• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Bhavana/samadhi/meditasi

MEDITASI JALAN ~Sayadaw U Silananda~

MEDITASI JALAN

Oleh : Sayadaw U Silananda

Alih Inggris - Indonesia : Chandasili Nunuk Y.K.


Dikegiatan penyunyian yang kami selenggarakan, para yogi mempraktekkan meditasi kesadaran (vipassana) dengan menggunakan empat sikap tubuh yang berbeda-beda.

Mereka mempraktekkan kesadaran saat berjalan, berdiri, duduk dan berbaring. Mereka harus sepenuhnya membangun kesadaran setiap saat dalam kondisi apapun.

Sikap utama tubuh dalam meditasi kesadaran adalah duduk bersila dengan punggung tegak. Tapi umumnya para yogi sulit duduk berjam-jam tanpa merubah posisi. Sehingga kami mengganti saat-saat duduk meditasi ini dengan meditasi jalan.

Karena meditasi jalan sangat penting maka perlu didiskusikan lebih jauh.

Diskusi tersebut berkenaan dengan manfaat, pentingnya dan kondisi alami yang bisa dipahami saat mempraktekkan meditasi jalan.

Praktek meditasi kesadaran bisa diumpamakan seperti merebus air. Pertama seseorang harus mengisi air ke dalam teko. Lalu teko itu diletakkan di atas kompor kemudian kompor itu dinyalakan.

Sebelum air mendidih ia mematikan kompor. Meski sesaat kompor dimatikan untuk kemudian dinyalakan lagi sebentar, air di dalam teko tidak langsung mendidih.

Jika hal ini terus dilakukan, mematikan dan menyalakan kompor (sebelum air mendidih) maka air di dalam teko tidak akan pernah mendidih.

Dengan cara yang sama, jika ada jeda atau celah diantara kesadaran maka kita tidak akan bisa membangun konsentrasi dengan baik.

Itulah sebabnya para yogi yang berada dalam pengawasan kami diinstruksikan untuk membangun kesadaran sepanjang waktu. Mulai dari saat bangun dari tidur di pagi hari hingga terlelap pada malam harinya. Dalam hal ini praktek meditasi jalan menyatu didalamnya untuk menumbuhkan kesadaran yang berkesinambungan.

Namun demikian kami pernah mendengar orang-orang yang mengkritik praktek meditasi jalan. Para pengritik ini mengatakan mereka tidak memperoleh manfaat atau hasil yang baik dari praktek meditasi jalan tersebut.

Sesungguhnya Sang Buddha merupakan orang pertama yang membabarkan praktek meditasi jalan ini.

Pembahasan meditasi jalan Beliau sampaikan dua kali. Dalam “bagian” yang disebut “sikap tubuh” Beliau mengatakan seorang yogi tahu, “saya sedang berjalan” saat ia sedang berjalan, tahu, “saya sedang berdiri” ketika sedang berdiri, tahu “saya sedang duduk” saat sedang duduk dan tahu saat sedang berbaring sebagai “saya sedang berbaring”.

Pada bagian lain yang disebut “pemahaman jernih” Sang Buddha mengatakan, “Seorang bhikkhu menggunakan pemahaman yang jernih saat berjalan bolak-balik”. Maksud dari “pemahaman yang jernih” disini adalah pemahaman yang benar atas segala sesuatu yang diamati.

Dengan memiliki pemahaman yang benar terhadap pengamatannya seorang yogi dapat membangun konsentrasi.

Untuk membangun konsentrasi ia harus menggunakan kesadarannya. Lebih jauh Sang Buddha berkata, “Para bhikkhu gunakan pemahaman jernihmu”.

Kita harus menyadari bukan saja pemahaman yang jernih tapi juga kesadaran dan konsentrasi saat sedang berjalan bolak-balik. Jadi, meditasi jalan merupakan suatu bagian penting dari proses ini.

Meski Sang Buddha tidak memberikan petunjuk secara khusus dan rinci tentang meditasi jalan (hanya penjelasan singkat yang tercatat di dalam sutta) kami percaya Beliau telah memberikan petunjuk pada suatu waktu.

Petunjuk-petunjuk itu telah dipelajari oleh para murid Sang Buddha dan diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Sebagai tambahan para guru terdahulu telah memiliki “resep” berdasarkan pengalaman praktek meditasi mereka sendiri.

Saat ini kami memiliki serangkaian petunjuk yang teliti tentang cara mempraktekkan meditasi jalan.

Izinkan kami secara khusus membahas praktek meditasi jalan. Jika kalian adalah para pemula sang guru akan menasehati untuk sepenuhnya awas pada satu hal selama mempraktekkan meditasi jalan; “Sepenuhnya awas pada langkah kaki sementara kalian membuat pencatatan di dalam batin berjalan…..berjalan…..berjalan….atau kiri-kanan…kiri-kanan…”

Yang perlu diingat kalian harus berjalan lebih lambat dari biasanya saat sedang berlatih meditasi jalan.

Setelah beberapa jam atau setelah satu-dua hari bermeditasi kalian akan diberi petunjuk untuk melakukan dua tahapan dalam melangkah, yaitu melangkah dan meletakkan kaki. Ini harus dicatat dalam batin sebagai, “angkat-letakkan…angkat-letakkan….angkat-letakkan”.

Kalian harus mengamati sungguh-sungguh dua tahapan proses melangkah tersebut. Setelah itu kalian akan diberi petunjuk untuk sepenuhnya menyadari tiga proses berjalan, yakni pertama proses mengangkat, kedua proses maju dan ketiga proses meletakkan kaki.

Sesudahnya kalian akan diberi petunjuk lanjutan untuk sepenuhnya menyadari empat tahapan dalam proses melangkah yakni, pertama mengangkat, kedua maju, ketiga turun, keempat sentuh atau meletakkan kaki ke lantai.

Kalian akan diinstruksikan untuk mencatat dalam batin empat gerakan tersebut, “angkat-maju-turun-tekan”.

Sebagai pemula para yogi akan menemui kesulitan untuk berjalan perlahan. Tapi, ketika ia sepenuhnya memberi perhatian dengan baik, ia bisa menyadari semua gerakan itu.

Dengan demikian semakin lama ia semakin penuh perhatian. Pada saat itulah secara otomatis ia berjalan dengan perlahan. Tidak perlu secara sengaja melambatkan langkah kaki tersebut. Namun, dengan menaruh perhatian penuh secara otomatis langkah kaki akan melambat.

Saya akan memberi perumpamaan untuk menjelaskan pernyataan di atas. Sewaktu berkendara di jalan bebas hambatan seseorang cenderung memacu kendaraannya pada kecepatan 60-70 atau malah 80 mil/jam. Dengan kecepatan seperti itu akan sulit baginya membaca rambu-rambu lalu lintas di pinggir jalan. Bila ia ingin membaca rambu-rambu tersebut ia harus melambatkan laju kendaraannya. Tak perlu siapapun mengingatkan, “pelan-pelanlah”. Tapi si sopir secara otomatis akan memperlambat laju kendaraannya untuk bisa melihat rambu-rambu tersebut.

Dengan pemahaman yang sama, bila seorang yogi ingin memberikan perhatian yang lebih cermat atas gerakan mengangkat, maju, turun dan tekan, secara otomatis ia akan melambatkan langkah kakinya. Hanya dengan berjalan lambat ia bisa sepenuhnya awas dan waspada terhadap gerakan kaki tersebut.

Meskipun para yogi memberikan perhatian yang cermat dan melambatkan langkahnya ada kemungkinan mereka tidak melihat semua pergerakan dan tahapan dari pergerakan tersebut dengan jernih.

Maklum tahapan pergerakan itu belum menempel di pikiran. Saat itu seolah-olah pergerakan tersebut merupakan satu kesatuan gerak yang berkesinambungan. Saat konsentrasi berkembang lebih kuat para yogi akan mampu mengamati tahapan-tahapan gerakan yang berbeda dalam satu langkah dimana akhirnya empat tahap gerakan (dalam satu langkah) lebih mudah diamati.

Para yogi akan mengetahui secara jelas bahwa gerakan mengangkat berbeda dengan gerakan maju maupun gerakan turun. Mereka mengetahui kaki yang terangkat itu terasa ringan. Saat mendorong kaki ke depan mereka akan mencapai pergerakan dari satu tempat ke tempat lain. Dan ketika menurunkan kaki mereka mencatat gerakan kaki yang turun menjadi berat dan semakin berat. Saat meletakkan kaki ke lantai/tanah mereka merasakan sentuhan.

Lebih jauh, sepanjang pengamatan angkat, maju, turun dan tekan ke lantai, para yogi akan melihat rasa ringan saat kaki mengangkat, gerakan kaki, rasa berat saat kaki turun dan sentuhan pada kaki terhadap lantai yang berupa rasa keras dan lunak. Saat mengamati proses-proses ini mereka sedang “melihat” empat unsur utama (Pali: Dhatu ). Empat unsur utama itu adalah unsur tanah, unsur air, unsur api dan unsur udara. Dengan memberi perhatian yang cermat pada empat tahapan melangkah sewaktu berlatih meditasi jalan, empat unsur utama tersebut “nampak”. Jadi unsur-unsur itu tidak hanya sekedar konsep (teori belaka), tapi merupakan proses nyata, realitas mutlak.

Ijinkan kami membahas lebih terperinci sifat dari unsur-unsur tersebut yang bekerja saat mempraktekkan meditasi jalan.

Pada gerakan pertama, yakni gerakan mengangkat kaki, yogi mengalami rasa ringan. Ketika mengalami rasa ringan mereka “melihat” unsur api.

Salah satu aspek dari unsur api adalah membuat benda-benda menjadi lebih ringan. Saat benda-benda menjadi lebih ringan itulah mereka bisa mengangkat kaki.

Dengan kata lain saat itu yogi merasakan intisari dari unsur api. Tidak hanya itu. Saat kaki terangkat ada unsur lain yang juga bekerja di sana. Setelah itu terjadi pergerakan kaki bergerak naik. Pergerakan terjadi karena ada unsur udara yang bekerja. Tapi, dalam hal naiknya kaki, unsur api lebih dominan dibanding unsur udara. Jadi bisa dikatakan saat menangkat kaki unsur utamanya adalah unsur api dan unsur kedua yang mengikuti adalah unsur udara. Kedua unsur tersebut bisa dirasakan oleh para yogi saat mereka menaruh perhatian sungguh-sungguh ketika mengangkat kaki.

Tahap berikutnya adalah mendorong kaki ke depan. Saat kaki terdorong ke depan unsur utama yang mempengaruhi gerakan tersebut adalah unsur udara. Karena pergerakan (dalam hal ini adalah gerakan mendorong) adalah satu sifat utama dari unsur udara. Jadi, saat bersungguh-sungguh melihat gerakan kaki maju ketika melakukan meditasi jalan yogi-yogi itu sebetulnya tengah “melihat” intisari unsur udara.

Tahap meditasi jalan berikutnya adalah gerakan menurunkan kaki. Sewaktu yogi meletakkan kaki ke bawah ada sejenis kekerasan pada kaki. Kekerasan adalah karakteristik dari unsur air. Unsur air bersifat merembes dan mengental. Saat cairan menjadi berat maka ia akan mengental. Jadi, saat yogi mengalami rasa berat pada kaki mereka sebenarnya mengalami peristiwa bekerjanya unsur air.

Saat kaki menekan ke tanah/lantai yogi-yogi akan mengalami kekerasan dan kelembutan dari kaki yang menyentuh tanah atau lantai. Persinggungan antara kaki dan landasan mengalami keadaaan alaminya yang khas. Kondisi ini dipengaruhi oleh unsur tanah. Jadi dengan menaruh perhatian sungguh-sungguh saat kaki menekan landasan yogi-yogi sebenarnya bisa memetik pengalaman berupa keadaan alami yang dipengaruhi oleh unsur tanah.

Bisa dikatakan hanya dengan satu langkah para yogi bisa mengamati banyak proses. Mereka bisa mengamati empat unsur utama dan menyadari keempatnya secara alami. Keadaan ini hanya bisa “dilihat” dan dialami oleh para yogi yang berlatih dengan sungguh-sungguh.

Saat para yogi meneruskan latihan meditasi jalannya mereka akan menyadari pada setiap gerakan ada pikiran yang mencatat atau mengawasi setiap gerakan tersebut. Dengan kata lain ada gerakan mengangkat disertai munculnya pikiran yang mengawasi (mencatat) gerakan mengangkat tersebut. Selanjutnya, ada gerakan mendorong kaki ke depan disertai dengan pikiran yang mengawasi gerakan tersebut. Setelah itu ada gerakan menurunkan kaki ke landasan. Bersamaan dengan itu ada pikiran yang mengawasi gerakan tersebut. Keduanya muncul dan lenyap sampai kaki betul-betul menyentuh landasan.

Proses yang sama muncul saat melakukan gerakan menekan kaki ke landasan. Saat itu ada gerakan menekan dan munculnya pengawasan atas gerakan tersebut. Dengan cara ini para yogi akan memahami bahwa bersamaan dengan melangkah ada gerakan kesadaran atau pengawasan. Saat-saat menyadari tersebut termasuk ke dalam bekerjanya kelompok batin (dalam bahasa Pali disebut nama).

Sementara gerakan-gerakan kaki termasuk ke dalam kelompok materi atau rupa . Pada saat itu para yogi akan memahami batin dan jasmani muncul dan lenyap setiap saat.

Inilah penjelasannya. Pada satu waktu ada kaki yang terangkat dan munculnya kesadaran mengangkat. Saat berikutnya ada gerakan kaki mendorong ke depan dan kesadaran yang melihat pergerakan tersebut. Demikian seterusnya.

Dari sinilah muncul pemahaman tentang bekerjanya pasangan batin dan jasmani yang muncul dan lenyap setiap saat. Hanya saja pemahaman atau pengertian tentang muncul dan lenyapnya batin dan jasmani setiap saat ini hanya akan terjadi bagi mereka yang berlatih dengan sungguh-sungguh.

Ada hal lain yang akan ditemui para yogi. Yakni munculnya serangkaian kehendak atau maksud yang mengakibatkan terjadinya setiap gerakan. Mereka akan menyadari bahwa kaki bisa diangkat karena mereka menginginkannya. Juga, kaki terdorong ke depan karena mereka bermaksud demikian. Kaki bisa turun karena mereka menginginkannya. Begitu pula kaki bisa menekan landasan karena mereka bermaksud demikian. Jadi, hal itu bisa terjadi karena munculnya serangkaian kehendak. Kehendaklah yang mengawali setiap pergerakan. Setelah ada kehendak untuk mengangkat maka muncul proses mengangkat kaki. Setelah ada kehendak untuk mendorong maka muncul proses kaki terdorong ke depan. Demikian seterusnya.

Setelah mengamati proses ini dengan sungguh-sungguh para yogi kemudian memahami semua kemunculan itu berkondisi. Pergerakan-pergerakan itu tak akan muncul dengan sendirinya. Pergerakan-pergerakan itu tak akan terjadi tanpa adanya suatu sebab. Ada sebuah sebab atau kondisi untuk setiap pergerakan. Kondisi yang dimaksud adalah munculnya kehendak atau maksud yang mengawali setiap pergerakan. Inilah temuan berikutnya yang bisa ditemui para yogi saat mereka memberikan perhatian dengan sungguh-sungguh.

Saat seorang yogi memahami kondisi munculnya setiap pergerakan maka akan muncul pemahaman baru. Mereka memahami bahwa pergerakan itu tercipta oleh maksud atau kehendak. Mereka akan memahami bahwa maksud atau kehendak adalah kondisi yang membuat munculnya pergerakan. Pada saat inilah seorang yogi bisa memahami hubungan sebab akibat. Mereka bisa memahami hubungan antara yang dikondisikan dan yang mengkondisikan.

Saat pemahaman itu muncul yogi ini bisa saja menyingkirkan keragu-raguannya tentang batin dan jasmani. Hal ini terjadi melalui munculnya pengertian bahwa batin dan jasmani tidak akan muncul tanpa adanya suatu kondisi.

Dengan pemahaman yang jernih atas kondisi setiap benda dan dengan tersingkirnya keragu-raguan atas batin dan jasmani bisa dikatakan ia meraih tingkat mendekati seorang sotapanna ..

Sotapanna artinya pemenang arus. Seorang sotapanna adalah seseorang yang telah meraih pencerahan tingkat pertama. Seseorang yang meraih tingkat pemahaman mendekati seorang sotapanna belum benar-benar menjadi sotapanna. Tapi pihak terakhir ini sudah dipastikan hanya akan terlahir kembali ke alam manusia atau alam dewa-dewa.

Dengan demikian seseorang yang mendekati pemahaman sotapanna tak mungkin terlahir di alam-alam bawah (alam peta, binatang, atau alam-alam neraka). Pemahaman ini bisa diraih melalui meditasi jalan. Tentu saja hal ini bisa terjadi sekali lagi dengan memberikan perhatian secara teliti dan sungguh-sungguh dalam mengamati setiap pergerakan kaki.

Inilah keuntungan besar dari berlatih meditasi jalan. Tentu saja tingkat di atas tidak mudah dicapai. Tapi, bila seorang yogi mampu meraihnya bisa dipastikan ia hanya akan terlahir di alam-alam bahagia.

Saat yogi memiliki pengertian tentang muncul-lenyapnya batin dan jasmani mereka akan memahami ketidakkekalan proses melangkah. Mereka juga akan memahami ketidakkekalan kesadaran melangkah. Hal ini terjadi seiring dengan timbulnya pengertian bahwa segala sesuatu itu akan muncul dan lenyap. Akhirnya pengertian selanjutnya yang muncul adalah segala sesuatu itu bersifat tidak kekal.

Kita harus berusaha memahami apakah sesuatu itu bersifat kekal atau tidak kekal. Kita harus berusaha untuk melihat melalui kekuatan yang muncul dalam meditasi apakah benda-benda itu subyek dari proses menjadi yang kemudian lenyap. Jika meditasi kita cukup baik keadaan ini memungkinkan untuk mengamati ketidakkekalan. Setelah itu barulah seorang yogi bisa memutuskan fenomena yang tengah diselidikinya itu bersifat tidak kekal.

Melalui penyelidikannya para yogi melihat (menyadari) saat bermeditasi jalan ada gerakan mengangkat dan kesadaran yang muncul atas gerakan itu yang sesaat kemudian lenyap.

Hal ini memberi ruang atas munculnya gerakan mendorong kaki ke depan. Gerakan ini pun secara sederhana muncul dan lenyap, muncul dan lenyap (timbul tenggelam). Melalui proses ini lewat pengalamannya sendiri, pengertian muncul dalam diri para yogi.

Pemahaman ini tidak timbul dari membaca buku, diberitahu pihak lain atau adanya suatu otoritas tertentu yang mendorong munculnya pengertian ini.

Saat mengalami bahwa batin dan jasmani itu timbul dan tenggelam para yogi akan memahami batin dan jasmani itu bersifat tidak kekal. Saat mereka memahami batin dan jasmani itu bersifat tidak kekal mereka akan mengerti bahwa batin dan jasmani itu bersifat tidak memuaskan. Hal ini muncul karena ternyata batin dan jasmani berada dalam keadaan terus-menerus timbul dan tenggelam.

Setelah memahami ketidakkekalan dan tidak memuaskannya benda-benda akan muncul suatu penyelidikan yang memunculkan pengertian bahwa di sana tak ada “tuan” dari benda-benda tersebut. Atau dengan kata lain, mereka menyadari tak ada jiwa atau diri di dalam benda-benda yang memerintah mereka untuk menjadi kekal.

Benda-benda hanya timbul dan tenggelam mengikuti hukum alam. Dengan memiliki pemahaman semacam ini yogi-yogi memahami sifat ketiga dari fenomena yang berkondisi, yakni sifat dari anatta. Bahwa benda-benda tak memiliki “diri” di dalamnya. Salah satu arti dari anatta adalah tak ada tuan (majikan) tiada apapun, tak ada kekuatan apapun, tak ada jiwa dibalik fenomena-fenomena tersebut.

Pada kondisi ini yogi-yogi bisa memahami sifat ketiga dari semua fenomena yang berkondisi yakni bersifat tidak kekal, penuh penderitaan dan tak ada inti yang kekal di dalamnya (dalam Pali disebut bersifat, anicca, dukkha dan anatta).

Para yogi bisa memahami ketiga sifat tersebut dengan penyelidikan secara tekun saat kaki naik dan kesadaran yang muncul saat menaikkan kaki dan seterusnya.

Dengan memberikan perhatian penuh atas gerakan tersebut mereka melihat benda-benda timbul-tenggelam terus-menerus. Akibatnya mereka bisa melihat anicca, dukkha dan anatta dari semua fenomena secara alami.

Sekarang izinkan kami untuk menjelaskan lebih terperinci tentang pergerakan dalam meditasi jalan. Umpamanya seseorang mengambil gambar bergerak dari proses mengangkat kaki. Lebih jauh, umpamanya, naiknya kaki berkisar satu detik. Katakanlah ada kamera yang bisa merekam gerakan tersebut. Sehingga kamera ini bisa mengambil gambar dari gerakan itu sebanyak 36 bingkai dalam satu detik.

Setelah gambar itu terekam kita bisa mengamati rangkaian pergerakan dalam bingkai-bingkai yang terpisah itu.

Terlihat rangkaian pergerakan itu berbeda satu sama lainnya. Meski perbedaan itu kecil sekali tapi seseorang bisa dengan mudah melihat perbedaan tersebut.

Bagaimana jika ada kamera yang bisa mengambil gambar dari pergerakan mengangkat kaki sebanyak 1000 bingkai dalam satu detik? Bila ada kamera demikian maka akan dihasilkan rekaman seribu pergerakan dalam satu detik. Meskipun, tentunya, rangkaian gambar pergerakan itu hampir-hampir sulit dibedakan. Sekarang akan semakin sulit melihat perbedaan pergerakan dalam bingkai gambar dari hasil rekaman kamera yang bisa mengambil gambar satu juta bingkai dalam satu detik. Inilah kenyataannya, ternyata ada satu juta proses pergerakan mengangkat kaki dimana kita menganggapnya sebagai satu gerakan belaka.

Usaha yang dikerahkan saat bermeditasi jalan adalah melihat gerakan kita secara cermat secermat kamera berkekuatan tinggi melihatnya bingkai demi bingkai. Kita pun perlu menyelidiki kekuatan kesadaran dan kekuatan kehendak yang muncul di awal setiap pergerakan.

Dengan cara semacam inilah akan muncul penghargaan dan penghormatan atas perjuangan, kebijaksanaan dan pandangan terang Sang Buddha atas apa yang beliau lihat dari pergerakan-pergerakan tersebut.

Saat menggunakan kata “melihat” atau “mengamati” yang merujuk pada situasi diri sendiri, hal ini dimaksudkan secara langsung melihat dan juga menarik kesimpulan; bahwa kita tak akan mungkin melihat secara langsung seluruh satu juta gerakan seperti yang bisa dilihat oleh Sang Buddha.

Sebelum mulai berlatih meditasi jalan mungkin para yogi pernah berpikir satu langkah hanya terdiri dari satu gerakan.

Setelah berlatih meditasi dan mengamati dengan penuh perhatian para yogi akan tahu meski hanya satu pergerakan (dari jumlah keseluruhan 4 tahapan gerak) sebenarnya pergerakan itu gabungan dari jutaan gerak.

Dari proses ini mereka melihat batin dan jasmani, timbul tenggelam, sebagai ketidakkekalan.

Dengan pandangan biasa seseorang tak akan mampu melihat ketidakkekalan dari benda-benda karena ketidakkekalan tersembunyi oleh khayalan.

Kita berpikir, sebagai umat awam, yang melihat saat melangkah hanya berupa satu gerakan tak terputus. Namun dengan mengamati lebih jernih kita bisa mengetahui bahwa gerakan itu terdiri dari banyak gerak yang berkesinambungan dalam membentuk satu-kesatuan gerak.

Demikian pula dengan yang terjadi pada khayalan atas ketidakterputusan bisa dipatahkan.

Khayalan ini bisa dipatahkan oleh pengamatan langsung atas fenomena jasmani sedikit demi sedikit, setahap demi setahap sebagaimana adanya sehingga khayalan tersebut bisa dihancurkan.

Nilai dari meditasi ini bersandar pada kemampuan kita untuk menyingkirkan selubung ketidakterputusan dengan menemui keadaan alami atas ketidakkekalan. Para yogi bisa menemukan ketidakkekalan sebagaimana adanya secara langsung melalui daya upaya mereka sendiri.

Setelah menyadari bahwa benda-benda merupakan gabungan dari bagian-bagian yang muncul sedikit demi sedikit dan setelah mengamati bagian-bagian ini satu demi satu, para yogi akan menyadari sesungguhnya tak ada apapun di dunia ini yang cukup berharga untuk dilekati atau diidam-idamkan. Jika melihat sesuatu yang sekilas kita pikir cantik ternyata si cantik itu berlubang-lubang, mudah busuk dan hancur. Karenanya kita akan kehilangan keterikatan atasnya.

Sebagai contoh kita mungkin melihat sebuah lukisan indah yang digoreskan pada suatu kanvas. Saat itu kita berpikir cat dan kanvas secara keseluruhan sebagai suatu kesatuan. Jika lukisan tersebut ditaruh di bawah mikroskop kita akan melihat ternyata gambar tersebut tidak padat dan merupakan satu kesatuan. Karena ternyata lukisan tersebut terdiri dari banyak lubang dan rongga-rongga.

Setelah melihat lukisan tersebut merupakan gabungan dari ruang-ruang kita akan kehilangan ketertarikan padanya. Dengan kata lain ketertarikan kita pada lukisan tersebut akan padam. Ahli fisika modern tahu hal ini dengan baik. Mereka telah mengamatinya dengan peralatan sangat canggih bahwa materi hanyalah gabungan getaran partikel-partikel dan energi yang berubah terus-menerus. Tak ada suatu inti sari yang kekal di dalamnya.

Dengan menyadari ketidakkekalan yang tiada akhir ini para yogi tahu benar-benar tidak ada apapun yang cukup berharga untuk diidam-idamkan. Tak ada apapun yang cukup berharga untuk digenggam di dunia fenomena ini.

Sekarang kita bisa memahami alasan mengapa perlu berlatih meditasi. Kita berlatih meditasi karena ingin menyingkirkan kemelekatan dan kerinduan terhadap obyek-obyek. Itu terjadi melalui pengertian atas merealisir ketiga keberadaan anicca, dukkha dan anatta dari benda-benda secara apa adanya. Dengan cara itulah kita bisa menyingkirkan kerinduan.

Kita ingin menyingkirkan kerinduan karena tidak ingin menderita. Kita harus mengenyahkan kerinduan dan kemelekatan. Kita harus memahami bahwa segala sesuatu muncul dan lenyap. Tak ada substansi yang kekal di dalamnya.

Sekali kita mampu menyadari hal ini maka kita akan mampu menyingkirkan kemelekatan terhadap benda-benda. Sepanjang belum mampu menyadari kebenaran ini, sebanyak apapun buku yang dibaca atau bahan yang didiskusikan (mendiskusikan tentang bagaimana menyingkirkan kemelekatan) kita tidak akan mampu mengenyahkan kemelekatan tersebut. Maka sangat diperlukan memiliki pengalaman langsung bahwa semua benda yang berkondisi adalah tanda dari keberadaan ketiga sifat dasar tersebut.

Lebih jauh kita harus memberikan perhatian penuh saat bermeditasi jalan sama seperti yang kita lakukan saat duduk bermeditasi atau berbaring.

Saya tidak sedang berusaha mengatakan bahwa dengan mempraktekkan meditasi jalan bisa memberikan kesadaran tertinggi dan kemampuan untuk sepenuhnya mengusir kemelekatan. Meski begitu meditasi jalan bisa seakurat seperti meditasi duduk atau jenis posisi meditasi vipassana yang manapun. Meditasi jalan bisa mengakibatkan berkembangnya kekuatan spiritual. Meditasi jalan juga sekuat kesadaran murni melihat kembung dan kempisnya perut. Meditasi jalan juga bisa menjadi alat yang tepat guna menolong kita menyingkirkan kekotoran batin. Meditasi jalan bisa menolong kita meraih pandangan terang melalui melihat ke dalam benda-benda apa adanya.

Selebihnya kita harus berlatih meditasi jalan dengan sungguh-sungguh sama seperti waktu berlatih meditasi duduk atau posisi lainnya. Dengan mempraktekkan semua sikap tubuh dalam meditasi vipassana, termasuk sikap tubuh berdiri, semoga semua yogi bisa meraih pemurnian sepenuhnya dalam kehidupan ini.
 
Latihan Meditasi Vipassana Praktis

Latihan Meditasi Vipassana Praktis



oleh: Ven. Mahâsî Sayâdaw Agga Mahâpandita U Sobhana khotbah YM Mahâsi Sayâdaw Agga Mahâ Pandita U Sobhana kepada murid beliau pada saat pelantikan Meditasi Vipassanâ di Sâsana Yeikhta, Meditation Centre, Rangoon, Burma



Praktek Vipassanâ atau meditasi pandangan terang merupakan upaya yang dilakukan oleh meditator untuk memahami dengan benar sifat sejati fenomena psiko-fisik yang terjadi pada tubuhnya. Fenomena fisik adalah segala sesuatu (obyek-obyek) di sekitar yang dirasakan dengan jelas oleh seseorang. Keseluruhan tubuh yang dirasakan dengan jelas tersebut, tersusun atas sekelompok sifat materi (rûpa). Sedangkan fenomena fisik atau mental merupakan bentuk kesadaran (nâma). Terjadinya Nâma-rûpa ini dirasakan dengan jelas, yaitu saat nâma-rûpa dilihat, didengar, dicium, dirasakan, disentuh atau dipikirkan. Kita harus senantiasa membuat diri sendiri sadar akan nâma-rûpa tersebut dengan cara mengamati dan memperhatikannya sedemikian rupa, seperti: “melihat sebagai melihat”, “mendengar sebagai mendengar”, “mencium sebagai mencium”, “merasakan sebagai merasakan”, “menyentuh sebagai menyentuh” dan “berpïkir sebagai berpikir”.

Setiap kali seseorang melihat, mendengar, mencium, merasakan, menyentuh atau berpikir, maka ia harus menyadari kenyataannya. Namun di awal latihan, orang tentu saja tidak dapat menyadari setiap hal tersebut di atas. Karena itu ia harus mulai memperhatikan hal-hal yang berlaku, yang menarik perhatian dan mudah dirasakan olehnya. Dalam setiap tindakan bernafas, perut senantiasa naik dan turun dan gerakan tersebut jelas sekali. Hal ini merupakan sifat materi yang dikenal sebagai vâyodhâtu (elemen pergerakan). Meditator harus mulai dengan memperhatikan gerakan ini, dan dilakukan oleh pikiran yang dengan tekun mengamati perut. Anda akan mengetahui bahwa perut bergerak naik saat Anda menarik nafas, dan bergerak turun saat Anda menghembuskan nafas. Gerakan naik harus disadari sebagai gerakan naik, dan gerakan turun sebagai gerakan turun. Jika gerakan tersebut tidak cukup jelas bila hanya diamati oleh pikiran, maka Anda dapat menyentuh perut Anda dengan menggunakan telapak tangan.

Jangan mengubah cara Anda bernafas, jangan memperlambat atau mempercepatnya. Jangan bernafas terlalu keras juga. Anda akan merasa lelah jika mengubah cara bernafas. Bernafaslah dengan teratur seperti biasanya dan perhatikan perut yang bergerak naik dan turun setiap kali berlangsung. Lakukan pengamatan itu dengan pikiran dan bukan dengan gerakan. Dalam meditasi vipassanâ, apa yang Anda sebut atau katakan tidak masalah. Yang menjadi persoalan utama adalah mengetahui atau merasakan. Saat mengamati perut yang bergerak naik, lakukan hal itu dari awal hingga akhir gerakan seperti layaknya Anda melihatnya dengan mata. Lakukan hal yang sama untuk gerakan turun. Perhatikan gerakan naik sedemikian rupa hingga kesadaran Anda terhadapnya selaras dengan gerakan itu sendiri. Gerakan naiknya perut serta kesadaran mental terhadapnya harus bertepatan, seperti layaknya sebuah batu yang dilempar mengenai sasarannya. Demikian pula dengan gerakan turun.

Pikiran Anda bisa saja mengembara ke mana-mana saat mengamati gerakan perut. Hal ini juga harus disadari dengan berkata dalam hati, “mengembara, mengembara”. Jika hal ini diamati sekali atau dua kali, maka pikiran akan berhenti mengembara, sehingga Anda akan kembali mengamati perut yang bergerak naik dan turun. Jika kemudian pikiran sampai di suatu tempat, maka kita sadari, “sampai, sampai”. Kemudian kembali lagi kepada gerakan perut naik dan turun. Jika Anda membayangkan bertemu seseorang, maka amatilah sebagai, “bertemu, bertemu”. Kemudian kembali lagi kepada gerakan perut yang naik dan turun. Jika Anda membayangkan bertemu dan berbicara dengan seseorang maka amati hal itu demikian, “bicara, bicara”.

Singkatnya, apapun bentuk pikiran atau bayangan yang timbul haruslah disadari. Jika Anda membayangkan, maka sadarilah itu sebagai membayangkan. Jika Anda berpikir, maka sadarilah itu sebagai berpikir. Merencanakan sebagai merencanakan. Jika Anda merasa bahagia, sadarilah itu sebagai bahagia. Bosan sebagai bosan. Senang sebagai senang. Kecil hati sebagai kecil hati. Dan mengamati semua bentuk kesadaran ini disebut sebagai cittânupassanâ.

Jika kita gagal mengamati bentuk-bentuk kesadaran tersebut, kita cenderung mengidentifikasikannya dengan seseorang atau satu individu. Kita cenderung berpikir bahwa inilah “aku” yang sedang membayangkan, sedang berpikir, merencanakan, mengetahui atau merasakan. Kita jadi berpikir bahwa ada seseorang yang sejak kanak-kanak hingga sekarang, sedang hidup dan berpikir. Sesungguhnya, orang tersebut tidak ada. Yang ada hanyalah bentuk-bentuk kesadaran yang berlangsung terus menerus. Itulah mengapa kita harus mengamati bentuk-bentuk kesadaran dan memahaminya sebagaimana adanya. Itulah mengapa kita harus senantiasa mengamati setiap bentuk kesadaran yang timbul. Karena dengan mengamati, bentuk kesadaran tersebut cenderung lenyap. Kemudian kita akan kembali mengamati gerakan naik dan turunnya perut.

Jika Anda telah duduk bermeditasi sekian lama, maka perasaan kaku dan panas akan timbul dalam tubuh. Hal ini juga harus diamati dengan hati-hati pula. Sama halnya dengan rasa pegal dan lelah. Seluruh bentuk perasaan itu disebut sebagai dukkhâvedanâ (perasaan tidak puas) dan tindakan mengamatinya disebut sebagai vedanânupassanâ. Kegagalan atau kelalaian dalam mengamati sensasisensasi tersebut membuat Anda berpikir, “Aku merasa kaku, aku merasa panas, aku merasa pegal, padahal aku baik-baik saja beberapa saat yang lalu. Aku sekarang merasa tidak nyaman dengan perasaan-perasaan yang tidak enak ini”.

Penjelasan mengenai bentuk-bentuk perasaan dengan menyertakan ego adalah keliru. Sesungguhnya tidak ada “aku” yang terlibat di sini. Yang ada hanyalah timbulnya satu bentuk perasaan tidak menyenangkan yang disusul oleh bentuk perasaan tak menyenangkan berikutnya.

Hal ini sama seperti timbulnya aliran listrik baru yang berkesinambungan, yang menyebabkan lampu menyala. Setiap kali kontak yang tidak menyenangkan menyentuh tubuh maka bentuk-bentuk perasaan tidak menyenangkan timbul saling bergantian. Bentuk-bentuk perasaan ini harus diamati dengan hati-hati dan terus menerus, tak peduli apakah itu perasaan kaku, pegal atau panas. Pada tahap awal latihan meditasi yang dilakukan oleh seorang yogi, perasaan tersebut cenderung meningkat dan menyebabkan keinginan untuk mengganti posisi tubuh. Keinginan ini pun harus diamati, di mana setelahnya sang yogi harus kembali lagi mengamati perasaan kaku, pegal, panas dan sebagainya.

“Kesabaran menuntun ke Nibbâna” demikian kata pepatah. Pepatah ini rupanya berhubungan erat dengan upaya bermeditasi. Orang harus sabar dalam bermeditasi. Jika ia menukar atau mengganti posisi tubuh terlalu sering karena tidak sabar menghadapi perasaan kaku atau panas yang timbul, maka samâdhi (konsentrasi benar) tidak akan berkembang. Jika samâdhi tidak berkembang maka batin tidak akan mencapai hasil, dan tidak juga akan tercapai Magga (Jalan menuju Nibbana), Phala (Buah dari Sang Jalan) dan Nibbâna. Itulah mengapa kesabaran sangat dibutuhkan dalam meditasi. Memang kesabaran terhadap bentuk-bentuk perasaan tidak menyenangkan dalam tubuh seperti rasa kaku, panas dan pegal serta yang lainnya sangatlah sukar dipertahankan. Orang tidak seharusnya gampang menyerah terhadap latihan meditasi pada saat muncul bentuk-bentuk perasaan tersebut sehingga ia langsung mengubah posisi tubuhnya. Ia harus melanjutkan meditasinya dengan penuh kesabaran, menyadari “rasa kaku sebagai rasa kaku” atau “panas sebagai panas”. Bentuk-bentuk perasaan yang halus seperti ini akan langsung hilang jika orang tersebut mengamatinya dengan penuh kesabaran. Saat konsentrasi baik dan mantap, bahkan bentuk perasaan yang kuat sekalipun cenderung menghilang. Sehingga ia lalu kembali mengamati gerakan naik dan turunnya perut.

Tapi ia tentu saja harus segera mengubah posisi tubuhnya jika bentuk-bentuk perasaan yang tidak menyenangkan tetap ada meskipun telah diamati sekian lama, dan juga bila perasaan-perasaan tersebut menjadi tak tertahankan lagi. Namun ia juga harus tetap mengamati demikian, “ingin mengubah posisi, ingin mengubah posisi”. Jika tangan terangkat, maka harus diamati, “terangkat, terangkat”. Jika tangan bergerak, amati demikian, “bergerak, bergerak”. Mengubah posisi tubuh ini harus dilakukan dengan halus dan diamati demikian, “terangkat, terangkat”, “bergerak, bergerak” dan “menyentuh, menyentuh”.

Jika tubuh bergerak, “bergerak, bergerak”. Jika kaki terangkat, “terangkat, terangkat”. Jika kaki bergerak, “bergerak, bergerak”. Jika kaki turun, “turun, turun”.

Namun jika tidak mengubah posisi tubuh, hanya istirahat statis saja, maka kembalilah pada mengamati gerakan naik dan turunnya perut. Tak boleh ada waktu jeda saat itu. Yang ada hanyalah kesinambungan antara usaha mengamati dan pengamatan sesungguhnya, antara usaha samâdhi (tahap konsentrasi) dan samâdhi yang sesungguhnya. Dengan demikian tercapailah tahap-tahap kematangan yang terus menerus dan meningkat dalam kecerdasan seorang yogi. Magga dan Phala Ñâna (pengetahuan akan Jalan dan Buahnya) didapatkan hanya jika terjadi momentum pertemuan seperti ini. Proses meditasi adalah seperti menciptakan api dengan cara menggesekkan dua batang kayu dengan sekuat tenaga dan tanpa henti hingga timbul intensitas panas yang dibutuhkan (agar api menyala).

Dengan cara yang sama, pengamatan dalam meditasi vipassanâ harus berkesinambungan dan tanpa henti, tanpa adanya jeda di antara kegiatan mengamati tersebut apapun fenomena yang timbul. Sebagai contoh, jika rasa gatal timbul dan meditator ingin menggaruknya karena rasa gatal tersebut sudah tidak tertahankan lagi, maka rasa gatal dan keinginan untuk menggaruk itu harus diamati, dan jangan langsung menggaruk agar gatalnya hilang.

Jika ia dengan tekun mengamati, maka rasa gatal akan berangsur-angsur hilang dan kemudian ia bisa kembali mengamati gerakan naik dan turunnya perut. Jika rasa gatal tersebut tidak juga hilang, maka ia memang harus menggaruknya agar rasa gatal itu hilang. Namun pertama-tama, keinginan untuk menggaruk tersebut juga harus diamati. Semua gerakan yang dilakukan untuk menghilangkan rasa gatal ini harus diamati, khususnya gerakan menyentuh, menarik dan mendorong (gerakan-gerakan menggaruk) hingga akhirnya kembali pada mengamati gerakan naik dan turunnya perut.

Setiap kali Anda mengubah posisi tubuh, Anda harus mulai dan mengamati keinginan untuk mengubah posisi tubuh itu dan dilanjutkan dengan mengamati setiap gerakan dengan cermat, seperti misalnya bangun dari posisi duduk, mengangkat tangan, menggerakkan dan merentangkannya. Perubahan posisi harus dilakukan bersamaan dengan pengamatan yang Anda lakukan.

Saat tubuh Anda condong ke depan, amatilah itu. Saat Anda bangun, tubuh menjadi ringan dan terangkat. Konsentrasikan pikiran Anda pada gerakan ini, Anda harus mengamatinya pelan-pelan, “bangun, bangun”.

Seorang meditator harus bertindak seperti orang cacat yang lemah. Orang normal dan sehat akan berdiri dengan mudah, cepat dan tiba-tiba. Namun tidak demikian dengan orang cacat, ia akan bergerak pelan dan hati-hati. Demikian pula dengan orang yang menderita sakit punggung (encok), ia akan berdiri pelanpelan supaya punggungnya tidak semakin sakit.

Begitu juga para yogi yang bermeditasi. Mereka harus bergerak mengubah posisi tubuh secara bertahap, pelan dan hati-hati. Dengan demikian kewaspadaan, konsentrasi dan pandangan akan mantap. Karena itu mulailah dengan gerakan yang bertahap dan perlahan.

Jika akan bangun, lakukanlah sepelan mungkin seperti layaknya orang cacat, pada saat yang sama amatilah, “bangun”. Tidak hanya ini. Meskipun mungkin mata melihat, tapi bersikaplah seperti tidak melihat. Sama halnya jika mendengar. Saat bermeditasi, perhatian seorang yogi hanyalah mengamati. Melihat atau mendengar tidak menjadi perhatiannya. Jadi seaneh atau seheboh apapun yang barangkali dilihat atau didengarnya, ia harus bersikap seakan tidak melihat atau mendengarnya, yang ia lakukan hanyalah terus mengamati hal-hal tersebut dengan cermat.

Saat membuat gerakan tubuh, seorang yogi harus melakukannya perlahan-lahan seperti orang cacat yang lemah, pelan-pelan menggerakkan lengan dan kaki, menekuk atau meluruskannya, menundukkan atau menegakkan kepala. Semua gerakan ini harus dilakukan pelan-pelan. Saat bangun dan posisi duduk, ia harus melakukannya secara perlahan, mengamati demikian, “bangun, bangun”. Saat meluruskan badan dan berdiri, amati demikian, “berdiri, berdiri”. Saat melihat kesana kemari, amati demikian, “melihat, memandang”. Saat berjalan, amati langkah kaki, apakah kaki kiri atau kaki kanan yang maju. Anda harus selalu menyadari semua gerakan yang ada, mulai dari gerakan terangkatnya hingga turunnya kaki. Amati setiap langkah kaki, apakah dengan kaki kiri atau kaki kanan. Inilah cara mengamati jika seseorang berjalan dengan cepat.

Cukuplah jika Anda melakukan pengamatan saat berjalan cepat atau berjalan dalam jarak tertentu. Saat berjalan perlahan atau berjalan cankama (berjalan naik dan turun), 3 gerakan harus diamati dalam setiap langkah yaitu: saat kaki terangkat, saat kaki terdorong ke depan dan saat kaki jatuh. Mulai saja dengan gerakan terangkat dan gerakan jatuh. Anda harus mengamati dengan cermat terangkatnya kaki. Demikian pula saat kaki jatuh ke tanah, Anda juga harus mengamati beratnya gerakan kaki turun.

Orang harus berjalan, mengamati setiap langkah demikian, “angkat, turun”. Pengamatan seperti ini akan semakin mudah setelah dilakukan selama dua hari. Kemudian lakukan pengamatan 3 gerakan seperti disebutkan di atas, “angkat, maju, turun”. Pada awalnya, cukup mengamati satu atau dua gerakan saja yaitu, “kiri, kanan” saat berjalan cepat dan “angkat, turun” pada saat berjalan pelan. Jika pada saat berjalan Anda lalu ingin duduk maka amatilah demikian, “ingin duduk, ingin duduk”. Dan pada saat duduk, amati dengan konsentrasi penuh beratnya gerakan turun tubuh Anda.

Saat Anda sudah duduk, amati gerakan-gerakan yang Anda lakukan saat mengatur posisi kaki dan tangan Anda. Jika tidak ada gerakan apa-apa, namun hanya posisi tubuh yang statis, maka amati gerakan perut yang naik dan turun. Saat mengamati, jika timbul rasa kaku pada pinggul dan rasa panas di sekujur tubuh, lanjutkan dengan mengamati bentuk-bentuk perasaan tersebut.

Lalu kembali lagi pada, “naik, turun”. Saat mengamati, jika timbul keinginan untuk berbaring, amati keinginan itu dan juga gerakan-gerakan tangan dan kaki saat Anda berbaring. Terangkatnya lengan, bergeraknya lengan, menempelnya sikut pada lantai, goyangan badan, kaki yang diluruskan, condongnya tubuh saat Anda telah siap untuk berbaring, semua gerakan ini harus diamati.

Melakukan pengamatan saat Anda berbaring dengan cara demikian adalah penting. Dalam kasus gerakan seperti ini (yaitu berbaring) Anda dapat memperoleh pengetahuan (yaitu magga ñâna dan phala ñâna pengetahuan akan Sang Jalan dan Buah). Saat samâdhi (konsentrasi) dan ñâna (pandangan terang) cukup mantap, maka pengetahuan itu dapat timbul kapan saja.

Pengetahuan itu bisa datang dalam sekali tekukan tangan atau dalam sekali rentangan tangan. Karena ini jugalah maka YM Ananda menjadi seorang Arahat. YM Ananda telah bertekad untuk mencapai tingkat Arahat dalam semalam saat Sang Buddha membabarkan ajaranNya untuk pertama kali. Ia berlatih semalaman satu bentuk meditasi vipassanâ yang dikenal sebagai kayagatasati, yaitu mengamati langkah kaki, kiri dan kanan, angkat, maju ke depan dan menjejak. Ia mengamati setiap kejadian, keinginan mental untuk berjalan serta gerakan fisik yang terjadi saat berjalan. Meskipun ini dilakukan hingga hampir subuh, ia belum juga berhasil mencapai tingkat Arahat.

Dengan menyadari bahwa ia telah berlatih meditasi secara berlebihan, dan dengan tujuan menyeimbangkan samâdhi (konsentrasi) dan viriya (usaha), ia harus bermeditasi dalam posisi berbaring sejenak, maka ia masuk ke dalam kutinya. Ia duduk di atas bantal dan membaringkan tubuhnya. Saat melakukan ini dan mengamati, “berbaring, berbaring” maka ia langsung mencapai tingkat Arahat.

YM Ananda hanyalah seorang sotâpanna (yaitu seorang pemenang arus, mencapai tingkat kesucian pertama) sebelum ia membaringkan tubuhnya. Dari tingkat sotâpanna, ia melanjutkan meditasi dan mencapai tingkat sakadâgâmi (yaitu orang yang kembali sekali lagi atau orang yang telah mencapai tingkat kesucian ke dua), tingkat anâgâmi (yaitu yang tidak kembali lagi atau tingkat kesucian ke tiga) dan tingkat Arahat (yaitu kondisi seseorang yang telah mencapai kesucian tertinggi). Tiga tingkat kesucian yang lebih tinggi ini dicapai hanya dalam waktu sekejap. Jadi renungkanlah pengalaman YM Ananda yang mencapai tingkat Arahat ini. Pencapaian seperti itu datang setiap saat dan hanya butuh waktu sekejap.

Itulah mengapa seorang yogi harus tekun mengamati setiap saat. Ia tidak boleh bersantai-santai dalam mengamati dan berpikir bahwa, “sedikit waktu terlewat tidaklah seberapa”. Segala gerakan yang terjadi saat berbaring dan mengatur posisi lengan dan kaki harus diamati secara cermat dan terus menerus. Jika tak ada gerakan, namun hanya tubuh yang statis, maka kembali pada mengamati gerakan naik dan turunnya perut.

Bahkan jika hari sudah sangat larut dan waktunya tidur, maka seorang yogi tidak boleh tidur dulu dan mengendurkan pengamatannya. Seorang yogi yang serius dan bersemangat harus melatih kewaspadaan seperti mendahului rasa kantuknya itu. Ia harus terus bermeditasi hingga akhirnya memang tertidur. Jika meditasinya matang dan mengalahkan rasa kantuknya maka ia tidak akan tertidur. Sebaliknya, jika rasa kantuk yang menang maka ia akan langsung tertidur. Saat ia merasa ngantuk, maka ia harus mengamati, “ngantuk, ngantuk”. Jika matanya terpejam, “terpejam, terpejam”. Jika matanya terasa makin berat, “berat, berat”. Jika mata terasa sakit, “sakit, sakit”. Mengamati dengan cara demikian maka rasa kantuk akan hilang dan mata menjadi “segar” lagi. Sang yogi lalu harus mengamati, “segar, segar” dan terus mengamati gerakan naik dan turunnya perut. Betapa pun giatnya seorang yogi melakukan meditasi, maka jika kantuk yang sebenarnya timbul maka ia akan langsung tertidur. Tidaklah sulit untuk tertidur, bahkan sangat gampang. Jika Anda bermeditasi dalam posisi berbaring maka rasa kantuk cepat datang dan akhirnya Anda jatuh tertidur. Itulah mengapa mereka yang baru mulai belajar bermeditasi tidak dianjurkan untuk sering-sering berlatih dalam posisi berbaring. Ia seharusnya lebih sering bermeditasi dalam posisi duduk atau berjalan. Tapi jika hari semakin larut malam dan sudah waktunya tidur, maka ia bisa bermeditasi saat berbaring, mengamati gerakan perut naik dan turun. Kemudian ia secara alami (otomatis) akan tertidur.

Saat tidur merupakan saat beristirahat bagi seorang yogi. Tapi bagi seorang yogi yang benar-benar serius, ia harus membatasi waktu tidurnya hingga 4 jam. Inilah waktu “tengah malam” yang disarankan Sang Buddha. 4 jam tidur adalah cukup. Jika seorang pemula dalam meditasi berpikir bahwa 4 jam tidur tidaklah cukup untuk menjaga kesehatan, maka ia bisa memperpanjang waktu tersebut hingga 5 atau 6 jam. Enam jam tidur sangatlah cukup untuk menjaga kesehatan.

Saat seorang yogi bangun, ia harus langsung mulai mengamati. Seorang yogi yang bertekad mencapai magga dan phalañâna harus beristirahat hanya pada saat tidur saja. Di saat yang lain, yaitu pada saat bangun, ia harus terus mengamati tanpa henti. Itulah mengapa pada saat terbangun dan tidur maka ia harus langsung mengamati keadaan pikiran saat bangun seperti, “bangun, bangun”. Jika ia belum mampu membuat dirinya sadar akan hal ini, ia harus mulai dengan mengamati gerakan naik turunnya perut.

Jika ia berniat bangun dari ranjang, ia harus mengamati demikian, “ingin bangun, ingin bangun”. Lalu ia harus segera mengamati gerakan-gerakan saat mengatur posisi lengan dan kaki. Saat menegakkan kepala ia mengamati demikian, “tegak, tegak”. Saat ia duduk ia akan mengamati, “duduk duduk”. Jika ia mengubah gerakan-gerakan saat mengatur posisi tangan dan kaki, semua gerakan ini juga harus diamati. Jika tak ada perubahan apapun, namun hanya duduk diam, maka ia harus kembali pada mengamati gerakan naik dan turunnya perut.

Orang juga harus mengamati saat ia mencuci wajah atau mandi. Karena biasanya gerakan-gerakan yang terjadi berlangsung cepat, sehingga harus diamati sebanyak yang memungkinkan. Kemudian ada pula gerakan berpakaian, merapikan ranjang, membuka dan menutup pintu. Semua gerakan tersebut harus diamati secermat mungkin.

Saat seorang yogi makan dan memandang meja makan, ia harus mengamati demikian, “melihat, memandang, melihat, memandang”. Saat menyodorkan tangan ke arah makanan, menyentuhnya, mengambil dan mengaturnya di piring, menundukkan kepala dan memasukkan sesendok ke dalam mulut, menurunkan tangan kembali dan menegakkan kepala, semua gerakan ini harus diamati seperti adanya (pengamatan seperti ini sama seperti cara pengamatan orang Burma saat makan. Mereka yang menggunakan garpu dan sendok atau sumpit harus mengamati gerakan-gerakannya dengan sikap yang sepatutnya).

Saat ia mengunyah makanan, ia harus mengamati demikian, “mengunyah, mengunyah”. Saat ia sampai pada tahap merasakan makanan, ia harus mengamati, “mengetahui, mengetahui”. Saat ia menikmati dan menelan makanan tersebut, dan saat makanan tersebut turun melalui kerongkongannya, ia harus mengamati gerakan ini. Inilah yang harus dilakukan seorang yogi saat ia makan sesendok demi sesendok. Begitu pula jika ia sedang makan sup. Semua gerakan yang terjadi seperti menyodorkan tangan, memegang sendok dan menyendok sup tersebut, semua gerakan ini harus diamati. Mengamati gerakan-gerakan yang terjadi pada saat makan memang cukup sulit karena terdapat begitu banyak hal untuk dilihat dan diamati. Pada awalnya seorang yogi akan melewati beberapa hal yang seharusnya diamati, tapi ia harus bertekad untuk dapat mengamati semuanya. Tentu saja ia tak dapat mencegah lewatnya beberapa hal yang seharusnya diamati, tapi saat samâdhi (konsentrasi)nya telah mantap, ia akan mampu mengamati dengan cermat semua gerakan yang terjadi.

Sampai di sini saya telah menyebutkan begitu banyak hal yang harus diamati oleh seorang yogi. Tapi secara singkat, sebenarnya hanya ada beberapa hal mendasar yang perlu diamati. Saat berjalan cepat, amati demikian, “kanan, kiri”. Saat berjalan pelan, “angkat, turun”. Saat duduk diam, amati hanya gerakan naik dan turunnya perut. Amati hal yang sama saat Anda yang perlu diamati. Saat mengamati demikian dan pikiran melantur, amatilah bentuk-bentuk kesadaran. Lalu kembali pada gerakan naik dan turunnya perut.

Amati pula rasa kaku, pegal dan sakit serta rasa gatal manakala timbul. Lalu kembali pada mengamati gerakan naik dan turunnya perut. Amati juga, saat timbul, gerakan condong dan meluruskan pinggul, gerakan mencondongkan dan menegakkan kepala, gerakan memutar dan meluruskan tubuh. Lalu kembali pada mengamati gerakan naik dan turunnya perut.

Jika seorang yogi terus mengamati secara demikian, ia akan mampu mengamati lebih banyak gerakan yang terjadi. Pada awalnya, saat pikirannya mengembara kesana kemari, ia akan kehilangan banyak hal untuk diamati. Tapi ia pantang putus asa karena setiap pemula dalam meditasi akan menghadapi kesulitan yang sama.

Tapi saat ia semakin terlatih, ia akan semakin menyadari saat pikirannya mulai melantur hingga akhirnya pikiran itu berhenti melantur. Pikirannya kemudian akan terpusat pada obyek perhatian, kewaspadaan menjadi hampir simultan (tanpa henti) pada obyek perhatiannya, misalnya gerakan naik dan turunnya perut (atau dengan kata lain, gerakan naiknya perut akan selaras dengan mengamati, demikian pula dengan gerakan turunnya perut).

Obyek fisik perhatian dan kegiatan mental mengamati akan berlangsung secara berpasangan. Dan dalam keadaan ini, tak ada satu individu atau orang yang terlibat. Yang ada hanyalah obyek pengamatan dan kegiatan mengamati yang berpasangan. Sang yogi pada saatnya akan mengalami sendiri keadaan ini yang sesungguhnya. Saat mengamati gerakan naik dan turunnya perut ia akan dapat membedakan bahwa gerakan naiknya perut sebagai fenomena fisik dan kegiatan mental mengamatinya sebagai fenomena psikis. Begitu pula dengan gerakan turunnya perut. Dengan demikian sang yogi akan menyadari dengan sejelas-jelasnya keadaan tanpa henti dari pasangan fenomena fisik dan psikis tersebut.

Karenanya, dalam setiap tindakan mengamati, sang yogi akan memahami sendiri dengan jelas bahwa yang ada hanyalah bentuk materi yang menjadi obyek perhatian serta keadaan mental yang mengamatinya. Pemahaman membedakan ini disebut sebagai nâmarûpa-pariccheda-ñâna, sebagai tahap awal vipassanâ-ñâna. Sangatlah penting untuk mendapatkan pemahaman ini secara benar. Hal ini akan dicapai, jika sang yogi terus berlatih, dengan pengetahuan membedakan antara sebab dan akibat. Dan pengetahuan ini disebut sebagai paccaya-pariggaha-ñâna.

Saat sang yogi terus mengamati, ia akan memahami bahwa segala sesuatu yang timbul akan cepat berlalu. Orang awam selalu berasumsi bahwa baik fenomena mental dan material akan berlangsung selamanya, yaitu dari kanak-kanak hingga dewasa. Pada kenyataannya tidaklah demikian. Tak ada satu fenomena pun yang abadi. Semua bentuk fenomena timbul dan berlalu begitu cepat, bahkan tidak lebih lama dari satu kedipan mata. Sang yogi akan memahaminya sendiri jika ia terus mengamati. Ia lalu menjadi sangat yakin bahwa segala fenomena bersifat hanya sementara. Keyakinan seperti ini disebut sebagai aniccânupassana-ñâna.

Pengetahuan tersebut lalu akan diikuti oleh dukkhânupassanâ-ñâna, yaitu menyadari bahwa segala sesuatu yang bersifat sementara adalah derita. Sang yogi juga akan menemui berbagai macam kesulitan dalam tubuh, yang merupakan satu bentuk dari penderitaan. Ini adalah juga dukkhanupassana-ñâna. Selanjutnya, sang yogi akan menjadi yakin bahwa segala fenomena psiko-fisik terjadi dengan sendirinya, tanpa menuruti keinginan atau dibawah kendali siapa pun. Mereka bersifat tanpa jiwa atau tanpa ego. Kesadaran akan hal ini disebut sebagai anattânupassanâñâna.

Saat ia terus melakukan meditasi, sang yogi akan menyadari dengan jelas bahwa segala fenomena besifat aniccâ, dukkhâ dan anattâ, hingga akhirnya ia mencapai Nibbâna. Para Buddha, Arahat dan Arya memahami Nibbâna dengan mengikuti hanya jalan ini.

Para yogi meditasi harus mengenali bahwa mereka berada pada jalan satipatthana ini, untuk memenuhi keinginan mereka mencapai magga-ñâna (pengetahuan akan Sang Jalan), phalañâna (pengetahuan buah dan Sang Jalan) dan Nibbâna-dhamma, serta yang menyertai masaknya buah itu adalah pârâmi mereka (kebajikan sempurna). Mereka harus merasa bahagia akan hal ini serta pada kemungkinan mengalami keadaan samâdhi luhur ini (kedamaian pikiran yang timbul dari konsentrasi) dan ñâna (kebijaksanaan) yang dialami oleh para Buddha, Arahat dan Arya, yang tidak pernah mereka alami sebelumnya.

Tidak lama setelah itu mereka akan mengalami sendiri magga-ñâna, phalañâna dan Nibbâna-Dhamma yang juga dialami oleh para Buddha, Arahat dan Arya. Dan sesungguhnya, hal-hal tersebut akan dialami dalam rentang waktu satu bulan, 20 atau 15 hari latihan meditasi. Bahkan bagi mereka yang memiliki pârâmi istimewa akan mengalami Dhamma-Dhamma ini hanya dalam 7 hari.

Sang yogi memang seharusnya merasa puas dalam keyakinan bahwa ia akan mencapai Dhamma-Dhamma ini dalam waktu seperti tersebut di atas, bahwa ia akan terbebas dari sakâyaditthi (kepercayaan akan adanya aku) dan vicikicchâ (keragu-raguan), serta terselamatkan dari bahaya kelahiran kembali di alam manapun juga. Ia harus melanjutkan berlatih meditasi dalam keyakinan ini.

Semoga Anda semua mampu berlatih meditasi dengan baik dan dengan segera mencapai Nibbâna yang telah dialami oleh para Buddha, Arahat dan Arya.

Sadhu!Sadhu!Sadhu!
***


Sumber:
LATIHAN MEDITASI VIPASSANA
PRAKTIS; terjemahan dari bahasa
Burma ke bahasa Inggris oleh: U Nyi
Nyi, Mahâsi Yogi, beserta anggota
Executive Committee,
Buddhasâsanânuggaha
Association, 1978


 
Haiya..... tak move ke thread meditasi yang udah di sticky itu lagi yah....
 
Meditasi

Meditasi

Oleh : Venerable Ajahn Chah​


Para pencari kebajikan yang telah berkumpul di sini, mohon dengarkanlah dengan tenang. Mendengarkan Dhamma dengan tenang artinya mendengarkan dengan pikiran yang terpusat, memperhatikan apa yang kalian dengar dan kemudian melepaskannya. Mendengarkan Dhamma sangatlah bermanfaat. Ketika mendengarkan Dhamma, kita diajak untuk secara teguh membuat tubuh dan pikiran berada dalam keadaan samadhi, karena ia merupakan salah satu dari praktek Dhamma. Pada zaman Sang Buddha, orang-orang mendengarkan khotbah Dhamma dengan sungguh-sungguh, dengan pikiran yang bertekad untuk memahami segala sesuatu dengan sebenar-benarnya, dan ada di antara mereka yang benar-benar menyadari dan memahami Dhamma ketika sedang mendengarkan.

Tempat ini sangat cocok untuk berlatih meditasi. Setelah tinggal di sini untuk beberapa malam, saya mengetahui bahwa di sini adalah tempat yang penting. Di bagian luarnya, ia sudah damai, dan tinggal yang bagian dalamnya saja, hati dan pikiran kalian. Jadi, saya minta kalian semua untuk berusaha keras memperhatikan dengan seksama.

Mengapa kalian berkumpul di sini untuk berlatih meditasi? Itu karena hati dan pikiran kalian tidak memahami apa yang seharusnya dipahami. Dengan kata lain, kalian tidak benar-benar mengetahui bagaimana segala sesuatunya itu, atau segala sesuatunya itu apa. Kalian tidak mengetahui mana yang salah dan mana yang benar, apa yang menyebabkan kalian menderita dan ragu-ragu. Jadi, pertama-tama kalian harus menenangkan diri kalian sendiri. Alasan kalian datang ke sini guna mengembangkan ketenangan dan ketahanan diri dari hawa nafsu, adalah karena hati dan pikiran kalian tidak nyaman. Pikiran kalian tidak tenang, tidak mampu menahan diri dari hawa nafsu. Mereka diombang-ambingkan oleh keragu-raguan dan godaan. Inilah alasannya mengapa kalian datang ke sini pada hari ini dan sekarang sedang mendengarkan Dhamma.

Saya harap kalian berkonsentrasi dan mendengarkan dengan cermat apa yang saya katakan, dan saya meminta izin untuk berbicara dengan terus terang, karena memang begitulah saya. Harap dimengerti walaupun saya berbicara dengan kesan agak memaksa, saya melakukannya dengan maksud dan tujuan yang baik. Saya meminta maaf kepada kalian, jika ada ucapan-ucapan saya yang menyinggung hati kalian, karena budaya Thailand dan budaya Barat tidaklah sama. Sebenarnya, berbicara dengan sedikit memaksa bisa jadi bermanfaat, karena ia dapat membantu memancing semangat orang-orang yang lesu atau mengantuk, yang bukannya memaksa diri mereka sendiri untuk mendengarkan Dhamma tetapi sebaliknya malah terhanyut dalam kepuasan diri dan sebagai akibatnya mereka tidak mengerti apa pun.

Walaupun kelihatannya terdapat banyak cara untuk berlatih, tetapi sebenarnya hanya ada satu cara saja. Seperti tanaman-tanaman buah, bisa saja kita mempercepatnya untuk berbuah dengan cara menanam cangkokannya, tetapi tanaman tersebut tidak akan bertahan lama. Cara lain adalah dengan menanam tanaman tersebut dari benihnya, yang akan menghasilkan tanaman yang kuat dan tahan lama. Berlatih adalah sama seperti ini.

Ketika saya berlatih untuk pertama kalinya, saya menghadapi kendala untuk memahami hal ini. Selama saya tidak mengetahui sesuatunya itu apa, meditasi duduk adalah hal yang benar-benar sulit, bahkan bisa sampai membuat saya menangis. Kadang-kadang target saya akan terlalu tinggi, di lain waktu kurang tinggi, tak pernah menemukan titik keseimbangan. Berlatih dengan cara yang damai artinya adalah menempatkan pikiran tidak terlalu tinggi atau terlalu rendah, tetapi pada titik keseimbangan.

Saya dapat melihat bahwa hal ini sungguh membingungkan kalian, yang datang dari berbagai tempat yang berbeda-beda dan telah berlatih dengan cara yang berbeda-beda dengan dibimbing oleh guru yang berbeda-beda pula. Datang ke sini untuk berlatih, kalian pasti telah dicemari dengan berbagai jenis keragu-raguan. Guru yang satu bilang kalian harus berlatih dengan cara yang ini, guru yang lain mengatakan kalian seharusnya berlatih dengan cara yang lain pula. Kalian bertanya-tanya cara yang mana yang harus dipakai, tanpa memahami esensi dari latihan. Hasilnya adalah kebingungan. Begitu banyak guru dan begitu banyak ajaran sehingga tidak seorang pun yang tahu bagaimana cara menyelaraskan latihan mereka. Dan sebagai akibatnya, terdapat begitu banyak keragu-raguan dan ketidakpastian.

Jadi, kalian harus mencoba untuk tidak berpikir terlalu banyak. Jika kalian memang benar-benar berpikir, maka lakukanlah dengan penuh kesadaran. Tetapi sejauh ini, pemikiran kalian telah diwujudkan tanpa melalui kesadaran yang tinggi. Pertama-tama, kalian harus membuat pikiran kalian tenang. Di mana ada yang mengetahui, maka di sana tidak ada keperluan untuk berpikir, kesadaran akan muncul pada tempatnya, dan ini selanjutnya akan menjadi kebijaksanaan (panna). Tetapi jenis pikiran yang biasa, bukanlah kebijaksanaan, ia hanyalah pikiran yang tidak mempunyai tujuan dan yang berkelana secara tidak sadar, dan yang tak terelakkan lagi akan berubah menjadi godaan dan hasutan. Ini bukanlah kebijaksanaan.

Pada tahap ini, kalian tidak perlu berpikir. Kalian telah banyak berpikir di rumah, bukan? Ia hanya akan memanas-manasi hati. Kalian harus membangkitkan sedikit kesadaran. Pikiran yang terlalu menggebu-gebu bahkan akan membuat kalian menangis, cobalah saja. Tersesat di dalam gerbong kereta api pikiran, tidak akan menuntun kalian kepada kebenaran, ia bukanlah kebijaksanaan. Sang Buddha adalah orang yang sangat bijaksana, dia telah mempelajari cara untuk menghentikan pikiran. Dengan cara yang sama, kalian juga sedang berlatih untuk menghentikan pikiran dan tiba pada kedamaian. Jika kalian sudah tenang, maka kalian tidak perlu lagi untuk berpikir, kebijaksanaan akan muncul pada tempatnya.

Untuk bermeditasi, kalian tidak perlu berpikir lebih banyak ketimbang bertekad bahwa saat ini adalah waktunya untuk melatih pikiran dan tidak ada yang lain. Jangan biarkan pikiran bergerak ke kiri atau ke kanan, ke depan atau ke belakang, ke atas atau ke bawah. Satu-satunya tugas kita sekarang adalah berlatih untuk memperhatikan nafas dengan penuh perhatian. Pusatkan perhatian kalian di kepala dan gerakkanlah ia ke bawah melalui tubuh menuju ke ujung kaki, dan kemudian kembali ke atas menuju puncak kepala. Arahkan kesadaran kalian ke bawah melewati tubuh, meneliti dengan kebijaksanaan. Kita melakukan ini untuk mencapai suatu pemahaman awal tentang sifat-sifat sejati tubuh ini. Kemudian meditasi barulah dimulai, dengan mengingat bahwa kali ini, satu-satunya tugas kalian adalah untuk memperhatikan nafas masuk dan nafas keluar. Jangan memaksa nafas agar menjadi lebih panjang atau lebih pendek dari biasanya, biarkan saja ia seperti apa adanya. Jangan memberi tekanan apa pun pada nafas, biarkan ia mengalir secara seimbang, lepaskanlah dengan setiap tarikan dan hembusan nafas.

Kalian harus memahami bahwa kalian sedang melepaskan ketika kalian melakukan hal ini, tetapi di sana seharusnya tetap ada kesadaran yang tinggi. Kalian harus mempertahankan kesadaran ini, membiarkan nafas masuk dan keluar dengan nyaman. Tidak perlu memaksakan nafas, biarkan saja ia mengalir dengan mudah dan alami. Pertahankanlah tekad bahwa pada saat ini kalian tidak mempunyai tugas atau tanggung jawab yang lain. Pikiran-pikiran tentang apa yang akan terjadi, apa yang akan kalian ketahui atau lihat selama bermeditasi, bisa saja muncul dari waktu ke waktu, tetapi begitu mereka muncul, biarkan saja mereka berhenti sendiri, jangan dengan sia-sia mengkhawatirkan mereka.

Selama meditasi, adalah tidak perlu untuk memperhatikan kesan-kesan indera. Bilamana pikiran dipengaruhi oleh benturan-benturan sensasi, bilamana terdapat perasaan atau sensasi di dalam pikiran, lepaskan saja dia. Apakah sensasi-sensasi itu baik atau buruk, itu tidaklah penting. Tidak perlu membentuk apa pun dari sensasi-sensasi itu, lepaskan saja mereka pergi dan kembalilah untuk memperhatikan nafas. Pertahankanlah kesadaran pada nafas masuk dan keluar. Jangan membuat penderitaan gara-gara nafas yang terlalu panjang atau terlalu pendek, hanya perhatikan saja dia tanpa mencoba untuk mengatur atau menekannya dengan cara apa pun. Dengan kata lain, jangan melekat. Biarkan nafas berlanjut seperti apa adanya, dan pikiran akan menjadi tenang. Selanjutnya, pikiran akan secara bertahap meletakkan semuanya dan beristirahat, nafas menjadi semakin ringan dan semakin ringan, hingga ia menjadi begitu lemah seolah-olah ia tidak berada di sana sama sekali. Baik tubuh maupun pikiran akan terasa ringan dan berenergi. Dan semua yang tersisa adalah sang mengetahui yang terpusat pada satu titik. Kalian dapat mengatakan bahwa pikiran telah berubah dan mencapai suatu keadaan yang tenang.

Jika pikiran tergoda, bangkitkan perhatian penuh dan tarik nafas dalam-dalam sampai tidak ada ruang kosong lagi untuk menampung udara, lalu lepaskan semuanya hingga tak ada yang tersisa. Ikuti dengan tarikan nafas dalam-dalam yang lain sampai kalian penuh, kemudian hembuskan udara keluar lagi. Lakukan ini dua atau tiga kali, setelah itu bangunlah kembali konsentrasi. Pikiran seharusnya menjadi lebih tenang. Jika ada lagi kesan-kesan indera yang menyebabkan pikiran menjadi terpancing, ulangi langkah ini di setiap kesempatan. Sama halnya dengan meditasi berjalan. Jika pada saat berjalan, pikiran menjadi tergoda, berhentilah tanpa bergerak, tenangkan pikiran, bangkitkan kembali kesadaran diri dengan objek meditasi dan kemudian lanjutkan kembali berjalan. Meditasi duduk dan berjalan pada intinya adalah sama, berbeda hanya pada posisi tubuh.

Kadang-kadang akan ada keragu-raguan, jadi kalian harus memiliki sati, menjadi yang mengetahui, yang secara terus-menerus mengikuti dan memeriksa pikiran yang tergoda, dalam bentuk apa pun ia. Ini artinya untuk memiliki sati. Sati mengawasi dan menjaga pikiran kita. Kalian harus mempertahankan yang mengetahui ini dan tidak ceroboh atau tersesat, tidak perduli dalam kondisi apa pun pikiran itu.

Taktiknya adalah dengan menjadikan sati sebagai pengatur dan pengawas pikiran. Begitu pikiran dipersatukan dengan sati, kesadaran diri yang baru akan muncul. Pikiran yang telah mengembangkan ketenangannya, ditahan untuk diperiksa oleh ketenangan itu, seperti seekor ayam yang dikurung di sangkarnya… si ayam tidak bisa keluar ke mana-mana, tetapi ia tetap bisa bergerak di dalam sangkar itu. Ia berjalan ke sana ke mari, tak menyebabkan masalah pada dirinya, karena ia dikurung di dalam sangkar. Begitu pula halnya dengan kesadaran yang muncul ketika pikiran memiliki sati dan dalam keadaan yang tenang, tidak akan menyebabkan masalah. Tidak ada satu pun pikiran atau perasaan yang muncul di dalam pikiran yang tenang, yang akan menimbulkan bahaya atau gangguan.

Beberapa orang tidak ingin mengalami bentuk-bentuk pikiran atau perasaan-perasaan sama sekali, tetapi ini sudah terlalu jauh. Perasaan muncul di dalam keadaan yang tenang. Pikiran mengalami bentuk-bentuk perasaan dan ketenangan sekaligus pada waktu yang sama, tanpa ada gangguan. Bila ada ketenangan seperti ini, tidak ada akibat yang membahayakan. Persoalan muncul bilamana “ayam” keluar dari “sangkarnya”. Sebagai contoh, kalian mungkin sedang mengawasi nafas masuk dan keluar dan kalian melupakan diri kalian sendiri, membiarkan pikiran mengembara ke mana-mana menjauhi nafas, kembali ke rumah, pergi ke toko-toko atau ke beberapa tempat yang berbeda-beda. Bahkan mungkin sesudah setengah jam lewat, kalian tiba-tiba menyadari bahwa kalian seharusnya berlatih meditasi dan menghukum diri kalian sendiri karena tidak memiliki sati. Di sini kalian harus benar-benar waspada, karena di sinilah tempat di mana ayam keluar dari sarangnya – pikiran meninggalkan dasar ketenangannya.

Kalian harus berhati-hati dalam mempertahankan kesadaran dengan sati dan mencoba menarik kembali pikiran kalian. Walaupun saya memakai kata “menarik kembali pikiran”, tetapi pada kenyataannya pikiran sebenarnya tidak pergi ke mana-mana. Selama ada sati, pikiran akan hadir di sana. Kelihatannya kalian seperti menarik kembali pikiran, tetapi sebenarnya ia belum pergi ke mana pun, ia hanya berubah sedikit. Kelihatannya pikiran pergi ke sana dan ke sini, tetapi kenyataannya perubahan terjadi tepat pada satu titik. Bila sati telah dicapai kembali, dalam sekejap kalian kembali bersama-sama dengan pikiran tanpa perlu membawanya dari tempat lain.

Bila ada pengetahuan secara total, suatu kesadaran yang berkelanjutan dan tidak putus pada setiap saat, ini yang disebut kehadiran pikiran. Jika perhatian kalian melenceng dari nafas ke tempat-tempat yang lain, maka yang mengetahui ini akan putus. Bilamana ada kesadaran terhadap pernafasan, pikiran ada di sana. Dengan adanya nafas dan kesadaran yang berkelanjutan dan seimbang ini saja, kalian telah memiliki pikiran yang hadir di sana.

Harus ada sati dan sampajanna. Sati adalah perhatian penuh dan sampajanna adalah kesadaran diri. Kini, kalian telah menyadari nafas secara jelas. Latihan untuk mengawasi nafas ini membantu sati dan sampajanna untuk berkembang bersama-sama. Mereka berbagi pekerjaan. Memiliki baik sati maupun sampajanna adalah seperti menyuruh dua orang pekerja untuk mengangkat sebuah papan kayu yang berat. Anggap saja ada dua orang yang mencoba mengangkat beberapa papan yang berat, tetapi beratnya begitu hebat, mereka harus bekerja keras, hingga mereka hampir saja menyerah. Lalu ada orang lain, dengan maksud hati yang baik, melihat mereka dan bergegas membantu mereka. Dengan cara yang sama, bila ada sati dan sampajanna, maka panna (kebijaksanaan) akan muncul pada tempat yang sama untuk datang memberikan pertolongan. Lalu mereka bertiga akan saling membantu.

Dengan panna, maka di sana akan ada pemahaman terhadap objek-objek indera. Sebagai contoh, selama bermeditasi, objek-objek indera akan dialami, yang akan menimbulkan perasaan dan suasana hati. Kalian mungkin berpikir tentang seorang sahabat, tetapi kemudian panna seharusnya mengatasinya dengan segera. “Itu tidak masalah”, “Berhenti” atau “Lupakan saja dia”. Atau jika ada pikiran-pikiran tentang ke mana kalian akan pergi esok hari, dan tanggapannya adalah, “Saya tidak tertarik, saya tidak mau membebani diri saya dengan hal-hal semacam itu”. Mungkin kalian mulai memikirkan orang lain, maka kalian seharusnya berpikir, “Tidak, saya tak mau terlibat”. “Lepaskan saja”, atau “Mereka semua tidak pasti dan tidak pernah menjadi sesuatu yang pasti”. Beginilah seharusnya kalian menghadapi hal-hal seperti ini di dalam meditasi, kenali mereka sebagai “tidak pasti, tidak pasti”, dan pertahankanlah kesadaran semacam ini.

Kalian harus melepaskan semua pikiran, percakapan di dalam batin dan keragu-raguan. Jangan terjebak oleh hal-hal semacam ini selama bermeditasi. Pada akhirnya, semua yang tersisa di dalam pikiran yang berada dalam bentuknya yang paling murni adalah sati, sampajanna dan panna. Bilamana ketiganya lemah, keragu-raguan akan muncul, tetapi cobalah untuk mengabaikan keragu-raguan itu secepatnya, menyisakan hanya sati, sampajanna dan panna. Cobalah untuk mengembangkan sati seperti ini hingga ia dapat dipertahankan pada setiap saat. Lalu kalian akan memahami sati, sampajanna dan samadhi secara mendalam.

Memusatkan perhatian pada titik ini, kalian akan melihat sati, sampajanna, samadhi dan panna sekaligus. Apabila kalian tertarik kepada atau ditolak oleh objek-objek indera yang ada di luar, kalian akan mampu berkata pada diri sendiri, “Ia tidak pasti”. Apa pun itu, mereka hanyalah hambatan-hambatan yang akan disapu hingga pikiran menjadi bersih. Yang seharusnya tersisa adalah sati, perhatian penuh; sampajanna, kesadaran diri yang jernih; samadhi, pikiran yang kokoh dan tidak tergoyahkan; dan panna, atau kebijaksanaan yang sempurna. Untuk sementara, hanya ini saja yang akan saya sampaikan mengenai subjek meditasi.

Sekarang, tentang alat-alat bantu untuk latihan meditasi – metta (kebaikan hati) di dalam batin kalian, dengan kata lain, kualitas dari kemurahan hati, kebaikan dan keinginan membantu yang lain. Ini semua harus dipertahankan sebagai dasar dari kemurnian mental. Sebagai contoh, mulailah mengatasi lobha, atau sifat mementingkan diri sendiri, dengan memberi. Bila orang-orang mementingkan diri sendiri, mereka tidak bahagia. Sifat mementingkan diri sendiri akan menuntun kepada perasaan tidak puas, namun orang cenderung menjadi begitu egois tanpa menyadari akibatnya terhadap mereka.

Kalian dapat mengalami hal ini pada setiap saat, terutama ketika kalian lapar. Anggap saja kalian mendapatkan beberapa buah apel dan kalian memiliki kesempatan untuk membaginya dengan seorang teman; kalian memikirkannya sebentar, dan, tentu saja, keinginan untuk memberi memang ada, tetapi kalian ingin memberikan apel yang lebih kecil. Memberikan apel yang lebih besar akan… yah, memang sesuatu yang memalukan. Sungguh sulit untuk berpikir dengan ketulusan hati. Kalian mempersilahkan mereka untuk mengambil sebuah, tetapi kemudian kalian berkata, “Ambil saja yang ini!”… dan memberikan mereka apel yang lebih kecil! Ini adalah salah satu jenis sifat egois yang biasanya tak diperhatikan orang. Pernahkah kalian menjadi seperti ini?

Kalian benar-benar harus melawan kecenderungan di dalam diri, untuk memberi. Walaupun kalian benar-benar ingin memberikan apel yang lebih kecil, kalian harus memaksa diri kalian sendiri untuk memberikan apel yang lebih besar. Tentu saja, begitu kalian memberikannya kepada teman kalian, kalian merasa enak di dalam batin. Melatih pikiran dengan cara melawan kecenderungan di dalam diri seperti ini, memerlukan disiplin diri – kalian harus tahu bagaimana caranya untuk memberi dan cara untuk melepaskan, dengan tidak membiarkan sifat egois tersebut menetap di sana. Begitu kalian mempelajari bagaimana cara untuk memberi, jika kalian tetap merasa ragu tentang buah apa yang akan diberikan, lalu ketika kalian sedang mempertimbangkannya, kalian akan menghadapi kesulitan, dan walaupun kalian memberikan buah yang lebih besar, tetap akan ada suatu perasaan enggan di sana. Tetapi segera setelah kalian memutuskan secara tegas untuk memberikan buah yang lebih besar, masalahnya pun berakhir dan selesai. Inilah yang dinamakan berusaha melawan kecenderungan di dalam diri sendiri dengan cara yang benar.

Melakukan hal ini, kalian telah memenangkan penguasaan atas diri kalian sendiri. Jika kalian tidak dapat melakukannya, kalian akan menjadi mangsa diri kalian sendiri dan terus menerus menjadi egois. Kita semua pernah menjadi egois di masa lalu. Ini adalah kekotoran batin yang perlu dihentikan. Di dalam kitab suci berbahasa Pali, memberi disebut sebagai “dana”, yang artinya membawa kebahagiaan bagi pihak lain. Ia adalah salah satu dari kondisi-kondisi yang membantu membersihkan pikiran dari kekotoran batin. Renungkan hal ini dan kembangkanlah ia di dalam latihan kalian.
 
Kalian mungkin berpikir bahwa berlatih dengan cara ini adalah seperti memburu diri kalian sendiri, tetapi ia tidaklah demikian. Sebenarnya, ia memburu nafsu keinginan dan kekotoran batin. Jika kekotoran batin muncul di dalam diri kalian, kalian melakukan sesuatu untuk mengatasi mereka. Kekotoran batin mirip seperti kucing liar. Jika kalian memberikannya makanan sebanyak yang ia inginkan, ia akan selalu datang kembali untuk mencari makanan yang lebih banyak lagi, tetapi jika kalian berhenti memberikannya makan, setelah beberapa hari, ia tidak akan datang lagi. Sama halnya dengan kekotoran batin, mereka tidak akan datang mengganggu kalian, mereka akan meninggalkan batin kalian dalam keadaan damai. Jadi, daripada merasa takut akan kekotoran batin, sebaliknya buatlah kekotoran batin itu agar menjadi takut terhadap kalian. Untuk membuat kekotoran batin menjadi takut kepada kalian, kalian harus melihat Dhamma di dalam batin kalian.

Di manakah Dhamma muncul? Ia muncul begitu kita mengetahui dan memahami dengan cara ini. Setiap orang memiliki kemampuan untuk mengetahui dan memahami Dhamma. Ia bukan sesuatu yang harus dicari di buku-buku, kalian tidak perlu banyak-banyak mempelajarinya dari buku untuk memahaminya, renungkan saja ia sekarang dan kalian akan memahami apa yang sedang saya bicarakan. Setiap orang dapat melihatnya karena ia berada tepat di dalam hati kita. Semua orang memiliki kekotoran batin, bukan? Jika kalian mampu melihat mereka, maka kalian akan mengerti. Di masa lalu, kalian telah menjaga dan mengasuh kekotoran batin kalian, tetapi kini kalian harus mengetahui kekotoran batin kalian dan tidak membiarkan mereka datang dan mengganggu kalian.

Latihan yang berikutnya adalah ketahanan moral (sila). Sila mengawasi dan mengasuh latihan kita dengan cara yang sama seperti orangtua yang menjaga anak-anak mereka. Memelihara ketahanan moral berarti tidak hanya menghindari diri dari menyakiti pihak lain, tetapi juga untuk menolong dan mendukung mereka. Kalian seharusnya menjaga sedikitnya lima aturan, yakni :

1. Tak hanya tidak membunuh atau secara sengaja menyakiti pihak lain saja, tetapi juga menyebarkan kebaikan hati terhadap semua makhluk.

2. Jujur, menahan diri dari pelanggaran hak-hak pihak lain, dengan kata lain, tidak mencuri.

3. Mengetahui bagaimana ukuran yang moderat dalam hubungan seksual: Dalam kehidupan rumah tangga terdapat struktur keluarga, berdasarkan pada hubungan antara suami dan istri. Mengetahui siapa suami atau istri kalian, mengetahui ukuran yang moderat, mengetahui batasan-batasan yang layak di dalam kegiatan seksual. Beberapa orang tidak tahu batas. Satu suami atau istri saja tidak cukup, mereka perlu memiliki yang kedua atau yang ketiga. Kalau menurut saya, kalian tak akan dapat memakai bahkan satu orang pendamping pun secara penuh, jadi untuk memiliki dua atau tiga lagi hanyalah untuk menuruti hawa nafsu saja. Kalian harus mencoba untuk membersihkan pikiran dan melatihnya untuk mengetahui ukuran yang moderat. Mengetahui ukuran yang moderat adalah kemurnian yang sebenarnya, tanpanya tindak tanduk kalian tidak akan ada batasnya. Ketika memakan makanan yang enak, jangan terlalu berkutat pada bagaimana rasanya, pikirkan perut kalian dan pertimbangkan berapa jumlah yang cukup untuk keperluannya. Jika kalian makan terlalu banyak, kalian akan menghadapi masalah, jadi kalian harus mengetahui ukuran yang moderat.

4. Jujur dalam berbicara ini juga adalah alat untuk melenyapkan kekotoran batin. Kalian harus jujur dan tulus, menyukai kebenaran dan adil.

5. Menghindarkan diri dari pemakaian zat-zat yang memabukkan. Kalian harus menahan diri dan memilih untuk melepaskan hal-hal ini sama sekali. Orang-orang telah cukup dimabukkan oleh keluarga mereka, sanak saudara dan sahabat-sahabat, kepemilikan benda-benda materi, harta kekayaan dan semua yang lain. Itu sebenarnya sudah cukup tanpa harus membuat keadaan menjadi lebih buruk lagi dengan memakai zat-zat yang memabukkan. Mereka yang memakai dengan jumlah yang banyak, seharusnya mencoba untuk secara bertahap menguranginya dan pada akhirnya melepaskannya semua. Mungkin saya seharusnya meminta maaf kepada kalian, tetapi cara saya berbicara seperti ini adalah untuk kebaikan kalian sendiri, sehingga kalian bisa memahami mana yang baik. Kalian perlu mengetahui sesuatunya itu apa. Hal-hal apa yang menindas kalian di dalam kehidupan sehari-hari kalian? Tindakan-tindakan apa yang menyebabkan kalian tertekan? Perbuatan yang baik memberikan hasil yang baik, dan perbuatan buruk memberikan hasil yang buruk pula. Inilah penyebabnya.

Begitu ketahanan mental menjadi murni, akan ada suatu perasaan jujur dan baik terhadap pihak lain. Ini akan membawa kepada kepuasan dan kebebasan dari kekhawatiran dan penyesalan. Penyesalan yang berasal dari perilaku yang agresif dan merugikan, tidak akan berada di sana. Ini adalah suatu bentuk kebahagiaan. Ia hampir menyerupai suatu keadaan surgawi. Ada kenyamanan, kalian makan dan tidur dengan nyaman, dibarengi dengan kebahagiaan yang muncul dari ketahanan moral. Inilah hasilnya; memelihara ketahanan moral adalah penyebabnya. Ini adalah prinsip dari praktek Dhamma menahan diri dari perbuatan yang buruk sehingga kebaikan bisa muncul. Jika ketahanan moral dijaga dengan cara ini, kejahatan akan hilang dan kebaikan akan muncul pada tempatnya. Ini adalah hasil dari praktek yang benar.

Tetapi ini bukanlah akhir dari cerita. Begitu orang-orang mencapai sedikit kebahagiaan, mereka cenderung menjadi tidak perduli dan tidak melanjutkan latihan mereka lagi. Mereka terjebak di dalam kebahagiaan. Mereka tak ingin mengalami kemajuan lagi, mereka lebih menyukai kebahagiaan di surga. Ia memang menyenangkan, tetapi di sana tidak ada pemahaman yang sebenarnya. Kalian harus terus merenungkannya agar tidak terperdaya. Renungkanlah lagi dan lagi, tentang kekurangan-kekurangan dari kebahagiaan yang satu ini. Ia fana, ia takkan bertahan selama-lamanya. Tidak lama lagi, kalian akan berpisah darinya. Ia bukanlah hal yang pasti, begitu kebahagiaan hilang maka penderitaan pun muncul pada tempatnya dan air mata menetes lagi. Bahkan makhluk-makhluk surgawi pun akan berakhir di dalam tangisan dan penderitaan.

Jadi, Sang Buddha mengajarkan kita untuk merenungkan kekurangan-kekurangan tersebut, bahwa ada sisi-sisi yang tidak memuaskan dari kebahagiaan. Biasanya, ketika jenis kebahagiaan seperti ini dialami, di sana tidak ada pemahaman yang sebenarnya tentangnya. Kedamaian yang benar-benar pasti dan tahan lama, telah ditutupi oleh kebahagiaan yang penuh tipu daya ini. Kebahagiaan yang satu ini bukanlah jenis kedamaian yang pasti atau kekal, melainkan suatu bentuk kekotoran batin, sejenis kekotoran batin yang lebih halus, yang kita lekati. Setiap orang ingin bahagia. Kebahagiaan muncul disebabkan oleh kesukaan kita terhadap sesuatu. Begitu rasa suka tersebut berubah menjadi ketidaksukaan, penderitaan muncul. Kita harus merenungkan kebahagiaan ini untuk memahami ketidakpastian dan keterbatasannya. Begitu segala sesuatunya berubah, penderitaan pun muncul. Penderitaan ini juga tidak pasti, janganlah berpikir bahwa ia tetap dan mutlak. Perenungan semacam ini disebut adinavakatha, perenungan terhadap ketidakcukupan dan keterbatasan dari dunia yang berkondisi. Ini artinya untuk merenungkan kebahagiaan, daripada menerimanya begitu saja. Memahami bahwa ia tidak pasti, kalian seharusnya tidak cepat-cepat melekat kepadanya. Kalian seharusnya memegangnya tetapi kemudian lepaskanlah ia, untuk melihat manfaat dan bahaya dari kebahagiaan. Untuk bermeditasi dengan terampil, kalian harus melihat kekurangan-kekurangan yang bersatu-padu di dalam kebahagiaan. Renungkan dengan cara ini. Bila kebahagiaan muncul, renungkanlah ia dengan seksama hingga kekurangan-kekurangan itu menjadi jelas.

Ketika kalian melihat bahwa segala sesuatunya itu tidak sempurna (dukkha), batin kalian akan memahami nekkhammakatha, perenungan tentang pembebasan dari hawa nafsu. Pikiran ini akan menjadi tidak tertarik dan mencari jalan keluar. Ketidaktertarikan muncul setelah melihat bagaimana bentuk-bentuk itu sebenarnya, bagaimana citarasa-citarasa itu sebenarnya, bagaimana cinta dan benci itu sebenarnya. Menjadi tidak tertarik artinya bahwa tidak ada lagi keinginan untuk melekat atau terikat pada segala sesuatunya. Ada penarikan mundur dari kemelekatan, sampai pada suatu titik di mana kalian bisa tinggal dengan nyaman, memperhatikan dengan suatu ketenangan yang bebas dari keterikatan. Inilah kedamaian yang muncul dari latihan.


* Note : Ceramah ini diberikan di Vihara Hampstead, London, pada tahun 1977.

* Dikutip dan diterjemahkan dari buku: The Teachings Of Ajahn Chah, sub judul: Living Dhamma Meditation.
 
Beautiful Quotes of Ajahn Chah



When one does not understand death, life can be very confusing."

"The Dhamma has to be found by looking into your own heart and seeing that which is true and that which is not, that which is balanced and that which is not balanced."

"Only one book is worth reading: the heart."

"Don't think that only sitting with the eyes closed is practice. If you do think this way, then quickly change your thinking. Steady practice is keeping mindful in every posture, whether sitting, walking, standing or lying down. When coming out of sitting, don't think that you're coming out of meditation, but that you are only changing postures. If you reflect in this way, you will have peace. Wherever you are, you will have this attitude of practice with you constantly. You will have a steady awareness within yourself."

"When sitting in meditation, say, That's not my business! with every thought that comes by."

"The heart of the path is quite easy. There's no need to explain anything at length. Let go of love and hate and let things be. That's all that I do in my own practice."

"We practice to learn how to let go, not how to increase our holding on to things. Enlightenment appears when you stop wanting anything."

"If you let go a little, you will have a little peace. If you let go a lot, you will have a lot of peace. If you let go completely, you will have complete peace."

"You are your own teacher. Looking for teachers can't solve your own doubts. Investigate yourself to find the truth - inside, not outside. Knowing yourself is most important."

"Try to be mindful and let things take their natural course. Then your mind will become still in any surroundings, like a clear forest pool. All kinds of wonderful, rare animals will come to drink at the pool, and you will clearly see the nature of all things. You will see many strange and wonderful things come and go, but you will be still. This is the happiness of the Buddha.
 
numpank nanya yg bwat abhina / kekuatan batin itu meditasi ap?
samantha ataw vipassana ? bisa di jelaskan manfaat ke2 nya?
lalu ad nga parita bwat meditasi
 
IV. DESKRIPSI SINGKAT LATIHAN SAMATHA-KAMMATTHANA

1. Pathavi Kasina Kammattha dan pencapaian Jhana

Seseorang yang mengambil subjek meditasi dengan memilih Kasina tanah (Pathavi-kasina) untuk permenungannya. Seyogyanya memperhatikan sebongkah tanah di atas tanah atau alat berupa segumpal tanah yang merenungkannya dengan mengatakan di dalam batin: “pathavi, pathavi, pathavi” atau “tanah , tanah , tanah”. Setelah merenungkan berulang kali untuk sejumlah waktu tertentu, gambaran alat-tanah yang kuat dan jelas akan muncul di dalam batin seolah-olah dilihat langsung oleh indera penglihatan (mata).

Penampilan gambaran batin ini disebut Uggaha-nimitta (bayangan yang diperoleh). Segera setelah bayangan (nimitta) ini menjadi kuat dan stabil di dalam batin, ia dapat pergi ke mana pun dan mengambil posisi apa saja, baik posisi duduk, berjalan, berdiri atau berbaring. Ia seyogyanya kemudian melanjutkan untuk merenungkan Uggaha-nimitta itu dengan mengatakan dalam batin “pathavi, pathavi, pathavi” atau “tanah, tanah, tanah”. Selama waktu permenungan ini dapat terjadi bahwa batin tidak tetap terfokus pada objeknya namun sering kali mengembara/ melayang-layang mengalami objek lainnya dalam hal-hal sebagai berikut :

1. Batin sering berfikir akan objek-objek yang diinginkan nafsu indera. Ini adalah Kamacchanda-nivarana (rintangan batin keinginan nafsu indera).

2. Batin sering bercokol pada pikiran-pikiran sedih dan marah. Ini adalah Vyapada-nivarana (rintangan batin keinginan jahat / niat buruk).

3. Terdapat kekenduran di dalam permenungan dan batin sering bosan dan kabur. Ini adalah Thina-middha-nivarana (rintangan batin kemalasan dan kelambanan batin).

4. Batin sering tidak stabil namun gelisah, dan batin sering khawatir dalam merenungkan dalam merenungkan perbuatan buruk melalui ucapan dan tindak-tanduk jasmani yang telah lampau. Ini adalah Uddhaca-kukkucca-nivarana (rintangan batin kegelisahan dan kekhawatiran).

5. Batin sering memikirkan “apakah permenungan yang sedang dilakukan ini adalah sebuah metode yang benar. Apakah metode ini dapat membawa hasil yang bermanfaat. Apakah ada kesempatan untuk meraih hasil yang baik.” Ini adalah Vicikiccha-nivarana (rintangan batin keraguan skeptis).

Kelima rintangan (nivarana) ini seyogyanya dipotong segera setelah mereka muncul dan batin seyogyanya kembali mengambil objek ‘ugghana-nimitta’ misalnya dengan merenungkan sebagai: ‘pathavi, pathavi, pathavi’ atau ‘tanah, tanah, tanah’. Apabila batin kehilangan ugghana-nimitta sebagai objek, maka ia seyogyanya kembali ke tempat asal alat-tanah itu dan melakukan perenungan lagi: ‘pathavi, pathavi, pathavi’ atau “tanah, tanah, tanah” seperti yang dilakukan pada permulaan latihan. Kemudian ia seyogyanya kembali ke tempat yang sama dan melanjutkan dengan permenungan di dalam berbagai posisi tubuh, baik duduk, berdiri, berbaring maupun berjalan.

Dengan melakukan permenungan demikian terhadap objek uggaha-nimitta secara berulang-ulang dalam waktu yang cukup lama, objek tersebut akan 'terlihat' jelas dan mirip penampilan kristal tidak seperti penampakan awalnya. Ini disebut 'Patibhaga-nimitta' (bayangan keseimbangan). Kondisi batin seperti ini dikenal dengan 'Upacara-samadhi' (konsentrasi berdekatan). Kini, dengan secara berkesinambungan batin berada dalam ‘Upacara-samadhi’ dengan objeknya Patibhaga-nimitta, batin mencapai satu keadaan seolah tenggelam ke dalam objek dan berdiam secara menetap di dalamnya. Tahap ketetapan dan kestabilan batin ini dikenal sebagai 'Appana-samadhi' (konsentrasi pencapaian). Terdapat empat jenis Appana-samadhi untuk rupa jhana, yaitu:

(a) Jhana pertama, (b) Jhana kedua, (c) Jhana ketiga, (d) Jhana keempat .

a) Di dalam jhana pertama lima faktor batin yang hadir secara nyata adalah:

* Faktor batin yang berfungsi dalam penerapan/ perenungan awal/ pengarahan terhadap objek (vitakka)
* Faktor batin yang berfungsi dalam penerapan penambatan terhadap objek (vicara)
* Faktor batin yang berfungsi dalam menimbulkan suka cita/ kegiuran (piti)
* Faktor batin yang berfungsi dalam menimbulkan kegembiraan (sukkha)
* Faktor batin yang berfungsi dalam konsentrasi terfokus kuat terhadap objek (ekaggata)

b) Seseorang yang telah mencapai tahap Jhana pertama dan ahli, melihat ketidakpuasan di dalam dua faktor batin pertama di atas, yaitu vitakka dan vicara, melanjutkan lagi melakukan perenungan untuk mengatasi kedua faktor batin tadi, dan berhasil mencapai tahap jhana kedua, yang kondisi faktor batin paling menonjolnya ada tiga, yaitu piti, sukha, dan ekaggata.

c) Dengan melihat ketidakpuasan yang terdapat di dalam ‘piti’ ia melanjutkan dengan perenungannya untuk mengatasi piti dan berhasil mencapai tahap jhana ketiga yang kondisi faktor batin paling menonjolnya ada dua, yaitu sukha dan ekaggata.

d) Dengan melihat ketidakpuasan yang terdapat di dalam ‘sukha’ ia melanjutkan dengan perenungan untuk mengatasi faktor batin sukha tersebut dan berhasil mencapai tahap jhana keempat yang kondisi faktor batin paling menonjolnya ada dua, yaitu ‘upekkha’ (keseimbangan) dan ekaggata.
Inilah diskripsi singkat cara untuk merenungkan Pathavi kasina dan pengembangan bertahap keempat tingkat jhana. Hal yang sama dapat dilakukan untuk kasina yang lain.


mohon di lanjutkan mengenai meditasi dgn objek 10 kasina.
Trimakasih.
 
1
Pathavi kasina
gazing upon earth

2
Apo kasina
gazing upon water

3
Tejo kasina
gazing upon fire

4
Vayo kasina
gazing upon wind

5
Odata kasina
gazing upon white

6
Pita kasina
gazing upon yellow

7
Lohita kasina
gazing upon red

8
Nila kasina
gazing upon blue (or green)

9
Akasa kasina
gazing upon the space, the sky, a hole or an opening

10
Aloka kasina
gazing upon bright light


ketika seseorang memakai salah satu objek, dan dimana tahap konsentrasi sudah memunculkan nimitta.....kemudian memasuki jhana..

seseorang yg mahir memakai 10 kasina, juga adalah syarat untuk memiliki abhinna.
 
1
Pathavi kasina
gazing upon earth

2
Apo kasina
gazing upon water

3
Tejo kasina
gazing upon fire

4
Vayo kasina
gazing upon wind

5
Odata kasina
gazing upon white

6
Pita kasina
gazing upon yellow

7
Lohita kasina
gazing upon red

8
Nila kasina
gazing upon blue (or green)

9
Akasa kasina
gazing upon the space, the sky, a hole or an opening

10
Aloka kasina
gazing upon bright light


ketika seseorang memakai salah satu objek, dan dimana tahap konsentrasi sudah memunculkan nimitta.....kemudian memasuki jhana..

seseorang yg mahir memakai 10 kasina, juga adalah syarat untuk memiliki abhinna.

bisa di jelaskan tatacaranya ???
jadi meditasinya lebih pas caranya.... soalnya slama ini saya cuma meraba2x aja :))
thxxx infonya
 
visudhi magga bahasa indo sudah ada terbit, tapi kata teman-teman kacau balau terjemahannya...
 
2005

Retret Meditasi Pa-Auk

Singapore







Pengenalan Ānāpānasati









Ven. Pa-Auk Sayadaw



Namo tassa bhagavato arahato

sammāsambuddhasa


Memberi hormat kepada Yang Terberkahi,

yang telah mencapai Arahat, yang sempurna Tercerahkan


Jalan Masuk ke Pernafasan

Hari ini saya akan memperkenalkan kepada anda prinsip dasar untuk mengembangkan konsentrasi.

Ada 2 tipe meditasi, yang dinamakan samatha dan vipassana. Samatha untuk mengembangkan konsentrasi. Vipassana untuk mengembangkan kebijaksanaan. Dari keduanya, samatha merupakan pondasi penting dari vipassana. Oleh karena itu, dalam Khandha Vagga Samyutta dan Sacca Samyutta, Buddha mengatakan : ‘Samādhim bhikkhave bhāvetha, samāhito bhikkhave bhikkhu yathābhūtam pajānāti.’ Artinya : ‘Para Bhikkhu, kamu harus memperkuat konsentrasi. Para Bhikkhu, jika kamu memiliki konsentrasi yang cukup, kamu dapat memahami fenomena sebagaimana mestinya.’ Jadi untuk para pemula dianjurkan untuk mempraktekkan samatha terlebih dahulu untuk mengembangkan konsentrasi yang dalam dan kuat. Kemudian mereka dapat mempraktekkan vipassana dan melihat fenomena dalam inti nyatanya.

Ada 40 cara untuk mempraktekkan samatha. Dari cara-cara ini, biasanya kita mengajar para pemula ānāpānasati, perhatian pada nafas, karena kebanyakan meditator berhasil dengan metode ini.

Dalam Samyutta Nikāya, Buddha menganjurkan ānāpānasati seperti ini : ’Bhikkhu, konsentrasi melalui perhatian pada nafas, saat banyak dikembangkan dan dipraktekkan, damai dan indah (luhur, agung). Ini adalah sebuah kebahagiaan penuh yang kekal, dan ini membuang pikiran-pikiran yang tidak baik dengan segera begitu pikiran-pikiran tersebut muncul.’ Dalam Visuddhimagga, disebutkan bahwa : ’Perhatian pada nafas sebagai subyek meditasi terpenting diantara berbagai subyek meditasi dari semua murid-murid Buddha, (beberapa) Pacceka Buddha dan (beberapa) Buddha’ sebagai dasar untuk mencapai ....??.....’ sehingga anda harus memiliki kepercayaan yang kuat terhadap subyek meditasi ini, dan mempraktekkannya dengan penuh hormat.

Sekarang saya akan memperkenalkan kepada anda langkah-langkah dasar untuk mempraktekkan ānāpānasati.

Langkah pertama : duduk tegak dan alami dan rilekskan seluruh badan. Anda dapat memilih berbagai postur duduk yang anda suka. Tidak mesti duduk dengan kaki disilangkan jika anda merasa sulit. Anda dapat duduk dengan kedua kaki ditaruh bersebelahan di lantai, tanpa menekan satu sama lain. Duduklah diatas bantal kecil dengan ketebalan yang sesuai akan membuat anda merasa nyaman dan membuat anda dapat menegakkan badan anda dengan mudah. Rilekskan badan anda bagian per bagian, mulai dari kepala hingga kaki. Pastikan tidak ada ketegangan di setiap bagian tubuh anda. Jika anda menemukan ketegangan di beberapa bagian tubuh anda, cobalah untuk melepaskan ketegangan itu dengan membuatnya rileks dan alami. Ketegangan di bagian tubuh akan menyebabkan ketidaknyamanan dan sakit setelah anda duduk untuk waktu yang lama. Jadi pastikan untuk merilekskan seluruh tubuh anda setiap kali anda mulai duduk.

Langkah kedua : singkirkan semua pikiran, termasuk semua kekhawatiran dan rencana. Anda harus merefleksikan pada kenyataan bahwa semua kondisi adalah impermanen/ tidak kekal. Mereka tidak akan mengikuti harapan-harapan anda tapi akan mengikuti cara mereka sendiri. Tidak berguna untuk menggenggam mereka. Akan bijaksana untuk meninggalkan mereka sementara saat anda mempraktekkan meditasi.

Kapan saja anda terjerat dalam pikiran tersebut, anda harus mengingatkan kembali diri anda bahwa sekarang adalah waktu yang penting bagi anda untuk tidak berpikir sama sekali dan pikiran anda hanya tinggal dengan obyek meditasi, nafas. Jika hal-hal lain anda pikir sangat penting muncul dalam pikiran anda dan anda berpikir anda harus mengingatnya atau memikirkannya sampai selesai, jangan memikirkannya saat anda melakukan meditasi duduk. Anda dapat menuliskannya dalam catatan anda, dan anda taruh disebelah anda, dan kemudian berhenti memikirkan tentang hal itu selama anda masih bermeditasi. Cara lain adalah anda dapat memikirkannya tiga kali dengan kuat dan membiarkannya pergi sama sekali.

Jika anda benar-benar ingin berhasil dalam ānāpānasati, anda harus menyingkirkan semua obyek-obyek lain. Beberapa meditator ingin mengembangkan konsentrasi, namun belum bisa menyingkirkan kemelekatan terhadap berbagai hal-hal duniawi. Sebagai hasilnya, pikiran mereka menjadi gelisah, karena selalu berkeliaran antara nafas dan obyek duniawi. Kemudian mereka berusaha keras untuk menenangkan pikiran mereka tapi tidak berhasil, karena pertama kali mereka tidak melepaskan kemelekatan terhadap obyek lainnya. Kemelekatan itu menjadi sebuah rintangan dalam proses meditasi mereka. Sehingga sangat penting untuk membuat resolusi/ ketetapan hati yang kuat untuk menghentikan semua pikiran selama anda bermeditasi.

Langkah ketiga : kenali nafas melalui latihan berulang-ulang. Setelah anda yakin bahwa tubuh anda bebas dari ketegangan dan pikiran anda bebas dari berbagai pikiran, anda harus memimpin pikiran anda ke daerah dimana nafas masuk dan nafas keluar menyentuh kulit anda. Area tersebut ada diantara lubang hidung dan bibir atas, termasuk bagian langsung dibawah lubang hidung dan bagian antara kedua lubang hidung luar. Cobalah untuk menemukan nafas di area ini. Setelah anda menemukan nafas, cobalah untuk menjaga pikiran anda dengannya dan sadar terhadapnya sepanjang waktu. Anda harus mencoba mengetahui nafas alami secara obyektif, seperti anda menjadi penonton. Jangan mengontrol atau interfere?? pernafasan alami, tapi hanya mengetahui sebagaimana adanya. Jika anda mengontrol nafas anda, anda akan merasa tidak nyaman di bagian dada.

Pada tahap ini, tujuan anda adalah mengenali nafas. Anda dapat mencapai tujuan ini melalui latihan berulang. Kapan saja bentuk-bentuk pikiran pikiran muncul di pikiran anda, abaikan saja pikiran tersebut dan bawa pikiran anda kembali ke nafas. Tidak ada gunanya marah terhadap pikiran tersebut atau diri anda. Anda harus menerima bahwa munculnya pikiran di pikiran adalah fenomena alami dan tidak seharusnya terjerat dalam pikiran tersebut. Dengan mengabaikan pikiran, anda mengarahkan diri anda dari pikiran. Dan dengan selalu mengetahui nafas, anda membuat diri anda mengenali nafas.

Anda harus berlatih seperti ini lagi dan lagi beberapa kali sebelum anda menyempurnakan konsentrasi anda. Anda harus berlatih di berbagai postur tubuh. Jangan berhenti berlatih sebelum tiap waktu duduk selesai. Selama anda membuka mata anda, merilekskan kaki anda, berdiri dan seterusnya, cobalah untuk terus mengetahui nafas. Saat anda berdiri, berjalan, berbaring dan seterusnya, cobalah selalu mengetahui nafas anda.

Jangan biarkan pikiran anda mengambil obyek lain. Biarkan jeda dalam latihan anda menjadi berkurang dan berkurang. Pada akhirnya, hampir tidak ada jeda dan anda meneruskan meditasi tanpa terputus-putus. Anda harus berlatih dengan rajin dan tekun dengan cara ini, dari anda bangun di pagi hari sampai anda terlelap di malam hari. Jika anda melakukan demikian, anda sangat mungkin berhasil mencapai konsentrasi jhāna dalam retret ini.

Anda harus sabar dan tekun. Setiap waktu setelah pikiran anda kembali ke nafas, lanjutkan untuk hanya mengetahui nafas. Anda harus santai. Jangan buru-buru berkonsentrasi pada nafas sebelum anda mengenalinya. Jika anda demikian anda akan merasa tertekan, karena anda tidak dapat berkonsentrasi dengan benar. Jika ketegangan berkembang, akan mengganggu meditasi anda. Ini seperti anda tidak dapat berjalan dengan baik bersama kenalan yang mengantuk??, tapi anda bisa berjalan dengan seorang teman lama. Dengan cara yang sama, ketika anda belum mengenali nafas, anda tidak dapat berkonsentrasi dengan benar. Hanya setelah anda telah mengenalinya, anda dapat berkonsentrasi padanya dengan benar. Jadi pada tahap ini, hanya mengenali nafas itu cukup.

Meditator mungkin bertemu dengan salah satu dari dua masalah pada tahap ini. Satunya adalah mereka mengalami nafas yang kasar. Sedang yang lainnya mereka mendapatkan kesulitan untuk merasakan nafas.

Saat nafasnya kasar, meditator mesti menyadari hanya nafas yang melewati area yang disebutkan diatas, titik sentuh, tanpa mengikuti nafas masuk ke dalam ataupun keluar tubuh. Jika meditator mengikuti nafas masuk dan keluar, dia tidak akan dapat menyempurnakan konsentrasinya.

Satu kiasan dalam Visuddhimagga adalah seorang penjaga pintu : penjaga pintu tidak memperhatikan orang-orang (yang pergi) ke dalam dan keluar dari kota, tapi hanya memeriksa tiap orang begitu dia tiba di pintu. Dengan cara yang sama, nafas yang masuk ke dalam dan yang keluar tidak menjadi perhatian meditator. Obyeknya hanya nafas yang tiba di titik sentuh, di pintu.

Hal lain yang diperhatikan adalah anda tidak harus menekankan karakteristik dari empat unsur dari nafas. Artinya anda tidak harus menekankan keras, kasar, berat, halus, licin dan ringan dari nafas, yang merupakan karakteristik dari unsur tanah. Anda tidak harus menekankan pada pergerakan mengalir dan kepaduan dari nafas, yang merupakan karakteristik dari unsur air. Anda tidak harus menekankan pada panas dan dingin dari nafas, yang merupakan karakteristik dari unsur api. Anda tidak harus menekankan pada tindakan menekan dan fungsi menyokong, yang merupakan karakteristik dari unsur angin. Jika anda menekankan pada beberapa karakteristik ini, karakteristik-karateristik lain juga akan menjadi lebih dan lebih jelas di tubuh anda dan hal itu akan mengganggu konsentrasi anda. Apa yang perlu anda lakukan adalah hanya mengetahui nafas itu sendiri. Anda harus mengetahui nafas secara keseluruhan, sebagai sebuah konsep umum, daripada menekankan pada beberapa karakteristik khususnya.

Di kasus lain, meditator mendapatkan kesulitan untuk merasakan nafas. Dia harus mengerti bahwa dia sedang bernafas. Alasan kenapa dia tidak dapat merasakan nafas karena nafas tersebut halus/ tidak kentara dan dia tidak familiar dengan nafas halus. Dia harus menjaga pikirannya pada area sentuh yang disebutkan diatas dengan tenang tapi dengan pikiran yang siap siaga. Dan dia harus sadar dengan kenyataan bahwa dia masih bernafas. Hanya mengetahui bahwa dia masih bernafas itu cukup. Jika dia sabar dan siap siaga, sedikit demi sedikit dia akan dapat mengenali nafas halus. Jika dia mencoba lagi dan lagi, dia akan dapat berkonsentrasi pada nafas halus. Hal itu akan sangat membantunya untuk mengembangkan konsentrasi yang mendalam.

Saat sedang mencoba mengenali nafas, anda harus mengikuti jalan tengah, maksudnya meletakkan terus usaha secukupnya. Jangan mengeluarkan usaha terlalu banyak, karena dapat menghasilkan banyak masalah, seperti ketegangan, sakit kepala dan ketegangan pada mata. Jangan meletakkan terlalu sedikit usaha, karena anda dapat terhanyut dalam mimpi atau jatuh tertidur. Jadi anda sebaiknya mengatur usaha anda pada tingkat yang anda rasa cukup untuk selalu mengetahui nafas.

Langkah keempat : fokus pada nafas. Ketika anda dapat menyadari nafas secara kontinu selama 15-20 menit, anda akan sungguh familiar dengan nafas. Pada saat itu, anda mulai fokus atau berkonsentrasi pada nafas. Pada tahap sebelumnya, saat anda menyadari nafas anda juga mengetahui area sentuh. Tapi pada tahap ini, anda mencoba untuk mengurangi bidang perhatian anda untuk hanya berfokus pada nafas. Dengan melakukannya, pikiran anda akan menjadi lebih terkonsentrasi. Bagaimana pun, jika anda melakukan terlalu dini, yaitu sebelum anda benar-benar mengenali nafas, anda akan merasakan ketegangan terhimpun di permukaan wajah anda.

Langkah kelima : berkonsentrasi pada nafas melalui seluruh nafas. Ketika anda dapat berkonsentrasi pada nafas tanpa terputus lebih dari 30 menit, konsentrasi anda sungguh bagus. Anda dapat mencoba berkonsentrasi pada nafas throughout its course??. Artinya disini anda berkonsentrasi pada nafas masuk dari sangat awal sampai akhirnya, pada titik yang sama. Kemudian anda berkonsentrasi pada nafas keluar dari awalnya sampai akhirnya, pada titik yang sama. Dengan cara ini, konsentrasi anda akan menjadi semakin tajam dan tajam, semakin dalam dan dalam, karena tidak ada jeda bagi pikiran untuk berkeliaran.

Jika anda tekun berlatih seperti ini, konsentrasi anda akan berangsur-angsur menjadi stabil. Ketika anda dapat berkonsentrasi pada nafas secara kontinu selama lebih dari satu jam di setiap meditasi duduk, paling sedikit empat kali duduk per hari, selama lebih dari tiga hari, anda akan segera menemukan nafas anda menjadi nimitta, tanda dari konsentrasi.

Inilah tahap-tahap dasar untuk melatih ānāpānasati. Anda mesti mengingat setiap tahapan dan melatihnya.

Anda mesti berhenti berbicara, terutama di dalam kamar tidur, kecuali waktu interview dan kebutuhan yang perlu. Untuk mengadakan retret meditasi bukanlah hal yang mudah. Panitia dan yang membantu mengalami sakit yang besar untuk membuat semuanya siap dan sesuai untuk meditasi. Para donatur memberikan keperluan dengan harapan yang baik agar semua meditator berhasil dalam meditasinya sehingga mereka dapat membagikan jasa-jasanya. Sehingga ada beberapa alasan bagi anda untuk bermeditasi dengan tekun.

Bagaimanapun juga, jangan mengharapkan apapun agar sempurna. Anda mesti menghargai waktu yang anda terima dengan sebaik-baiknya, dan sabar menghadapi berbagai gangguan yang anda temui. Daripada mengeluh, biarkan pikiran anda selalu tinggal dengan nafas anda. Mulailah melakukannya sekarang.

Semoga anda semua berhasil dalam meditasi.



Sabbadanam Dhammadānām Jīnātī

Pemberian kebenaran melebihi pemberian lainnya



Pelatihan : instruksi latihan meditasi Samatha dan Vipassana



Instruktur : Pa-Auk Sayadaw dan guru-gurunya yang sah



Tanggal Publikasi : 6 Nov 2005







VISUDDHA MEDITATION CENTRE

107, JALAN LANGGAR BEDOK

SINGAPORE 468559

TEL : (65) 90101663
 
Namo Buddhaya, Brothers....
awak nie bru tau indo forum.... mohon bimbingnnya.....!^_^!
klo td stlh baca2 ad dijelaskn ttg nivarana tuch... nah klo diliat2 ke dalam diri saya...
stiap bmeditasi, ad 4 dr 5 bag nivarana....
yah, cuma byapada aj lha yg lemah... kira2 bgtu... hehe...
nah petanyaannya....
bgmn y melawati itu semua....? nivarananya it mksd saya...
krn bbrapa x saya bmeditasi, ktika ad sensasi2 ato pgalamn2 meditasi yg aneh2...
rasa takut n kragu2an bgtu besar dalam diri saya....

Mohon ptunjuknya....metode ap yg sekiranya dapat saya lakukan untuk mghadapi nivarana ini...!^_^!

Trimz anyway, Brotherz......!^_^!:-/
 
saya justru percaya, pada suatu tingkatan yang sangat tinggi, semua agama akhrinya sama saja.

Sayang bgt gw bru tau nie..... forum nie...
gle... tnyata byk kesamaan cara pandang dr semua temen2 yg ad d sini....
:x cuma....:-/ bingung nie ma cara komnksi d sini...
i'm a ril new in here....
nid a lot learning time....^_^

:D
 
Namo Buddhaya, Brothers....
awak nie bru tau indo forum.... mohon bimbingnnya.....!^_^!
klo td stlh baca2 ad dijelaskn ttg nivarana tuch... nah klo diliat2 ke dalam diri saya...
stiap bmeditasi, ad 4 dr 5 bag nivarana....
yah, cuma byapada aj lha yg lemah... kira2 bgtu... hehe...
nah petanyaannya....
bgmn y melawati itu semua....? nivarananya it mksd saya...
krn bbrapa x saya bmeditasi, ktika ad sensasi2 ato pgalamn2 meditasi yg aneh2...
rasa takut n kragu2an bgtu besar dalam diri saya....

Mohon ptunjuknya....metode ap yg sekiranya dapat saya lakukan untuk mghadapi nivarana ini...!^_^!

Trimz anyway, Brotherz......!^_^!:-/

maaf karena keterbatasan waktu
saya membahas 1 niravana saja yakni seperti bro katakan VICIKICCHA atau keraguan.

Keraguan dapat terjadi terhadap ajaran, terhadap pengajarnya, terhadap diri sendiri.

Mengenai keraguan terhadap ajaran, Anda harus cukup yakin mulai saat ini untuk tahu bahwa beberapa hasil yang indah akan datang dari mempratekkan meditasi, Anda mungkin sudah mengalami beberapa pengalaman tersebut, Izinkanlah pengalaman-pengalaman tersebut memperkuat keyakinan anda bahwa meditasi itu bermanfaat.
Duduk Meditasi dalam kehenginan hingga memasuki jhana sangat besar manfaat nya.

berkenaan dengan pengajar, mereka seperti pelatih tim olahraga, Tugas mereka adalah untuk mengajarkan dari pengalaman mereka sendiri dan lebih penting lagi mengilhami murid dengan perkataan dan perbuatan.
Namun sebelum anda menaruh kepercayaan pada guru,selidikilah mereka. dan coba perhatikan apa yang mereka lakukan, Apakah sama dengan apa yang mereka babarkan atau tidak.
karena jika prilaku sang Guru sudah benar...tentu akan memimpin kita dengan teladan yang baik.

Menyesali diri dgn berpikir " aku tak punya harapan, aku tak sanggup melakukannya, aku tak berguna, aku yakin setiap orang yang telah meditasi sudah merealisasikan jhana kecuali aku."
Sang Guru bertugas menyemangati,ada pun harus bertugas menyemangati diri sendiri.

Keraguan juga dapat dialami saat meditasi atau apa yang dialami. seperti
"apakah ini,inikah jhana?" inilah pencerahan? inilah kesadaraan saat ini"
anda harus tahu semua ini adalah nivarana/rintangan.
biarkan lah itu semua, nikmatilah meditasi anda, nikmati kedamaian kebahagiaan...

setelah itu anda baru boleh meninjau ulang "apakah tadi?"
apabila dalam meditasi muncul pemikiran "inikah jhana" adalah mustahil itu jhana..
pemikiran seperti ini tidak mungkin bisa hadir dalam keadaan hening.
hanya sesudahnyalah kita boleh meninjau ulang kebelakang "apakah ini jhana?"

jika anda menghadapi kesulitan apapun dalam meditasi anda "tanyakan diri anda rintangan manakah ini" temukan penyebabnya dan ingat solusinya...dan menerapkannya..
apabila rintangannya tersebut adalah nafsu indrawi,alihkan saja perhatian dari pancar indra sedikit demi sedikit dan terapkan pada nafas atau pikiran.

jika ringatangan itu adalah niat buruk, pancarkanlah cinta kasih.
untuk kemalasan dan kelembaman, ingatlah "junjung tinggi kesadaran"
[bisa juga lihat tips dari Buddha untuk Mongalana ketika dirinya berlatih meditasi....di sutta buddha memberikan solusi untuk Y.A Mongalana]

jika penyesalan atau kegelisahaningatlah kecukupan hati atau terapkan pemaafan.
jika itu adalah keraguan yakinlah ajaran buddha dan teruskanlah...
rinatangan-rintangan itu adalah hal-hal yg dapat anda kenali anda atasi anda lampaui...

dikutip dari Superpower mindfulness oleh Ajahn Brahmavamso.
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.