Pembunuhan Susan Sieh
Hermanto, Harta, dan Balas Dendam
TIDAK seperti biasanya, suasana di Perumahan Tanjung Mas Raya, Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan (Jaksel), Rabu (11/6) tengah malam itu, senyap. Para pedagang nasi goreng keliling yang biasanya tekun menyusuri jalan-jalan di kompleks perumahan tersebut, tak tampak.
Sejam mengelilingi kawasan itu, tak satupun mobil atau pejalan kaki, lewat. Rumah-rumah besar tertutup rapat. Sebuah rumah mewah di ujung jalan induk perumahan, Jalan Tanjung Mas Utama, tepatnya rumah Blok A11/1, gelap, tanpa penerangan.
Kembali ke arah pintu gerbang, belok kiri memasuki Jalan Merpati Mas, sebuah rumah di Blok B3/14, tertutup rapat. Hanya ada dua lampu yang menyala. Lampu samping dalam, dan lampu taman di halaman. Lampu taman tersebut berdiri di sisi sebuah lubang yang masih dibiarkan menganga.
Di lubang berukuran dalam dan panjang satu meter dengan lebar 50 sentimeter itu, pernah terkubur jenazah Siti Aisyah Susan Sieh binti Shin Lung Han (56). Selama terkubur enam belas bulan itu, jam tangan yang masih dikenakan Susan hingga akhir hayatnya, terus berdetak.
Lubang kubur Susan dibongkar polisi, hari Minggu (8/6) pukul 10.00. Pembongkaran tersebut menandai terbongkarnya kasus pembunuhan yang diduga didalangi suaminya sendiri, Hermanto (40), dan dilakukan Paiman, tukang kebun.
Kepala Kepolisian Sektor Metro Jagakarsa, Komisaris Udik Tanang Y, merangkum keterangan Hermanto, Paiman, serta dua pembantu, Tati (35) dan Eti (27) menjelaskan, Susan, perempuan kelahiran Taiwan, 15 November 1952, dibunuh di rumah Blok A11/1 pada tanggal 1 Maret 2007 pagi. Ia dibunuh usai mengantar sekolah anak keduanya, William alias Wily (10), pukul 08.00.
Di ruang tengah, di tengah suara musik yang keras, Paiman menjambak dan membentur-benturkan kepala Susan. Tak lama kemudian, datang Hermanto (versi lain menyebutnya Harmanto-Red), membenturkan kepala istrinya, sekali, sangat keras. Susan pun sekarat. Paiman segera mencekik Susan. Leher Susan lalu ia jerat dengan seutas tali sepatu warna putih. Hermanto, pria kelahiran Pemalang itu, hanya terpaku dingin melihat aksi Paiman membungkus Susan yang sudah ia nikahi lebih dari 11 tahun.
Paiman kemudian mengudungi kepala Susan dengan tas kresek warna hitam. Tangan dan kaki pengusaha garmen itu ia ikat. Mayat Susan ia bungkus plastik bening, setelah itu, buntalan jenazah ia tekuk, ia masukkan karung plastik beras, sebelum akhirnya ia bungkus rapat dengan plastik terpal dan ia masukkan bagasi mobil Mercy.
Bersama Paiman, Hermanto lalu mengemudikan Mercy ke rumah Blok B3/14. Di kamar depan rumah itu, Paiman meletakkan bungkusan jenazah Susan. Ia lalu memanggil tiga penggali tanah. Dengan upah borongan Rp 300.000, ketiga penggali membuat lubang sedalam dan sepanjang masing-masing semeter, dan lebar 50 sentimeter. Kepada ketiga penggali lubang Paiman mengatakan, lubang dibuat untuk resapan air. Setelah ketiga penggali pergi, Paiman menguburkan mayat Susan pukul 23.00.
Tiga hari setelah peristiwa, Hermanto menjual mobil Mercy-nya. Agar seluruh relasi Susan terputus, Hermanto mengubah nomor telepon rumah Blok A11/1. Paiman pun kembali ke kampungnya di Gombong, Kebumen, Jawa Tengah. Ketika Willy dan Julia (17), anak tiri Hermanto, mulai bertanya tentang ibunya. Hermanto menjawab ringan, ”Ibu sedang ke Taiwan, menjenguk nenek”.
Harapan Baru
Setengah tahun setelah pembunuhan itu, Hermanto bertemu Alicia di sebuah pesta ulang tahun Willy di Restoran McDonald, Cibubur, Jakarta Timur. Tanggal 21 Oktober 2007, keduanya menikah siri. ”Saya mau sementara menikah siri karena dia sedang dalam proses perceraian dengan istrinya. Rencananya, setelah persoalan ini selesai, kami akan menikah resmi,” ungkap Alicia yang kini sedang hamil delapan bulan, Kamis (12/6).
Oleh Hermanto, Alicia diberi rumah di Vila Nusa Indah III Blok KH7 Nomor 24, Gunung Puteri, Bogor, Jawa Barat. Setiap bulan, Alicia menerima uang Rp 4 juta untuk hidupnya. Hermanto berharap, pernikahannya dengan Alicia menjadi babak baru hidupnya. Apalagi setelah Paiman yang sudah ia anggap sebagai sahabatnya, kembali bekerja padanya. Maklum, menurut pengakuan Hermanto, selama menikah dengan Susan, Hermanto merasa hanya dijadikan budak.
Hampir seluruh hidupnya, terutama urusan keuangan, dikendalikan Susan. ”Setiap pergi berdua dengan mobil, Hermanto mengemudi sementara istrinya duduk di belakang. Hermanto hanya boleh keluar rumah tiga hari dalam sepekan. Hari Senin, Rabu, dan Jumat. Hari Senin adalah hari bebas Hermanto, sedang hari Rabu adalah hari Hermanto bermain tenis. Hari Jumat digunakan Hermanto untuk Sholat Jumat. Hermanto lebih banyak memanfaatkan hari Senin untuk mengurusi RT. Dia bendahara RT,” papar Tanang. Ia menambahkan, setiap keluarga Hermanto datang ke rumah Blok A11/1, Susan melarang keluarga itu menginap.
”Ibu (maksudnya mendiang Susan-Red) orangnya grasak-grusuk. Kami sudah terbiasa dengan suara gaduh ibu. Berbeda dengan bapak. Bapak orangnya pendiam dan penurut sama ibu. Anak-anak lebih dekat sama bapak karena bapak lebih banyak di rumah daripada ibu,” tambah Tati, Senin (9/6). Menurut dia, perlakuan Susan kepada para pembantunya pun kasar. ”Kalau memberi barang atau makanan, dilempar,” ujar Tati. Ia dan Eti mengaku, semenjak Susan tidak ada, suasana rumah menjadi lebih tenang.
Motif
Kisah sedih tentang Hermanto dan cerita miring tentang Susan, tentu saja baru versi Tanang, serta Tati dan Paiman yang lebih dekat dengan Hermanto ketimbang dengan Susan. Publik belum mendengar kawan dan keluarga Susan tentang Susan. Meski demikian, ada fakta lain yang membuat motif pembunuhan belum tentu karena balas dendam Hermanto terhadap Susan yang diklaim menindas Hermanto.
Fakta tersebut adalah, Susan tewas meninggalkan harta yang ditaksir senilai Rp 15 miliar. Menurut Tanang, harta tersebut antara lain berupa dua rumah mewah di Perumahan Tanjung Mas Raya tadi, sebuah apartemen, sebuah pabrik garmen, sebuah mobil Toyota Harrier, deposito 500 ribu dollar AS, dan Rp 2 miliar, serta sejumlah tabungan lainnya.
Fakta inilah yang membuat Kepala Kepolisian Resor Metro Jaksel, Komisaris Besar Chairul Anwar menduga, kasus pembunuhan ini bermotif ekonomi. Meski demikian ia mengakui, polisi belum mengetahui, apakah sudah terjadi pengalihan seluruh harta Susan kepada Hermanto. Yang sudah dipastikan terjadi baru penarikan uang dari rekening Susan yang dilakukan Hermanto.
Menanggapi soal motif di balik pembunuhan ini, Tanang mengatakan, ”Biarlah nanti pengadilan yang menentukan”. ”Mudah-mudahan pekan depan berkas kasus ini sudah bisa kami serahkan ke kejaksaan,” lanjut Tanang, Jumat (13/6).
Ia berharap, keputusan pengadilan bisa membuat jiwa Susan tenang di alam baka, sementara hidup kedua anaknya bisa pulih kembali. Hidup istri muda Hermanto bersama janinnya pun tidak menjadi lebih buruk.