• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Sharing Dhamma ala Buddhis

salut , m3tt4 itu dulunya budhist setelah menikah dengan suami manado islam , dia masih tetap yakin sama budhist. tidak seperti cewek lain. cia you...sehlomita

apa...????

cewek lainciayou?????? wkwkwkwkwk..........
 
Tuntun aku menuju kebebasan

Menuju kegelapan ku berjalan
Dibimbing oleh tiga setan yang tidak tersadari
Bersembunyi di dalam segala amarah kebencian
Berlindung di balik hati yang menari ketika keserakahan terpuaskan
Terselubung di balik jerat pengertian salah
Menyiksaku dengan begitu nikmatnya
Hingga akhir waktu berlalu

Aku terikat pada bumi
Tapi tak bisa ku sadari apa yang mengikatku
Apa yang mencengkeramku tanpa terlihat
Ternyata yang ku anggap baik selama ini tidaklah lebih daripada musuh abadi
Apa yang kupikir indahlah yang membuat neraka nyata di atas dunia
Neraka yang membuatku ada menuju tiada menuju ada
Terus menerus,lagi dan lagi,berulang dan berulang
Tanpa lelah proses mengulangi dirinya
Tiada peduli bahwa aku sang pelaku telah lelah akan proses itu sendiri

Ku sudah terlalu lelah belari di balik hujan yang ku ciptakan sendiri
Perbuatanku terus menguap ke atas
Tak pernah kupikirkan lagi di balik memori
Ku pikir mereka telah melayang di balik awan abadi
Dan tak kan pernah kembali lagi
Namun ternyata mereka kembali jatuh ke tanah
Tepat jatuh menusuki diriku
Hingga ku tak sanggup lagi menembus hujan karma tiada henti

Ku terbakar di balik api
Yang ku kobarkan sendiri di dalam hati yang perih
Hati yang terluka dari dalam
Terjilat lidah-lidah api emosi yang terasa abadi
Tiada habis,tiada padam
Begitu berminat akan apa yang menjadi induk semangnya
Api itu tiada berhenti membakar
Hingga aku sendiri yang menciptakannya
Hingga aku sendiri yang mengobarkannya
Mati dibakar dari dalam hasrat sanubari yang terpendam

Dan seolah tiada henti,angin dingin menghempaskanku dari tujuan sejatiku
Segala macam pengertianku yang tak membawaku kemanapun juga
Yang ku pikir tidaklah semendalam kenyataannya
Ternyata angin tersebutlah yang membawaku selalu kembali ke tempat yang salah
Aku yang meniupkannya
Aku yang memperkuatnya
Namun,aku jugalah yang dihempaskan olehnya
Menuju jurang kegelapan yang lebih dalam

Namun di balik kegelapan tersebut justru aku melihat cahaya-Mu
Terhenyak menyadari apa yang selama ini mengikatku
Merenungi kenapa selalu aku terhujam
Memikirkan bagaimana aku bisa terbakar sendiri
Terbuka mengetahui bilamana aku terhempas kembali
Tersentak dan terbangun dari dalam mimpi yang manis di akhir namun kelam abadi setelahnya
Aku merasakan apa yang baik di permulaan
Manis di pertengahan
Cantik di akhirnya
Sebuah keindahan yang abadi tiada akhir
Dan ku sadari bahwa ku harus menyerah dari semuanya
Ku harus membiarkan semuanya berlalu
Melihat kenyataan sesungguhnya dari fenomena
Berpikir hingga dibalik keterikatan semua indera

Oh Buddha yang mulia,tuntunlah aku
Izinkanlah aku melihat semuanya yang nyata dari dalam diriku sendiri
Tunjukkanlah jalan-Mu menuju kebebasan abadi
Oh Dharma yang agung,tuntunlah aku
Aku ingin terbangun bahagia selamanya
Aku tak ingin kembali bermimpi berujung kepahitan
Terimakasih semuanya
Terimakasih karmaku
Terimakasih realita pahit sebelumnya
Bahwa kalian yang memberikan arah kepadaku
Kepada Buddha dan Dharma
Cahaya dan terang abadi di dalam hati
Yang menuntunku menuju kebebasan
 
KEMELEKATAN Oleh Bhante Abhicitto
Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammāsambuddhassa


Ratiyā jāyati soko, ratiyā jāyati bhayaṁ

Ratiyā vippamuttassa, natthi soko kuto bhayaṁ

Dari kemelekatan timbul kesedihan, dari kemelekatan timbul ketakutan.

Bagi orang yang telah bebas dari kemelekatan, tidak ada lagi kesedihan maupun ketakutan.

(Dhammapada 214)



Sering kali kita terlalu melekat pada sesuatu yang tidak semestinya dan yang sebenarnya sudah tidak diperlukan, seperti pakaian, sepatu, sandal yang sudah tidak dipakai sampai barang-barang bekas lainnya. Akhirnya barang-barang tersebut hanya menjadi penghias rumah. Apabila kita enggan untuk melepaskannya maka rumah yang kita tempati akan serasa seperti gudang barang bekas.



Kebiasaan menyimpan barang-barang tersebut hanya membuat rumah kita menjadi tempat sampah. Kalau barang-barang tersebut sudah tidak digunakan dan kita sulit untuk melepaskannya, maka untuk berbuat baik pasti sangat berat sekali. Padahal barang bekas itu akan bermanfaat apabila diberikan kepada orang yang membutuhkan, ketimbang menjadi sampah di dalam rumah.



Kalau kita tidak pernah siap untuk melepaskan kepemilikan, maka suatu saat ketika kita kehilangan sesuatu yang disayangi, maka kita akan kecewa. Dhammapada Atthakatha mengisahkan tentang seorang Thera yang melekat pada jubahnya. Kisahnya berikut ini:



Suatu saat seorang Thera bernama Tissa tinggal di Savatthi. Pada suatu hari, ia menerima seperangkat jubah yang bagus dan merasa sangat senang. Ia bermaksud mengenakan jubah tersebut keesokan harinya. Tetapi pada malam hari ia meninggal dunia.



Karena melekat pada seperangkat jubah yang bagus itu, ia terlahir kembali sebagai seekor kutu yang tinggal di dalam lipatan jubah tersebut. Karena tidak ada orang yang mewarisi benda miliknya, diputuskan bahwa seperangkat jubah tersebut akan dibagi bersama oleh bhikkhu-bhikkhu yang lain.



Ketika para bhikkhu sedang bersiap untuk membagi jubah di antara mereka, si kutu sangat marah dan berteriak, "Mereka sedang merusak jubahku!"



Teriakan ini didengar oleh Sang Buddha dengan kemampuan pendengaran luar biasa Beliau. Maka Beliau mengirim seseorang untuk menghentikan perbuatan para bhikkhu dan memberi petunjuk kepada mereka untuk menyelesaikan masalah jubah itu setelah tujuh hari. Pada hari ke delapan, seperangkat jubah milik Tissa Thera itu dibagi oleh para bhikkhu.



Kemudian Sang Buddha ditanya oleh para bhikkhu mengapa Beliau menyuruh mereka menunggu selama tujuh hari sebelum melakukan pembagian jubah Tissa Thera.



Kepada mereka Sang Buddha berkata, "Murid-murid-Ku, pikiran Tissa melekat pada seperangkat jubah itu pada saat dia meninggal dunia, dan karena hal itu ia terlahir kembali sebagai seekor kutu yang tinggal dalam lipatan jubah tersebut. Ketika engkau semua bersiap untuk membagi jubah itu, Tissa si kutu sangatlah menderita dan berlarian tak tentu arah dalam lipatan jubah itu. Jika engkau mengambil jubah tersebut pada saat itu, Tissa si kutu akan merasa sangat membencimu dan ia akan terlahir di alam neraka (niraya). Tetapi sekarang Tissa telah bertumimbal lahir di alam dewa Tusita, dan sebab itu Aku memperbolehkan engkau mengambil jubah tersebut.



"Sebenarnya, para bhikkhu, kemelekatan sangatlah berbahaya, seperti karat merusak besi di mana ia terbentuk, begitu pula kemelekatan menghancurkan seseorang dan mengirimnya ke alam neraka (Niraya). Seorang bhikkhu sebaiknya tidak terlalu menuruti kehendak atau melekat dalam pemakaian empat kebutuhan pokok".



Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 240 berikut:

Bagaikan karat yang timbul dari besi, bila telah timbul akan menghancurkan besi itu sendiri, begitu pula perbuatan-perbuatan sendiri yang buruk akan menjerumuskan pelakunya ke alam kehidupan yang menyedihkan. (Dhammapada XVIII. 3)



Kita harus menyadari bahwa hidup ini tidak selalu sesuai dengan kehendak sendiri. Pada suatu saat semua yang kita miliki akhirnya akan ditinggalkan. Jangankan barang-barang yang disayangi, orang-orang yang kita cintai pun kita tinggalkan, demikian pula jasmani yang kita rawat tiap hari. Jadi, belajarlah melepaskan sebelum mereka yang meninggalkan kita atau kita yang meninggalkannya.



Belajarlah melepas yang kecil-kecil dahulu dengan berdana, sampai pada saatnya dapat melepaskan yang lebih tinggi yaitu kekotoran batin seperti keserakahan, kebencian, dan kebodohan batin. Kekotoran batin adalah kilesa yang menyebabkan manusia dicengkeram oleh ketidakpuasan. Oleh karenanya, jadikan melepas sebagai latihan dalam keseharian agar kita terlatih dalam menyikapi hidup dan kehidupan.



Kalau ada rasa sayang untuk melepas, ingatlah cerita di atas dan bahayanya.
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.