• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Islamic Economy Corner

ini tren latah yg sangat buruk dilakukan oleh kaum muslim saat ini.
kebudayaan/kebiasaan membuat perabotan yang dilapisi atau terbuat dari 100% emas pada dasarnya diawali oleh orang2 mesir kuno, babylon, aztec, dan kemudian oleh orang-orang eropa dibuat lebih detail lagi menjadi perabotan rumah tangga. Faktanya pada saat ini kaum muslim berlomba-lomba membuat masjid berlapis emas dll.
padahal Imam Al Ghazali pernah mengatakan bahwa ketika seseorang mengubah fungsi emas untuk tidak menjadi alat tukar, itu berarti telah mendzalimi fungsi emas itu sendiri.
so, hindari bikin perabotan dari emas :p
toh apa sih gunanya coba? sendok dari emas dgn sendok plastik/aluminium. tetap aja itu sendok bukan :)
yap, cuma gengsi doang, alias kita kemakan gengsi padahal dampak negatifnya besar sekali, bisa2 terjadi pencurian, nilai mata uang kacau, dsb. terus tuh di DRTV ada Hape dilapisi emas dan berlian :)), ama bolpen jg :)), padahal buat nulis doang, yg HP wad sms-telepon doang =))

kalau gitu, perhiasan juga ga boleh dong :-/, untuk ijab kabul misal.

berarti termasuk Pemerintahan Arab Saudi juga tuh, merajut tulisan2 pada ka'bah menggunakan benang emas dan melapisi Hajjar Aswad dgn perak, itu bukannya "Pemborosan" dan mengurangi nilai mata uang pada negara tsb :D.

hehe kliatan kan kaum munafik.. :D
dibible dan di taurat perintah untuk selalu menjauhi riba itu selalu ada..
jadi wajar kalau mereka menghindari riba. masalahnya kenapa mereka menerapkannya pada kaum diluar mereka?
ya karena mereka selalu menganggap kaum lain adalah kaum rendah. tau kan pemikiran ini dari mana? :) clue: kitabnya talmud

talmud ye, kitabnya para zionis, ada juga tuh di dalam kitab protokol mereka, yang jelas taurat dan talmud 2 variabel yg berbeda baik dari isi maupun tidak. zionis rasis, menanggap diri mereka hebat :D, tapi masih ada aja yg non yahudi tapi mendukung zionisme. padahal kan suatu saat yg non yahudi walau mendukung misi yahudi-zionis yg melakukan zionisme akan dihancurkan juga oleh yahudi-zionis itu sendiri :))

termakan janji2 dan hasutan mereka kebanyakan =))
________

1 lagi, kalau emas terpisah di suatu daerah dan tiap2 negara yg memilikinya, bagaimana dgn nilai tukar / valas nantinya ketika beberapa negara terjun ke pasar bebas :-/

kecuali khilafah, karena negara2 sudah bergabung menjadi satu dalam daulah khilafah walau belum semua bergabung, itu masih lebih mudah dalam penyesuaian mata uang :D.
 
ai sii ai sii...

masih menyimak bos... silahkan dilanjut.
 
Mohon maaf jika tidak berkenan...

"Allah akan selalu menolong hamba-Nya selama hamba tersebut menolong saudaranya sesama muslim...." (HR : Muslim, Abu daud, Tirmidzi, ahmad)...

"Mari berbagi kebaikan dengan merekomendasikan pada teman, saudara, dan siapapun juga dalam mengamalkan firman Allah saling menganjurkan menolong sesama...melalui pembayaran ZIS online di : www.bayarzisonline.com ".

Salam,
bayarzisonline.com

logoBZO.jpg
 
Aturan Penggunaan Emas dalam Islam
Oleh: Muhaimin Iqbal---Owner Gerai Dinar

Diciptakannya emas dan perak oleh Allah menurut Imam Ghazali adalah agar emas dan perak ini digunakan sebagai hakim atau timbangan yang adil untuk menilai barang-barang dalam bermuamalah. Hal ini sejalan dengan banyaknya ayat-ayat al-Quran yang memerintahkan kita untuk menegakkan timbangan atau neraca yang berarti juga menegakkan keadilan.

Kalau kita diperintahkan untuk menegakkan timbangan atau bermuamalah secara adil, dan untuk ini dibutuhkan emas atau perak – maka pastilah Allah menyediakannya secara cukup di muka bumi.

Berdasarkan data dari World Gold Council (WGC), sampai akhir tahun lalu tersedia sekitar 170,000 ton emas di seluruh permukaan bumi (cadangan di dalam bumi belum dihitung). Lebih dari separuhnya untuk perhiasan (51%), sedangkan yang dipakai sebagai cadangan di bank-bank sentral seluruh dunia hanya 18 % hampir sama dengan jumlah emas untuk investasi yang sampai 17%.

Data lain dari Gold Sheet Link menunjukkan bahwa selama sekitar 170 tahun terakhir trend ketersediaan emas di permukaan bumi meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk bumi. Bahkan ketersediaan emas per kapita dunia cenderung naik dari 0.50 ounces/ kapita pertengahan abad 19 ; menjadi sekitar 0.75 ounces/kapita dasawarsa ini.

Data-data tersebut sebenarnya menunjukkan bahwa emas sangatlah cukup untuk digunakan sebagai alat bermuamalah atau uang yang adil bagi seluruh penduduk bumi kapanpun dan dimanapun. Hanya keserakahan manusia yang membuatnya seolah emas tidak pernah cukup.

Emas hanya akan cukup digunakan sebagai uang yang adil apabila kondisi masyarakatnya mematuhi aturan penggunaan emas ini secara menyeluruh. Dimana aturan ini adanya ?. Hanya syariat Islam-lah yang memiliki aturan sangat rinci mengenai penggunaan emas ini; coba perhatikan contoh-contoh berikut :

1. Kaum lelaki dalam Islam dilarang menggunakan perhiasan emas; dari grafik diatas menujukkan bahwa emas yang digunakan sebagai perhiasan saat ini sudah 51 % dari seluruh emas yang ada. Pelarangan laki-laki menggunakan emas sebagi perhiasan akan berdampak berkurangnya proporsi emas perhiasan, dan menyisakan lebih banyak emas untuk uang.
2. Pelarangan emas digunakan untuk tempat makan minum, juga akan membuat emas lebih banyak tersedia sebagai uang.
3. Larangan disertai ancaman yang sangat berat adalah menimbun emas dan perak. Karena kalau emas ditimbun, maka berapapun adanya di permukaan bumi tidak akan pernah cukup.
4. Larangan terberat adalah Riba – sampai sampai Allah dan Rasulnya mendeklarasikan perang terhadap pelakunya. Iming-iming riba akan menghilangkan emas yang digunakan sebagai alat muamalah yang adil yang dibutuhkan masyarakat.
5. Perintah agar harta selalu berputar (Al Hasyr :7) adalah kuncinya; kalau emas ini bisa benar-benar berputar (karena tidak ditimbun dan tidak juga di-riba-kan) -maka jumlah tidaklah menjadi masyalah. Sedikit yang berputar akan cukup, sebaliknya sebanyak apapun yang ditimbun atau di-riba-kan tidak akan pernah cukup.

Inilah mengapa rezim emas paska Kekhalifahan seperti Bretton Woods gagal dan akan selalu gagal karena hanya menggunakan emas sebagai standar tidak akan pernah cukup memenuhi keserakahan manusia.

Emas hanya cukup apabila syariat yang mengaturnya ditegakkan; dan hanya Islam yang memiliki syariat ini. Jadi sesungguhnya hanya Islam yang memiliki solusi komprehensif untuk mengatasi gunjang-ganjingnya keuangan dunia saat ini.

Ini pekerjaan besar sekali dan bisa jadi akan memakan waktu yang panjang – diluar batas usia kita; namun pekerjaan ini harus dimulai. Mulai dari diri kita, dengan apa yang kita bisa. Wallahu A’lam.
http://www.pkesinteraktif.com/edukasi/kiat-bisnis/866-aturan-penggunaan-emas-dalam-islam.html
 
^
intinya, bagi umat Islam

Pondasi utama Akidah Tauhidnya harus benar, kedua, Tiang, Akhlaq dan ibadahnya harus benar, ketiga Ilmunya dimantapkan, bagi yg mendalami Ekonomi Syariah, ya perdalamlah ilmu ini :)

Dav, gw tanya, bagi yang non-muslim bagaimana perannya dalam Ekonomi Islam ini /hmm
masalahnya akidah mereka berbeda dgn Akidah Islamiyah. jadi harus gmn? /hmm
agar mereka bisa turut membantu mensejahterakan umat manusia /hmm
 
^
intinya, bagi umat Islam

Pondasi utama Akidah Tauhidnya harus benar, kedua, Tiang, Akhlaq dan ibadahnya harus benar, ketiga Ilmunya dimantapkan, bagi yg mendalami Ekonomi Syariah, ya perdalamlah ilmu ini :)

Dav, gw tanya, bagi yang non-muslim bagaimana perannya dalam Ekonomi Islam ini /hmm
masalahnya akidah mereka berbeda dgn Akidah Islamiyah. jadi harus gmn? /hmm
agar mereka bisa turut membantu mensejahterakan umat manusia /hmm

gw rasa sama aja sih kayak kalo kita mencitrakan Islam dihadapan non muslim.
jelaskan dan buktikan (gk harus sih) keuntungan duniawinya
trus sambungkan dengan logika moral. ndak perlu ampe perpanjangan dalil dan aspek ruhaninya (pahala, dosa dst.)

insyaallah pada tertarik
banyak dosen gw yang sering bilang nih. clotehan dari kawan2 di bank syariah, nasabah mereka kebanyakan malah etnis china pebisnis. anggapan mereka bagi hasil itu lebih menguntungkan dari pada sistem bunga.

menurut gw pribadi, pemikiran itu betul soalnya bagi hasil itu unlimit profit dan unlimit risk

jadi tinggal gimana menyikapi risknya
tapi yang patut disayangkan adalah ketika saudara-saudara kita yang muslim juga ikut2an mencerca sistem bagi hasil komentar yang sering adalah "bagi hasil itu lebih dzolim dari sistem bunga, nominalnya jauh lebih besar ketika mengalami kerugian"

emang komentar kek gitu juga ndak salah, kan kerugian tergantung akad awal siapa yang menanggung dan bagaimana mekanismenya. yah wajar kalo biasanya pengusaha itu selalu yang jadi tumpuan kerugian terbesar.

yang jadi permasalahan dari komentar itu adalah, penggunaan kata dzolim. bagaimana bisa sistem islam yang didasarkan pada syariat dianggap dzolim. salah kaprah dan sangat menyesatkan. pandangannya sangat keduniawian menurut gw. dzolim secara "duniawi" padahal sistemnya bener2 adil
 
Mengenal Hukum Uang Kertas

Ulama ahli fiqih berbeda persepsi dan sikap menghadapi uang kertas setelah masyarakat secara umum menggunakannya sebagai alat jual beli, berikut saya akan menyebutkan secara global pendapat mereka:

Pendapat pertama: Uang kertas adalah surat piutang yang dikeluarkan oleh suatu negara, atau instansi yang ditunjuk. Di antara ulama yang berpendapat dengan pendapat ini ialah syeikh Muhammad Amin As Syanqithy rahimahullah, Ahmad Husaini dan penulis kitab Al Fiqhu 'Ala Al Mazahib Al Arba'ah (baca Adwa'ul Bayan oleh asy-Syinqithy 8/500, Bahjatul Musytaaq Fi Hukmi Zakaat al-Auraaq, dan al-Fiqhu 'Ala al-Mazahib al-Arba'ah 1/605).

Pendapat ini lemah atau kurang kuat, dikarenakan bila pendapat ini benar-benar diterapkan, berarti tidak dibenarkan membeli sesuatu yang belum ada atau yang disebut dengan pemesanan atau salam, karena menurut pendapat ini akad tersebut menjadi jual-beli piutang dengan dibayar piutang, dan itu dilarang dalam syari'at Islam.

عن ابن عمر رضي الله عنهما : عن النبي صلّى الله عليه وسلّم : (أنه نهى عن بيع الكالئ بالكالئ). رواه الحاكم والدَّارقطني

"Dari sahabat Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasannnya beliau melarang jual-beli piutang dengan dibayar piutang." (HR. al-Hakim, ad-Daraquthny dan didhaifkan oleh al-Albany).

Walaupun hadits ini dilemahkan oleh banyak ulama, akan tetapi larangan jual-beli piutang dengan pembayaran dihutang telah disepakati oleh para ulama (baca Majmu' Fatawa oleh Ibnu Taimiyyah 30/264, I'ilamul Muwaqi'in oleh Ibnul Qayyim 3/340, Talkhishul Habir oleh Ibnu Hajar al-Asqalany 3/26).

Pendapat kedua: Uang kertas adalah salah satu bentuk barang dagangan. Pendapat ini dianut oleh banyak ulama madzhab Maliky, sebagaimana ditegaskan dalam kitab al-Hawi 'Ala ash-Showy (Al-Hawi 'Ala ash-Showy Bi Hasyiyati asy-Syarh ash-Shaghir, 4/42-86). Dan di antara yang menguatkan pendapat ini ialah Syaikh Abdurrahman as-Sa'dy rahimahullah (sebagaimana beliau nyatakan dalam kitab Fatawa as-Sa'diyyah, hal. 319-324).

Sebagaimana pendapat sebelumnya, pendapat ini ketika diterapkan dan dicermati dengan seksama akan nampak berbagai sisi kelemahannya, di antaranya ialah pendapat ini akan membuka lebar-lebar berbagai praktik riba dan menggugurkan kewajiban zakat dari kebanyakan umat manusia. Hal ini dikarenakan uang yang berlaku pada zaman sekarang terbuat dari kertas, sehingga -konsekuensinya- tidak dapat di-qiyas-kan dengan keenam komoditi riba di atas. Sebagaimana halnya zakat mal tidak dapat dipungut dari orang yang kekayaannya terwujud dalam uang kertas, berapapun jumlahnya, karena kertas bukan termasuk harta yang dikenai zakat, bila tidak dijadikan sebagai barang perniagaan.

Pendapat ketiga: Uang kertas disamakan dengan fulus (yaitu alat jual beli yang terbuat dari selain emas dan perak, dan digunakan untuk membeli kebutuhan yang ringan. Biasanya terbuat dari tembaga atau yang serupa. Dan biasanya fulus semacam ini pada masyarakat zaman dahulu, berubah-rubah pengunaannya, kadang kala berlaku, dan kadang kala tidak), dan pendapat ini walaupun sekilas terlihat kuat, akan tetapi perbedaan fungsinya dengan uang kertas yang berlaku pada zaman sekarang menjadikannya pendapat yang lemah. Sebab, fulus digunakan untuk membeli barang-barang yang sepele, berbeda halnya dengan uang kertas yang berlaku pada zaman sekarang.

Pendapat ketiga ini tidak jauh beda dengan dua pendapat sebelumnya, yaitu memiliki banyak kelemahan, di antaranya: pendapat ini tidak selaras dengan kenyataan, sebab uang kertas yang berlaku pada zaman sekarang ini berfungsi sebagai alat jual-beli, bukan hanya dalam hal-hal yang remeh dan murah, akan tetapi dalam segala hal, sampaipun barang yang termahal dapat dibeli dengannya. Tentu fenomena ini menyelisihi fenomena fulus pada zaman dahulu, yang hanya digunakan sebagai alat jual-beli barang-barang yang remeh.

Pendapat keempat: Uang kertas merupakan pengganti uang emas dan perak. Dengan demikian, uang kertas yang beredar di dunia sekarang hanya terbagi menjadi dua jenis, yaitu uang kertas sebagai pengganti emas atau perak. Pendapat ini merupakan pendapat kebanyakan ulama fiqih pada zaman sekarang.

Walau demikian, pendapat ini tidak sejalan dengan kenyataan, sebab uang kertas yang beredar di dunia sekarang ini tidak sebagai pengganti emas dan perak, dan juga tidak ada jaminannya dalam wujud emas atau perak. Uang kertas berlaku hanya semata-mata diberlakukan oleh pemerintah setempat, bukan karena ada jaminannya berupa emas atau perak.

Ditambah lagi, pendapat ini tidak mungkin untuk diterapkan, terutama pada saat kita hendak tukar menukar mata uang, karena -menurut pendapat ini- kita harus terlebih dahulu menyelidiki, apakah asal-usul mata uang yang hendak kita tukarkan, bila sama-sama berasalkan dari uang perak, maka tidak dibenarkan untuk melebihkan nilai tukar salah satunya, dan bila berbeda asal-usulnya, maka boleh membedakan nilai tukarnya, walau harus dengan cara kontan.

Pendapat kelima: Uang kertas adalah mata uang tersendiri sebagaimana halnya uang emas dan perak, sehingga uang kertas yang beredar di dunia sekarang ini berbeda-beda jenisnya selaras dengan perbedaan negara yang mengeluarkannya.

Pendapat kelima inilah yang terbukti selaras dengan fakta dan mungkin untuk diterapkan pada kehidupan umat manusia sekarang ini (bagi yang ingin mendapatkan pembahasan panjang lebar tentang permasalahan hukum uang kertas, silakan membaca kitab: Al-Waraq an-Naqdy oleh Syaikh Abdullah bin Sulaiman al-Mani', Majalah al-Buhuts al-Islamiyyah edisi 1 dan 39, dan Zakaat al-Ashum wa al-Waraq an-Naqdy oleh Syaikh Shaleh bin Ghanim as-Sadlaan).

Bila hal ini telah jelas, maka berikut beberapa fatwa Komite Tetap untuk Riset Ilmiyyah dan Fatwa Kerajaan Saudi Arabia, seputar permasalahan jual beli valuta asing:

Pertanyaan:

Apakah hukum riba berlaku pada fulus, dan pada mata uang lira Turky yang bergambarkan/berlogokan dengan gambar tertentu, baik yang terbuat dari kertas atau perunggu, demikian juga halnya dengan mata uang reyal Saudi Arabia, atau tidak berlaku? Sebagaimana dijelaskan dalam kitab-kitab syariat (kitab fiqih): uang fulus (uang logam) tidak berlaku padanya hukum riba. Dan sebagaimana dinyatakan oleh Imam asy-Syafi'i dalam kitab (Al-Umm), “Dan bahwasannya fulus bukanlah sebagai alat untuk menghargai barang-barang yang dirusakkan (oleh orang lain), karena fulus tidak wajib dizakati, dan tidak berlaku padanya hukum riba."

Jawaban:

Pada pertemuan yang telah lalu, Komite Kibarul Ulama telah mengkaji permasalahan uang kertas, dan telah menetapkan suatu keputusan dengan cara suara terbanyak, di antara point keputusan tersebut ialah:

Pertama: Kedua macam riba dapat berlaku pada uang kertas, sebagaimana kedua macam riba berlaku pada emas dan perak, dan alat jual beli lainnya, seperti fulus. Keputusan ini berartikan sebagai berikut:

A. Tidak dibolehkan sama sekali untuk memperjual-belikan uang kertas yang sama atau dengan uang kertas jenis lainnya dengan cara pembayaran dihutang, misalnya: menjual uang dolar Amerika dengan harga lima reyal Saudi atau lebih atau kurang dengan pembayaran dihutang.

B. Tidak boleh menjual-belikan mata uang yang sama dengan cara melebihkan sebagiannya di atas sebagian yang lain, baik dengan pembayaran dihutang atau kontan, sehingga tidak dibolehkan -misalnya- menjual sepuluh reyal uang kertas Saudi dengan harga sebelas reyal uang kertas Saudi.

C. Boleh memperjual-belikan sebagian uang kertas dengan sebagian uang kertas jenis lain dengan cara apapun, asalkan pembayaran dengan cara kontan. Sehingga, boleh menjual uang satu lira Suria atau Lebanon dengan uang satu reyal Saudi, baik yang terbuat dari logam atau kertas, atau dengan harga lebih murah atau lebih mahal. Dan boleh menjual satu dolar Amerika dengan tiga reyal Saudi atau lebih murah atau dengan lebih mahal, selama jual-beli tersebut dilakukan dengan cara kontan. Demikian juga boleh menjual satu reyal Saudi perak dengan harga tiga reyal Saudi kertas, atau lebih mahal atau lebih murah, bila itu dilakukan dengan cara kontan. Karena, yang demikian itu dianggap menjual satu jenis uang dengan uang jenis lainnya, dan kesamaan dalam nama akan tetapi berbeda hakikat tidak ada pengaruhnya.

Kedua: Wajib menzakati uang kertas bila nominasinya telah mencapai nishab termurah, baik nishab emas atau perak, atau nishab digenapkan dengan uang lainnya atau dengan barang perniagaan, selama barang tersebut adalah milik penjualnya.

Ketiga: Boleh menjadikan uang kertas sebagai modal dalam akad salam/pemesanan dan juga dalam serikat dagang.

Wabillahit taufiq, dan semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya (Majmu' Fatawa al-Lajnah ad-Da'imah 13/442, fatwa no. 3291).

Pertanyaan:

Sebagaimana yang Anda ketahui, bahwa di antara bentuk perniagaan yang ada di masyarakat, terutama yang terjadi sesama mereka sekarang ialah memperjual-belikan berbagai mata uang sebagiannya dengan sebagian yang lain. Misalnya, uang dolar dijual dengan uang reyal, reyal dijual dengan poundsterling, dan poundsterling dibeli dengan dinar Kuwait, dan demikian seterusnya. Sebagaimana diketahui, bahwa masing-masing mata uang memiliki harga jual dan harga beli dengan mata uang lokal, yaitu reyal bagi masyarakat Saudi Arabia. Seandainya kita -misalnya- menginginkan menjual uang dolar yang kita miliki ke salah seorang pedagang falas, maka ia akan membelinya dengan harga 3,25 (tiga reyal koma dua puluh halalah/sen). Akan tetapi, bila kita hendak membeli darinya uang dolar, niscaya ia akan menjualnya kepada kita dengan harga 3,30 (tiga reyal koma tiga puluh halalah/sen). Yaitu, antara harga jual dan beli terpaut lima halalah/sen. Melihat transaksi yang berjalan semacam ini, kami hendak bertanya kepada Anda tetang beberapa pertanyaan berikut:

A. Apakah transaksi di atas benar dan boleh menurut syariat, dan apakah kita dapat menamakannya dengan jual-beli?

B. Bila transaksi tersebut boleh, maka apa dalil yang membedakan antara mata uang dengan komoditi riba yang -sebagaimana yang Anda ketahui- tidak dibolehkan untuk melebihkan salah satunya ketika dibarterkan?

Jawaban:

Jawaban pertanyaan A: Transaksi tersebut merupakan transaksi antara dua komoditi riba, dan transaksi itu dibolehkan asalkan dilakukan dengan cara kontan, walaupun terjadi perbedaan antara keduanya; dikarenakan perbedaan jenis antara keduanya. Hal ini berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

لا تبيعوا الذهب بالذهب إلا مثلا بمثل، ولا تشفوا بعضها على بعض، ولا تبيعوا الورق بالورق إلا مثلا بمثل، ولا تشفوا بعضها على بعض، ولا تبيعوا منها غائبا بناجز. رواه البخاري ومسلم

"Janganlah engkau jual emas ditukar dengan emas melainkan sama dengan sama, dan janganlah engkau lebihkan sebagiannya di atas sebaian lainnya. Janganlah engkau jual perak ditukar dengan perak melainkan sama dengan sama, dan janganlah engkau lebihkan sebagiannya di atas sebaian lainnya. Dan janganlah engkau jual sebagiannya yang diserahkan dengan kontan ditukar dengan lainnya yang tidak diserahkan dengan kontan." (HR. Al-Bukhary dan Muslim).

Dan uang kertas dihukumi sama dengan kedua mata uang: emas dan perak. Dan uang kertas yang disebutkan dalam pertanyaan berbeda jenisnya, sehingga boleh untuk dilebihkan sebagian dari sebagian lainnya. Karena, setiap mata uang kertas dianggap sebagai satu jenis tersendiri selaras dengan negara yang mengeluarkannya. Akan tetapi, transaksi tersebut harus dilakukan dengan cara kontan; dikarenakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari memperjual-belikan sebagiannya yang tidak hadir ketika transaksi dengan sebagian lainnya yang telah hadir pada saat transaksi berlangsung. Dan transaksi ini disebut dengan Ash-Sharfu (tukar-menukar), dan itu adalah salah satu bentuk akad jual-beli.

Jawaban pertanyaan B: Demikian juga halnya dengan komoditi riba lainnya, seperti gandum, sya'iir, kurma, dan kismis, boleh untuk menukarkan di antaranya walau sama jenisnya dengan syarat sama timbangannya dan dengan cara kontan pada waktu akad berlangsung. Dan boleh melebihkan sebagiannya bila berbeda jenis, asalkan transaksi dengan cara kontan, tidak ada yang ditunda dari saat transaksi berlangsung. Dan diharamkan untuk melebihkan sebagiannya, baik akad dilakukan dengan kontan atau dihutang bila jenis kedua barang adalah sama, dan haram menunda salah satu barang (yang dibarterkan), baik kedua barang sama jenis atau berbeda, demikian juga haram menunda salah satunya, kecuali bila salah satu komoditi riba tersebut berupa uang, sedangkan barang lainnya berupa selain uang, sebagaimana halnya yang terjadi pada transaksi salam (pemesanan) atau penjualan yang denganbayaran dihutang.

Wabillahit taufiq, dan semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya (Majmu' Fatawa al-Lajnah ad-Da'imah 13/439, fatwa no. 3037).

Penulis: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri
Artikel: www.pengusahamuslim.com
 
Uang kertas hasil ijtihad yg ditarik dari mashlahah mursalahnya, Istishan :D
Vos, gw tanya, kalau valas gimana kan stok emas dimasing2 negara beda (belum dijawab neh) /?
 
SISTEM MONETER ISLAM SOLUSI ATAS KERUSAKAN SISTEM MONETER DUNIA

Oleh : Hidayatul Akbar

"Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih" (QS At Taubah: 34)

Ekonomi Moneter Lahir dari Suatu Ideologi

Syekh Taqiyuddin An Nabhani menyatakan "Islam telah memberikan kebebasan kepada manusia untuk melakukan pertukaran dengan mempergunakan apa saja yang dia sukai. Hanya saja, pertukaran barang dengan satuan uang tertentu itu telah ditunjukkan oleh Islam satu sistem moneter. Dan Islam telah menetapkan bagi kaum muslimin kepada jenis tertentu yaitu emas dan perak" (An Nidzam Al Iqtishadi fil Islam, hal 263). Kesimpulan ini berdasarkan beberapa alasan berikut:
1. Islam mengharamkan menimbun (al kanz) emas dan perak Larangan pada ayat di atas tertuju pada penimbunan emas dan perak, sebagai emas dan perak, dan sebagai mata uang dan alat tukar.

2. Islam telah mengaitkan emas dan perak dengan hukum-hukum yang baku, seperti diyat dalam pembunuhan sebesar 1000 dinar dan batasan bagi potong tangan atas pencurian atas harta yang mencapai ¼ dinar.

3. Rasulullah SAW telah menetapkan emas dan perak sebagai mata uang, dan menjadikan hanya emas dan perak sajalah sebagai standar uang. Dimana standar barang dan jasa akan dikembalikan kepada standar tersebut.

4. Ketika Allah SWT mewajibkan zakat uang, maka Allah telah mewajibkan zakat tersebut untuk emas dan perak, kemudian Allah menentukan nishab zakat tersebut dengan nishab emas dan perak.

5. Ketika Islam menetapkan hukum pertukaran uang (sharf), Islam menetapkan uang dalam bentuk emas dan perak. Sharf adalah menukarkan atau membeli uang dengan uang, baik dalam jenis yang sama seperti membeli emas dengan emas atau perak dengan perak, maupun antar jenis yang berbeda seperti membeli emas dengan perak.

Dengan dasar-dasar hukum tersebut, nyatalah bahwa sistem moneter bukanlah wilayah ilmu pengetahuan dan teknologi (madaniyah) yang bersifat umum (universal). Melainkan ia adalah bagian dari sebuah pandangan hidup (hadlarah) dan ideologi (mabda). Dalam Islam biasa disebut sebagai masalah aqidah dan syariat. Fakta menunjukkan bahwa sistem moneter adalah bukan ilmu pengetahuan yang umum milik semua umat, melainkan bersumber dari aqidah dan syariat tertentu. Sebagai contoh "bunga" merupakan problem moneter dalam sistem Kapitalis, namun menurut sistem Islam "bunga" bukanlah problem moneter, sebab membungakan uang adalah perbuatan riba yang haram hukumnya. Maka sistem moneter kapitalis tidak boleh diterapkan dalam masyarakat Islam.

Sistem Moneter Kapitalis adalah Sistem Ribawi

Dalam sistem ekonomi Kapitalis, riba atau suku bunga (interest) seperti nyawa yang tidak dapat dilepaskan begitu saja dari tubuhnya. Riba sudah sedemikian menyatu dalam sistem ekonomi Kapitalis.

Padahal sejak masa Yunani kuno, praktek riba tidak disukai dan dikecam habis. Aristoteles sendiri mengutuk sistem pembungaan uang dengan mengumpamakan riba sebagai ayam betina yang mandul dan tidak bisa bertelur.

Para pakar ekonomi Kapitalis zaman klasiklah yang telah memberi landasan pada sistem ekonomi Kapitalis modern mengenai keberadaan suku bunga/riba. Adam Smith dan Ricardo, misalnya menganggap bahwa bunga/riba itu seperti
ganti rugi yang diberikan oleh si peminjam kepada pemilik uang atas keuntungan yang mungkin diperolehnya dari pemakaian uang tersebut. Dengan demikian, bunga uang/riba itu adalah hadiah atau balas jasa yang diberikan kepada seseorang karena dia telah bersedia menunda pemenuhan kebutuhannya. Sedangkan menurut Marshall, bunga uang dilihat dari aspek penawaran merupakan balas jasa terhadap pengorbanan bagi kesediaan seseorang untuk menyimpan sebagian pendapatannya ataupun jerih-payahnya melakukan penungguan (Principle of Economic, kar. Marshall, hal
534). Lebih lanjut Marshall menambahkan bahwa besarnya tingkat suku bunga/riba terletak pada titik potong antara grafik permintaan dan persediaan jumlah tabungan. Apabila jumlah tabungan amat banyak sementara permintaan merosot tentu saja akan menurunkan tingkat suku bunga. Sebaliknya jika tingkat permintaan tinggi sedangkan jumlah tabungan sedikit akan mengatrol tingkat suku bunga. Teori ini secara langsung menjelaskan bahwa tingkat permintaan, yang biasanya berbentuk aktivitas ekonomi riil dan relevan dengan tingkat penanaman modal amat berkait erat satu dengan yang lain. Artinya tingkat suku bunga berhubungan dengan jumlah tabungan dan aktivitas penanaman modal (usaha ekonomi riil). Tingkat suku bunga yang tinggi diyakini oleh sebagian masyarakat akan mampu memacu aktifitas
ekonomi karena tersedianya dana yang melimpah.

Pendapat-pendapat semacam ini, oleh sebagian pakar ekonomi Kapitalis sendiri telah dibantah, dan pada intinya dijelaskan sebagai berikut:

1. Teori bunga di atas oleh Keynes dikritik habis. Ia mengungkapkan bahwa bunga bukanlah hadiah atas kesediaan orang untuk menyimpan uangnya. Sebab setiap orang bisa saja menabung tanpa meminjamkan uangnya untuk
memperoleh bunga uang, sementara yang dipahami selama ini bahwasanya setiap orang hanya dapat memperoleh bunga dengan meminjamkan lagi uang tabungannya itu. Malah Keynes menyimpulkan bahwa suku bunga itu hanyalah
pengaruh angan-angan manusia saja (highly conventional), dan setiap suku bunga uang terpaksa diterima oleh masyarakat, yang dalam pandangan orang kebanyakan terlihat menyenangkan.

2. Adapun hubungan tingkat suku bunga dengan struktur permodalan yang ada, Keynes mengatakan bahwa suku bunga di dalam suatu masyarakat yang berjalan normal akan sama dengan nol (tidak ada bunga), dan ia amat yakin bahwa manusia bisa memperoleh uang dengan jalan berusaha.

3. Dalam situasi resesi ekonomi atau pada saat terjadi economic boom fenomena bertambahnya penanaman modal dalam jumlah yang sama dengan tabungan masyarakat (karena tingkat suku bunga yang tinggi), adalah anggapan yang salah dan keliru. Sebagaimana yang kita rasakan pada saat resesi, meski bunga bank digenjot habis setinggi-tingginya dan berhasil mengumpulkan dana masyarakat puluhan triliun rupiah, tetap saja usaha dan penanaman modal dalam sektor ekonomi riil lumpuh.

4. Dilihat secara umum seseorang yang menambah jumlah tabungan atau depositonya “menurut Keynes”pada dasarnya akan mengurangi jumlah tabungan orang lain. Pengalaman selama Perang Dunia ke-II di AS saja terbukti bahwa pertumbuhan tabungan masyarakat justru lebih tinggi dengan bunga rendah (1%), dibandingkan dengan sebelumnya yang tingkat bunganya lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah tabungan tidak ditentukan oleh besarnya tingkat suku bunga, akan tetapi ditentukan oleh tingkat penanaman modal (aktifitas ekonomi riil). Begitu pula kita dapat melihat fenomena antara negara-negara industri (yang tingkat suku bunganya rendah) dan jumlah tabungan masyarakatnya besar dengan negara-negara miskin yang memiliki tingkat suku bunga amat tinggi, akan tetapi jumlah tabungannya tetap
rendah.


Sikap Islam Terhadap Bunga/Riba


Riba adalah tambahan yang diberikan oleh debitur kepada kreditur atas pinjaman pokoknya, sebagai imbalan atas tempo pembayaran yang telah disyaratkan. Maka riba ini mengandung tiga unsur: (1) Kelebihan dari pokok pinjaman, (2) Kelebihan pembayaran sebagai imbalan tempo pembayaran, (3) Jumlah tambahan yang disyaratkan di dalam transaksi. Maka setiap transaksi yang mengandung tiga unsur ini dinamakan riba.

Dari pemaparan di atas dapat kita mengerti ketegasan Islam yang melarang praktek riba/bunga uang. Bahkan sikap Islam terhadap pelaku riba amat kerasnya sampai-sampai SWT dan Rasul-Nya menyatakan perang terhadap mereka.

"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangi kalian." (QS Al Baqarah: 278-279).

Menanggapi ayat-ayat riba yang tercantum dalam QS Al Baqarah ini (khususnya ayat 279) Abdullah bin Abbas mengatakan: "Siapa saja yang masih tetap mengambil riba dan tidak mau meninggalkannya, maka telah menjadi kewajiban bagi seorang Imam (Kepala Negara Khilafah Islamiyah) untuk menasehati orang-orang tersebut. Akan tetapi kalau mereka masih tetap membandel, maka Imam dibolehkan untuk memenggal lehernya/menghukum mati." (lihat Tafsir Ibnu Katsir, jilid I, hal 331).

Rasulullah SAW telah menjelaskan tingkat kekejian terhadap riba dalam sabdanya: "Riba itu 73 macam. Sedangkan (dosa) yang paling ringan (dari macam-macam riba itu) adalah seperti seseorang yang menzinahi ibu kandungnya sendiri." (HR Ibnu Majah). "Allah melaknat pemakan riba, yang memberi riba, saksi-saksi dan penulisnya." (HR Bukhari Muslim)

Jadi, Islam sama sekali tidak mengenal kompromi terhadap riba/suku bunga. Islam mengharamkan secara pasti (qathi), malah menjadikan perkara haramnya riba itu sebagai malumun minad diin biddlarurah (perkara agama yang sudah diketahui halal/haramnya dalam agama secara otomatis).

Islam melarang pengembangan usaha sekaligus pengembangan harta melalui cara riba. Sebab riba adalah upaya mengeksploitasi usaha manusia lainnya, dan ini bagian dari aktifitas yang tidak mendorong seseorang untuk bekerja
keras. Bayangkan saja pada puncak krisis yang lalu, dimana suku bunga deposito mencapai 50% pertahun, seseorang yang memiliki uang Rp 100 juta misalnya, cukup mendepositokan untuk jangka waktu satu bulan, akan memperoleh bunga ribanya satu bulan Rp 4,16 juta. Berarti, tanpa bekerjapun ia akan hidup lebih dari cukup. Dan ia tidak menerima resiko sekecil apapun serta tidak peduli dari mana bank memperoleh keuntungannya agar mampu membayar bunga yang ditawarkan kepada masyarakat. Ia tidak mengerti atau pura-pura tidak tahu, bahwa bankpun meminjamkan uangnya kepada usahawan-usahawan yang giat bekerja, mengeksploitasi mereka dan menekan agar mereka harus memperoleh keuntungan lebih tinggi dari bunga pinjaman bank.

Kekacauan Sektor Non Riil (Moneter) : Pangkal Krisis Ekonomi


Bila dicermati, krisis ekonomi yang melanda Indonesia juga negara-negara yang lain, sesungguhnya dipicu oleh dua sebab utama.

Pertama, persoalan mata uang, dimana nilai mata uang suatu negara saat ini pasti terikat kepada mata uang negara lain (misalnya rupiah terhadap US dollar), tidak pada dirinya sendiri sedemikian sehingga nilainya tidak pernah stabil, dan bila nilai mata uang tertentu bergejolak, pasti akan mempengaruhi kestabilan mata uang tersebut.

Kedua, kenyataan bahwa uang tidak lagi dijadikan alat tukar saja, tapi juga sebagai komoditi yang diperdagangkan (dalam bursa valuta asing) dan ditarik keuntungan (interest) alias bunga alias riba dari setiap transaksi peminjaman atau penyimpanan uang.

Depresiasi rupiah lebih dari 300 persen terhadap US dollar itu sendiri dipicu oleh berbagai faktor ekonomi dan non ekonomi. Secara ekonomi depresiasi ditimbulkan oleh terus naiknya defisit neraca transaksi berjalan Indonesia dari 1,5% tahun 1993 menjadi 3,9% tahun 1997. Menurut Dr. Munawar Ismail (Krisis Nilai Tukar Rupiah, Sebab dan Solusinya, 1998), defisit neraca transaksi berjalan setidaknya mencerminkan ekspor lebih kecil daripada impor dan atau aliran pendapatan yang masuk lebih kecil daripada aliran pendapatan yang yang keluar (berarti kebutuhan dollar sebagai alat pembayaran luar negeri lebih besar dari yang diterima). Di samping itu, depresiasi rupiah terhadap dollar juga dipicu tingginya utang luar negeri sektor swasta yang sampai waktu itu ditaksir berjumlah 65 milyar dollar AS. Maka sekalipun mahal, pihak swasta harus terus memburu dollar untuk membayar hutang-hutangnya itu. Apalagi sebanyak 9,1 milyar US dollar hutang mereka akan jatuh tempo pada bulan Maret 1998 (saat krisis justru tengah memuncak).

Sedang faktor non ekonomi yang turut menjadi sebab terjadinya depresiasi rupiah antara lain adalah spekulasi. Para spekulan, demi meraup untung besar memborong dollar secara besar-besaran dan melempar rupiah (George Soros
yang dituding PM Malaysia Mahathir Muhammad sebagai biang kekisruhan ekonomi kawasan ASEAN, konon pernah meraup untung 1,2 milyar US dollar setelah pada tahun 1982 memborong poundsterling).

Untuk menjaga agar rupiah tidak terus jatuh, BI ketika itu menarik jumlah rupiah yang beredar dan memperketat likuiditas, yang menyebabkan langkanya rupiah di pasaran. Naiknya suku bunga SBI, dan keinginan menjaga agar likuiditas bank tidak terganggu mendorong bank-bank menaikkan suku bunga simpanan, yang mendorong naiknya pula dipakai lagi. Dua tahun kemudian, Abdul Malik bin Marwan mencetak dirham khusus yang bercorak Islam setelah meninggalkan pola dinar Romawi.

Lafaz-lafaz Islam yang tercetak itu misalnya kalimat "Allahu Akbar" dan "Allahu Baqa". Gambar manusia dan hewan tidak dipakai lagi. Dinar dan dirham ada yang satu sisinya diberi tulisan "La ilaaha illallah", sedang pada sisi sebaliknya terdapat tanggal pencetakan serta nama Khalifah atau Wali (Gubernur) yang memerintah pada saat pencetakan mata uang. Pencetakan yang belakangan memperkenalkan kalimat syahadat, shalawat Nabi SAW, satu ayat Al Quran, atau lafaz yang menggambarkan kebesaran Allah SWT.

Fakta ini terus berlanjut sepanjang sejarah Islam, hingga beberapa saat menjelang Perang Dunia I ketika dunia menghentikan penggunaan emas dan perak sebagai mata uang. Setelah Perang Dunia I berakhir, emas dan perak
digunakan kembali sebagai mata uang, tetapi hanya bersifat parsial. Ketika negara Khilafah Islam di Turki runtuh pada tahun 1924, dinar dan dirham Islam tidak lagi menjadi mata uang kaum muslimin.

Namun demikian, emas dan perak tetap digunakan, meskipun makin lama makin berkurang. Pada tanggal 15 Agustus 1971, tatkala Richard Nixon “Presiden Amerika Serikat saat itu ”mengumumkan secara resmi penghentian sistem Bretton Woods. Sistem ini sebelumnya menetapkan bahwa dollar harus ditopang oleh emas dan terikat dengan emas pada harga tertentu.

Keunggulan Dinar dan Dirham

Emas dan perak adalah mata uang dunia paling stabil yang pernah dikenal. Sejak masa awal Islam hingga hari ini, nilai mata uang Islam dwilogam itu secara mengejutkan tetap stabil dalam hubungannya dengan barang-barang konsumtif. Seekor ayam pada zaman Nabi Muhammad SAW harganya 1 dirham. Hari ini, lebih 1400 tahun kemudian, harganya kurang lebih masih 1 dirham. Dengan demikian inflasi adalah nol.

Bahkan lebih dari itu, dinar dan dirham berpeluang menjadi mata uang dunia. Sebab dollar AS bukan lagi mata uang yang kuat seperti sebelumnya. Fakta-fakta belakangan ini mengenai nilainya dalam pertukaran internasional secara dramatis telah menunjukkan kelemahan inheren dari mata uang ini. Lihatlah, Amerika Serikat, yang dulu merupakan negara kreditur utama, sekarang telah menjadi negara debitur utama, di samping Brazil, Mexico, Argentina, dan Venezuela.

Umar Ibrahim Vadillo dalam tulisannya di majalah AL ISLAM (Malaysia), 1998, bahkan membuktikan, dollar AS sebenarnya tak bernilai. Mengapa? Karena dunia kini dibanjiri terlalu banyak dollar. Dalam pasar-pasar uang saja,
terdapat gelembung-gelembung dollar AS yang berjumlah 80 trilyun dollar AS pertahun. Jumlah ini 20 kali lipat melebihi nilai perdagangan dunia, yang jumlah sekitar 4 trilyun dollar AS pertahun. Artinya, gelembung itu bisa membeli segala yang diperdagangkan sebanyak 20 kali lipat dari dimensi yang biasa. Gelembung ini tentu akan terus membesar dan membesar. Dan, seperti ungkapan Vadillo, Anda tak perlu terlalu bijak untuk memahami bahwa gelembung itu suatu saat akan meledak dan pecah, dan terjadilah keruntuhan ekonomi global yang lebih buruk dari depresi ekonomi tahun 1929.

Sebagai perbandingan yang kontras, emas adalah logam yang berharga. Nilainya tak bergantung pada negara mana pun, bahkan tak bergantung pada sistem ekonomi manapun. Nilainya adalah intrinsik, dan karenanya, dapat dipercaya. Maka dari itu, tak heran bila Vadillo menyatakan bahwa emas adalah satu-satunya mata uang yang dapat menjamin kestabilan ekonomi dunia.

Allah Menghalalkan Jual Beli (Sektor Riil) dan Mengharamkan Riba

Orang yang mengkaji Islam akan menjumpai, bahwasanya upaya untuk mengembangkan harta, selalu mendasarkannya pada usaha/bekerja. Dalam hal ini Islam telah memberikan kelonggaran pada setiap manusia untuk memperoleh harta, mendapat keuntungan dan mengembangkan hartanya melalui usaha perdagangan, syirkah (profit sharing) dengan berbagai jenisnya, musaqat (hasil mengairi lahan pertanian), ijaroh (kontrak kerja,sewa), ihyaâul mawat (menghidupkan tanah yang mati), menggali kandungan bumi, industri dan lain-lain yang merupakan sektor riil yang dihalalkan dalam Islam.

Berkaitan dengan haramnya penimbunan uang dan praktek riba, maka alternatif seorang muslim atau setiap warga negara dalam Khilafah Islamiyah adalah: Pertama: Ia meminjamkan tanpa bunga kepada orang lain, termasuk untuk dijadikan modal usaha bagi orang lain itu. Kedua: Ia menjalankan usaha dengan orang lain dalam aktivitas syirkah, mudlarabah. Ketiga: Ia akan memberikan kelebihan hartanya itu sebagai infaq, shadaqah, hadiah, hibah, dan lain-lain.
Selain ketiga alternatif tersebut dalam sistem pemerintahan Islam negara dapat memberikan sejumlah harta dari baitul mal kepada rakyat dalam rangka memenuhi hajat hidup, atau memanfaatkan pemilikan mereka. Semisal memberi
mereka harta untuk menggarap tanah pertanian, atau melunasi hutang. Negara juga dapat menyerahkan sebidang tanah
kepada individu untuk dimanfaatkan (iqthaâ)

Pada saat yang sama Islam menetapakan berbagai cara yang diharamkan dalam pengembangan harta: mencuri, merampas, korupsi, riba, suap, perjudian, pelacuran, menjual barang yang diharamkan, penipuan, penimbunan dsb.

Khatimah

Jelas bahwa krisis moneter yang kemudian berkembang menjadi krisis ekonomi, krisis sosial, politik bukanlah musibah, melainkan fasad (kerusakan). Bila musibah menurut definisi Al Quran sebagai peristiwa (seperti gunung meletus, gempa bumi, kecelakaan pesawat dan sebagainya) yang terjadi di luar kuasa, kehendak dan kontrol manusia, maka fasad terjadi akibat tindakan-tindakan manusia sendiri yang menyimpang dari ketentuan Allah (lihat QS Ar Rum: 41).

Berkaitan dengan tafsir ayat tersebut, berkata Abul Aliah: "Barang siapa mendurhakai Allah di muka bumi, maka ia telah membuat kerusakan di muka bumi, karena perbaikan di langit dan di bumi adalah dengan taat kepada-Nya." (lihat Tafsir Ibnu Katsir). Dan setiap penyimpangan terhadap hukum-hukum Allah memang akan menimbulkan fasad baik itu akan
menimpa dirinya sendiri maupun masyarakat secara luas. Maka krisis ekonomi yang kini tengah terjadi yang sengaja dinampakkan Allah, adalah akibat dari kesalahan manusia dalam menetapkan sistem ekonomi, paling tidak dalam
menetapkan jenis dan fungsi mata uang.

Terhadap musibah kita diminta untuk bersabar. Dengan kesadaran tauhid kita meyakini bahwa segala sesuatu adalahmilik Allah dan akan kembali kepada-Nya. Tapi menghadapi fasad, hanya ada satu cara: kembali ke jalan yang benar, yaitu jalan yang diridlai Allah SWT (QS Ar Rum: 41). Itulah syariat Islam, dalam hal syariat mengenai masalah keuangan dan ekonomi. Tidak ada cara lain.

Berkutat dengan cara-cara kapitalisme dalam menyelesaikan krisis ekonomi, dan ragu terhadap metode Islam, hanya akan memperpanjang krisis dan memperparah keadaan. Bila secara faktual keadaan sudah demikian rupa, sementara secara imani kita yakin Islam adalah jalan hidup terbaik, mengapa kita masih ragu kepada metode yang ditunjukkan Islam dalam menangani masalah ekonomi dan tidak segera kembali kepadanya? Wallahu âlamu bisshawab.
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.