siap.


4. Ketupat Kelanan Unsur-unsur yang membentuk ketupat kelanan:
§ Alasnya tamas/taledan atau ceper, kemudian diisi buah, pisang dan kue secukupnya, enam buah ketupat, rerasmen/lauk pauk + 1 butir telor mateng dialasi tri kona/ tangkih/celemik, sampyan palus/petangas, canang sari.

§ Ketupat Kelanan adalah lambang dari Sad Ripu yang telah dapat dikendalikan atau teruntai oleh rohani sehingga kebajikan senantiasa meliputi kehidupan manusia. Dengan terkendalinya Sad Ripu maka keseimbangan hidup akan meyelimuti manusia.


5. Penyeneng/Tehenan/Pabuat Yang membentuk Penyeneng:
§ Jenis jejaitan yang di dalamnya beruang tiga masing-masing berisi beras, benang, uang, nasi aon (nasi dicampur abu gosok) dan porosan, adalah jejahitan yang berfungsi sebagai alat ntuk nuntun, menurunkan Prabhawa Hyang Widhi, agar Baliau berkenan hadir dalam upacara yang diselenggarakan. Panyeneng dibuat dengan tujuan untuk membangun hidup yang seimbang sejak dari baru lahir hingga meninggal.

§ Ruang 1, berisi Nasi aon adalah lambang dari dewa Brahma sebagai pencipta alam semesta ini dan merupakan sarana untuk menghilangkan semua kotoran (dasa mala)

§ Ruang 2 berisi beras benang dan uang, lambang dari dewa Visnu yang memelihara alam semesta ini, beras adalah sumber makanan manusia, uang adalah alat transaksi untuk melangsungkan kehidupan, benang sebagai penghubung antara manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungan dan manusia dengan Hyang Widhi.

§ Ruang 3 berisi bunga, daun kayu sakti (dapdap), yang ditumbuk dengan kunir dan beras, melambangkan dewa Siva dalam prabhawaNya sebaga Isvara dan Mahadeva yang senantiasa mengarahkan manusia dari yang tidak baik menuju benar, meniadakan (pralina) Adharma dan kembali ke jalan Dharma.

§ Bagian atas dari Penyeneng ini ada jejahitan yang menyerupai Ardhacandra = Bulan, Windu = Matahari, dan Titik = bintang dan teranggana (planet yang lain).


6. Pesucian Pesucian terdiri dari :
§ Sebuah ceper /taledan yang berisi tujuh bua tangkih kecil yang masing-masing tangkih berisi: Bedak (dari tepung), Bedak warna kuning (dari tepung berwarna kuning), Ambuh (kelapa diparut/ daun kembang sepatu dirajang), Kakosok (rengginang yang dibakar hingga gosong), Pasta (asem/jeruk nipis), Minyak Wangi, Beras. Di atasnya disusun sebuah jejahitan yang disebut payasan (cermin, sisir dan petat) terbuat dari janur.

§ Pada intinya pesucian merupakan alat-alat yang dipakai untuk menyucikan Ida Bhatara dalam suatu upacara keagamaan

§ Secara instrinsik mengandung makana filosofis bahwa sebagai manusia harus senantiasa menjaga kebersihan phisik dan kesucian rohani (cipta , rasa dan karsa), karena Hyang Widhi itu maha suci maka hanya dengan kesucian manusia dapat mendekati dan menerima karunia Beliau.


7. Segehan
§ Secara etimologi Segehan artinya Suguh (menyuguhkan), dalam hal ini adalah kepada Bhuta Kala, yang tak lain adalah akumulasi dari limbah/kotoran yang dihasilkan oleh pikiran, perkataan dan perbuatan manusia dalam kurun waktu tertentu. Dengan segehan inilah diharapkan dapat menetralisir dan menghilangkan pengaruh negatik dari libah tersebut. Segehan adalah lambang harmonisnya hubungan manusia dengan semua ciptaan Tuhan

§ Jahe, secara imiah memiliki sifat panas. Semangat dibutuhkan oleh manusia tapi tidak boleh emosional.

§ Bawang, memiliki sifat dingin. Manusia harus menggunakan kepala yang dingin dalam berbuat tapi tidak boleh bersifat dingin terhadap masalah-masalah sosial (cuek)

§ Garam, memiliki PH-0 artinya bersifat netral, garam adalah sarana yang mujarab untuk menetralisir berbagai energi yang merugikan manusia (tasik pinaka panelah sahananing ngaletehin).

§ Tetabuhan Arak, Berem, Tuak, adalah sejenis alkhohol, dimana alkhohol secara ilmiah sangat efektif dapat dipakai untuk membunuh berbagai kuman/bakteri yang merugikan. Oleh kedokteran dipakai untuk mensteril alat-alat kedokteran. Metabuh pada saat masegeh adalah agar semua bakteri, Virus, kuman yang merugikan yang ada di sekitar tempat itu menjadi hilang/mati.

8. Sarana yang Lain
§ Daun/Plawa; lambang kesejukan.
§ Bunga; lambang cetusan perasaan
§ Bija; lambang benih-benih kesucian.
§ Air; lambang pawitra, amertha
§ Api; lambang saksi dan pendetanya Yajna


Semoga bermanfaat,......:)
dan postingan terakhir bro Yuni biar bos GoesDun aja yang mengomentari,...:D
 
:D.......
Dari yang anda sebutkan:
Jaman kali yuga (sekarang) yang dianjurkan oleh kitab suci dengan cara berjapa, mengucapkan mantram-mantram utama yang terdapat dalam weda, purana maupun itihasa. Disamping itu juga harus diimbangi dengan seva/pelayanan dan dana (amal).
saya tertarik mengetahui dasarnya di Veda disebutkan dimana yach???
Tolong dicantumkan ya agar saya mudenk juga,....:)
dan lagi jangan asal kutip donk bos tapi pahami dulu dan cari sumber literatur yang relevan,.....:)


dari yang anda sebutkan kemudian:
Tiga hal itu yang pokok dan patut diutamakan oleh umat hindu di zaman sekarang. Bukan upacara. Pelaksanaan agama yang bertitik tumpu pada upacara sudah belalu 5.000 tahun lebih seiring dengan berlalunya jaman dwupara yuga (mustika, 2006)
Dari yang saya underline apakah anda ingin mengatakan bahwa upacara tidak boleh dilakukan??????
itulah dasar saya (komentar anda yang saya underline) dengan menyebutkan BG, 4.11 sehingga dari mana dasar anda dengan mengatakan "...... Bukan upacara......." ,
apakah menurut anda kata "bukan" sama dengan kata "menganjurkan",...:-/
Tolong pake dasar ya,....;)


mari kita bahas ini:.....;)
Arti yadnya adalah:
Yadnya adalah suatu karya suci yang dilaksanakan dengan ikhlas karena getaran jiwa/ rohani dalam kehidupan ini berdasarkan dharma, sesuai ajaran sastra suci Hindu yang ada (Weda). Yadnya dapat pula diartikan memuja, menghormati, berkorban, mengabdi, berbuat baik (kebajikan), pemberian, dan penyerahan dengan penuh kerelaan (tulus ikhlas) berupa apa yang dimiliki demi kesejahteraan serta kesempurnaan hidup bersama dan kemahamuliaan Sang Hyang Widhi Wasa.
http://www.babadbali.com/canangsari/pa-yadnya.htm
dari sumber yang lain menyebutkan:
Kalau ditinjau secara dari ethimologinya, kata yadnya berasal dari bahasa sansekerta, yaitu dari kata "yaj" yang artinya memuja atau memberi penghormatan atau menjadikan suci. Kata itu juga diartikan mempersembahkan; bertindak sebagai perantara. Dari urat kata ini timbul kata yaja (kata-kata dalam pemujaan), yajata (layak memperoleh penghormatan), yajus (sakral, retus, agama) dan yajna (pemujaan, doa persembahan) yang kesemuanya ini memiliki arti sama dengan Brahma.

Yadnya (yajna), dapat juga diartikan korban suci, yaitu korban yang didasarkan atas pengabdian dan cinta kasih. Pelaksanaan yadnya bagi umat Hindu adalah satu contoh perbuatan Hyang Widhi yang telah menciptalan alam semesta dengan segala isinya dengan yadnya-Nya. Yadnya adalah cara yang dilakukan untuk menghubungkan diri antara manusia dengan Hyang Widhi beserta semua manifestasinya untuk memperoleh kesucian jiwa dan persatuan Atman dengan Paramatman. Yadnya juga merupakan kebaktian, penghormatan dan pengabdian atas dasar kesadaran dan cinta kasih yang keluar dari hati sanubari yang suci dan tulus iklas sebagai pengabdian yang sejati kepada Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa).

http://www.parisada.org/index.php?option=com_content&task=view&id=474&Itemid=96
Yadnya dibagi- bagi sebagai berikut:
1. Menurut tingkat pelaksanaannya
http://www.babadbali.com/canangsari/pa-yadnya-tkt-pelaks.htm
2. Menurut jenisnya (panca yadnya)
http://www.babadbali.com/canangsari/pa-panca-yadnya.htm
3. Menurut waktu pelaksanaannya
http://www.babadbali.com/canangsari/pa-yadnya-waktunya.htm
4. Menurut cara menjalankannya (panca marga yadnya)
http://www.babadbali.com/canangsari/pa-panca-marga-yadnya.htm
Jika melihat pada apa yang anda kaitkan dari BG 4.29 maka itu akan termasuk dari panca marga yadnya yaitu:
Tapa Yadnya.
Yaitu suatu korban suci dengan jalan bertapa, sebagai jalan peneguhan iman di dalam menghadapi segala jenis godaan agar memiliki ketahanan di dalam perjuangan hidup serta menyukseskan suatu cita- cita luhur.
Suatu kegiatan Tapa jika dilatarbelakangi oleh keinginan untuk menghindarkan diri dari berbagai kewajiban dalam kehidupan ini, tidak dapat kita katakan sebagai Tapa Yadnya. Tapa Yadnya justru dilaksanakan demi menegakkan dharma, sehingga kekuatannya akan menelurkan adanya ketenangan, ketentraman, serta kebahagiaan, baik bagi pelakunya maupun bagi masyarakat banyak. Tapa Yadnya termasuk Yadnya yang sangat berat, akan tetapi sangat mulia dan tinggi nilainya dari sudut spiritual.
Apabila diyakini pelaksanaannya maka akan dicapai apa yang disebut "SATYAM EVA JAYATE" yang berarti hanya kebenaran yang menang pada akhirnya.


nah jangan anda katakan cara yang lain tidak sesuai dengan Veda apalagi anda katakan,
"Tiga hal itu yang pokok dan patut diutamakan oleh umat hindu di zaman sekarang. Bukan upacara. Pelaksanaan agama yang bertitik tumpu pada upacara sudah belalu 5.000 tahun lebih seiring dengan berlalunya jaman dwupara yuga (mustika, 2006)"
apa menurut anda pelaksanaan upacara itu pada jaman sekarang kurang tepat?????
sebaiknya anda lebih mencari dulu makna simbolik dari apa-apa saja perlengkapan dalam upacara/upakara yang dimaksud baru kemudian mungkin anda bisa mengatakan "......Pelaksanaan agama yang bertitik tumpu pada upacara sudah belalu 5.000 tahun lebih....."

dan lagi sloka yang anda gunakan yaitu BG 4.29 disana jelas terlihat bahwa itu hanya satu bagian jalan dalam menuju kepada Tuhan yang akan terlihat pada awal sloka (lihat yang saya underline pada sloka yang anda tulis) dan sebetulnya untuk memahami sih perlu melihat seluruh sloka pada bab 4 tsb,
"Sementara yogin (para pemuja) mempersembahkan sesajen kepada para dewa, (tetapi) ada juga sementara yogin yang mempersembahkan "diri" mereka ke Api nan Agung."
(BG, 4.25)
"Ada pemuja yang mempersembahkan pendengaran dan indra-indra lainnya ke api pengorbanan (menjauhi kontak-kontak sensual indra-indra mereka dari obyek-obyek indra-indra ini). Ada yang mempersembahkan suara dan obyek-obyek sensual mereka ke api indra-indra mereka."
(BG, 4.26)
"Ada juga pemuja yang mempersembahkan semua tindakan-tindakan indra-indra mereka dan semua fungsi tenaga vital (prana) mereka ke api yoga pengendalian yang diterangi oleh ilmu pengetahuan (gnana)."
(BG, 4.27)
"Tetapi ada juga yang mepersembahkan harta-benda mereka atau, dengan menyakiti diri mereka sendiri, atau dengan disiplin yoga; sedangkan mereka yang mempunyai tekad (atau iman) yang kuat mempersembahkan pengetahuan dan ajaran mereka sebagai pengorbanan mereka."
(BG, 4.28)
"Ada lagi mereka yang penuh dedikasi dalam pengendalian nafas (pranayama), yang mengendalikan jalan prana (nafas) yang dikeluarkan dan jalan apana (nafas yang dimasukkan), dan mengalirkan prana ke apana dan apana ke prana, sebagai persembahan mereka."
(BG, 4.29)
"Ada lagi yang sangat membatasi makanan mereka dan mengalirkan nafas kehidupan (prana) mereka ke dalam prana mereka sebagai persembahan. Mereka semua ini tahu apa arti dari pengorbanan, dan dengan pengorbanan mereka menghapus dosa-dosa mereka."
(BG, 4.30)
http://www.parisada.org/index.php?option=com_content&task=view&id=197&Itemid=82&limit=1&limitstart=2
nah dari BG, 4.25 itu menyebutkan upacara kurban/upakara atau yadnya,..:D

Note: tolong bos klo mo ngutip tulisan orang pahami dulu yach biar yambung,...:)

he he he he....................
jawaban yang bikin saya pusing, muter2 apa karena banyak sekali tanda kutipnya???:D

mungkin kemampuan saya sangat jauh dibawah anda jadi dalam berdiskusi jawaban saya masih bersifat ambigu

dan postingan terakhir bro Yuni biar bos GoesDun aja yang mengomentari,...:D

saya hanya bermaksud sharing saja, tidak harus ditanggapi
kl mau menanggapi dengan senang hati akan saya terima
tapi jangan melempar ke orang :))


Tara sa mandi dhavati (Rg IX.58.1)
ebhir dyubhih sumanah (Rg I.53.4)
tenangkan diri, kendalikan hawa nafsu, sekedar sharing sebagai umat sedarma saya kutipan sloka2 dari BG

3.37.
çré bhagavän uväca
käma eña krodha eña / rajo-guëa-samudbhavaù
mahä-çano mahä-päpmä / viddhy enam iha vairiëam


Keinginan (kama), kemarahan (krodha), yang lahir dari rajoguna (berbagai ragam nafsu dan keinginan), semua ini serba penuh dengan keserakahan dan penuh dengan pencemaran. Inilah musuh kita di bumi ini.

3.38.
dhümenävriyate vahnir / yathädarço malena ca
yatholbenävåto garbhas / tathä tenedam ävåtam

seperti halnya api ditutupi oleh asap, cermin ditutupi oleh debu, atau janin ditutupi oleh kandungan, begitu pula, mahluk hidup ditutupi oleh berbagai tingkat hawa nafsu


3.39
ävåtaà jïänam etena / jïänino nitya-vairiëä
käma-rüpeëa kaunteya / duñpüreëänalena ca


seperti itulah kesadaran murni mahluk hidup yang bijaksana ditutupi oleh musuhnya yang kekal dalam bentuk hawa nafsu, yang tidak pernah puas dan membakar bagaikan api

3.40.
indriyäëi mano buddhir / asyädhiñöhänam ucyate
etair vimohayaty eña / jïänam ävåtya dehinam


Indria-indria, pikiran dan kecerdasan adalah tempat duduk hawa nafsu tersebut. Melalui indria2, pikiran dan kecerdasan hawa nafsu menutupi pengetahuan sejati mahluk hidup dan membingungkan
 
mohon maaf goes apabila postingan saya tidak sesuai dengan treet yang anda asuh saya persilahkan untuk menghapus postingan saya

maaf saudara moderator, saya ingin berdiskusi lagi
>:D<

Pada zaman kreta yuga, manusia dalam mendekatkan diri dengan hyang widhi ditempuh dengan jalan semadi. Pada jaman tetra yuga dengan pendekatan jnana atau widya, kemudian saat dwupara yuga melalui upacara-upacara suci. Jaman kali yuga (sekarang) yang dianjurkan oleh kitab suci dengan cara berjapa, mengucapkan mantram-mantram utama yang terdapat dalam weda, purana maupun itihasa. Disamping itu juga harus diimbangi dengan seva/pelayanan dan dana (amal). Tiga hal itu yang pokok dan patut diutamakan oleh umat hindu di zaman sekarang. Bukan upacara. Pelaksanaan agama yang bertitik tumpu pada upacara sudah belalu 5.000 tahun lebih seiring dengan berlalunya jaman dwupara yuga (mustika, 2006)
>:D<

:D.......
Dari yang anda sebutkan:
Jaman kali yuga (sekarang) yang dianjurkan oleh kitab suci dengan cara berjapa, mengucapkan mantram-mantram utama yang terdapat dalam weda, purana maupun itihasa. Disamping itu juga harus diimbangi dengan seva/pelayanan dan dana (amal).
saya tertarik mengetahui dasarnya di Veda disebutkan dimana yach???
Tolong dicantumkan ya agar saya mudenk juga,....:)
dan lagi jangan asal kutip donk bos tapi pahami dulu dan cari sumber literatur yang relevan,.....:)
[-X

KALISANTARANA UPANISAD
Tersebutlah pada akhir zaman dvapara, maha Resi Narada datang menghadap dewa Brahma dan bertanya, “Wahai Bhagavan, Guruku yang mulia, dengan berkeliling-keliling di dunia ini, bagaimanakah caranya agar hamba mampu melepaskan diri dari pengaruh zaman kali?

Dewa Brahma selanjutnya menjawab. “Pertanyaanmu adalah pertanyaan yang sangat baik, apa-apa yang seluruhnya Sruti Sastra ( Rg Veda, yajur Veda, Sama Veda, Atharva Veda, dan lain-lain ) tersimpan secara rahasia dan rohani, dengarlah hal itu dengan baik, dengan nama engkau akan mampu menyeberangi kesengsaraan pada zaman Kali berupa kelahiran dan kematian berulang kali.

Hanya dengan mengucapkan Nama-nama suci Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Yang Awal, Narayana, akan mampu menghancurkan pengaruh-pengaruh buruk zaman Kali”. Maha Resi Narada kembali bertanya sebagai berikut, “Nama suci manakah yang anda maksudkan itu?”. Selanjutnya dewa Brahma menjawab : (1) hare, (2). Rama, (3). Hare, (4). Rama, (5). Rama, (6). Rama, (7). Hare, (8). Hare, (9). Hare, (10). Krsna, (11). Hare, (12). Krsna, (13). Krsna, (14). Krsna, (15). Hare, (16). Hare. Keenam belas Nama-nama Suci tuhan Yang Maha Esa ini menghancurkan pengaruh-pengaruh buruk dalam zaman Kali. Sama sekali tidak ada cara lain yang lebih ampuh daripada ini yang dapat ditemukan di dalam seluruh literatur Veda.
Ini (keenem belas Nama-nama Suci Tuhan Yang Maha Esa) menghancurkan penutup dari sang atma (roh) berupa enam belas Kala. Kemudian barulah sang atma dapat menunjukkan sinar aslinya : Barulah Parambrahma bagaikan sang surya bersinar terang benderang dengan hilangnya sang awan. Kembali Maharesi Narada bertanya, “Guruku yang mulia, apakah aturan peraturan untuk mengucapkan Nama-nama Suci Tuhan Yang Maha Esa ini?” dewa Brahma menjawab. “Sama sekali tidak ada aturan peraturan (yang khusus) mengucapkan ke enam belas Nama-nama Suci Tuhan Yang Maha Esa ini. Setiap saat, apakah seseorang dalam keadaan suci atau tidak suci, dia dapat mengucapkannya. Dengan mengucapkan Nama-nama Suci Tuhan Yang Maha Esa ini, orang akan mampu mencapai Moksa atau pembebasan dari kelahiran dan kematian yang disebut :

Salokya : Dapat Tinggal dialam rohani yang sama dengan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa
Samipya : bisa tinggal di dekat Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
Sarupya : bisa mendapat bentuk yang sama dengan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
Sayujna : dapat bersatu dengan Brahma jyoti atau sinar dari Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa

Jika seseorang ber JAPA atau mengucapkan Nama-nama Suci tuhan Yang Maha Esa ini sebanyak tiga setengah koti (35.000.000), maka dia akan dibebaskan dari dosa-dosa akibat membunuh brahmana, dosa akibat membunuh perwira, dosa akibat mencuri emas. Dia juga akan dibebaskan dari dosa-dosa akibat dari kesalahan/penghinaan terhadap leluhur, para dewa, Tuhan dan kesalahan terhadap manusia atau orang lain. Dia akan di bebaskan dengan segera dari dosa-dosa akibat meninggalkan segala dhrma atau kewajiban-kewajiban suci yang telah di tetapkan. Dia akan mendapatkan kesucian segera di bebaskan, segera dibebaskan.

Demikianlah upanisad ini. Harih Om tat sat.Om sa ha navavatviti santih.

Demikian berakhirlah upanisad mulia penghancur-penghancur pengaruh-pengaruh buruk zaman Kali.

Penjelasan :
Nama upanisad ini adalah Kalisantarana Upanisad, artinya adalah ajaran-ajaran “rahasia” yang dimaksudkan khusus untuk melindungi orang-orang dari pengaruh buruk zaman Kali. Ini termasuk dari bagian-bagian Upanisad-upanisad kelompok Krsna Yajur Veda atau yajur Veda Hitam

Kali, artinya pertengkaran, kekalutan, kesemrawutan. ‘Santarana”, artinya menyeberangkan. Kata Upanisad berasal dari kata Upa+ni+sad (duduk), berarti duduk berkeliling di dekat guru untuk mendengarkan ajaran-ajaran tentang keinsyafan diri. Upanisad juga mengandung pengertian Pengetahuan Rahasia. Rahasia dalam arti tidak sembarang orang yang mampu menerimanya dan tidak sembarang orang mempu melaksanakannya. Kali Santarana Upanisad berarti ajaran-ajaran rahasia yang khusus dimaksudkan untuk membantu membebaskan orang dari pertengkaran , kekalutan, kegelapan, kebodohan.

Ajaran-ajaran rahasia seperti itu berjumlah 108 buah, yang sudah kita terima secara turun temurun sejak zaman dahulu kala. Salah satu ajaran rahasia tersebut adalah Kali Santarana Upanisad, yang khusus di maksudkan untuk menunjukan jalan pembebasan pada seluruh mahluk pada zaman Kali.

Mantram atau doa-doa yang diajarkan di dalam kali santaranan upanisad adalah Maha Mantra : “hare rama hare rama rama rama hare hare hare krsna hare krsna krsna krsna krsna hare hare. Hare Krsna hare rama, pengucapan Maha Mantra ini akan mampu membangkitkan 9 jenis bhakti (Nava Bhakti), yang mudah-mudahan dalam kesempatan lain Tuhan akan mengijinkan saya untuk membahasnya.

Maksud khusus dari Upanisad ini adalah melindungi orang dari pengaruh buruk zaman Kali. Maka Rsi Narada bertanya kepada Dewa Brahma tentang bagaimana caranya membebaskan diri dari cengkraman zaman Kali. Di sini beliau menggunakan istilah “mengembara di alam ini”. Rsi Narada adlah seorang Rsi yang telah mencapai kesempurnaan rohani dan mampu berkeliling seluruh alam semesta termasuk alam semesta rohani. Tetapi, “mengembara dalam alam” yang beliau maksudkan adalah penderitaan roh yang sebenarnya di dalam kelahiran dan kematian berulang kali.

Dewa Brahma menjawab bahwa pertanyaan seperti pertanyaan Rsi Narada itu adalah sangat baik. Kita dapat mengerti pernyataan dari kepribadian agung seperti Dewa Brahma bahwa pernyataan yang baik adalah pernyataan yang dimaksudkan untuk mencari jalan keluar dari penderitaan umat manusia yang sebenarnya yaitu kelahiran dan kematian berulang kali. Pertanyaan-pertanyaan selain ini kurang lebih tidak sebaik pertanyaan yang tidak berguna. Orang-orang suci sama sekali tidak tertarik pada pertanyaan-pertanyaan yang tidak menyelesaikan masalah yang sebenarnya.

Dewa Brahma juga mengatakan : "Sarva Sruti rahasyam gopyam tacchrnu yena kali samsaram tarisyasi”, bahwa ajaran-ajaran yang hendak Beliau sampaikan sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan Rsi Narada adalah ajaran-ajaran yang akan mampu menyeberangkan orang dari kesengsaraan zaman Kali, dan ajaran itu adalah ajaran yang sangat rahasia dan merupakan sari-sari dari ajaran Veda (sarva sruti rahasyam gopyam). Dewa Brahma juga mengatakan “tacchrnu”, ajaran seperti itulah yang hendaknya kita engarkan. Ajaran-ajaran yang ada di luar garis Veda, bagi orang-orang yang mencari kerohanian dengan tulus, tidak akan membantu dia dalam usaha mencapai tujuan.

Selanjutnya juga disebutkan bahwa hanya dengan mengucapkan nama-nama suci (namoccarana matrena) dari Narayana, Kepribadian agung yang paling utama, maka orang akan segera dibebaskan dari pengaruh buruk zaman Kali. Nama-nama itu adalah hare rama hare rama rama rama hare hare hare krsna hare krsna krsna krsna hare hare. Keenam belas nama-nam suci ini jika di ucapkan dengan keyakinan di bawah bimbingan seorang guru kerohanian, akan segera menyelamatkan orang dari pengeruh-pengaruh buruk zaman Kali. Dalam parampara atau garis perguruan Gaudiya Vaisnava, pengucapan mantra ini adalah hare krsna hare krsna krsna krsna hare hare hare rama hare rama rama rama hare hare, dan inilah yang lebih memasyarakat. (hare krsna hare krsna krsna krsna hare hare hare rama hare rama rama rama hare hare).

Sri Caitanya Mahaprabhu menyebutkan nam nam akari bahuda nija sarva saktih, bahwa nama-nama suci Tuhan telah berisi kekuatan penuh dari Tuhan sendiri. Tidak ada perbedaan antara Tuhan dengan nama Beliau (abhinatvam nama naminoh), dan juga Dewa Brahma mengatakan bahwa tidak ada aturan khusus untuk mengucapkannnya ( na asya vidhir iti). Jadi soal pengucapan tidak begitu berarti, apakah hare krsna yang diucapkan duluan atau hare rama. Dan setiap orang dapat mengucapkan Maha Mantra tersebut baik dalam keadaan suci atau tidak suci, orang berdosa atau tidak berdosa, jika ingin menyelamatkan diri dari pengaruh buruk zaman Kali, hendaknya selalu mengucapkan nama-nama suci Tuhan ini sarvada patam. Ini akan mengantarkan orang kepada pembebasan (salokya, samipya, dan lain-lainnya).

Jika orang ingin membebaskan diri dari dosa-dosa khusus yang amat berat seperti membunuh Brahmana, membunuh orang suci, membunuh pahlawan agung, mencuri emas, kesalahan terhadap leluhur, para dewa atau Tuhan, mereka hendaknya mengucapkan mantram ini sebanyak tiga puluh lima juta.

Terhadap jumlah ini ada yang mengatakan bahwa ia harus di ucapkan setiap hari selama hidup, sebagai bekal menuju pembebasan.

Mengucapkan maha mantra hare krsna ini, seperti disebutkan dewa brahma “Sadyah mucyate, sadyah mucyate, dia akan segera di bebaskan, dia akan segera di bebaskan”

Dia akan segera dibebaskan,, dia akan mendapat kesucian. Dalam zaman sekarang orang tidak begitu mengerti dengan kewajiban suci yang mesti dilakukan. Vaisya melakukan kewajiban Brahmana, Brahmana melakukan kewajiban Sudra, anak tidak berbhakti pada orang tua, orang tua tidak memberi pelajaran rohani pada anak, dan lain-lainnya. Terhadap kealpaan seperti ini, dengan mengucapkan maha mantra hhare krsna, orang akan segera di bebaskan.

Maha Mantra ini terdapat di dalam kitab Upanisad. Yaitu Kali Santarana Upanisad. Oleh karena itu, bagi mereka yang memiliki keyakinan teguh pada ajaran-ajaran Upanisad, Veda, serta menginginkan kedamaian bathin dan keinsyafan diri, tanpa ragu-ragu bahwa maha mantra hare krsna adalah jalan yang sangat mudah dan ampuh. Ajaran-ajaran Veda dan Upanisad bukanlah ajaran yang ditulis oleh orang yang iseng saja, namun merupakan ajaran suci, wahyu Tuhan, dan diabbadikan oleh para orang-orang suci yang sama sekali bebas dari tipu menipu, yang hidupnya hanya dipersembahkan untuk menyampaikan kebenaran sejati.

link: http://www.bvinstitute.org/index.php?option=com_content&task=view&id=36&Itemid=29
 
HARI NAMA (Nama Tuhan)
Pengingatan HARI NAMA akan menghancurkan segala dosa yang menumpuk pada kelahiran yang bermacam-macam ini
”harer nama harer nama harer naimaiwa kewalam; ka-lau nastyewa nastyewa nastyewa gatiranyatha”
Pada jaman kali yuga ini, hanya ada nama HARI, HARI, HARI. Pada jaman ini tak ada cara lain, tak ada jalan lain dan tak ada metode yang lain untuk mencapai pembebasan. Bahkan dosa-dosa yang paling besar dari para pendurhaka menjadi hapus, dengan menyebut Nama HARI (Nama Tuhan). Bukan hanya ini saja tetapi dengan melakukan hal demikian itu, kita mendapatkan keselamatan abadi, perwujudan Diri dan kebangkitan abadi. Inilah pentingnya Nama Hari

”Rama na sakahin gun gai”
Bahkan Rama, Tuhan sendiri tak dapat menggambarkan keagungan dari Nama

Lalu apakah yang dikatakan bagi kita? Ia merupakan segala yang lebih diperlukan pada jaman kita sekarang ini. Karena pada jaman kali yuga (jaman besi) ”kali yuga kewala nama adhara” satu-satunya penyangga pada jaman besi atau kali yuga ini, tiada lain adalah Nama Tuhan. Tak ada cara yang lebih sederhana dan lebih mudah dari pada ini, untuk mendapatkan kebahagiaan dan kedamaian abadi.

”Rama nama manipadi dharu jiha dehari dwar tulsi bhitar baher hun jo cahasi ujiyar”
Disiplin spritual, menggiatkan japa, dhyana, seva dan sankirtan semuanya ini menghasilkan tujuan yang sama untuk menghindarkan masyarakat manusia tenggelam dalam kubangan hewani.

(Ra, 2008)
 
Kita lanjut diskusi goes

mungkin kutipan saya dibawah ini bisa menjadi bahan renungan bagi kita semua bagaimana caranya agar umat kita tidak semakin menipis. Seperti pengalaman empiris saya ketika berkunjung ke sekolah yang diasuh oleh sebuah keyakinan ttt di bali, saya membaca nama2 siswa, disana terdapat nama I Putu Brahman Krisna ........(kalo gak salah) wah nama tuhan dibawa semua, perkiraan saya keyakinannya mungkin beda dengan nama yang dibawa (mudah2an saya salah). Hal-hal semacam ini terus saja menggerogoti bali yang merupakan simbol hindu di indonesia.

Mustika (2006)
Saya ingin berkomentar sedikit tentang pelayanan seva di kalangan umat hindu. Sudah latah diketahui selama ini umat hindu egitu besar memberi bobot pada banten atau upacara. Berapapun biaya yang dibutuhkan kalau sudah menyangkut urusan banten umat hindu (kususnya di bali) berusaha sebisanya menutupi biaya yang dimaksud. Tak jarang mereka ”rela” menjual apa saja yang dimilikinya. Ketika kaum pendatang menguasai tanah dan perekonomian bali, baru umat hindu berteriak merasa terhimpit ditanah leluhurnya sendiri. Anehnya dilapangan masih banyak yang ”gigih” mempertahankan ”tradisi” jor-joran demikian itu. Ketika mereka jatuh miskin maka yang dipermaslahkan adalah nasib atau karma. Bahkan leluhur mereka yang sudah meninggal pun dikaut2kan. Fenomena ini menunjukan bahwa awan tebal (awidya) masih menyelimuti sebagian umat hindu.

Dampak dari tradisi besar2an tsb lupa membantu sesama. Ketika kaum ******* datang memungut kaum miskin, umat hindu biasanya hanya bisa mengurut dada sembari memuntahkan kejengkelan tanda ketidak kepercayaan ”mengapa mereka mau pindah agama hanya gara-gara utangnya dibayari lunasdan dikasi sedikit beras?” begitu biasanya
 
...sementara saya menyimak saja, dan semua ada kebenarannya..lanjutkan!

Upakara Yadnya merupakan Yantra "Icon", artinya mempunyai kukuatan yang hampir sama mantra/japa yang diucapkan, bahkan sekalipun orang tidak melihat/bisu/tuli dapat menyajikan Upakara Yadnya.

Mungkin dahulu terasa orang diperbudak oleh pelaksanaan Upacara Yadnya.

Tapi sekarang sudah mulai menemukan suatu nilai baru dalam pelaksanaan Yadnya, sebagian ingin menghayatinya secara baru dan bebas. Dan tetap menjaga rasa kekeluargaan, keakraban dalam kehidupan modern ini.

Seiring dengan pemahaman Upakara Yadnya tentu dimasa mendatang, akan dapat memberikan sumbangannya kepada kehidupan manusia modern.

Di mana hidup modern ini terasa menjadi kering oleh tugas/kerja rutin yang serba cepat terburu-buru, yang serba matematis dan otomatis, yang diatur oleh mesin dan komputer,..... di mana hidup modern ini akan terasa sumpek dan bunek karena tidak adanya kehangatan di lingkungan kerja.... maka pelaksanaan Upacara Yadnya akan dapat memberikan sumbangannya, akan dapat memainkan peranannya untuk memulihkan kehangatan hubungan dalam kerangka Trihitakarana.
 
he he he he....................
jawaban yang bikin saya pusing, muter2 apa karena banyak sekali tanda kutipnya???:D

mungkin kemampuan saya sangat jauh dibawah anda jadi dalam berdiskusi jawaban saya masih bersifat ambigu
Sorry bos, peace ya,.....:)>-
saya juga lagi belajar akan agama yang saya anut jadi ketika saya 'menemukan' pendapat yang mungkin bagi saya kurang sesuai makanya saya mencoba mencari tau apakah pemahaman saya yang keliru atau pendapat yang saya temui tsb yang mungkin sedikit berbeda dengan selalu patokan saya adalah Veda sebagai pegangan bagi saya.
Ini juga bukan berarti 'kemampuan' saya yang berada diatas anda yang mungkin malah kemampuan anda yang berada jauh diatas saya, jadi kita sama-sama sharing ya,.....:D
Jawaban saya yang memusingkan?????
kayaknya ngak deh bos, coba anda baca pelan-pelan dan maksud saya sih sebetulnya agar anda jangan donk mengatakan upakara itu keliru di jaman sekarang atau malah salah jadi tolong pisahkan kata "dianjurkan" dengan "bukan",....:D

saya hanya bermaksud sharing saja, tidak harus ditanggapi
kl mau menanggapi dengan senang hati akan saya terima
tapi jangan melempar ke orang :))
Hehehehehhhh,.....:D
Saya melihat awal postingan anda yaitu:
".....minta ijin melanjutkan goes......."

apa ini juga ditujukan kepada saya??????.........:-/

Tara sa mandi dhavati (Rg IX.58.1)
ebhir dyubhih sumanah (Rg I.53.4)
tenangkan diri, kendalikan hawa nafsu, sekedar sharing sebagai umat sedarma saya kutipan sloka2 dari BG

3.37.
çré bhagavän uväca
käma eña krodha eña / rajo-guëa-samudbhavaù
mahä-çano mahä-päpmä / viddhy enam iha vairiëam


Keinginan (kama), kemarahan (krodha), yang lahir dari rajoguna (berbagai ragam nafsu dan keinginan), semua ini serba penuh dengan keserakahan dan penuh dengan pencemaran. Inilah musuh kita di bumi ini.

3.38.
dhümenävriyate vahnir / yathädarço malena ca
yatholbenävåto garbhas / tathä tenedam ävåtam

seperti halnya api ditutupi oleh asap, cermin ditutupi oleh debu, atau janin ditutupi oleh kandungan, begitu pula, mahluk hidup ditutupi oleh berbagai tingkat hawa nafsu

3.39
ävåtaà jïänam etena / jïänino nitya-vairiëä
käma-rüpeëa kaunteya / duñpüreëänalena ca


seperti itulah kesadaran murni mahluk hidup yang bijaksana ditutupi oleh musuhnya yang kekal dalam bentuk hawa nafsu, yang tidak pernah puas dan membakar bagaikan api

3.40.
indriyäëi mano buddhir / asyädhiñöhänam ucyate
etair vimohayaty eña / jïänam ävåtya dehinam


Indria-indria, pikiran dan kecerdasan adalah tempat duduk hawa nafsu tersebut. Melalui indria2, pikiran dan kecerdasan hawa nafsu menutupi pengetahuan sejati mahluk hidup dan membingungkan
Apa ini untuk saya juga......:-/
klo benar untuk saya, wah saya sih santai aja kagak ada istilah marah-marah tapi jika "penuh nafsu untuk mencari kebenaran" sih iya,.....:D
apa jika dipenuhi hawa nafsu untuk belajar dalam mencari kebenaran juga keliru??????
 
KALISANTARANA UPANISAD
Tersebutlah pada akhir zaman dvapara, maha Resi Narada datang menghadap dewa Brahma dan bertanya, “Wahai Bhagavan, Guruku yang mulia, dengan berkeliling-keliling di dunia ini, bagaimanakah caranya agar hamba mampu melepaskan diri dari pengaruh zaman kali?, bla..bla...bla...
OK bos thanks atas informasinya dan saya juga akan mengeceknya nanti,...:D

Mantram atau doa-doa yang diajarkan di dalam kali santaranan upanisad adalah Maha Mantra : “hare rama hare rama rama rama hare hare hare krsna hare krsna krsna krsna krsna hare hare. Hare Krsna hare rama, pengucapan Maha Mantra ini akan mampu membangkitkan 9 jenis bhakti (Nava Bhakti), yang mudah-mudahan dalam kesempatan lain Tuhan akan mengijinkan saya untuk membahasnya.
(dari yang saya underline) Silahkan bos, buatkan aja thread baru biar bisa dibahas disana,.....:D

Selanjutnya juga disebutkan bahwa hanya dengan mengucapkan nama-nama suci (namoccarana matrena) dari Narayana, Kepribadian agung yang paling utama, maka orang akan segera dibebaskan dari pengaruh buruk zaman Kali. Nama-nama itu adalah hare rama hare rama rama rama hare hare hare krsna hare krsna krsna krsna hare hare. Keenam belas nama-nam suci ini jika di ucapkan dengan keyakinan di bawah bimbingan seorang guru kerohanian, akan segera menyelamatkan orang dari pengeruh-pengaruh buruk zaman Kali. Dalam parampara atau garis perguruan Gaudiya Vaisnava, pengucapan mantra ini adalah hare krsna hare krsna krsna krsna hare hare hare rama hare rama rama rama hare hare, dan inilah yang lebih memasyarakat. (hare krsna hare krsna krsna krsna hare hare hare rama hare rama rama rama hare hare).
Sorry bos saya mau tanya dikit, apa anda ini merupakan salah seorang dari aliran Gaudiya Vaisnava yang istilah kerennya disebut ISKCON atau Hare Krishna,.....?
Jika iya saya mo bertanya sedikit,.....;)

dari "Can it Be That the Hare Krishnas Are Not Hindu? ISKCON's Srila Prabhupada's edicts on religion are clear" yang dimuat dalam majalah Hinduism Today edisi Oktober 1998, menyebutkan:

"Ada satu salah pengertian," tulis His Divine Grace A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada tahun 1977 dalam Science of Self Realization, "bahwa gerakan kesadaran Krishna ( the Krishna consciousness movement) mewakili agama Hindu. Sering kali orang-orang India baik di dalam maupun di luar India mengira bahwa kita mengajarkan agama Hindu, tapi sesunguhnya kita tidak mengajarkan agama Hindu." Dalam bab tiga dari buku itu [dapat diperoleh dari Bhaktivedanta Archives, P.O. Box 255, Sandy Ridge, North Carolina 27046 USA], pernyataan yang mengejutkan ini dibuatnya beberapa kali: "Hare Krishna sama sekali tidak ada urusannya dengan agama Hindu atau sistem agama apapun.... Setiap orang harus mengerti dengan jelas bahwa Hare Krishna tidak mengajarkan apa yang disebut agama Hindu (The Krishna consciousness movement is not preaching the so-called Hindu religion)."

Srila Prabhupada seringkali dengan tegas menolak eksistensi dari satu agama yang disebut "Hinduisme." Dia mengasalkan nama yang tidak pantas ini kepada "foreign invaders (para penyerbu asing)." Pada kesempatan lain ia mengakui keberadaan agama Hindu, tapi menganggapnya sebagai kemerosotan yang tak tertolongkan dari bentuk asli Sanatana Dharma Veda. Pada ceramah-ceramahnya tahun 1967, di New York dia berkata, "Sekalipun memunculkan para sarjana, sanyasin, grihasta dan swami besar, apa yang disebut pengikut agama Hindu semuanya tidak berguna, cabang-cabang kering dari agama Veda." Hare Krisnha, katanya, adalah satu-satunya eksponen dari agama Veda dewasa ini. Dalam satu wawancara yang diberikan untuk Bhavan's Journal tanggal 28 Juni, 1976, dia berkata, "India, mereka telah membuang sistem agama yang sesungguhnya, Sanatana Dharma. Secara takhyul, mereka menerima satu agama campur aduk (a hodgepodge thing) yang disebut Hinduisme. Karena itulah muncul kekacauan."

Sang Guru sering menjelaskan sikapnya, dan bertindak berdasarkan keyakinannya dalam membangun organisasinya yang dinamis. Pada kuliah 1974 di Mumbai (Bombai), dia menyatakan, "Kita tidak mengkotbahkan agama Hindu. Ketika mendaftarkan assosiasi ini, saya dengan sengaja memakai nama ini, 'Krishna Consciousness,' bukan agama Hindu bukan Kristen bukan Buddha."

Srila Prabhupada menyadari bahwa masyarakat India memiliki kesan yang keliru mengenai kehinduannya. Dalam satu surat tahun 1970 kepada pengurus sebuah pura di Los Angeles, dia menulis, "Masyarakat Hindu di Barat mendapat perasaan baik untuk saya karena secara dangkal mereka melihat bahwa saya menyebarkan agama Hindu, tapi nyatanya gerakan Kesadaran Krishna ini bukan agama Hindu bukan pula agama apapun." Hal itu tetap berlaku sampai dewasa ini, karena Srila Prabhupada tidak meninggalkan pengganti dengan wewenang untuk mengubah ‘edict’ atau bhisama spiritual ini.

Jadi kenapa masyarakat Hindu umumnya secara keliru percaya bahwa Hare Krishna adalah sebuah organisasi Hindu, ketika mereka tidak pernah menyatakan dirinya sebagai Hindu? Kadang-kadang mereka sengaja menimbulkan kesan itu. Selama pembukaan temple mereka di New Delhi dan Bangalore, di mana berita-berita surat kabar sering mengidentifikasikan temple-temple besar ini sebagai Hindu, siaran press dari Hare Krishna, seperti yang dikeluarkan pada tanggal 15 April 1998, tidak pernah menggunakan kata Hindu. Namun, ketika para pengikut mereka dari India yang melayani kedua temple ini ditanya oleh wartawan pada akhir bulan Juli untuk tulisan ini, mereka bilang ini adalah pura Hindu. Ketimpangan antara persepsi publik dengan kebijakan internal mereka lebih dibingungkan lagi dengan pengecualian resmi dari kelompok ini berkaitan dengan posisi mereka terhadap non-Hindu. Bila menghadapi kesulitan, para pemimpin Hare Krishna memohon kepada masyarakat Hindu untuk membantu mereka, misalnya ketika menghadapi perkara atas gedung ‘Bhaktivedanta Manor’ di Inggris atau ketika dituntut oleh orang Kristen di Russia dan Polandia (yang menganggap Hare Krishna hanyalah gerakan ‘cult’ dan meminta agar pemerintah melarang mereka). Dalam permohonan kepada hakim dan pemerintah, kata Hindu dipergunakan secara terbuka. Dalam kasus-kasus hukum yang lain, termasuk kasus di Mahkamah Agung Amerika Serikat, Hare Krishna berusaha menangkis label "cult" dengan menyatakan dirinya sebagai satu sampradaya Hindu tradisional, dan meminta orang-orang Hindu yang lain untuk menguatkan hal ini di pengadilan. Organisasi-organisasi lain yang berpisah dari agama Hindu, seperti Transcendental Meditation dan Brahma Kumaris, tidak pernah mengkompromikan sikap mereka dalam keadaan apapun.

Yang juga memisahkan Hare Krishna adalah penolakan dan kritiknya terhadap agama Hindu, khususnya di antara anggota mereka sendiri. Ada banyak laporan mengenai orang-orang Hindu yang bergabung dengan Hare Krishna yang hanya diajarkan untuk menolak agama keluarga mereka. "Sebelumnya kita adalah Hindu. Sekarang kita adalah Hare Krishna," demikian dikatakan oleh beberapa orang. Pada saat yang sama, organisasi ini sering mengajukan permohonan kepada masyarakat dan pengusaha Hindu untuk bantuan keuangan bagi program sosial dan politik mereka untuk melidungi Hare Krishna dari pelecehan dan tuntutan.

Melihat pada penampilan Hare Krishna -- pakaian para anggota, nama, bhajana, perayaan, pemujaan, kitab suci, ziarah, bentuk bangunan temple dan lain-lain – tidaklah mengherankan banyak orang menganggap mereka adalah Hindu. Bahwa nyata mereka bukan Hindu tentu akan mengagetkan banyak orang — baik Hindu maupun non-Hindu.
Ini saya ambil dari artikel di Media Hindu,
Nah bos bagaimana jika anda memang termasuk dalam aliran Hare Krishna ini trus bagaimana penjelasannya bos anda bisa dikatakan Hindu jika pendiri anda saja mengatakan bahwa aliran ini bukanlah Hindu??????

Jika orang ingin membebaskan diri dari dosa-dosa khusus yang amat berat seperti membunuh Brahmana, membunuh orang suci, membunuh pahlawan agung, mencuri emas, kesalahan terhadap leluhur, para dewa atau Tuhan, mereka hendaknya mengucapkan mantram ini sebanyak tiga puluh lima juta.

Terhadap jumlah ini ada yang mengatakan bahwa ia harus di ucapkan setiap hari selama hidup, sebagai bekal menuju pembebasan.

Mengucapkan maha mantra hare krsna ini, seperti disebutkan dewa brahma “Sadyah mucyate, sadyah mucyate, dia akan segera di bebaskan, dia akan segera di bebaskan”

Dia akan segera dibebaskan,, dia akan mendapat kesucian. Dalam zaman sekarang orang tidak begitu mengerti dengan kewajiban suci yang mesti dilakukan. Vaisya melakukan kewajiban Brahmana, Brahmana melakukan kewajiban Sudra, anak tidak berbhakti pada orang tua, orang tua tidak memberi pelajaran rohani pada anak, dan lain-lainnya. Terhadap kealpaan seperti ini, dengan mengucapkan maha mantra hhare krsna, orang akan segera di bebaskan.

Maha Mantra ini terdapat di dalam kitab Upanisad. Yaitu Kali Santarana Upanisad. Oleh karena itu, bagi mereka yang memiliki keyakinan teguh pada ajaran-ajaran Upanisad, Veda, serta menginginkan kedamaian bathin dan keinsyafan diri, tanpa ragu-ragu bahwa maha mantra hare krsna adalah jalan yang sangat mudah dan ampuh. Ajaran-ajaran Veda dan Upanisad bukanlah ajaran yang ditulis oleh orang yang iseng saja, namun merupakan ajaran suci, wahyu Tuhan, dan diabbadikan oleh para orang-orang suci yang sama sekali bebas dari tipu menipu, yang hidupnya hanya dipersembahkan untuk menyampaikan kebenaran sejati.

link: http://www.bvinstitute.org/index.php?option=com_content&task=view&id=36&Itemid=29
Hehehehehehehhhhhh,.......:D
sorry bos, dari yang saya underline kok sepertinya memberikan iming-iming kepda anak kecil dan trus apa bedanya dengan Kristen yang jika percaya sama Yesus akan diselamatkan dan akan dijamin mendapatkan Kerajaan Tuhan atau jika mengucapkan sahadat pada Islam akan mendapatkan "jannah", jika menurut Hindu maka semua karma itu akan berbuah phala dan itulah yang nanti akan dibayar jadi perlunya disini pengekangan diri dari kegiatan yang memang dilarang oleh Veda yang akan menimbulkan kedewasaan roh (atman) dan bukannya hanya seperti anak kecil yang diiming-imingi sesuatu.
Dan juga jika melihat dari yang saya cetak tebal maka akan lebih mudah bagi saya dengan hanya percaya Yesus dan kemudian akan diselamatkan dibandingkan susah-susah mengucapkan mantra, jadi saya memiliki pemahaman yang berbeda bos dalam hal ini dimana menjadi Hindu itu adalah pencarian spiritual dan bukannya pada satu aturan pokok atau aturan baku malah yang menurut saya itu seperti agama Abrahamik pada umumnya dan bukannya merupakan agama spiritualitas yang menuntut kedewasaan dalam pola berpikir.
 
Upakara Yadnya merupakan Yantra "Icon", artinya mempunyai kukuatan yang hampir sama mantra/japa yang diucapkan, bahkan sekalipun orang tidak melihat/bisu/tuli dapat menyajikan Upakara Yadnya.

Mungkin dahulu terasa orang diperbudak oleh pelaksanaan Upacara Yadnya.

Tapi sekarang sudah mulai menemukan suatu nilai baru dalam pelaksanaan Yadnya, sebagian ingin menghayatinya secara baru dan bebas. Dan tetap menjaga rasa kekeluargaan, keakraban dalam kehidupan modern ini.
Saya setuju sekali dengan ini bos, itulah makanya saya selalu ingin mencari sumbernya agar pelaksanaan yadnya itu sesuai dengan sumber dan bukannya menyimpang dan juga pelaksanaan yadnya/upakara itu penuh dengan bahasa simbol dimana jika seseorang tidak bisa mengucapkan mantra dengan baik (jika pengucapan mantra yang keliru maka artinya akan keliru juga) maka bisa diungkapkan dengan upakara dan itu juga tidak bertentangan dengan Veda sebagai induk.
 
mohon maaf goes apabila postingan saya tidak sesuai dengan treet yang anda asuh saya persilahkan untuk menghapus postingan saya.

Dalam konteks diskusi terbuka seperti ini adalah perlunya menjaga keseimbangan emosi ketika kepercayaan dan praktik keagamaan harus diuji dan dikritik di depan umum dalam sebuah debat. Karena argumentasi harus bisa diterima oleh semua peserta maka kita pun harus menjadi sekuler sejenak.

dan postingan terakhir bro Yuni biar bos GoesDun aja yang mengomentari,...:D

semoga bagian-bagian yang dimaksud berikut ini:

2.16
näsato vidyate bhävo / näbhävo vidyate sataù
ubhayor api dåñöo ’ntas / tv anayos tattva-darçibhiù

apa yg tidak ada, tidak akan pernah ada dan apa yang ada tak akan pernah lenyap.orang yang telah memiliki pengetahuan ttg kebenaran memahami keduanya

satu2nya relaitas yang kekal abadi, tak terbatas tak dapat dihancurkan, meresapi seluruh alam semesta. itu sama dengan sang diri didalam manusia dan realitas dialam semsta. apapun yang kita candra/rasakan atau alami memiliki awal dan akhir. karena itu kemampuan kita untuk memilah2 harus mambawa kita ke realitas abadi sang diri/tuhan ditengah obyek-obuek yang berlalu dengan cepat dan pengalaman hidup
Tattwadarsibhih, mereka yang mampu melihat hakekat pertama. Dalam hal ini tentu Tattwa sebagai hakekat dalam arti “Itu” dalam bentuk keituanya. Dalam mantra hakekat itu secara mistik diungkapkan sebagai “OM TAT SAT” (Om itu yang sesungguhnya).

Rangkaian penejelasan ini dapat dirangkai dengan Isa Upanisad (11-14), sebagai ajaran “Sat Karyawada” yang tidak saja dianut oleh madzab Nyaya – Waisesika tetapi juga oleh Sankhya dan Yoga.

Demikian halnya dalam setiap pelaksanaan Upakara Yadnya dipahami dengan tepat / didasari oleh Tattwa, agar supaya tujuan hidup beragama dapat dicapai dengan baik, yaitu Dharma – Artha – Kama – Moksa.



2.67
indriyäëäà hi caratäà / yan mano ’nuvidhéyate
tad asya harati prajïäà / väyur nävam ivämbhasi

seperti perahu yang berada pada permukaan air dibawa lari oleh angin kencang, kecerdasaan seseorang dapat dilarikan bahkan oleh satu saja diantara indria2 yang mengembara dan menjadi titik pusat untuk pikiran

jnana yoga sebenarnya adalah proses neti, neti, bukan ini, bukan ini. Sang diri harus tidak diidentikan dengan entitas-entitas yang sementara seperti tubuh, pikiran dan panca indria atau dng obyek lain. Ketika seseorang telah menjadi ahli dalam membedakan diri sejatinya dengan yang bukan diri, dia mengalami pembebasan yang merupakan tujuan utama dari agama veda
“laksana perahu layar hanyut dalam air”, begitulah diibaratkannya pikiran atau bijaksanaan menuruti apa saja yang dikehendaki berdasarkan pancainderanya.

Arti sederhananya Prawrtimarga Marga dan Niwrtti Marga harus dipahami untuk mencapai hakekat tujuan Hidup dan mengatasi konflik pribadi yang terjadi pada setiap diri manusia yang bersumber dari sifat lemah dan kebodohannya.

Untuk itu maka perlu disampaikan ajaran rasionalisme atau Jnana Yoga dan perlu Praktek Yoga yang merupakan ajaran disiplin moral sebagai upaya untuk mencapai tujuan hidup beragama (Moksa).

Keempat praktek Yoga ini sama utamanya, Yang disebut Catur Marga Yoga adalah
1, Bhakti Marga Yoga
2. Karma Marga Yoga
3. Jnana Marga Yoga
4. Raja Marga Yoga.


3.37.
çré bhagavän uväca
käma eña krodha eña / rajo-guëa-samudbhavaù
mahä-çano mahä-päpmä / viddhy enam iha vairiëam

Keinginan (kama), kemarahan (krodha), yang lahir dari rajoguna (berbagai ragam nafsu dan keinginan), semua ini serba penuh dengan keserakahan dan penuh dengan pencemaran. Inilah musuh kita di bumi ini.
Dalam agama Hindu musuh itu disebut ada enam macam. Kama dan Krodha merupakan dua diantara enam musuh yang ada pada diri manusia.
Sad Ripu adalah enam musuh yang ada pada diri sendiri yang sepatutnya kita waspadai antara lain:
1. Kama = Hawa Nafsu
2. Lobha = Tak pernah puas dengan yang sudah ada
3. Krodha = Kemarahan
4. Mada = Kemabukan
5. Moha = Kebingungan
6. Matsarya = Iri hati/dengki.

Tiap-tiap perasaan tersebut, sangatlah berkuasa dan kita harus memahami, supaya bisa menguasainya. Sebelum berhasil menjinakkan, memperadabkannya – yakni untuk melenyapkan sebabnya, atau diberinya jalan keluar yang agak patut. Yakinkan harus mulai menjinakkan perasaan-perasaan yang merugikan itu.

Resapkanlah arti kata-kata yang diucapkan oleh Swami Vivekanda yang akan memberi keteguhan hati untuk memikul segala tanggungjawab dari perbuatan-perbuatan kita. Dengan demikian akan menjadi makin kuat.

TUHAN tak pernah menghukum atau memuji. Berkah dan kasih sayangnnya terbuka bagi siapapun, kapan saja, di mana saja, dalam keadaan apapun. Kitalah yang menentukan bagaimana mempergunakannya. Jangan menyalahkan manusia, Tuhan, atau siapapun di dunia ini. Apabila anda menderita, salahkanlah diri anda sendiri, dan berusahalah diri anda sendiri, dan berusahalah berbuat lebih baik.

Inilah satu-satunya cara memecahkan masalah.
Mereka yang menyalahkan orang lain betul-betul menyedihkan; mereka jatuh dalam jurang kesengsaraan krena kesalahan-kesalahan sendiri, karena mencerca dan menyalahkan orang-orang lain. Ini tak akan merobah keadaaanya. Ini sama sekali tak akan menolongnnya.

Usaha mereka menyalahkan orang lain, hanya memperlemah mereka.
Oleh karena itu, jangan menyalahkan orang lain.

Bangkitlah sendiri, dan pikulllah seluruh tanggungjawab.
Katakanlah: “Kesengsaraan yang saya derita ini adalah karena perbuatanku sendiri, dan ini membuktikan bahwa kesengsaraan itu hanya aku pula yang bisa melenyapkan”.
Apa yang aku buat, akan bisa kulenyapkan lagi.

Masa depan yang tiada hingga adalah di depan anda, dan selalulah ingat bahwa setiap kata, setiap pikiran, setiap perbuatan, tersedia bagi anda, dan bahwasanya pikiran jahat dan perbuatan jahat, siap-siap bagaikan harimau hendak menerkam anda, akan tetapi di samping itu, pikiran-pikiran baik dan perbuatan-perbuatan baik bersiap-siap pula dengan kekuatan seratus ribu malaikat untuk menyelamatkan anda, untuk selama-lamanya.

Mari mulai sekarang mengalahkan Sad Ripu!


Salah satunya melalui Manusia Yadnya.


3.38.
dhümenävriyate vahnir / yathädarço malena ca
yatholbenävåto garbhas / tathä tenedam ävåtam

seperti halnya api ditutupi oleh asap, cermin ditutupi oleh debu, atau janin ditutupi oleh kandungan, begitu pula, mahluk hidup ditutupi oleh berbagai tingkat hawa nafsu

3.39
ävåtaà jïänam etena / jïänino nitya-vairiëä
käma-rüpeëa kaunteya / duñpüreëänalena ca

seperti itulah kesadaran murni mahluk hidup yang bijaksana ditutupi oleh musuhnya yang kekal dalam bentuk hawa nafsu, yang tidak pernah puas dan membakar bagaikan api

3.40.
indriyäëi mano buddhir / asyädhiñöhänam ucyate
etair vimohayaty eña / jïänam ävåtya dehinam

Indria-indria, pikiran dan kecerdasan adalah tempat duduk hawa nafsu tersebut. Melalui indria2, pikiran dan kecerdasan hawa nafsu menutupi pengetahuan sejati mahluk hidup dan membingungkan

Dengan memahami kesalahan pengertian Karma Yoga sebagai satu sistem yang dianggap bertentangan satu dengan sistem ajaran rasionalisme/Jnana Yoga.

Sebelumnya sudah dikemukakan pentingnya ratio atau keilmuan sebagai pangkal tindakan. Janana dengan ajaran Jnana Yoga merupakan inti ajaran rasionalisme.

Sebaliknya Karma atau tindakan tidak harus berarti sama dengan Jnana, sebab Karma dibedakan dua bentuk yaitu:
Subha Karma, perbuatan yang baik dan Asubha Karma perbuatan yang tidak baik.
Adapun perbuatan yang tidak baik dibedakan pula antara dua macam yaitu: Akarma dan Wikarma.

Dengan demikian terdapat tiga macam bentuk sikap tindakan yaitu:
1. Karma yaitu berbuatan baik,
2. Akarma yaitu perbuatan tidak berbuat,
3. Wikarma yaitu perbuatan yang keliru.

Apa yang diharapkan dari ajaran Karma Yoga adalah tercapainya tujuan yang merupakan semua benua yaitu Moksa atau Siddhi (kesempurnaan).
Dalam Bhagawadgita ada dua hakekat pengertian kata „“Karma“ yaitu:
a. Karma dalam arti ritualitas atau Yadnya.
b. Karma dalam arti tingkah laku perbuatan.

Karma dalam perngertian Yadnya sudah jelas terkait dengan penciptaan alam semesta yang dilakukan pada permulaan penciptaan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Alam semesta diciptakan bukan untuk kepentingan dirinya maka demikian pula dalam hukum kerja itu agar didasarkan pada prinsip dasar ketidak terikatan untuk kepentingan pribadi seseorang berbuat melainkan agar didasarkan atas dharma yang menjelma dari bentuk hukum hak dan kewajiban.

Yadnya itu lahir dari alam semesta dengan segala bentuk ciptaan itu disebut Bhuta mempunyai lima komponen dasar yang disebut Panca Maha Bhuta, terdiri dari Prthiwi (Tanah), Apah (Air), Teja/Agni (Api,Panas), Wayu (Angin), Akasa (Eter). Kelima unsur dasar itu timbul dari Prakerti dan sebagai akibat evolusi dari Prakrti, ini kita kenal dengan Bhuta Yadnya.

Disamping unsur materi terdapat unsur Rokhani yang disebut Atman atau Jiwa yang menyebabkan timbulnya ciptaan (Sristi). Jiwa atau Atman adalah bagian dari Brahman dan perlu disadari adalah hubungan pengertian antara Atman dengan Brahman inilah yang harus dicapai dalam pengertian makna aksara mantra AUM atau Omkara sebagai manifestasi wujud abadi.

TRIGUNA sebagai hakekat sifat dasar dari Prakerti sehingga timbulnya proses evolusi sebagai akibat ketidak seimbangan Triguna. Ketidak sadaran dan kekeliruan pandangan pada Manusia adalah krena kekuatan MAYA, sehingga salah identifikasi manusia dan menyamakan Atman dengan Prakrti. Pemahaman kekeliruan ini ibarat orang meliaht kaca, melihat dirinya pada kaca sehingga sekan-akan manusia dalam kaca itu berbeda. Ini yang disebut kekuatan Maya.

Bila menyadari hal ini maka akan mulai dapat mengarahkan pikiran secara benar dan dari sini akan terlihat mengapa „Aham“ (Aku) itu adalah Brahman (Yang absolut Transendental), dan ada pula pada setiap makhluk.

Di dalam Weda kita mendapat penjelasan tentang penciptaan alam semesta dimulai dari proses MahaYajna dimana Mahapurusa menciptakan segala ciptaan melalui Yadnya. Yadnya ini merupakan awal dan krena itu cukup beralasan kalau Panca Yadnya adalah hak dan kewajiban.

Dengan demikian tentu ajaran Jnana Yoga sebagai satu ajaran mendorong pelakunya berbuat sekedar karena kewajiban untuk mencapai prestasi yang lebih baik. Ini harus dilakukan baik rutin maupun insidentil sehingga kekaryaannya itu akan mempunyai nilai guna. Soal pahala atau akibat yang timbul adalah hak yang pasti dan tidak usah dicari-cari itu akan diperoleh.
 
semoga bukan teori saja ....
yuk praktekin sama2
keep the peace and harmony
 
^^ minimal praktek buat "ketupat lepet" atau "ngulat klakat".

Banten/Bebanten adalah merupakan prasarana perwujudan cetusan hati umat Hindu untuk menyatakan rasa terima kasih dan bhaktinya kepada leluhur-kawitannya dan Tuhan Yang Maha Esa/Hyang Widhi Wasa, yang diwujudkan dengan nama Bhatara-Guru atau Sang Hyang Widhi Wasa, yang diwujudkan dengan nama Bhatara Guru atau Sang Kaning Dadi di Sanggah Pemerajan.

Di samping itu Bebanten juga berfungsi sebagai symbol perwujudan Hyang Widhi sendiri dalam berbagai manifestasinya.

Dalam lontar Yadnya Prakerti disebutkan banten “Canang Genten” dimana sirih dilambangkan sebagai Dewa Wisnu, Kapur sebagai lambing Dewa Ciwa, dan buah pinang dilambangkan sebagai Dewa Brahma.

Disebutkan pula fungsi banten adalah merupakan sarana alat konsentrasi pikiran untuk semadi dalam memuja kebesaran dan ke Agungan Tuhan Yang Maha Esa dalam kekuasaan beliau mencipta, memelihara dan mempralina alam semesta beserta isinya ini.

Banyak bentuk Banten itu adalah merupakan sarana budaya umat Hindu (Bali) dalam usaha mendekatkan dan memadukan sukmanya kepada Hyang Widhi/Bhatara-Bhatari Kawitan, seperti banten Canang Genten, Canang Sari, Canang Wangi, Canang Daksina.

Dalam Dharsana Bali (Pandangan Umat Hindu di Bali), sarana spiritual itu adalah bentuk lebih mendekatkan perasaan manusia yang menghendaki sesuatu yang dapat dibayangkan dari panca indranya yang terbatas itu, kepada yang Maha Sukma yang kekal abadi sifat Saguna dan dibayangkan juga mendekati manusia dan disebut Sekala dan inilah yang dirasa langsung berhubungan dengan manusia yang dinamis.

Kita bisa selidiki dalam kehidupan di dunia ini.
Dapatkah kita melakukan ibadah, maupun melakukan bayangan pikiran yang tak dapat dipikirkan atau dibayangkan atau dirasakan?
…tentu sangat sulit bahkan kita tidak bisa lakukan.

Hal ini pernah diucapkan oleh sarjana besar dari Amerika dalam mengadakan ceramah di Universitas Visva Bhatari di India, dimana beliau berkata: “From the point of view of religion we all are children, because we still need support” (dari sudut agama/Penghidupan kejiwaan, kita adalah masih kanak-kanak, disebabkan karena masih memerlukan pertolongan atau pegangan).

Sehingga nampak kehidupan Agama dan pelaksanaan Adat Desa, luluh jadi satu, merupakan suatu paduan luluh antara Agama/Hukum Agama dengan kebudayaan dan kesenian.

Banyak pulau yang indah di Negara kita ini, tapi kenyataannya dan dunipun ikut member komentar tentang keindahan dan kelestarian kehidupan masyrakat Hindu di Bali.

Bebanten atau sajen-sajen merupakan bedak halusnya pulau Bali, asap dupa dan kemenyannya merupakan minyak wanginya Pulau Bali yang cantik mungil dan menarik, sehinga menjadi pulau yang mempunyai keindahan kedewaan.
 
Wah lama tidak OL di Indoforum, karena keasikan diskusi di forum tetangga......:D

^^ minimal praktek buat "ketupat lepet" atau "ngulat klakat".

Banten/Bebanten adalah merupakan prasarana perwujudan cetusan hati umat Hindu untuk menyatakan rasa terima kasih dan bhaktinya kepada leluhur-kawitannya dan Tuhan Yang Maha Esa/Hyang Widhi Wasa, yang diwujudkan dengan nama Bhatara-Guru atau Sang Hyang Widhi Wasa, yang diwujudkan dengan nama Bhatara Guru atau Sang Kaning Dadi di Sanggah Pemerajan.

Di samping itu Bebanten juga berfungsi sebagai symbol perwujudan Hyang Widhi sendiri dalam berbagai manifestasinya.

Dalam lontar Yadnya Prakerti disebutkan banten “Canang Genten” dimana sirih dilambangkan sebagai Dewa Wisnu, Kapur sebagai lambing Dewa Ciwa, dan buah pinang dilambangkan sebagai Dewa Brahma.
Tolong bos lebih banyak yang beginian, saya sangat tertarik untuk memahami makna-makna ini.......:)
Cukup yang banten untuk keluarga kecil saja bos dan biasanya untuk keperluan sehari-hari, upakara yang dirumah saja, jika yang besar itu sepertinya terlalu jauh, contoh daksina yang isinya melambangkan apa saja, atau segehan 'nasi kepel' trus kenapa nasinya harus di'kepel', nah yang seperti itu saja dulu bos biar bisa memahami dan melaksanakannya di kehidupan sehari-hari.......;)

Banyak pulau yang indah di Negara kita ini, tapi kenyataannya dan dunipun ikut member komentar tentang keindahan dan kelestarian kehidupan masyrakat Hindu di Bali.

Bebanten atau sajen-sajen merupakan bedak halusnya pulau Bali, asap dupa dan kemenyannya merupakan minyak wanginya Pulau Bali yang cantik mungil dan menarik, sehinga menjadi pulau yang mempunyai keindahan kedewaan.
Saya setuju dengan ini bos, dimana inilah indikasi uniknya Bali yang terkenal di dunia mancanegara, jika hanya bisa meniru trus buat apa orang datang ke Bali toh ada tempat lain sebagai sumbernya yaitu di India.
Tapi keunikan ini juga tidaklah membuat makna dari pelaksanaan upakara itu keluar dari konteksnya, yaitu ucapan terima kasih kepada Sang Pencipta (Hyang Widhi), jadi kenapa salah jika cara dalam menuju Tuhan yang terlihat berbeda toh Tuhan itu bukanlah seorang presiden dimana jika ingin menemui Beliau harus memakai 'protokoler' resmi yang sudah ditetapkan tapi Tuhan itu bisa dicapai dengan segala cara dan juga yang terpenting adalah keinginan dari si pelaksana upakara yang harus dilakukan dengan penuh rasa bhakti dan bukannya penuh dengan penyesalan/gerutu yang tidak karuan.
Disini juga bukannya benar-benar ngawur tanpa aturan tapi dalam Hindu sendiri diberikan semacam garis besarnya saja, nah selebihnya diberikan kebebasan akan kemauan unutk melakukan upakara.
Eh kok ngomong melebar begini......:D

Pada intinya saya berpendapat bahwa upakara yang dilakukan di Bali tidaklah 'keliru', tapi yang perlu dibenahi adalah pemahaman kita akan makna banten tsb dan bukannya membiarkannya berlalu tanpa arti tapi perlu dipahami bahwa setiap banten memiliki makna yang dalam sebagai mantram yang tidak 'mampu diucapkan'.......:)

Suksma,
 
Karena Penggunaan upakara atau bebantenan yang sangat luas di Bali menuntut Umat Hindu untuk dapat memahami hal-hal yang berkaitan dengan bebantenan yang diperlukan dalam suatu kegiatan keagamaan.

Pemahaman mengenai bebantenan tidak hanya bertujuan untuk menambah pengetahuan semata, tetapi dapat pula berpengaruh terhadap usaha melestarikan Kebudayaan Bali.

Bebantenan perlu dilestarikan karena dewasa ini sudah sangat banyak Umat Hindu kurang mengerti tentang upakara atau bebantenan karena bebantenan itu sangat kompleks.

Banyak umat apabila memerlukan banten untuk keperluan upacara yang sangat sederhana sekalipun langsung membeli dari tukang banten, dengan alasan karena tidak bisa membuat sendiri.

Jadi benar sekali yang perlu diperbanyak saat ini adalah informasi mengenai bebantenan, sangat terasa masih kurang dan sulit untuk ditemukan.

Banyak hal yang dapat diupayakan untuk mengatasi terjadinya hal seperti permasalahan di atas dan juga apa yang disampaikan saudara @bcak.

Maka perlu dipikirkan suatu cara yang dapat membantu pemahaman mengenai upacara agama dan bebantenan, sehingga akan memudahkan masyarakat dalam mengetahui dan mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan hal tersebut.

Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan merancang dan membuat suatu "permodelan" sistem mengenai upacara agama yang disajikan melalui "sistem informasi", dimana sistem dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan kegiatan keagamaan seperti jenis upacara agama, bebantenan yang diperlukan serta langkah-langkah atau urutan pelaksanaan dari upacara.
 
Jadi benar sekali yang perlu diperbanyak saat ini adalah informasi mengenai bebantenan, sangat terasa masih kurang dan sulit untuk ditemukan.

Banyak hal yang dapat diupayakan untuk mengatasi terjadinya hal seperti permasalahan di atas dan juga apa yang disampaikan saudara @bcak.

Maka perlu dipikirkan suatu cara yang dapat membantu pemahaman mengenai upacara agama dan bebantenan, sehingga akan memudahkan masyarakat dalam mengetahui dan mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan hal tersebut.

Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan merancang dan membuat suatu "permodelan" sistem mengenai upacara agama yang disajikan melalui "sistem informasi", dimana sistem dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan kegiatan keagamaan seperti jenis upacara agama, bebantenan yang diperlukan serta langkah-langkah atau urutan pelaksanaan dari upacara.
Setuju sekali bos,......:-bd

tapi kapan ya ini bisa ada.......:-? ...... 8->
 
Setuju sekali bos,......:-bd

tapi kapan ya ini bisa ada.......:-? ...... 8->

Tentu sistem ini layak untuk diimplementasikan secara nyata.

Saat ini sudah mulai dilakukan secara "manual book" pada tingkat desa pekraman, yaitu membuat buku pedoman Upacara dan Upakara.

Sistem ini nantinya dapat memberikan laporan tentang bebantenan
yang digunakan dalam suatu upacara, bahan-bahan yang digunakan untuk membuat bebantenan yang diperlukan dalam upacara tersebut, perbandingan penggunaan bebantenan serta upakara lain dalam
satu upacara dengan upacara lainnya, khususnya untuk upacara yang sejenis.

Tentu semua ini dimulai dari penelitian mengenai upacara agama dan
bebantenan ini dilakukan di Bali. Data yang digunakan diperoleh dari studi literatur yaitu buku-buku mengenai bebantenan dan Upacara Yadnya terutama yang diterbitkan oleh PHDI, ditambah penjelasan
dari pihak-pihak yang terkait dengan hal tersebut, seperti sulinggih, pakar banten dan pakar upacara.

Dan saat ini di Desa Pekaraman sudah dilaksanakan Pasraman untuk mendapat pencerahan dan pelatihan mengenai Upacara dan Upakara.
 
Saya menemukan lagi makna dari alat-alat upakara...... :)

Sumbernya adalah disini

Ini berkaitan tentang makna 'ceper',

"Ceper" makna badan kita (angga sarira),
"beras" bermakna bibit/benih yang merupakan asal muasal kehidupan,
"porosan" didalamnya ada Base, gambir, dan kapur/pamor perlambang Tri Premana (Bayu sabda idep) juga Brahma, Wisnu, Iswara (Iswara, Mahadewa, Sambu, Sangkara, dll sebutan lain dari Siwa),
"tebu dan pisang" melambangkan amerta,
"sampyan uras (rangkaian janur yang berbentuk bundar terdiri 8 helai)", bermakna roda kehidupan dgn disertai asta aiswarya,
"bunga" bermakna kedamaian/ketulusan hati,"kembang rampai (diatas susunan bunga)" bermakna kebijaksanaan,"lepa/boreh" bermakna prilaku yang baik,
"minyak wangi"=ketenangan jiwa atau pengendalian diri.
Jadi intinya "Canang" adalah perwujudan diri kita dan unsur-unsur yang menyebabkan kita ada serta diharapkan seperti pada makna masing-masing isi canang lainnya.

Semoga bermanfaat,...... :)

Suksma,
 
Ada suatu kisah yang kiranya bisa sedikit menggelitik kita semua. TS, mohon ijin untuk post link di sini:
HINDU BALI: Mecaru oleh Ida Pandita Mpu Jaya Prema Ananda
kartun+bali.jpg
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.