• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

[info] Satwa Terkini *updated*

cks2809

IndoForum Junior D
No. Urut
7702
Sejak
9 Okt 2006
Pesan
2.030
Nilai reaksi
104
Poin
63
52 Spesies Baru Ditemukan di Hutan Kalimantan

JAKARTA, Dalam kurun waktu satu setengah tahun terakhir, para ilmuwan berhasil mengidentifikasi sekitar 52 spesies hewan dan tumbuhan baru di Pulau Borneo (Kalimantan). Penemuan yang diuraikan dalam laporan World Wildlife Fund (WWF) itu meliputi 30 jenis ikan yang unik, dua jenis katak pohon, 16 jenis jahe, tiga jenis pohon, dan satu jenis tumbuhan berdaun lebar.

7140katakborneo.jpg

Katak pohon yang ditemukan di Borneo ini diyakini sebagai spesies baru. Katak ini diberi nama Rhacophorus gadingensis.

"Semakin kita cari, semakin banyak yang kita temukan," ujar Stuart Chapman, Koordinator Internasional WWF Program Heart of Borneo. Penemuan ke-52 spesies itu saja hanya berlangsung antara bulan Juli 2005 hingga September 2006.

Banyak temuan mengagumkan di antara spesies yang baru ditemukan. Antara lain seekor katak pohon dengan mata hijau terang yang mencolok.

Sedangkan di Borneo yang menjadi bagian Malaysia, rawa-rawa asam dan aliran air lambat berwarna hitam ternyata menjadi tempat tinggal bagi paedocypris micromegethes, ikan mungil yang panjangnya hanya sekitar 0,8 cm.

Ikan yang namanya berarti anak-anak dalam bahasa Yunani ini jauh lebih kecil dibanding semua jenis hewan bertulang belakang, kecuali sepupunya sendiri, yakni ikan berukuran 0,7 cm yang hidup di Sumatra.

Juga ditemukan enam jenis ikan Cupang (Aduan), termasuk satu jenis ikan yang sangat cantik dengan pola warna hijau-kebiruan yang berwarna-warni indah. Yang juga unik adalah sejenis ikan lele dengan gigi menonjol dan perut yang memudahkan untuk menempel pada batu.

Ikan lele yang memiliki pola warna tubuh menarik ini dinamai glyptothorax exodon, terkait bentuk gigi tonggosnya yang tetap terlihat walau ikan ini mengatupkan mulutnya. Sedangkan alat penghisap di perutnya memungkinkan ia untuk menempel di batuan ketika menghadang derasnya arus Sungai Kapuas.

Dari jenis tumbuhan, jenis jahe-jahean yang ditemukan sangat banyak hingga melebihi dua kali lipat jumlah spesies Etlingera yang telah ditemukan hingga saat ini. Selain itu, jenis-jenis pohon dari Borneo bertambah lagi oleh tiga spesies baru dari genus Beilschmiedia.

Beberapa spesies yang baru ditemukan ini terdapat di kawasan "Heart of Borneo" sebuah wilayah pegunungan seluas 220 ribu kilometer persegi, yang ditutup oleh hutan hujan tropis di tengah Pulau Kalimantan. Namun WWF memperingatkan bahwa habitat yang luas tersebut saat ini terus terancam oleh konversi hutan untuk dijadikan kebun karet, kelapa sawit dan hutan tanaman industri sebagai bahan kertas. Menurut hasil penelitian organisasi konservasi global, sejak 1996, penebangan hutan di Indonesia telah meningkat rata-rata dua juta hektar tiap tahun dan untuk saat ini hanya separuh dari hutan asli Kalimantan yang masih tersisa,

"Area pedalaman yang jauh dan sulit dijangkau, yang merupakan bagian dari kawasan "Heart of Borneo" adalah salah satu benteng terakhir dunia untuk ilmu pengetahuan dan penemuan banyak spesies baru. "Kita tinggal menantikan kejutan yang berikutnya," Chapman menambahkan. " Selain itu hutan ini juga penting sebagai wilayah sumber mata air bagi sungai-sungai utama di pulau ini, dan juga bertindak sebagai suatu "sekat bakar" alami terhadap masalah kebakaran yang sudah membinasakan dataran rendah tahun ini."

Pada pertemuan Konvensi Keanekaragaman Biologi (UN Convention on Biological Diversity) yang berlangsung pada bulan Maret 2006 di Curitiba, Brazil, ke tiga Pemerintahan yang memiliki wilayah di Pulau Kalimantan - Brunei Darussalam, Indonesia dan Malaysia- menyatakan komitmen mereka untuk mendukung suatu prakarsa untuk memelihara dan melestarikan keberlangsungan "Heart of Borneo". Saat ini diharapkan agar ketiga negara tersebut akan memfinalisasi suatu deklarasi bersama sebagai langkah global dari kepentingan mendesak untuk menempatkan "Heart of Borneo" dalam prioritas konservasi.

Pulau Kalimantan merupakan salah satu dari dua tempat di bumi- satu lainnya adalah Pulau Sumatra - di mana ditemukan spesies-spesies yang terancam punah seperti orangutan, gajah dan badak hidup berdampingan. Kehidupan spesies liar lainnya yang terancam di Kalimantan antara lain macan dahan, beruang madu, dan Owa-owa endemik. Pulau Borneo merupakan rumah bagi 10 spesies primata, lebih dari 350 spesies burung, 150 reptil dan ampibi serta 15,000 tumbuhan.

Sebuah laporan dari WWF yang diluncurkan tahun lalu - Borneo dunia yang hilang: Penemuan Species baru di Borneo (April, 2005) - menunjukkan bahwa antara tahun 1994 dan 2004 sedikitnya 361 jenis yang baru telah ditemukan. Jumlah ini artinya rata-rata ditemukan tiga spesies baru per bulan dalam area yang luasnya sedikit dua kali lebih besar dari Jerman. Jumlah ini mencakup 260 serangga, 50 tumbuhan, 30 ikan air tawar, 7 kodok, 6 kadal, 5 kepiting, 2 ular dan seekor katak. Laporan tersebut mengungkapkan bahwa masih terdapat ribuan lebih spesies yang belum dipelajari.

5367lele-tonggos.jpg

lele bergigi tonggos yang ditemukan di aliran Sungai Kapuas


5004cupang-betta.jpg

Ikan cupang spesies baru yang diberi nama Betta uberis



Sumber: BBC
Penulis: kompas


*kalo ada yang mau share, gpp yah... partisipasi member sangat dibutuhkan... :D *
 
Tim Korea Mengulang Sukses Kloning Anjing


3623anjingkloning.jpg


Profesor Lee Byung-chun dari Seoul National University (tengah) bersama dua anggota timnya menggendong anjing identik hasil kloning yang diberi nama Bona, Hope, dan Peace (dari kiri ke kanan).


SEOUL, Tim peneliti Korea Selatan mengulang kesuksesannya mengkloning anjing. Dalam pernyataanny, keberhasilan tersebut dicapai tim yang dulu dipimpin Hwang Woo-Suk, ilmuwan yang dianggap memalsukan hasil penelitian mengenai sel induk.

Tim yang sama dari Seoul National University berhasil mengkloning lagi tiga ekor anjing Afghan. Jenis anjing ini sama dengan Snuppy, anjing klon pertama yang dihasilkan tahun lalu.

Lee Byung-chun, profesor kedokteran hewan yang sekarang memimpin tim tersebut dan anggota tim lainnya memamerkan anak-anak anjing yang identik dengan kombinasi warna bulu putih dan cokelat. Anak-anak anjing yang lahir pada bulan Juni dan Juli masing-masing diberi nama Bona, Peace, dan Hope.

Meski baru diumumkan, keberhasilan ini telah dipublikasikan dalam jurnal kedokteran hewan Theriogenology. Sukses tim mengulang kloning mengagumkan pasalnya anjing tergolong mamalia yang sulit dikloning karena memiliki siklus reproduksi.

Kloning anjing pertama di Korea Selatan yang dilakukan Hwang tahun lalu terbukti kebenarannya meski ia harus menghadapi tuntutan hukum karena memalsukan data hasil penelitian lain tentang sel induk manusia. Teknik kloning yang dilakukan Lee dan timnya kali ini juga sama dengan yang dilakukan Hwang namun lebih efisien.

Tahun lalu, dari sekitar 1.095 embrio terekonstruksi yang ditransfer ke dalam 123 rahim induk pengganti (surrogate mother) hanya berhasil melahirkan dua klon. Salah satunya hidup hingga dewasa dengan nama Snuppy dan seekor lainnya mati 22 hari kemudian karena pneumonia. Kali ini hanya dengan 167 embrio terekonstruksi yang ditransfer ke 12 induk pengganti telah menghasilkan tiga anak anjing.

Anjing Afghan dipilih karena memiliki bentuk tubuh yang mencolok di antara jenis anjing lainnya. Meski demikian, penelitian ini tidak dimaksudkan langsung untuk kepentingan komersial.

"Ini akan diarahkan untuk menyempurnakan penelitian dalam bidang medis dan tidak ditujukan untuk mengkloning anjing piaraan," ujar Lee. Tim yang dipimpinnya berencana mengembangkan terobosan untuk menghasilkan obat untuk sel-sel yang rusak termasuk teknologi untuk mencegah kepunahan hewan.


Sumber: Kompas
 
Kucing Kloning Pertama Melahirkan Anak

6777anakkucing.jpg

Tiga ekor anak kucing keturunan Copy Cat, kucing hasil kloning pertama di dunia, dilahirkan di Texas A&M University.

COLLEGE STATION, Para peneliti di Texas A&M University, AS melaporkan bahwa kucing kloning pertamanya telah melahirkan tiga ekor anak. Kucing yang diberi nama Copy Cat tersebut merupakan kucing kloning pertama di dunia yang lahir pada tahun 2001.

Meski demikian, Copy Cat bukanlah kucing kloning pertama yang berhasil melahirkan anak. Sebelumnya, perkawinan dua kucing liar Afrika hasil kloning para peneliti di New Orleans, AS telah berhasil melahirkan keturunan. "Induk dan anak-anaknya dalam keadaan sehat," ujar Duane Kramer, profesor A&M yang terlibat dalam penelitian kloning. Ketiga anak kucing dilahirkan September lalu.

Anak-anak kucing dihasilkan dari proses perkawinan normal. Induk jantannya, bernama Smokey, adalah bukan kucing kloning. Dua dari tiga anak kucing memiliki warna rambut yang mirip induk betinanya. Sedangkan, seekor lainnya memiliki warna rambut abu-abu bergaris hitam seperti induk jantannya.

"Mereka kelihatan lucu dan kami yakin banyak yang ingin tahu tentang kelahirannya," kata Kreamer. Namun, ia memprediksi kabar ini tak akan mendapat tanggapan seramai saat Copy Cat lahir atau hewan hasil kloning lainnya di A&M seperti sapi, kambing, babi, kuda, dan rusa.


Sumber:
Kompas Cyber Media
 
Ditemukan Lumba-lumba ’Berkaki’

6162lumba2_kaki.jpg

Seekor lumba-luma memiliki sirip tambahan dekat ekornya yang diperkirakan bukti bahwa lumba-lumba pernha hidup di darat 50 juta tahun lalu.

TOKYO, SENIN--Seekor lumba-lumba yang ditangkap nelayan Jepang sebulan lalu memiliki sepasang sirip tambahan yang kemungkinan kaki belakangnya. Temuan ini menjadi bahan penelitian menarik para ilmuwan untuk mengungkap bukti-bukti bahwa mamalia air tersebut dulunya pernah hidup di darat.

Sepasang sirip itu hanya sebesar telapak tangan manusia atau lebih kecil daripada sirip utama yang tumbuh di bagian depan tubuh lumba-lumba. Lumba-lumbanya sendiri sepanjang 2,7 meter dan berumur sekitar lima tahun.

"Nelayan menangkap lumba-lumba dengan empat sirip itu di dekat Pantai Wakayama, bagian barat Jepang pada 28 Oktober dan menarik perhatian Museum Paus Taiji yang ada di daerah tersebut," kata direktur museum Katsuki Hayashi.

Tonjolan serupa sirip sebenarnya juga kadang-kadang ditemukan dekat ekor lumba-lumba. Namun, para peneliti menyatakan bahwa baru kali ini mereka menemukan sirip tambahan yang berkembang dengan simetris dan sempurna.

Bukti-bukti fosil menujukkan, lumba-lumba dan paus purba mungkin pernah hidup di darat sekitar 50 juta tahun lalu dan satu keturunan dengan kudanil dan rusa. Para ilmuwan memperkirakan, keduanya beradaptasi dengan lingkungan laut hingga kehilangan kaki belakangnya.

Janin lumba-lumba dan paus saat berada dalam kandungan juga memiliki semacam kaki di tubuhnya. Namun, bagian tubuh tersebut tidak lagi berkembang saat dilahirkan.

"Saya yakin sirip tersebut berasal dari nenek moyang lumba-lumba purba yang hidup di darat," ujar Seiji Osumi, seorang penasehat di Institut Penelitian Mamalia Air Tokyo. Mutasi baru mungkin mendorong sifat purba yang dimilikinya muncul kembali.

Hayashi tidak dapat memastikan sebelum mempelajari apakah sirip tersebut digunakan oleh lumba-lumba untuk melakukan manuver di air. Lumba-lumba tersebut akan dipelihara di sebuah tangki besar di museum Taiji untuk menjalani pemeriksaan sinar-X dan tes DNA.


artikel diatas dari: Kompas
 
Belut Laut Berburu Bersama Ikan Kakap

1366belut_laut.jpg

Belut laut raksasa (Gymnothorax javanicus) terekam di dasar Laut Merah.

Belut laut raksasa (Gymnothorax javanicus) dikenal sebagai predator soliter yang umumnya berburu sendiri saat mencari mangsa di kegelapan malam. Namun, baru-baru ini para ilmuwan menemukan bahwa predator air ini juga berburu di siang hari, bahkan saling bekerja sama dengan ikan kakap, predator lain yang juga dikenal soliter.

Ini merupakan bentuk kerja sama antarpredator yang pertama kali diketahui terjadi pada jenis ikan. Kerja sama dalam berburu mangsa selama ini hanya diketahui pada manusia dan anjing atau lumba-lumba serta mamalia dan burung.

Belut laut dewasa jenis ini memiliki tubuh sebesar paha manusia dan dapat tumbuh hingga sepanjang 3 meter. Hewan ini biasanya bersembunyi di celah-celah batu karang sambil menunggu mangsa yang terjebak masuk. Cara ini terlihat efektif daripada berenang memburu mangsa.

Di lain pihak, ikan kakap berburu mangsa di perairan terbuka pada siang hari. Artinya, cara efektif untuk menghindari serangan ikan kakap adalah berlindung di celah-celah batu karang.

Untuk mempelajarinya, pakar ekologi perilaku Redouan Bshary dari Universitas Neuchatel Swiss menyelam ke dasar Laut Merah untuk mengamati tingkah laku keduanya. Sesekali ikan kakap mendekati mulut belut untuk memangsa parasit.

"Saat pertama kali melihat seekor ikan kakap memajukan moncongnya ke dekat mulut belut, saya kira dua predator utama sedang berkelahi. Jadi saya sangat terkejut saat melihat keduanya kemudian berenang saling bersisian," ujar Bshary.

Ia dan koleganya menemukan bahwa ikan kakaplah yang sering berinisiatif mengajak kerja sama dalam berburu. Ikan kakap akan memburu mangsa yang berada dekat celah batu karang tempat persembunyian belut.

Ia akan berburu mangsa hingga jarak 2,5 centimeter atau lebih dekat ke mulut belut. Jika mangsa gagal ditangkap karena masuk ke celah batu karang, giliran belut yang mengambil alih.

Jika belut tidak menemukannya, ikan kakap akan memandunya ke celah tempat mangsa bersembunyi. Ikan kakap kadangkala mengangkat dan mengangguk-anggukkan kepalanya untuk menunjukkan kepada belut di mana mangsa bersembunyi.

Para peneliti belum mengetahui apakah kemampuan bekerja sama ini bawaan atau bentuk adaptasi perilaku. Meski demikian, Bshary memperkirakan ini sebagai bentuk adaptasi mengingat adanya variasi tingkat kemampuan bekerja sama terutama pada belut laut.

"Mungkin merefleksikan pengalaman pribadi," ujar Bshary yang melaporkan temuannya dalam jurnal Public Library of Science Biology. Ia berencana mempelajari apakah perilaku tersebut hanya terlihat di tempat tertentu atau di seluruh komunitas di Laut Merah.



Sumber:
LiveScience.com
kompas
 
Kura-kura Bintang Diselundupkan untuk Obat Perangsang

6747kura-2_bintang.jpg


LUCKNOW, RABU--Penyelundupan kura-kura bintang India (Geochelone elegans) makin mengkhawatirkan Ini dipicu permintaan pasar yang besar terhadap dagingnya sebagai obat perangsang.

"Daging kura-kura banyak diminta karena diyakini memliki khasiat sebagai perangsang seksual yang kuat," ujar Surendra Srivastava, jurubicara kepolisian negara bagian Uttar Pradesh. Kulitnya juga banyak diminta sebagai bahan baku tas atau barang konsumsi lainnya.

Hewan yang memiliki tempurung bercorak bintang ini juga terkenal di pasar gelap hewan-hewan piaraan. Spesies ini banyak ditemukan di daerah kering dan berhutan di India dan Sri Lanka.

Harga jual yang mahal merupakan faktor utama yang mendorong maraknya penyelundupan kura-kura bintang. Pakar lingkungan India, Jayan Chaudhry, menyatakan harag daging kura-kura jenis ini mencapai 22 dollar AS perkilogram di pasar India. Bahkan harganya bisa melonjak 10 kali lipat di pasar internasional.

Beberapa hari yang lalu, polisi India menangkap para penyelundup yang mencoba membawa sekitar 2.000 ekor kura-kura bintang hidup ke luar India. Sembilan orang ditangkap di distrik Etawah, 200 kilometer barat daya Lucknow, ibukota Uttar Pradesh, saat akan menyelundupkan kura-kura tersebut ke Asia Tenggara.

Kura-kura bintang termasuk spesies yang dilindungi Undang-undang Perlindungan Hayati India. Karena itu, ribuan kura-kura yang disita akhirnya dilepaskan kembali ke habitatanya.


Sumber: Kompas Cyber Media
 
Kura-kura Berleher Ular Dari Pulau Roti Terancam Punah

8828kura9tz.jpg

Kura-kura berleher ular dari Pulau Roti, salah satu spesies yang terancam punah akibat diperdagangkan

Spesies Chelodina mccordi adalah kura-kura kecil berleher panjang yang hanya ditemukan di lahan basah di Pulau Roti, Nusa Tenggara Timur (NTT). Sejak memperoleh nama spesies pada 1994, permintaan pasar internasional terhadap kura-kura endemik ini meningkat, sehingga menyebabkan jumlahnya berada pada ambang kepunahan.

Permintaan dari kolektor dan penggemar satwa langka di Eropa, Amerika Utara dan Asia Timur terus bertambah. Padahal, perdagangan resmi terhadap spesies ini telah dilarang sejak 2001. Para pedagang gelap biasanya memberi label spesies C. novaeguineae yaitu kura-kura berleher ular dari New Guinea, yang juga dilindungi di Indonesia sejak 1980.

Dalam laporan berjudul ”Perdagangan Kura-Kura Berleher Ular dari Pulau Roti Chelodina mccordi,” jaringan pemantau perdagangan satwa dan tumbuhan liar TRAFFIC menemukan bahwa penangkapan dan perdagangan satwa ini tidak dilaksanakan berdasarkan peraturan resmi yang berlaku di Indonesia.

Meskipun ada quota nasional yang diberikan untuk pemanenan dan ekspor spesies C. mccordi antara tahun 1997 dan 2001, kenyataannya tidak ada lisensi yang dikeluarkan untuk melakukan koleksi (pengumpulan), termasuk tidak ada izin pemindahan (transportasi) yang dikeluarkan dari tempat sumber spesies ini ke tempat-tempat ekspor dalam wilayah Indonesia. Artinya, semua specimen C. mccordi yang telah diekspor sejak 1994 diperoleh secara ilegal.

Di tahun 2000, Daftar Merah IUCN mengkategorikan spesies ini kedalam status kritis (Critically Endangered), dan pada tahun yang sama kura-kura berleher ular dari Pulau Roti ini dievaluasi berada diambang kepunahan secara komersial. Spesies ini masuk dalam daftar Appendix II Konvensi Mengenai Perdagangan Internasional Terhadap Spesies Satwa dan Tumbuhan Dilindungi (CITES), dimana semua perdagangan internasional terhadap satwa ini harus dilaksanakan sesuai hukum yang berlaku.

Walaupun telah dimasukkan dalam daftar spesies dilindungi di Indonesia, pemantauan dan penegakan hukum untuk melindungi satwa liar ini dari eksploitasi berlebihan sangat lemah. Jika peraturan-peraturan, misalnya untuk penangkapan dan pemindahan satwa liar ini tidak ditegakkan, keberadaan spesies ini di alam dipastikan akan punah dalam waktu dekat.

Laporan ini juga mengeluarkan beberapa rekomendasi termasuk status perlindungan yang lebih baik bagi spesies ini ditingkat nasional dan penguatan kapasitas aparat untuk memperluas dan meningkatkan penertiban. Pada bulan Desember 2005 bertempat di Pulau Roti, TRAFFIC bekerjasama dengan Managemen Otoritas CITES di Indonesia menyelenggarakan pelatihan dan peningkatan kepedulian aparat penegak hukum di pulau tersebut dan tetangganya Timor.

"Kami berharap dengan meningkatnya kapasitas dan kesadaran aparat penegak hukum, akan semakin sulitlah bagi pemburu dan pedagang liar untuk menyelundupkan kura-kura berleher ular yang tersisa di Pulau Roti," kata Chris Shepherd dari TRAFFIC Southeast Asia yang juga merupakan penulis laporan ini.

"Manajemen Otoritas CITES di Indonesia bekerjasama dengan TRAFFIC melatih aparat penegak hukum di Pulau Roti mengenai status perlindungan dan perlunya penyelamatan spesies ini" kata Dr Samedi dari Manajemen Otoritas CITES di Indonesia (PHKA). PHKA juga bekerjasama dengan LIPI, sebagai Otoritas Ilmiah CITES di Indonesia, untuk memasukkan kura-kura berleher ular dari Pulau Roti ke dalam daftar spesies yang dilindungi penuh.

Sumber: Kompas Cyber Media
 
Kalimantan Menyimpan Ratusan Spesies Baru

3908lele0lh.jpg


3009insect3ce.jpg


Ompok platyrhynchus, sejenis ikan lele yang tubuhnya bening
Serangga berwarna cerah yang ditemukan di wilayah Sangkulirang, Kalimantan


Lebih dari 361 spesies hewan dan tanaman yang belum dikenal dunia ilmu pengetahuan telah ditemukan di pedalaman Kalimantan selama 10 tahun terakhir. Temuan itu terdiri dari berbagai jenis serangga, katak, kadal, dan ular yang belum pernah terlihat sebelumnya.

Laporan yang diumumkan oleh organisasi konservasi WWF berjudul "Borneo’s Lost World: Newly Discovered Species on Borneo", itu menyebutkan bahwa antara tahun 1994-2004, telah diidentifikasi ratusan spesies, meliputi 260 jenis serangga, 50 jenis tumbuhan, 30 jenis ikan air tawar, 7 jenis katak, 6 jenis kadal, 5 jenis kepiting, 2 jenis ular dan 1 jenis kodok.

Dalam laporan disebut juga adanya ribuan spesies lagi yang belum sempat diidentifikasi dan dipelajari, terutama di kawasan Heart of Borneo. Heart of Borneo adalah sebutan bagi areal dataran tinggi seluas 22 juta hektar, yang didominasi hutan hujan tropis yang masih asli.


Ompok platyrhynchus, sejenis ikan lele yang tubuhnya bening
Namun sayang sekali, spesies-spesies baru ini telah terancam karena hutan-hutan di Kalimantan mengalami kerusakan akibat konversi hutan untuk industri karet, kelapa sawit dan kertas. Menurut laporan di atas, perdagangan ilegal satwa eksotis juga ikut meningkat sejak akses ke daerah pedalaman Kalimantan terbuka lebar karena adanya jalur-jalur penebangan hutan.

Sejak tahun 1996, laju deforestasi di Indonesia terus meningkat sampai mencapai rata-rata 2 juta hektar per tahun - setara dengan separuh wilayah negara Belanda. Laju deforestasi ini cenderung terus meningkat seiring dengan naiknya tekanan akibat laju pertumbuhan penduduk dan peningkatan kebutuhan pasar dunia. Ini tentu saja mengancam Kalimantan.

Padahal Kalimantan adalah satu dari dua tempat di dunia - lainnya adalah Pulau Sumatera - dimana spesies yang terancam punah seperti orangutan, gajah dan badak berada dalam satu wilayah. Selain itu terdapat pula spesies langka seperti macan akar (clouded leopard), beruang madu dan owa yang endemik di Kalimantan. Pulau Kalimantan juga merupakan rumah bagi 10 spesies primata, lebih dari 350 jenis burung, 150 jenis reptil dan ampibi, serta 15.000 jenis tumbuhan.


Serangga berwarna cerah yang ditemukan di wilayah Sangkulirang, Kalimantan
Untuk itulah dicanangkan program Heart of Borneo yang merupakan inisiatif lintas batas negara Indonesia, Malaysia dan Brunei guna menyelamatkan hutan asli yang masih tersisa di pulau ini. WWF dalam hal ini mendukung upaya pemerintah ketiga negara melalui upaya mempertahankan jaringan ekologi antar kawasan konservasi dan pengelolaan hutan secara berkelanjutan.

"Borneo adalah salah satu pusat keanekaragaman hayati terpenting di dunia," kata Dr. Mubariq Ahmad, Direktur Eksekutif WWF Indonesia. "Dengan bertindak sekarang, kita dapat memastikan bahwa Heart of Borneo tetap menjadi rumah bagi spesies yang telah dan belum teridentifikasi".

Menurutnya, perlindungan kawasan Heart of Borneo tidak hanya akan menguntungkan bagi kelestarian hidupan liar tetapi juga akan membantu pengentasan kemiskinan dengan cara menjaga ketersediaan bahan makanan dan air, sekaligus menjaga kebudayaan masyarakat asli Kalimantan. Dalam jangka panjang, pelesatarian Heart of Borneo akan juga menyelamatkan seluruh Kalimantan dari ancaman deforestasi, kekeringan dan kebakaran hutan. (WWF/bbc.co.uk/wsn)


cheers :D
 
mungkin kan ada banyak binatang punah jadi Tuhan ngasih spesimen2 baru buat masa mendatang,,

aku mau cloning kucing ku yang banyak dhe,,
 
Hebat kk! /no1

Info nya keren!

Banyak ngebantu nih... Makasih ya...
 
Perkara Biota Laut

JAKARTA, KCM - Temuan 52 spesies baru di kawasan Teluk Cendrawasih serta perairan di sekitar Kabupaten Fak-Fak dan Kaimana, Irian Jaya Barat membuktikan betapa kayanya biota laut di kawasan Kepala Burung, Pulau Irian. Puluhan spesies yang belum teridentifikasi secara ilmiah tersebut terdiri atas 24 jenis ikan baru, 20 jenis karang, dan 8 jenis udang-udangan.


8387cillhilabrus.jpg

Cirrhilabrus cenderawasih, salah satu spesies baru yang ditemukan di kawasan Kepala Burung Pulau Irian.

Bahkan kawasan seluas 18 juta hektar tersebut menyimpan sekitar 75 persen jenis karang yang ada di dunia. Hasil survai menunjukkan sedikitnya ada 1.200 jenis ikan dan 600 jenis karang di perairan tersebut. Survai yang dipimpin Dr. Mark Erdmann, Senior Advisor Program Kelautan Conservation Internasional Indonesia, dilakukan di Teluk Cendrawasih pada Februari dan di Fak-Fak - Kaimana dari April hingga Mei 2006.

Kawasan tersebut juga teridentifikasi sebagai lokasi bertelur penyu belimbing yang terbesar di Lautan Pasifik. Juga, kawasan itu sebagai tempat perpindahan berbagai jenis paus (Sperm whale, Bryde whale, dan Orca), serta beberapa spesies lumba-lumba.

Survai melibatkan para pakar ikan, karang, udang mantis (stomatopoda), terumbu karang, konektivitas genetis, populasi laut, penyu, pariwisata bahari, perikanan, dan sosial. Mereka berasal dari Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Departemen Kehutanan, Universitas Negeri Papua (UNIPA), Balai TN Cendrawasih, BKSDA Papua II, dan WWF Indonesia selain Conservation Internasional.

"Kami telah mendokumentasikan sebagian besar kekayaan biota laut di sana, namun belum mengambil spesimen untuk diidentifikasi yang merupakan wewenang Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)," kata Mark saat dihubungi KCM, Senin (18/9).

Mark mengatakan timnya berencana kembali ke sana tahun depan bekerja sama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi (P3O) LIPI untuk melakukan penelitian lanjutan.

Konservasi baru

Hasil survai cepat ini membuktikan bahwa perairan Teluk Cendrawasih dan Fak-Fak - Kaimana mempunyai potensi keanekaragaman hayati yang unik dan khas yang harus dilindungi, melengkapi hasil survai keanekaragaman hayati di Raja Ampat pada 2001. Kegiatan penilaian secara cepat ini juga membuktikan bahwa perairan Kepala Burung Papua, mulai dari Teluk Cendrawasih di timur, Raja Ampat di barat, dan Fak-Fak - Kaimana di selatan, merupakan wilayah yang perlu dikelola secara berkelanjutan.


Apalagi, wilayah ini merupakan pemasok utama sumber kehidupan laut, seperti larva ikan dan karang, bagi wilayah Indonesia bagian timur dan kawasan Indo-Pasifik secara umum. Kehidupan laut ini sangat penting bagi keberlanjutan perikanan komersial, terutama masyarakat lokal yang hidupnya sangat tergantung pada kondisi perikanan setempat.

Kurang lebih 11 persen dari wilayah bentang laut ini telah dikonservasi dalam berbagai bentuk perlindungan alam, yang terbesar adalah Taman Nasional Teluk Cendrawasih. Beberapa tindakan harus segera diambil untuk mempertahankan integritas DAS di sekitar taman nasional, karena perambahan hutan yang sangat marak dan kegiatan pertambangan yang menyebabkan erosi dan sedimentasi, yang dapat merusak terumbu karang dan perikanan di sekitar wilayah ini.

"Mungkin di beberapa lokasi perlu dipertimbangkan untuk dikembangkan menjadi kawasan konservasi baru," ujar Mark. Menurutnya, pemerintah daerah setempat sangat antusias menanggapi laporan temuan timnya dan mendukung upaya melestarikan lingkungan di sekitarnya.

3823ikan2.jpg

Beberapa spesies ikan yang baru ditemukan di perairan Kepala Burung Pulau Irian antara lain Meiacanthus sp. (kiri atas), Pseudochromis sp (kanan atas), Pterocaesio sp. (kanan bawah), Pomacentrus sp (kiri bawah)

sumber:kompas
 
Hiu Temuan Baru Berjalan dengan Sirip

8878hemiscylliumhiuu.jpg

Seekor hiu bambu baru dari genus Hemiscyillum terlihat di dasar laut perairan Kepala Burung Pulau Irian seolah akan berjalan dengan mengerak-gerakkan sirip-siripnya.

JAKARTA, KCM - Di antara 52 jenis spesies baru yang ditemukan di perairan sekitar kawasan Kepala Burung, Pulau Irian terdapat dua jenis hiu yang unik. Sebab, kedua jenis hiu terlihat seperti berjalan dengan sirip-siripnya.

"Mereka sering terlihat di dasar laut yang tidak begitu dalam dan menggerak-gerakkan siripnya untuk bergerak seperti mau jalan," kata Mark Erdmann saat dihubungi KCM, Senin (18/9). Erdmann adalah penasihat senior Conservation International Indonesia yang memimpin survai di Teluk Cendrawasih dan perairan Fal-Fak-Kaimana.

Peneliti berkewarganegaraan AS namun fasih berbahasa Indonesia itu mengatakan bahwa keduanya termasuk jenis hiu bambu. Tubuhnya kurus dengan kulit belang berwarna hijau hitam dan putih seperti baju tentara dan panjangnya hanya sekitar 1 meter. Hiu yang kemungkinan besar masuk genus Hemiscyillum ini tidak membahayakan manusia.

Untuk menjumpainya juga tidak terlalu sulit, cukup menyelam di kedalaman beberapa meter di malam hari. Mereka tidak banyak berenang, namun lebih banyak menghabiskan waktu di atas pasir di dasar laut.

Sejauh ini, tim survai tidak melakukan pengambilan sampel spesies atau spesimen untuk dikoleksi. Tim yang dipimpin Mark akan bergabung dengan tim peneliti Pusat penelitian Oseanografi (P2O) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang akan berangkat ke sana tahun depan.

"Kami akan bekerja sama dengan tim LIPI yang dipimpin Kasim Mousa," kata Mark. Kabarnya, LIPI juga akan menggandeng lembaga penelitian dari Belanda terutama Museum Leiden sehingga identifikasi spesies baru lebih akurat.


sumber:kompas
 
Ditemukan Puluhan Spesies Khas Gua Karst

CIBINONG, KCM - Lebih dari 20 kandidat spesies baru ditemukan para peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada ekosistem gua karst di Maros, Sulawesi Selatan dan Pegunungan Sewu, Daerah Istimewa Yogyakarta. Spesies-spesies khas gua karst yang masih diidentifikasi untuk diklasifikasikan secara ilmiah terdiri dari sekitar 15 jenis arthropoda (hewan berbuku-buku), 15 jenis mollusca (hewan lunak), dan 2 jenis ikan.

1545Bostrychus.jpg

Ikan gua Bostrychus sp. yang memiliki mata yang buta dan badan transparan ditemukan pada danau di dalam Gua Saripa, Maros, Sulawesi Selatan.

Temuan ini merupakan hasil ekspedisi ilmiah yang berlangsung antara 9 hingga 21 Juni di Maros dan 3 hingga 16 Agustus di Pegunungan Sewu. Ekspedisi yang merupakan bagian dari Program Karakterisasi dan Inventarisasi Biota Karst Maros dan Gunung Sewu dipimpin Dr. Yayuk Suharjono dan didukung Pusat Penelitian Biologi LIPI.

"Tapi kami tidak akan gegabah untuk menyatakannya sebagai spesies baru sebelum benar-benar diidentifikasi ahlinya," kata Dr. Dedy Darnaedi, Kepala Pusat penelitian Biologi LIPI dalam jumpa pers di Gedung Widyasatwaloka Pusat Sains Cibinong, Selasa (29/8).

Untuk mengidentifikasi seluruh spesies, LIPI bekerja sama dengan lembaga-lembaga ilmiah seperti Museum Naturalis di Leiden Belanda, Museum Berlin Jerman, Museum Amsterdam Belanda, dan lembaga-lembaga penelitian di Thailand serta Australia.

Beberapa spesies hewan tersebut memiliki karakter khas troglobit atau hewan yang telah beradaptasi terhadap lingkungan dalam gua yang gelap gulita serta kelembaban dan suhu yang relatif konstan. Misalnya, ikan gua Bostrycus sp. dari Gua Saripa di Maros yang buta dan memiliki tubuh transparan. Ikan yang diperkirakan sebagai jenis baru tersebut ditemukan dari danau seluas 200 meter persegi dan sedalam 20 meter di dalam gua.

"Dari gua di Maros juga ditemukan isopoda (udang-udangan kecil) air tawar Cirolana marosina yang buta dan memiliki tubuh transparan," kata Cahyo Rahmadi, salah satu peneliti yang terlibat dalam ekspedisi. Penemuan ini menarik sebab sebelumnya belum pernah ditemukan isopoda air tawar di dalam gua.

Ditemukan pula spesies kumbang buta Eustra sp. dari genus Coleoptera di Gua Saripa, laba-laba gua varian Heteropoda beroni yang berukuran sebesar telapak tangan, serta jangkerik gua Rhaphidophora sp. yang belum teridentifikasi. Selain itu, terdapat kelelawar berhidung cabang (Nyctmene cephalotes) dan kelelawar Hipposideros dinops yang hanya hidup di Sulawesi.

Sedangkan di Pegunungan sewu ditemukan ikan wader gua (Puntius microps), udang gua Macrobrachium poeti, dan kepiting gua Sesarmoides jacobsoni. Di dasar luweng (cekungan gua) juga ditemukan tikus Rattus tiomanicus. Tim peneliti moluska baik di Maros maupun di Pegunungan Sewu juga menemukan puluhan jenis keong air tawar yang tersebar di sekitar gua maupun dalam gua serta 8 jenis cacing tanah.

Temuan-temuan ini menggembirakan sebab paling tidak menunjukkan bahwa biota karst di sana masih terlindungi dengan baik. Namun, karena kekhasannya itu pula, spesies yang hidup di kawasan karst rentan terhadap perubahan lingkungan. Apalagi, rata-rata biota karst merupakan spesies endemik yang hanya hidup di wilayah tertentu.

Konservasi

Maros dan Pegunungan Sewu adalah sebagian dari kawasan karst di Indonesia yang cukup dikenal di dunia. Maros dikenal memiliki kekayaan keanekaragaman hewan tertinggi di Asia Tropika. Sedangkan Pegunungan Sewu memiliki keunikan karena terbentuk dari puluhan ribu bukit gamping berketinggian 20 hingga 50 meter. Masing-masing bukit berbentuk kerucut dengan ujung membulat dan lancip dan mempunyai sungai bawah tanah yang membentuk tata air yang rumit. Karena keistimewaannya, kedua kawasan telah diajukan sebagai salah satu Warisan Dunia (World Heritage) sejak 2001.

Sayangnya di antara ratusan gua yang ada, baru 40 gua di Maros dan 17 gua di Pegunungan Sewu yang sudah dieksplorasi LIPI. Akibatnya izin penambangan gamping, marmer, atau kapur seringkali berada di kawasan inti yang merupakan penyokong ekosistem karst.

"Penelitian keanekaragaman hayati gua-gua di Indonesia masih jarang sehingga informasi biotanya juga masih sangat terbatas," ujar Yayuk.

Padahal, biota karst dan gua berperan penting di dalam ekosistem. Bahkan, beberapa di antaranya dapat dijadikan indikator hayati. Absennya kelelawar di langit-langit gua yang pernah dipadati koloni atau ditemukannya semut yang bukan spesies khas di dalam gua menunjukkan adanya gangguan terhadap gua.

Informasi ini penting sebagai dasar rekomendasi dalam pengaturan aktivitas penambangan agar tidak menyebabkan kerusakan lingkungan. Jika penelitian biota karst tidak terus mendapat dukungan, boro-boro menemukan spesies baru berikutnya, ekosistem karst akan rusak lebih dulu karena aktivitas penambangan.

sumber: KCM
 
/hmm mungkin juga disekeliling kita ada.. tp kita yg g terlalu perhatian... /hmm
 
ikan hiunya mirip ikan sapu sapu yah....
 
Terbang Tanpa Sayap-Perjalanan Kakaktua Dari Maluku ke Pedagang Satwa Dunia


7557kakak29aj.jpg

Tanpa perlindungan, mereka mungkin akan hilang dari Maluku

8050kakak9xo.jpg

Kakatua seram di kandang. Jenis ini makin langka karena perdagangan dan perburuan gelap

Berawal di Taman Nasional Manusela, Maluku. Beberapa orang berkulit gelap memasang jerat dari senar yang diikatkan pada bambu. Jerat tersebut kemudian dilontarkan ke sebuah pohon kenari yang menjadi sarang kakatua seram (Cacatua moluccensis).

Ketika jerat telah terpasang pada tempatnya di dahan pohon, para pemburu burung itu kemudian menunggu. Beranjak petang, tampaklah kepak-kepak sayap putih mendekati pohon: seekor kakatua seram! Tanpa menyadari bahaya yang mengancam di depan, ia terbang ke arah sarang. Beberapa meter dari sarang, belum sempat ia memperlambat terbangnya, tiba-tiba jerat telah menyergap burung malang itu.

Peristiwa serupa tidak hanya terjadi di Manusela - suatu wilayah yang jelas-jelas dilindungi - tapi juga di berbagai tempat di Maluku Selatan. Menurut penyelidikan organisasi perlindungan satwa, ProFauna, para pemburu akan mengumpulkan kakatua-kakatua ini, beserta burung-burung berparuh bengkok lain, ke seorang pengepul berinisial K di Desa Waeputih, Kibisonta, Seram Utara.

Dalam satu bulan, K, yang merupakan penampung burung terbesar di Seram, rata-rata berhasil mengumpulkan 50 ekor kakatua seram, 200 nuri merah (Eos bornea), dan 350 perkici pelangi (Trichoglossus haematodus). K membeli kakatua seram dari tangan penangkap sebesar Rp 75.000 per ekor.

Kakatua dan burung paruh bengkok yang berhasil dikumpulkan oleh K selanjutnya dikirim ke Kota Ambon melalui Pelabuhan Kobi. Di sana telah menunggu pedagang-pedagang burung yang siap membeli kakatua seram dengan kisaran harga Rp 350.000 hingga Rp 750.000. Salah seorang pedagang terbesar di Ambon adalah M. Pemantauan ProFauna menunjukkan dalam satu tahun M bisa mengirim 9600 ekor burung paruh bekok ke Jakarta.

Pengiriman dilakukan menggunakan pesawat karena selain cepat, penjagaan di bandara Patimura Ambon tidak terlalu ketat. Agar tidak terlihat, kakatua seram diletakkan dalam kandang tiga tingkat. Tingkat pertama dan ketiga yang tertutup kawat diisi nuri maluku dan pekici pelangi. Sedang bagian tengah yang ditutupi triplek berisi kakatua seram. Jika kakatua terlihat, para pengirim biasanya mengatakan bahwa yang mereka bawa adalah kakatua putih (Cacatua alba) yang tidak dilindungi undang-undang.

Sesampai di Jakarta, burung-burung biasanya dibawa ke kawasan pasar Burung Pramuka, yang merupakan pasar burung terbesar di Indonesia. Hampir semua jenis satwa langka yang dilindungi bisa ditemukan di sini. Di pasar Pramuka, orang bisa mendapatkan kakatua seram dengan harga sekitar Rp 1.500.000. Sangat ironis mengingat lokasi ini berdekatan dengan kantor Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DKI Jakarta.

Umumnya dari Pramuka, burung yang akan dijual ke luar negeri diterbangkan ke Medan, lalu masuk Singapura. Di luar negeri burung-burung ini laku dengan harga sekitar Rp 90 juta. Mereka mencapai lokasi-lokasi perdagangan itu lewat langit. Terbang. Tapi tidak menggunakan sayap mereka sendiri.

Padahal menurut UU Nomer 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam hayati dan Ekosistemnya, perdagangan satwa dilindungi seperti kakatua seram, adalah perbuatan yang dilarang dan bagi pelanggarnya dapat dikenakan hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp 100 juta.

Namun ternyata penangkapan kakatua seram masih berlangsung, dan ironisnya penangkapan ini menggunakan surat ijin tangkap yang dikeluarkan oleh BKSDA Maluku. Memang dalam surat ijin tangkap itu disebutkan yang boleh ditangkap adalah nuri kalung ungu (Eos squamata riciniata), namun di lapangan, para penangkap burung menyalahgunakannya dengan juga menangkap kakatua seram.

Bila penangkapan dan perdagangan kakatua seram tidak segera dihentikan, maka burung yang populasinya hanya sekitar 8.000 ekor ini (Juniper Tony, 1998), akan semakin langka, bahkan bisa punah. Burung cantik yang seharusnya terbang bebas di daerah asalnya itu mungkin tidak akan pernah terbang lagi. (wsn)

Source: http://www.kompas.com
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.