• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

[info] Satwa Terkini *updated*

Elang Bondol, Maskot Jakarta di Pulau Kotok

1114elang1ty.jpg


Jakarta. Kompas. Sejak tahun 2006, Jakarta sudah memiliki bus Transjakarta. Cobalah perhatikan, gambar burung apa yang terdapat di bodi bus berwarna oranye itu? Ah..., kita mungkin teringat salah satu produk iklan sehingga dengan cepat langsung menjawab: burung garuda!

Nah lho, salah kan! Padahal, gambar sebenarnya adalah burung elang bondol (Haliastur indus). Lantas, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta malah menetapkan burung elang bondol sebagai maskot kota metropolitan ini.

Tentu, bagi kalangan masyarakat biasa, gambar burung elang tersebut memang terkesan sangat asing. Begitu asingnya, sampai-sampai jarang sekali ada yang mengetahui bahwa keberadaan burung elang bondol itu sangat dilindungi oleh negara.

Untunglah, keberadaan elang bondol itu masih mendapat tempat di Pusat Penyelamatan Satwa Tegal Alur, Jakarta Barat. Namun, jangan salah, elang bondol-elang bondol yang siap dikembalikan ke habitat alamnya justru dipersiapkan terlebih dahulu di Pulau Kotok, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu. Pesona elang bondol menjadi pemandangan tersendiri dalam perjalanan wisata bahari.

Harus diakui, elang bondol- elang bondol itu merupakan hasil sitaan yang dilakukan oleh Departemen Kehutanan bekerja sama dengan Pusat Penyelamatan Satwa Tegal Alur. Elang bondol merupakan burung pemangsa yang tersebar di seluruh Indonesia.

Elang bondol dapat terlihat terbang sendirian atau berada dalam kelompoknya. Dia kerap berputar-putar di angkasa, berburu mencari mangsa, seperti ikan, mamalia kecil, reptil, dan katak, di daratan dan perairan. Burung pemangsa ini mampu terbang bebas mencapai ketinggian 3.000 meter di atas permukaan.

Ukuran tubuhnya mencapai 45 sentimeter dengan kekhasan warna putih di bagian kepala hingga leher. Kedua sayap hingga ekornya berwarna coklat. Kedua kakinya yang dilengkapi kuku sangat tajam mampu mencengkeram ikan-ikan yang sedang berenang di permukaan laut.

Perdagangan Elang Bondol

Sekarang ini, maraknya perdagangan ilegal satwa-satwa dilindungi dan rusaknya habitat menyebabkan elang bondol terancam punah. Sungguh mengenaskan!
Padahal, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem menegaskan, "Setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, memiliki, memelihara, memperniagakan, menyimpan satwa liar yang dilindungi baik hidup, mati atau bagian tubuhnya." Sanksinya, ancaman hukuman penjara 5 (lima) tahun dan denda Rp 100 juta.

Ancaman kepunahan itu membuat jajaran Pusat Penyelamat Satwa terdorong untuk menyelamatkan maskot Jakarta itu. Hingga kini, selain di Pulau Kotok, Pusat Penyelamatan Satwa sedang menangani dua ekor di Jakarta Barat dan 10 ekor di Sukabumi. Seorang dokter hewan Femke den Haas dari Belanda sudah bolak-balik merawat elang bondol-elang bondol itu di Pulau Kotok.

Menurut Femke, didampingi dokter hewan Karmele Llano dari Spanyol, maskot Jakarta harusnya betul-betul diselamatkan. Di Pulau Kotok ini, Pusat Penyelamatan Satwa sedang memulihkan 13 ekor elang bondol. Kelak, tubuh elang- elang ini akan dilengkapi gelang dan microchip sehingga semua elang ini dapat dipantau sewaktu dikembalikan ke habitatnya.

"Terus terang saya sedih. Sewaktu disita, kondisi burung- burung elang itu sudah sangat mengenaskan," kata Femke.

Mengapa? Pedagang atau pemilik biasanya sudah melukai bagian-bagian tubuh tertentu sehingga burung elang itu mengalami kesulitan terbang. Bahkan, ada juga yang tulang sayapnya dipatahkan.

"Kalau sudah terluka, tentu membutuhkan penanganan medis secara kontinu," ujar Femke, yang begitu fasih berbahasa Indonesia, ketika ditemui di Pulau Kotok.

Sejauh pengamatan, sebelum dikembalikan ke habitatnya, elang tersebut dipelihara di sebuah kandang bambu berukuran sekitar 30 x 20 meter, dengan ketinggian sekitar 20 meter. Kandang itu dibangun di pesisir pantai, bahkan sebagian besar lantainya terendam air laut.

Kandang tersebut ditutup dengan jaring yang sangat rapat. Bagian bawahnya juga ditutup rapat agar biawak tidak menyantap makanan elang itu.

Ke-13 burung elang itu dilepas di dalam kandang tersebut. Sementara petugas dari Pusat Penyelamatan Satwa bertugas mencari ikan untuk makanan burung elang tersebut.

"Begitu lamanya dimanja oleh manusia, terkadang ada juga beberapa ekor elang yang harus disuapin atau didekatkan makanannya," kata Femke.

Elang bondol dijadikan maskot Jakarta, tetapi yang merawat dan menyayangi justru orang Belanda.

Sumber: kompas
 
Kasihan juga Elangnya..../sob...Sini2 gwa pelihara aja...:)
 
Microchip Selamatkan Kura Kura Langka

1945royalturtle6zq.jpg

Sang kura-kura kerajaan yang beruntung sedang diperiksa kesehatannya

Mereka menyebutnya "kura-kura kerajaan yang beruntung". Sebutan ini diberikan pada seekor kura-kura langka yang selamat dari nasib menjadi semangkuk sup China berkat ketajaman mata para pekerja konservasi dan sebuah mikrochip.

Cerita berawal ketika para pemburu gelap menangkap spesies yang disebut "Royal Turtle" itu di sebuah sungai di Kamboja dua bulan lalu - mereka disebut ’kura-kura kerajaan’ di Kamboja karena raja konon suka menyantap telur-telur hewan tersebut. Hewan ini kemudian dibawa melintasi perbatasan Vietnam menggunakan sepeda motor bersama kura-kura jenis lain.

Para petugas konservasi mengatakan, dengan berat sekitar 15 kilogram, kura-kura ini pasti dihargai mahal bila sudah sampai di pasar makanan di China, dimana daging kura-kura sering dijadikan sup.

Untunglah nasib baik belum meninggalkan sang kura-kura. Penyergapan terhadap penyelundup binatang di provinsi Tay Ninh, selatan Vietnam, mengubah peruntungannya. Bersama dengan sekitar 30 kura-kura lain, hewan ini lalu dibawa ke pusat penelitian hewan, dimana para pekerjanya menyadari ada sesuatu yang berbeda pada kura-kura tersebut.

"Para petugas mengatakan bahwa mereka belum pernah melihat kura-kura sebesar ini," kata Ta Van Dao, pimpinan kantor pengawasan hutan di tay Ninh. "Mata dan kepalanya juga berbeda dibanding kura-kura lain yang dibebaskan."

Petugas kemudian membandingkan jenis itu dengan jenis-jenis kura-kura dalam buku panduan spesies. Mereka bahkan berkonsultasi dengan Doug Hendrie, ahli kura-kura Asia dari World Conservation Society yang berada di Hanoi. Orang-orang itu mengatakan pada Hendrie bahwa mereka menemukan seekor Batagur baska, atau kura-kura sungai Asia.

Mulanya Hendrie mengira para petugas itu berseloroh. "Saya merasa terkejut ada Batagur baska di sini," kata Hendrie, yang juga bekerja untuk Kebun Binatang Cleveland Metroparks. "Saya sampai-sampai bertanya, apakah mereka juga menemukan singa atau zebra."

Namun foto yang dibawa orang-orang itu memastikan bahwa yang ditemukan memang benar Batagur baska, jenis kura-kura yang telah menghilang dari Kamboja hingga ditemukan lagi tahun 2001. Saat jenis itu dijumpai kembali, para pekerja konservasi kemudian memasang piranti pelacak di tubuh mereka serta mengawasi sarangnya. Tidak hanya itu, Raja Norodom Sihamoni bahkan secara pribadi memerintahkan agar kura-kura ini dilindungi.

Itulah yang kemudian menyelamatkan sang kura-kura kerajaan dalam cerita di atas. Ketika para petugas memeriksanya di Ho Chi Minh City, mereka menemukan microchip kecil tertanam di balik kulitnya, yang menunjukkan rumah hewan itu di Sungai Sre Ambel di Kamboja.

Menurut Hendrie, saat ini hanya ada dua hingga delapan Batagur baska betina di sana, sehingga kedatangan pejantan ini sangat berarti. Ia sebenarnya dipasangi microchip di Kamboja dua tahun lalu untuk keperluan penelitian, namun kemudian menghilang hingga dijumpai lagi di Vietnam.

Para petugas di Kamboja dan Vietnam selanjutnya bekerjasama untuk memulangkan kura-kura itu. Ia telah dikembalikan ke Kamboja minggu lalu, dan sudah menjalani cek kesehatan sebelum dikembalikan ke alam.

Banyak kura-kura Asia terancam karena maraknya perdagangan hewan di wilayah ini, dimana banyak hewan langka dan eksotik dijadikan makanan istimewa atau ramuan obat tradisional.

Batagur baska sendiri ditemukan hanya di beberapa tempat di Bangladesh, Myanmar, Thailand, Malaysia, Indonesia dan Kamboja. Populasi mereka menurun cepat dalam beberapa tahun terakhir ini. Karena jumlahnya sedikit, maka setiap individu Batagur baska berperan penting untuk menjaga agar jenis ini tidak punah.

"Dengan mengembalikan kura-kura kerajaan ke rumahnya, maka kepunahan jenis ini mungkin akan bisa dihindari," kata Hendrie.


Sumber: kompas
 
Kakinya kura kok aneh ya???.../hmm...Mungkin langka jadinya aneh.../heh
 
kakinya gede amad y...... tapi keren jg tu... bisa ga ya kasi makan kfc ? /heh
 
PESUT MAHAKAM MENDESAK DISELAMATKAN

6820pesut.jpg

Pesut mahakam hanya tersisa sekitar 70 ekor di habitat alaminya di Sungai Mahakam.

Ancaman kepunahan pesut dari Sungai Mahakam di Kalimantan Timur semakin nyata. Dengan populasi tersisa 70 ekor dan angka kematian empat ekor per tahun, pesut mendesak diselamatkan dan dilestarikan.

Direktur Yayasan Konservasi Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI), Budiono, di Samarinda, mengatakan satu tim berupaya mengajak Pemerintah Kabupaten Kutai Barat dalam upaya pelestarian dan penyelamatan pesut (Orcaella brevirostris).

Hasil penelitian RASI menyatakan pesut kerap dijumpai di Kutai Barat, Kecamatan Muara Pahu dan Kutai Kartanegara, Kecamatan Muara Kaman. Namun, gangguan lalu lintas kapal dan aktivitas manusia cukup tinggi di kawasan tersebut sehingga pesut sulit berkembang biak.

Pesut berarti penting bagi masyarakat Muara Pahu dan Muara Kaman. Satwa itu membantu nelayan mencari tempat yang banyak ikan dan membantu masyarakat memahami fenomena banjir. Masyarakat memperkirakan Sungai Mahakam akan meluap jika tidak melihat pesut-pesut lagi. “Radius 2,5 kilometer dari Muara Pahu kita usulkan menjadi kawasan konservasi,” kata Budiono.

Kawasan diusulkan dibagi menjadi zona pemanfaatan dan zona lindung. Penyuluhan dan penyebarluasan informasi tentang pesut akan dioptimalkan oleh pegawai pemerintah.
Penyebab dominan kematian pesut karena tersangkut jaring nelayan. Pesut juga mati karena tertabrak kapal. Pesut stres sehingga sulit berkembang biak karena bisingnya suara kapal-kapal terutama kapal penarik ponton pengangkut batu bara.

Wakil Bupati Kutai Barat, Didik Efendi, sepakat perlunya kawasan konservasi pesut. Jumlah luasan kawasan akan ditetapkan kemudian dengan melibatkan para ahli dan aparat pemerintah. “Untuk masyarakat akan sering diadakan penyuluhan,” katanya.

Didik Efendi sepakat jika pesut dilestarikan segera. Anak-anak di Kutai Barat bahkan yang tinggal di tepi Sungai Mahakam nyaris tidak pernah melihat satwa itu. “Jangan sampai anak-anak hanya tahu pesut dari cerita-cerita atau gambar-gambar,” katanya.

sumber: KCM
 
nice info, bro! keep updated! /no1

bner2 expert dalam dunia binatang nih si mod satu ini... /no1
 
HATI-HATI MEMILIH SEAFOOD


5138lobs13zv.jpg

Lobster memang enak, tapi jika diambil dengan cara-cara yang tidak ramah lingkungan dapat mengancam keberadaannya di lautan.

Pernah makan sirip ikan hiu, lobster, atau telur penyu? Enak? Pasti! Apalagi harganya mahal. Menu-menu tersebut menjadi salah satu menu andalan di beberapa restoran seafood dan makin diminati masyarakat.

Kalau Anda sudah sempat menikmatinya, anggap saja hadiah dari alam. Tapi kalau belum, sebaiknya jangan pernah punya keinginan tersebut. Ketiga jenis bahan makanan mewah tersebut adalah beberapa komoditi yang sudah mencapai ambang batas ketersediaannya di alam.

Tahukah Anda, bahwa lobster dan ikan hiu membutuhkan waktu betahun-tahun untuk tumbuh dan menjadi dewasa. Selain itu, lobster umumnya ditangkap dengan cara menyemprotkan racun yang dapat membunuh terumbu karang dan satwa lainnya.

Hanya sedikit bayi lobster yang mampu bertahan hidup dan menjadi dewasa di alam. Sirip ikan hiu diambil dari ikan hiu yang seringkali tertangkap dalam jaring, seperti halnya lumba-lumba, penyu, burung, dan satwa yang lain juga menjadi korban.

Daging ikan hiu seringkali dibuang setelah siripnya dipotong. Sehingga, bayi ikan hiu semakin jarang ditemukan karena penangkapan besar-besaran. Beberapa jenis udang juga ditangkap dengan jaring pukat yang merusak ekosistem dasar laut serta menyeret penyu dan mamalia laut. Banyak bayi udang yang ditangkap nelayan sehingga populasinya menurun karena tidak ada regenerasi.

"Dengan cara lain, udang diternakkan dalam tambak yang dibangun dengan menebang hutan-hutan bakau serta bahan kimia yang dapat merusak ekosistem. Tanpa pohon bakau garis pantai akan terkena erosi dan tempat perkembangbiakan alami ikan akan hilang," kata Dr. Lida Pet-Soede, Senior Advisor Marine Conservation Program WWF.

Ikan karang seperti kakap, kerapu, baronang, ekor kuning, kambing-kambing, dan butana, seringkali ditangkap dengan bahan peledak yang dapat menghancurkan karang. Pengaruhnya dapat merusak lingkungan hingga puluhan tahun bahkan tidak dapat pulih.

Kegiatan eksplorasi laut telah menekan populasi ikan tanpa memperhatikan kemampuan alam. Untuk apa lagi kalau bukan memenuhi nafsu manusia. Dengan kemajuan teknologi, penangkapan ikan di laut telah mengurangi cadangan ikan pada situasi krisis, 75 persen lautan dunia telah dikeruk sampai ambang batas. Hilangnya cadangan ikan, menurunnya jumlah, dan ukuran ikan menunjukkan terlalu banyak kapal mengejar ikan yang semakin sedikit.

Pada daftar tersebut juga diberikan kode nomor yang menunjukkan tingkat ancamannya, kode (1) menunjukkan spesies yang dilindungi secara hukum, (2) perkembangannya lambat dan rentan terhadap penangkapan besar-besaran, (3) cara penangkapannya merusak habitat, (4) berbahaya bagi kesehatan karena mengandung ciguatera atau logam berat.


AMAN

o teri
o barakuda
o mahi-mahi
o tongkol
o marine catfish
o bandeng
o bawal
o tola laut/rainbow runners
o lemuru/sarden
o layang
o cakarang
o makerel kecil
o tengiri
o cumi-cumi
o tuna ekor kuning
o ubur-ubur


KURANGI

o lencam/emperor (3)
o telur ikan (3)
o ekor kuning (3)
o kepiting bakau (3)
o layaran/marlin
o gurita (2.5)
o baronang (3)
o teripang (3)
o kuda laut (3)
o udang (3)
o kakap (3)
o pari (3)
o butana (3)
o gerot-gerot/sweetlips (3)
o todak (4)
o kambing-kambing (3)


HINDARI

o abalonies (3)
o ketam kelapa (2)
o lumba-lumba (2)
o duyung (1)
o kima raksasa (1)
o kerapu (2,3)
o lobster/ udang kerang (2)
o pari manta (2)
o napoleon (2,3)
o mola-mola (2)
o hiu - semua produk (2)
o triton (2,3)
o trochus (1)
o telur penyu (1)
o penyu (1)
o hiu paus (2)


Bekerja sama dengan Yayasan Unilever dan Plaza Semanggi, WWF Indonesia akan menyebarluaskan panduan tersebut mulai Juni dan bagi Anda yang membutuhkan informasi lebih banyak dan terbaru dapat menghubungi ke alamat email [email protected].


Khusus kerapu

Masuknya kerapu dalam daftar merah atau hindari menimbulkan kontroversi. Di satu sisi Dewan Ketahanan Pangan (DKP) menggalakkan kerapu sebagai salah satu komoditi ekspor. Padahal, berdasarkan daftar WWF jumlah kerapu terancam di alam.

Menanggapi masalah tersebut, Dr. Lida mengatakan, "Sebagian besar kerapu diambil dari laut daripada hasil budidaya sehingga jumlahnya memang terancam." Hanya sedikit bayi kerapu yang bertahan di alam hingga dewasa karena ditangkap. Bahkan jenis kerapu bebek, diambil sejak seukuran jari untuk dipajang sebagai ikan hias.

"Memang yang dijadikan dasar memilah-milah bukan sekadar jenis ikannya, tapi juga asalnya. Di sinilah peran konsumen untuk lebih berhati-hati dalam memilih menu seafood yang disajikan restoran. Pastikan dulu dari mana asal ikannya. Kalau memang dari hasil budidaya yang digalakkan pemerintah mungkin tidak masalah, tapi kalau dari hasil penangkapan dari laut sebaiknya dihindari," papar Dr. Josephine Wiryanti, Food Safety and Quality Mangement Expert.

Jadi, mulai saat ini, setiap kali masuk ke restoran seafood pastikan Anda memilih menu yang ramah lingkungan.(Wah)


Source: www.kompas.com
 
Wah makanan mahal tuh....=P~ =P~....Tapi takut disupit neh..../wah
 
waduh..siap2 makan lele aja deh..whuahuahuaha...
Nice info bro..GRp meluncur..hehhee
 
Ikan Purba Kembali Terlihat di Dasar Laut Sulawesi

9238coelacanth.jpg


Jakarta, KCM
Spesies ikan purba (Coelacanth) kembali terlihat di dasar Laut Sulawesi selama ekspedisi penelitian. Para peneliti dari Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengentahuan Indonesia (LIPI) dan Aquamarine Fukushima Jepang berhasil merekam keberadaannya menggunakan kamera bawah air yang dibawa remotely operated vehicle (ROV).

Ikan yang ditemukan di perairan Sulawesi Tengah pada kedalaman 157 meter merupakan Coelacanth kelima yang pernah terlihat di perairan Indonesia. Coelacanth di Sulawesi dilihat pertama kali oleh Mark V. Erdmann dari University of California di Berkeley, AS dan istrinya Arnaz Mehta pada 1997 dalam keadaan mati dan dijual pada sebuah pasar tradisional di Manado, Sulawesi Utara..

Baru pada 30 Juli 1998, Erdmann berhasil memperoleh seekor ikan sepanjang sekitar 1,5 meter dan seberat 45 kilogram yang ditangkap jaring nelayan di sekitar Pulau Manado Tua, Selawesi Utara. Ikan yang sempat hidup selama sekitar tiga jam berhasil didokumentasikan dan diamankan sebelum dikirim ke laboratorium LIPI dan sekarang disimpan di Gedung Zoologi, Pusat Penelitan Biologi LIPI Cibinong, Kabupaten Bogor.

Dua ekor Coelacanth lainnya berhasil terekam di kedalaman 145 meter dasar laut Sulawesi pada tahun 1999 selama ekspedisi yang dilakukan para peneliti dari Max Planc Institute menggunakan kapal Baruna Jaya VIII. Meskipun hanya rekaman video, temuan-temuan selanjutnya tetap menggemparkan dunia.

Tubuh Coelacanth bersisik tajam. Ikan berwarna gelap dan memiliki sirip empat seperti kaki ini tidak membiarkan telurnya menetas di luar tubuh seperti ikan lazimnya. Telur yang telah dibuahi akan ditelan dan anak-anaknya baru dikeluarkan setelah telur menetas.

Fosil Hidup

Penemuan ini menjadi menarik sebab spesies ikan ini tidak mengalami perubahan anatomi tubuh selama jutaan tahun. Fosil Coelacanth termuda berusia 70 juta tahun dan yang tertua 360 juta tahun. Ikan tersebut sebelumnya diduga telah punah sebelum ditemukan kembali di pantai timur Afrika pada 1939.

Pada penelitian berikutnya, ikan yang diberi nama Latimeria chalumnae Smith juga ditemukan di sekitar Kepulauan Komoro di Samudera Hindia, Mozambik, dan Madagaskar. Populasi Coelacanth juga ditemukan di Pantai Sodwana pada November 2000.

"Sedangkan Coelacanth yang ditemukan di Indonesia memiliki sifat genetika yang berbeda dengan Coelacanth yang ditemukan di Afrika. Selain itu, hasil analisis DNA menunjukkan bahwa ikan yang hidup di Indonesia lebih tua dari ikan di Afrika," kata salah satu peneliti, Dr. M. Kasim Moosa, Pakar Biologi Laut dari LIPI, dalam jumpa pers 100 tahun Lembaga Penelitian Bidang Ilmu Kelautan LIPI di Jakarta.

Para peneliti yang menemukannya mengusulkan nama Latimeria manadoensis untuk membedakannya. Menurut Kasim, Coelacanth kemungkinan sebagai cikal bakal makhluk berkaki empat yang hidup di darat. Coelacanth memiliki hubungan evolusi yang erat dengan ikan pertama yang hidup di pantai sebelum hidup di darat sekitar 360 juta tahun lalu.

"Asal mula ikan yang di Afrika mungkin berasal dari Indonesia dan ada kemungkinan ikan-ikan tersebut hidup selain di Sulawesi, misalnya Filipina atau wilayah lainnya," lanjut Kasim.

LIPI berencana untuk melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui lebih banyak mengenai persebaran spesies ikan tersebut.



*wuihh.. gw mau piara yg ginian nih...:D *
 
Ada ga ya dinosaurus air di dunia ini??.../hmm...Dlu gwa pernah dngr di danau cina dihuni dinosaurus yg lmyn besar....:-? :-?
 
ihh,, aku punya kakatua jambul merah,,

huwahuwa,, aku males baca, cuma liatin gambarnya,,, mnarik
 
wah kasihan banget si kakatua......

Thanks atas infonya
 
wah kasihan banget si kakatua......

Thanks atas infonya
 
7571129.jpg


Nama Ilmiah : Manis javanicus

Nama Indonesia : Trenggiling

Nama Daerah : Peusing

Klasifikasi :
- Famili Manidae
- Genus Manis
- Species Manis javanicus

Morfologi:
Kepala berbentuk kerucut dengan sisik yang lebih kecil daripada sisik badan. Sisik hanya terdapat di kepala bagian atas. Sisik pada bagian badan merupakan sisik yang berukuran paling besar. Bagian bawah badan tidak bersisik. Kaki berkuku tajam dan kuat, tiap kaki mempunyai 3 kuku dengan bagian luar bersisik, sisik keras berwarna coklat kehijauan serta berbulu kasar dan jarang pada bagian luarnya.

Cara hidup dan perilaku :
Trenggiling termasuk jenis binatang malarn (nokturnal), semut merupakan makanan utama baginya. Apabila terancam satwa ini akan melingkarkan badannya sampai bagian yang lunak (kepala dan badan bagian bawah) seluruhnya terlindungi oleh sisik.

Penyebaran dan habitat:
Situ Gunung CA. Cibanteng, CA. Burangrang, CA. & TWA. Gn. Tangkuban Perahu, TN. Gn. Gede Pangrango, CA. Gn. Jagat.

Status perlindungan :
Termasuk mamalia yang dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun 1999.
 
Burung Hantu - Satwa Hias Yang Antik

5913222.jpg


8481111.jpg



Nama burung hantu nampaknya memang tepat untuk satwa yang satu ini karena selain aktif mencari mangsa pada malam yang gelap gulita penampilannya juga cukup "mengerikan". Suaranya yang dalam dan parau pada malam yang sepi juga terdengar menyeramkan sehingga bisa untuk menakut-nakuti anak-anak yang rewel tak mau tidur.

Citra burung hantu bagi masyarakat kebanyakan memang negatif. Kalau terdengar suaranya di sekitar pekarangan rumah pada senja hari pemilik rumah lekas-lekas mengusirnya dengan cara membakar tikar usang di bawah pohon tempatnya bertengger. Konon kehadiran burung hantu di sekitar rumah akan membawa petaka bagi penghuni rumah, sama dengan kehadiran burung gagak yang dipercaya sebagai firasat adanya kematian.

Tapi citra buruk dan kesan "sangar" burung hantu kelihatannya segera akan berakhir karena beberapa tahun belakangan burung hantu mulai masuk dalam khasanah kehidupan manusia. Burung hantu kini telah banyak dimanfaatkan para petani sebagai pemberantas hama tikus yang efektif di sawah.

Kehebatan dan efektifitas burung hantu sebagai pengendali hama tikus baik di lahan pertanian maupun perkebunan sudah sangat teruji di lapangan. Sepasang burung hantu mampu mengendalikan hama tikus pada lahan seluas 5-10 hektar.

Burung hantu memang merupakan pemburu tikus yang andal pada malam hari kerena matanya yang bulat lebar mampu melihat tikus yang bergerak di kegelapan tanah dari jarak 50 meter. Dari dahan pepohonan tempatnya bertengger burung hantu juga melihat dan memburu seekor ular yang melata di tanah.



Satwa Hias

Tidak hanya dimanfaatkan secara fungsional sebagai pengendali hama tikus burung hantu belakangan ini pun bahkan naik status menjadi satwa hias. Sungguh tidak terbayangkan bagaimana burung yang dalam dirinya melekat berbagai citra kurang bagus itu sekarang bisa menjadi satwa hias yang diburu banyak hobiis.

Menurut para hobiis daya tarik utama burung hantu sebagai satwa hias ternyata justru pada sosok fisiknya yang lain dari kebanyakan burung hias. Mungkin para hobiis mulai jenuh dengan penampilan burung-burung hias yang bulunya berwarna-warni dan memberi kesan "cantik". Mereka mulai mencari-mencari burung yang penampilannya lain dari yang lain dan ini ditemukan pada sosok burung hantu.

Antik, itulah kesan umum yang dapat dirangkum dari komentar para hobiis tentang burung hantu sebagai satwa hias. Kesan antik muncul karena bulu-bulunya yang berwarna coklat kusam seperti perabotan antik dari kayu jati yang sudah berumur ratusan tahun. Keantikannya makin kuat ditunjang bentuk mukanya yang aneh seperti kucing dan kedua matanya yang bulat.

Sebagai satwa hias burung hantu layak dipajang di teras rumah tanpa dikurung. Pada siang hari burung ini hanya bermalas-malasan saja sepanjang hari dan baru mulai nampak aktifitasnya menjelang senja. Ketika mulai nampak aktif inilah biasanya burung hantu dimasukkan ke kandang atau sangkar agar tidak hilang.

Tubuhnya yang besar, seukuran burung rajawali dan sebangsanya sungguh nampak mencolok bila ditempatkan di teras rumah. Setiap tamu atau handai taulan yang datang pasti tergerak untuk melirik dan bahkan menyentuh burung yang sebelumnya mungkin hanya diketahui lewat cerita itu.



Bisa Jinak

Hal lain yang mungkin tak terbayangkan oleh kebanyakan orang adalah bahwa burung hantu ternyata juga bisa jinak seperti halnya burung-burung peliharaan lainnya. Prinsip utama menjinakkan satwa adalah menciptakan ketergantungan satwa tersebut kepada pemiliknya, terutama dalam hal pakan. Karena itu bila sejak kecil burung hantu diberi pakan sehingga merasa tergantung maka ia akan menjadi satwa yang jinak.

Karena jinak itulah kebanyakan para pemilik burung hantu melepas begitu saja burung hantunya di teras rumah. Burung ini akan istirahat tidur seharian atau berjalan-jalan di sekitar teras dengan tertatih-tatih karena tidak mampu melihat dengan jelas pada siang hari.

Memelihara burung hantu ternyata juga tidak serepot yang dibayangkan meski ia adalah burung malam pemakan daging yang cara hidupnya belum banyak diketahui. Makanan kegemaran burung hantu sudah pasti adalah tikus. Mencari tikus rumah untuk umpan burung ini tentu repot sehingga bisa diganti tikus putih yang banyak dijual di pasar-pasar burung. Jika tikus putih sebagai pakan burung hantu pun dirasa sulit untuk mendapatkannya pakan bisa diganti lele dumbo yang harganya murah dan pasti mudah diperoleh di pasar umum. Seekor burung hantu dewasa bisa diberi pakan 1-2 ekor lele dumbo setiap malam.

Lalu bagaimana dengan suara burung hantu yang dalam dan parau serta terdengar menyeramkan itu? Bagi para hobiis suara burung hantu ternyata justru terdengar indah dan merdu. Ini sama saja dengan kokok bekisar yang oleh orang kebanyakan terdengar biasa-biasa saja namun dinilai mempesona oleh para penggemarnya.

Suara burung hantu di tengah malam diantara gemerisik angin membawa suasana alam yang didamba banyak orang. Jika Anda tertarik penampilannya yang antik burung hantu kini mulai banyak dijual di pasar burung dengan harga sekitar 150 ribu rupiah seekor.

Sumber: KCM
 
LOVEBIRD

6838121.jpg


LOVEBIRD (Agapornis sp) baru dikenal masyarakat penggemar burung di Indonesia sekitar 6-8 tahun lalu. Meski demikian, burung ini cepat populer, bahkan melampaui popularitas burung-burung hias lokal seperti kakatua, betet, maupun beo.

Warna bulunya memang sangat indah dan bervariasi. Sifatnya yang jinak dan lucu makin membuat orang gemar memeliharanya, atau sekurangnya menikmati keindahan warna bulu-bulunya. Bahkan, entah siapa yang memeloporinya, orang-orang Barat menyebutnya sebagai ''burung pencinta''. Mungkin karena mereka terkenal sangat setia dengan pasangan masing-masing. Sekali berjodoh, sulit untuk meninggalkan pasangannya.

Habitat asalnya adalah Madagaskar serta beberapa pulau di lepas pantai Afrika. Pada akhir abad ke-20, beberapa spesies kemudian diekspor ke Amerika dan Eropa secara besar-besaran. Ternyata di negara-negara barunya itu, lovebird berhasil ditangkarkan serta dikembangbiakkan dengan baik. Beberapa diantaranya kemudian diekspor ke Indonesia, dan bisa pula berkembang biak dengan baik. Dapat disimpulkan, daya adaptasi lovebird sangat sempurna, sehingga bisa hidup dan berbiak dengan baik di daerah tropis, subtropis, maupun negara-negara yang memiliki empat musim.

Berparuh Bengkok

Lovebird merupakan spesies burung berparuh bengkok, seperti halnya beo, betet, macaw, dan kakatua. Namun ukuran tubuhnya lebih kecil jika dibandingkan dengan burung-burung berparuh bengkok lainnya. Panjang tubuhnya cuma 13-17 cm, dengan berat 42-60 gram. Jika dirawat dengan baik, umurnya bisa mencapai 10-12 tahun, bahkan ada juga yang mencapai umur lebih dari itu,

Jumlah telur yang dihasilkan berkisar antara 3 sampai 8 butir, tapi kebanyakan hanya 4-5 butir saja. Meskipun telur lovebird jauh lebih kecil daripada ayam, tetapi lama pengeramannya justru lebih lama. Telur ayam hanya memerlukan waktu 21 hari untuk menetas, sedangkan telur lovebird selama 23-25 hari.

Induk betina mulai mengeram setelah menghasilkan telur kedua. Terkadang induk jantan pun ikut membantu mengerami, sehingga tugas mengerami dilakukan secara bergantian. Kebiasaan ini semakin menambah ''kadar kesetiaan'' jantan terhadap betinanya.

Di alam bebas, lovebird muda sudah berani terbang meninggalkan sarang setelah berumur 38-50 hari. Bahkan, 14 hari setelah ''berlatih'' terbang, mereka sudah berani memisahkan diri dari kedua induknya, alias ingin hidup mandiri. Melihat kenyataan itu, para penangkar bisa mengaplikasikannya di alam kandang. Artinya penyapihan bisa dilakukan pada umur dua bulan.

9 Spesies

Warna bulu pada lovebird memang sangat bervariasi, karena ada sembilan spesies (jenis), yang semuanya termasuk dalam genus Agapornis. Ke-9 spesies itu adalah abyssian lovebird (A. taranta), madagascar lovebird (A. cana), red-faced lovebird (A. pullaria), (black-collared lovebird (A. swinderniana), peach-faced lovebird (A. roseicollis), nyasa lovebird (A. lilianae), black-cheeked lovebird (A. nigrigenis), fischer lovebird (A. fischeri), dan masked lovebird (A. personata).

Beberapa ahli burung membagi lovebird berdasarkan tingkat kelangkaannya, yang mana terdapat dua pengelompokan: jenis umum dan langka. Jenis umum, misalnya, A. roseicollis, A. personata, dan A. fischeri. Selebihnya termasuk langka, karena jarang dijumpai dan sukar ditangkarkan. Jenis langka yang masih dapat dijumpai umumnya sudah merupakan persilangan dengan A. personata.

Yang paling banyak dipelihara di Indonesia adalah red-faced lovebird (A. pullaria). Jenis ini mempunyai ciri khusus pada wajah dan keningnya. Sesuai dengan namanya, wajah dan keningnya berwarna merah-oranye (jantan) atau oranye saja (betina).

Sebagian pakar lovebird mengelompokkan burung ini menurut tingkat kesulitannya dalam membedakan jenis kelamin. Tetapi sebagian ahli mengelompokkannya menurut tingkat kelangkaannya.

Berdasarkan tingkat kesulitan membedakan jantan dan betina, lovebird dibedakan menjadi tiga kelompok. Yaitu jenis lovebird yang mudah dibedakan (sexually dimorphic), antara lain A. taranta, A. cana, dan A. pullaria; sulit dibedakan (intermediate), misalnya A. swinderniana dan A. roseicollis; serta tak bisa dibedakan antara jantan dan betina, antara lain

A. lilianae, A. nigrigenis, A. fischeri, dan A. personata.

Sedangkan berdasarkan tingkat kelangkaannya, dikenal lovebird yang umum (mudah dijumpai) dan lovebird yang langka (sulit dijumpai lagi). Yang termasuk dalam kelompok umum hanya tiga spesies, yaitu A. roseicollis, A. personata dan A. fischeri. Selebihnya termasuk langka, sebab jarang dijumpai dan sulit ditangkarkan.

Bagaimana dengan Agapornis pullaria yang banyak dipelihara di Indonesia? Jika darahnya masih murni, jenis ini termasuk langka. Agapornis pullaria yang ada sekarang kebanyakan merupakan hasil persilangan dengan Agapornis personata, sehingga warna bulunya makin bervariasi.
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.