Amaterasu
IndoForum Junior A
- No. Urut
- 83190
- Sejak
- 28 Okt 2009
- Pesan
- 2.702
- Nilai reaksi
- 170
- Poin
- 63
/gg...gak nyangka Thread yg gw bikin ud nyampe 228.../gg
sekarang, menjelang tutup tahun...
dan gw mo liburan...(liburan ngepos aja, liburan kerja si enggak! /sob)
so, enjoy thread gw yang satu ini..
The Door Park
Sebenernya gw bingung...
Mo naro dimana Thread ini..
Soalnya, ada unsur Funny, Gallery, dan Mistery(horor)-nya juga.../hmm
So, daripada bingung,
Mending gw taro disini.../gg
So..
apa itu
The Door Park?...
The Door Park adalah salah satu tempat paling terkenal di Jakarta...
sebenernya ini adalah nama Jalan...
tapi karena banyak kegiatan "aneh" disini..
maka kawasan ini-pun kini seperti telah ber-alih fungsi...
Jangan ngaku orang Jakarta klo belum tau tempat ini.../gg
en yang ud tau..jangan pikir aneh-aneh ya.../gg
Oke deh, langsung cek aja...
The Door Park
Welcome to
The Door Park
masuk dulu y.../gg
Langsung disambut oleh.../gg
Saatnya nyari duit...
Hidup itu memang sulit..
Bahasa Inggris-nya Keju?..
Cheese...
Nunggu deh..
Banyak versi-nya lo..
Abis ngobrol ama salah seorang penghuni..
sekarang, menjelang tutup tahun...
dan gw mo liburan...(liburan ngepos aja, liburan kerja si enggak! /sob)
so, enjoy thread gw yang satu ini..
The Door Park
Sebenernya gw bingung...
Mo naro dimana Thread ini..
Soalnya, ada unsur Funny, Gallery, dan Mistery(horor)-nya juga.../hmm
So, daripada bingung,
Mending gw taro disini.../gg
So..
apa itu
The Door Park?...
The Door Park adalah salah satu tempat paling terkenal di Jakarta...
sebenernya ini adalah nama Jalan...
tapi karena banyak kegiatan "aneh" disini..
maka kawasan ini-pun kini seperti telah ber-alih fungsi...
Jangan ngaku orang Jakarta klo belum tau tempat ini.../gg
en yang ud tau..jangan pikir aneh-aneh ya.../gg
Oke deh, langsung cek aja...
The Door Park
Welcome to
The Door Park
masuk dulu y.../gg
Langsung disambut oleh.../gg
Saatnya nyari duit...
Hidup itu memang sulit..
Bahasa Inggris-nya Keju?..
Cheese...
Nunggu deh..
Banyak versi-nya lo..
Abis ngobrol ama salah seorang penghuni..
Disaat kita terlelap dengan mimpi indah di malam hari, orang-orang ini justru sibuk mencumbu malam.
Taman lawang, Sabtu, pukul setengah satu dinihari terasa dingin. Trotoar jalan membisu. Jalanan lengang. Bulan malu-malu menyembul dari balik awan. Ira, sebut saja demikian, sibuk merapikan make-upnya. Sesekali ia menarik roknya jika ada mobil yang lewat, tak lupa senyum dilempar sambil sedikit pamer (maaf) paha. Malam itu Ira belum dapat ‘pelanggan’ sama sekali. “Wuiih, emang enak pamer paha sama dada tapi gak ada yang nawar!” kata Ira seolah mencibir diri sendiri.
Ira lalu mengeluarkan sebungkus rokok mild dan menghisapnya sebatang. Ia menarik nafas panjang. Ada makna tersirat dari helaan nafasnya. Tapi entah apa artinya.
Kulit Ira termasuk putih mulus, tubuhnya sintal, dadanya penuh, wajahnya berbentuk oval dan hidungnya mancung karena silikon. Tak ada lagi bulu di betis mulusnya. Bulu? Betul, dulu Ira adalah seorang pria bernama Suwarno. Suwarno dulu adalah pria kemayu. Suwarno dulu sering diejek dan dikatai banci. Suwarno dulu adalah seorang pria pengecut! demikian Ira mulai bertutur. “Saya akhirnya lebih memilih menjadi Ira daripada menjadi Suwarno, buat apa maksa jadi lelaki kalau dalam hati kecil saya adalah perempuan?” gugat Ira.
“Ketika menjadi Suwarno, saya memang penakut dan pengecut, ya gimana yah..badannya aja laki-laki tapi hatinya sih perempuan, jadi mending jadi perempuan sekalian kan?” tanya Ira tanpa perlu dijawab. Dengan menjadi ‘Ira’ ketimbang menjadi ‘Suwarno’, Ira merasa lebih percaya diri dan menemukan jati diri yang sesungguhnya.
Ira sudah hampir 4 tahun berada di Taman Lawang, ia mengaku terpaksa berada di sana karena kebutuhan ekonomi, “Enggak ada pekerjaan untuk waria mas, paling banter jadi perias atau pegawai salon, itu juga harus punya keahlian dan perlengkapan yang cukup.” ujar Ira sambil menghisap rokoknya.
Ira tinggal di Jatinegara bersama teman-teman warianya. Tujuh tahun lalu pergi ke Jakarta dari kampungnya di Temanggung. “Terus terang, keluarga saya sampai sekarang belum bisa menerima keadaan saya.” katanya datar saja. Tampak sekali ia tak ingin terlihat sedih. Bahkan terkadang pertanyaan Kabari dijawab dengan candaan ringan.
Sementara malam semakin larut. Kendaraan yang berseliweran mulai sepi. Taman Lawang hanyut dalam keremangan. Kemudian beberapa kawan Ira datang menghampiri. Mereka, Susi, Dian, dan Yolanda
akhirnya ikut nimbrung bersama kami. Yolanda bercerita kalau siang hari ia mengajar tari anak-anak. Sementara Susi bercerita sedang mengikuti kursus menjahit gratis yang diadakan sebuah LSM perempuan.
Mereka tampak bergembira dan senang ngerumpi bersama Kabari. Tapi soal mencari pelanggan, mereka tetap bersaing sehat.
Keberadaan mereka di sana bukannya tanpa resiko. dikejar-kejar petugas Trantib (Ketentraman dan Ketertiban) sudah menjadi makanan sehari-hari. Bahkan tidak jarang mereka terpaksa menceburkan diri ke kali atau bersembunyi di selokan hanya demi menghindari razia.
“Wah saya sering banget Mas dikejar-kejar PP (Polisi Pamong Praja), Pokoknya kalau mereka datang kita ngumpet dimana aja deh. Ngumpet di balik pohon, di got, malah saya pernah sampai nyebur ke kali di depan situ. Udah beberapa kali saya ketangkep, untung saja temen-temen suka bantuin nebus saya agar bisa keluar, biasa Mas, Ujung-ujungnya mereka minta duit.” ujar Dian disambut tawa yang lain. “Ya iyalah masa ya iya dong..!” kata Yolanda menimpali sambil tertawa.
Jika mereka tertangkap biasanya mereka dibawa ke pusat rehabilitasi sosial Kedoya, Jakarta Barat. Di sana mereka akan di bina dan diberikan pengarahan. “Ah dibina apaan, di Kedoya sama aja kayak dipenjara, mana ada yang betah di sana Mas.” ujar Ira ketus.
Entah sejak kapan kawasan Taman Lawang ini menjadi tempat mangkalnya para waria. Yang jelas di sini setiap malam ada saja waria yang menjual jasa seks. Jika malam Minggu, jumlahnya bisa mencapai puluhan orang. Para waria itu berjejer ‘adu cantik’ dan ‘adu heboh’ demi menggaet pelanggan. Jika ada satu mobil berhenti, satu atau waria akan segera menghampiri. Selanjutnya mereka langsung masuk mobil jika ‘harga jasa’ disepakati.
“Sejujurnya di sini termasuk kelas kambing Mas, harganya gak mahal-mahal amat, yah bisa ditawarlah..” ujar Ira tanpa mau merinci berapa biaya sevice seks yang mereka tawarkan. Taman Lawang semakin larut dan sepi. Seskali hanya terdengar suara cekikikan para waria yang tengah bergurau. Angin semilir semakin dingin menusuk. Dua bungkus rokok sudah tandas. Dini hari sebentar lagi pergi. Ira masih belum juga dapat pelanggan. Tapi wajahnya tetap terlihat tegar. Sampai kapan Ira begini? Ira hanya menggeleng tak tahu.
Taman Lawang dengan segala pernak-pernik didalamnya benar-benar menyihir. Menyihir dan membuat kita terkesima, betapa ada sekelompok anak manusia yang demikian ‘gigihnya’ mencari sesuap nasi..
Taman lawang, Sabtu, pukul setengah satu dinihari terasa dingin. Trotoar jalan membisu. Jalanan lengang. Bulan malu-malu menyembul dari balik awan. Ira, sebut saja demikian, sibuk merapikan make-upnya. Sesekali ia menarik roknya jika ada mobil yang lewat, tak lupa senyum dilempar sambil sedikit pamer (maaf) paha. Malam itu Ira belum dapat ‘pelanggan’ sama sekali. “Wuiih, emang enak pamer paha sama dada tapi gak ada yang nawar!” kata Ira seolah mencibir diri sendiri.
Ira lalu mengeluarkan sebungkus rokok mild dan menghisapnya sebatang. Ia menarik nafas panjang. Ada makna tersirat dari helaan nafasnya. Tapi entah apa artinya.
Kulit Ira termasuk putih mulus, tubuhnya sintal, dadanya penuh, wajahnya berbentuk oval dan hidungnya mancung karena silikon. Tak ada lagi bulu di betis mulusnya. Bulu? Betul, dulu Ira adalah seorang pria bernama Suwarno. Suwarno dulu adalah pria kemayu. Suwarno dulu sering diejek dan dikatai banci. Suwarno dulu adalah seorang pria pengecut! demikian Ira mulai bertutur. “Saya akhirnya lebih memilih menjadi Ira daripada menjadi Suwarno, buat apa maksa jadi lelaki kalau dalam hati kecil saya adalah perempuan?” gugat Ira.
“Ketika menjadi Suwarno, saya memang penakut dan pengecut, ya gimana yah..badannya aja laki-laki tapi hatinya sih perempuan, jadi mending jadi perempuan sekalian kan?” tanya Ira tanpa perlu dijawab. Dengan menjadi ‘Ira’ ketimbang menjadi ‘Suwarno’, Ira merasa lebih percaya diri dan menemukan jati diri yang sesungguhnya.
Ira sudah hampir 4 tahun berada di Taman Lawang, ia mengaku terpaksa berada di sana karena kebutuhan ekonomi, “Enggak ada pekerjaan untuk waria mas, paling banter jadi perias atau pegawai salon, itu juga harus punya keahlian dan perlengkapan yang cukup.” ujar Ira sambil menghisap rokoknya.
Ira tinggal di Jatinegara bersama teman-teman warianya. Tujuh tahun lalu pergi ke Jakarta dari kampungnya di Temanggung. “Terus terang, keluarga saya sampai sekarang belum bisa menerima keadaan saya.” katanya datar saja. Tampak sekali ia tak ingin terlihat sedih. Bahkan terkadang pertanyaan Kabari dijawab dengan candaan ringan.
Sementara malam semakin larut. Kendaraan yang berseliweran mulai sepi. Taman Lawang hanyut dalam keremangan. Kemudian beberapa kawan Ira datang menghampiri. Mereka, Susi, Dian, dan Yolanda
akhirnya ikut nimbrung bersama kami. Yolanda bercerita kalau siang hari ia mengajar tari anak-anak. Sementara Susi bercerita sedang mengikuti kursus menjahit gratis yang diadakan sebuah LSM perempuan.
Mereka tampak bergembira dan senang ngerumpi bersama Kabari. Tapi soal mencari pelanggan, mereka tetap bersaing sehat.
Keberadaan mereka di sana bukannya tanpa resiko. dikejar-kejar petugas Trantib (Ketentraman dan Ketertiban) sudah menjadi makanan sehari-hari. Bahkan tidak jarang mereka terpaksa menceburkan diri ke kali atau bersembunyi di selokan hanya demi menghindari razia.
“Wah saya sering banget Mas dikejar-kejar PP (Polisi Pamong Praja), Pokoknya kalau mereka datang kita ngumpet dimana aja deh. Ngumpet di balik pohon, di got, malah saya pernah sampai nyebur ke kali di depan situ. Udah beberapa kali saya ketangkep, untung saja temen-temen suka bantuin nebus saya agar bisa keluar, biasa Mas, Ujung-ujungnya mereka minta duit.” ujar Dian disambut tawa yang lain. “Ya iyalah masa ya iya dong..!” kata Yolanda menimpali sambil tertawa.
Jika mereka tertangkap biasanya mereka dibawa ke pusat rehabilitasi sosial Kedoya, Jakarta Barat. Di sana mereka akan di bina dan diberikan pengarahan. “Ah dibina apaan, di Kedoya sama aja kayak dipenjara, mana ada yang betah di sana Mas.” ujar Ira ketus.
Entah sejak kapan kawasan Taman Lawang ini menjadi tempat mangkalnya para waria. Yang jelas di sini setiap malam ada saja waria yang menjual jasa seks. Jika malam Minggu, jumlahnya bisa mencapai puluhan orang. Para waria itu berjejer ‘adu cantik’ dan ‘adu heboh’ demi menggaet pelanggan. Jika ada satu mobil berhenti, satu atau waria akan segera menghampiri. Selanjutnya mereka langsung masuk mobil jika ‘harga jasa’ disepakati.
“Sejujurnya di sini termasuk kelas kambing Mas, harganya gak mahal-mahal amat, yah bisa ditawarlah..” ujar Ira tanpa mau merinci berapa biaya sevice seks yang mereka tawarkan. Taman Lawang semakin larut dan sepi. Seskali hanya terdengar suara cekikikan para waria yang tengah bergurau. Angin semilir semakin dingin menusuk. Dua bungkus rokok sudah tandas. Dini hari sebentar lagi pergi. Ira masih belum juga dapat pelanggan. Tapi wajahnya tetap terlihat tegar. Sampai kapan Ira begini? Ira hanya menggeleng tak tahu.
Taman Lawang dengan segala pernak-pernik didalamnya benar-benar menyihir. Menyihir dan membuat kita terkesima, betapa ada sekelompok anak manusia yang demikian ‘gigihnya’ mencari sesuap nasi..
Curhat salah seorang activist "dunia kedua"
Saritem. Gang Dolly. Taman Lawang. Pasar Kembang. Red Line. Itu adalah tempatnya lokalisasi pelacuran. Nggak usahlah gw sebutin di mana lokasinya. Gw malah yakin Anda lebih apal jalan ke sana ketimbang gw.
Gw bahkan bisa dengar Anda udah jawab pilihan pertama dengan pertanyaan di atas. Boikot pelacuran, tanpa ba-bi-bu. Kata suami-suami yang takut dosa, pelacuran dilarang oleh Pak Kyai, dilarang Bapa Pendeta, dan dilarang istri. Kata tukang pajak, pelacuran harus dibasmi karena nggak bayar pajak. Kata pengusaha properti, daripada jadi tempat pelacuran, mending digusur, terus jadi hotel bintang lima. Profitnya lebih tinggi.
Barangkali yang melarang lokalisasi pelacuran digusur justru para dokter. Lhoo?
Saat ini, dokter dibikin pusing karena kejadian infeksi menular seksual meningkat cepat. Obat yang ada makin nggak mempan. Sudah banyak yang tewas lantaran kena raja singa, tapi pasien nampaknya belum kapok juga.
Biasanya kalo suami kena, istri juga kena. Para pria yang udah kena kencing nanah sudah disuruh bawa bininya buat diobatin juga, tapi mereka nggak manut. Soalnya mereka takut dihajar istrinya kalo mereka bilang bahwa mereka pernah tidur dengan perempuan lain.
Bayangkan Anda di posisi gw. Gimana kita bisa stop penyebaran penyakit menular seksual kalo orang-orang yang ketularan ini nggak diobati? Kita tau orang yang biasanya ketularan penyakit ini adalah:
1. para pelacur
2. para pria yang make jasa pelacur
3. para wanita yang kekasihnya make jasa pelacur
Jelas kan, kalo mau penyakit menular seksual dibasmi, berarti yang mesti diobatin pertama-tama adalah golongan nomer 1 dulu.
Masalahnya, gimana ngobatin pelacur? Dokter nggak bisa ngobatin kalo orang yang diobatinnya aja nggak ketemu. Pelacur susah ditemukan coz:
MASALAH AGAMA. Doktrinasi agama nggak berhasil dengan efektif, coz belum apa-apa pelacur sudah disinisin kalo masuk musola atau kapel. Gimana mereka mau tobat?
MASALAH EKONOMI
Pelacur susah dapet kerjaan, jadi mereka nggak punya mata pencaharian lain. Di pihak lain, pelacur bisa eksis coz permintaan terhadap pelacur selalu aja ada. Sampai ada gurauan, nyari minyak tanah aja susahnya bukan main, tapi mau nyari pelacur lebih gampang.
MASALAH GEOGRAFI. Pelacur yang nyebar di mana-mana akan susah dikumpulin. Mereka nggak terdata, akibatnya susah dibina dan susah diobatin. Apa mereka harus punya KTP alias Kartu Tanda Pelacur supaya gampang didatanya?
Oleh karena itu, apakah bijaksana kalo kita membubarkan Saritem, Gang Dolly, Pasar Kembang, Taman Lawang, dan Red Line? Kenapa kita nggak mikirin sisi positif dari lokalisasi pelacuran? Kalo pelacur-pelacur itu dikumpulin di satu tempat, akan gampang buat kasih mereka pelatihan ini-itu supaya mereka bisa cari pekerjaan lain. Lebih gampang kasih mereka pelajaran agama supaya mereka mau tobat. Dan lebih gampang lagi nyuntikin kuinolon ke badan mereka satu per satu supaya mereka nggak nularin sakit kencing nanah ke konsumen mereka.
Perkara lokalisasi hanya akan melegalisasi akses untuk bikin dosa? Itu harus dibalikin ke konsumen yang make jasa pelacur. Ingat hukum ekonomi. Jasa nggak akan tercipta kalo nggak ada yang butuh. Orang nggak butuh kalo nggak ada alasan. Kenapa orang sampai merasa butuh main sama pelacur? Itu yang harus dipecahkan.
Kita nggak butuh Perda macem-macem buat melarang pelacuran. Itu nggak efektif! Kita cuman butuh sekolah yang memadai supaya penduduk negara kita ini nggak pada nganggur.
Jadi, bagaimana menurut Anda? Apakah pelacuran kudu diboikot, atau lebih baik dibina?
Gw bahkan bisa dengar Anda udah jawab pilihan pertama dengan pertanyaan di atas. Boikot pelacuran, tanpa ba-bi-bu. Kata suami-suami yang takut dosa, pelacuran dilarang oleh Pak Kyai, dilarang Bapa Pendeta, dan dilarang istri. Kata tukang pajak, pelacuran harus dibasmi karena nggak bayar pajak. Kata pengusaha properti, daripada jadi tempat pelacuran, mending digusur, terus jadi hotel bintang lima. Profitnya lebih tinggi.
Barangkali yang melarang lokalisasi pelacuran digusur justru para dokter. Lhoo?
Saat ini, dokter dibikin pusing karena kejadian infeksi menular seksual meningkat cepat. Obat yang ada makin nggak mempan. Sudah banyak yang tewas lantaran kena raja singa, tapi pasien nampaknya belum kapok juga.
Biasanya kalo suami kena, istri juga kena. Para pria yang udah kena kencing nanah sudah disuruh bawa bininya buat diobatin juga, tapi mereka nggak manut. Soalnya mereka takut dihajar istrinya kalo mereka bilang bahwa mereka pernah tidur dengan perempuan lain.
Bayangkan Anda di posisi gw. Gimana kita bisa stop penyebaran penyakit menular seksual kalo orang-orang yang ketularan ini nggak diobati? Kita tau orang yang biasanya ketularan penyakit ini adalah:
1. para pelacur
2. para pria yang make jasa pelacur
3. para wanita yang kekasihnya make jasa pelacur
Jelas kan, kalo mau penyakit menular seksual dibasmi, berarti yang mesti diobatin pertama-tama adalah golongan nomer 1 dulu.
Masalahnya, gimana ngobatin pelacur? Dokter nggak bisa ngobatin kalo orang yang diobatinnya aja nggak ketemu. Pelacur susah ditemukan coz:
MASALAH AGAMA. Doktrinasi agama nggak berhasil dengan efektif, coz belum apa-apa pelacur sudah disinisin kalo masuk musola atau kapel. Gimana mereka mau tobat?
MASALAH EKONOMI
Pelacur susah dapet kerjaan, jadi mereka nggak punya mata pencaharian lain. Di pihak lain, pelacur bisa eksis coz permintaan terhadap pelacur selalu aja ada. Sampai ada gurauan, nyari minyak tanah aja susahnya bukan main, tapi mau nyari pelacur lebih gampang.
MASALAH GEOGRAFI. Pelacur yang nyebar di mana-mana akan susah dikumpulin. Mereka nggak terdata, akibatnya susah dibina dan susah diobatin. Apa mereka harus punya KTP alias Kartu Tanda Pelacur supaya gampang didatanya?
Oleh karena itu, apakah bijaksana kalo kita membubarkan Saritem, Gang Dolly, Pasar Kembang, Taman Lawang, dan Red Line? Kenapa kita nggak mikirin sisi positif dari lokalisasi pelacuran? Kalo pelacur-pelacur itu dikumpulin di satu tempat, akan gampang buat kasih mereka pelatihan ini-itu supaya mereka bisa cari pekerjaan lain. Lebih gampang kasih mereka pelajaran agama supaya mereka mau tobat. Dan lebih gampang lagi nyuntikin kuinolon ke badan mereka satu per satu supaya mereka nggak nularin sakit kencing nanah ke konsumen mereka.
Perkara lokalisasi hanya akan melegalisasi akses untuk bikin dosa? Itu harus dibalikin ke konsumen yang make jasa pelacur. Ingat hukum ekonomi. Jasa nggak akan tercipta kalo nggak ada yang butuh. Orang nggak butuh kalo nggak ada alasan. Kenapa orang sampai merasa butuh main sama pelacur? Itu yang harus dipecahkan.
Kita nggak butuh Perda macem-macem buat melarang pelacuran. Itu nggak efektif! Kita cuman butuh sekolah yang memadai supaya penduduk negara kita ini nggak pada nganggur.
Jadi, bagaimana menurut Anda? Apakah pelacuran kudu diboikot, atau lebih baik dibina?
Dan pada akhirnya, semuanya dapet salam nih dari para penghuni.../gg
pengalaman thriller bersama pinky streples
sebagai pembuka cerita gue hanya mau bilang, kalo cerita yg satu ini lumayan thriller, jadi kalo ada yg punya penyakit lemah jantung, mata merah, diare akut, bisulan, lemah syahwat, dan iritasi skrotum jgn terlalu nafsu bacanya.
pada suatu masa di mana para kaum gue waria merajai dunia, tepatnya hari selasa kalo ga salah, dan waktu lagi pelajaran bahasa indonesia, pada saat yang lagi tenang2 nya, saya muhammad grinaldi prayoga, dengan otak yang ga seberapa pinter dan ga ada isinya, namun memiliki nafsu jahil yg sangat tinggi, dengan tololnya memainkan sebuah benda ekstrim dan di keramatkan oleh ratu pantai selatan, dan juga lebih sakti dari batu mpok menari yaitu PINKY STREPLES !!!
ya ! setreples warna pink, warna yg dilihat indah oleh kaum wanita, dan kaum gue WARIA namun sangat mengerikan buat gue, soalnya karna streples itu, jari jempol gue kecepirit eh salah, kecepret !
jadi ginilah kronologis nya :
saat pelajaran bahasa indonesia tersebut, gue pengen ngumpulin tugas yg kebetulan waktu itu belom di kecret, oleh karena itu gua minta krecetan dari bagas, kesan pertama buat pinky streples itu sih biasa aja, tapi karena dasarnya otak gua yg ga seberapa pinter ini rada2 jail ya udah gua peke buat maenan dulu tuh setreples, pertama gue pake buat nge-cepret meja, nah karena gua rasa meja itu kurang extreme, ya udahlah gua tempel di jempol gue, dan CEPRET !
waktu detik pertama belom kerasa sakit, lalu ku tunggu hingga beberapa jam menit detik tahun abad, dan lalu UAAAAANNNNYYIIEEEENKKKKKK
lalu gue teriak ke temen gue yg namanya bani mukhlis, yg menang jerawat ga ada kelaminnya, eh salah, ga ada otaknya. lalu gue berteriak dgn nada nafsu BAN TARIKIN BAN ! PLIS BAN TARIKIN ! tapi die bukannya narik malah ketawa kaya waria yang nyanyi lagu jennifer houston di kasih gocap.
lalu ada temen gue yg namanya peco yang desas-desus asal-usul namanya itu PEREK CONDET, datang bak tukang rujak cingur yg nagih utang, dan bertanya:
peco : kenape lu di ?
waria kabur : abis di gerepe kuli bangunan gua (bagian ini hanya percakapan fiktif)
peco : itu jari lu kenapa di ?
waria kabur : (teriak histeris) AAAAHHH YEAHHH, UUUUU YEEEEE, YOOOMAEN, EH PLIS TARIKIN !
peco : loh kok di jempol lu ada streples
waria kabur : (teriak dgn nada sama)
peco : mau gua tarikin ga ?
waria kabur : (teriak dgn nada sama)
peco : oke siap in ONE TWO THREE
yah dan akhirnya streples di tangan gue berhasil di lepas karena jasa si perek teritorial condet, abis itu ada adegan yg kolosal bgt, gue di kelilingin sama anak sekelas dan mereka berkata ‘ih orang berak di sini kok gak di siram sih ?’.
sialan emang gua tai apa ? pangkat gua udah lebih dari tai, gua itu mencret !
abis itu karna darah kelabu dari jempol gue ini udah becocoran kaya air comberan, gua di suruh ke rumah sakit sama guru gue, kata nya ‘biar cepet sembuh, sana gih di opname, klo kamu anfal ibu punya banyak kafan tuh di rumah’ (bagian ini juga jelas2 fiktif)
tapi yg asli ‘sana gih kamu ke UKS, darahnya banyak begitu’
tapi pas di UKS luka gue bukannya di kasih betadin,malah di kasih balsem geliga yg di mix pake counterpain, dan bukannya di balut perban tapi malah di balut koyo cabe super (bagian ini fiktif juga, yg aslinya bisa di kira2 lah)
coy cape nih gue, udah dulu ya SALAM WARIA !
sebagai pembuka cerita gue hanya mau bilang, kalo cerita yg satu ini lumayan thriller, jadi kalo ada yg punya penyakit lemah jantung, mata merah, diare akut, bisulan, lemah syahwat, dan iritasi skrotum jgn terlalu nafsu bacanya.
pada suatu masa di mana para kaum gue waria merajai dunia, tepatnya hari selasa kalo ga salah, dan waktu lagi pelajaran bahasa indonesia, pada saat yang lagi tenang2 nya, saya muhammad grinaldi prayoga, dengan otak yang ga seberapa pinter dan ga ada isinya, namun memiliki nafsu jahil yg sangat tinggi, dengan tololnya memainkan sebuah benda ekstrim dan di keramatkan oleh ratu pantai selatan, dan juga lebih sakti dari batu mpok menari yaitu PINKY STREPLES !!!
ya ! setreples warna pink, warna yg dilihat indah oleh kaum wanita, dan kaum gue WARIA namun sangat mengerikan buat gue, soalnya karna streples itu, jari jempol gue kecepirit eh salah, kecepret !
jadi ginilah kronologis nya :
saat pelajaran bahasa indonesia tersebut, gue pengen ngumpulin tugas yg kebetulan waktu itu belom di kecret, oleh karena itu gua minta krecetan dari bagas, kesan pertama buat pinky streples itu sih biasa aja, tapi karena dasarnya otak gua yg ga seberapa pinter ini rada2 jail ya udah gua peke buat maenan dulu tuh setreples, pertama gue pake buat nge-cepret meja, nah karena gua rasa meja itu kurang extreme, ya udahlah gua tempel di jempol gue, dan CEPRET !
waktu detik pertama belom kerasa sakit, lalu ku tunggu hingga beberapa jam menit detik tahun abad, dan lalu UAAAAANNNNYYIIEEEENKKKKKK
lalu gue teriak ke temen gue yg namanya bani mukhlis, yg menang jerawat ga ada kelaminnya, eh salah, ga ada otaknya. lalu gue berteriak dgn nada nafsu BAN TARIKIN BAN ! PLIS BAN TARIKIN ! tapi die bukannya narik malah ketawa kaya waria yang nyanyi lagu jennifer houston di kasih gocap.
lalu ada temen gue yg namanya peco yang desas-desus asal-usul namanya itu PEREK CONDET, datang bak tukang rujak cingur yg nagih utang, dan bertanya:
peco : kenape lu di ?
waria kabur : abis di gerepe kuli bangunan gua (bagian ini hanya percakapan fiktif)
peco : itu jari lu kenapa di ?
waria kabur : (teriak histeris) AAAAHHH YEAHHH, UUUUU YEEEEE, YOOOMAEN, EH PLIS TARIKIN !
peco : loh kok di jempol lu ada streples
waria kabur : (teriak dgn nada sama)
peco : mau gua tarikin ga ?
waria kabur : (teriak dgn nada sama)
peco : oke siap in ONE TWO THREE
yah dan akhirnya streples di tangan gue berhasil di lepas karena jasa si perek teritorial condet, abis itu ada adegan yg kolosal bgt, gue di kelilingin sama anak sekelas dan mereka berkata ‘ih orang berak di sini kok gak di siram sih ?’.
sialan emang gua tai apa ? pangkat gua udah lebih dari tai, gua itu mencret !
abis itu karna darah kelabu dari jempol gue ini udah becocoran kaya air comberan, gua di suruh ke rumah sakit sama guru gue, kata nya ‘biar cepet sembuh, sana gih di opname, klo kamu anfal ibu punya banyak kafan tuh di rumah’ (bagian ini juga jelas2 fiktif)
tapi yg asli ‘sana gih kamu ke UKS, darahnya banyak begitu’
tapi pas di UKS luka gue bukannya di kasih betadin,malah di kasih balsem geliga yg di mix pake counterpain, dan bukannya di balut perban tapi malah di balut koyo cabe super (bagian ini fiktif juga, yg aslinya bisa di kira2 lah)
coy cape nih gue, udah dulu ya SALAM WARIA !
mereka ada di sekitar kita...
tidak perlu menutup mata...
mungkin ada yang jadi member IF juga...
Siapa tau?
Tapi, sering mereka kita anggap "Sampah"...
Kutukan, Hina, gila, nista, durhaka, neraka,...
atau apalah yang buruk-buruk...
tanpa kita sadari...
belum tentu kita lebih baik dari mereka...
Apa kita harus menendang bokong mereka agar mereka pergi jauh-jauh?
Apa kita harus menyoraki mereka setiap kali mereka lewat di-depan kita untuk mencari makan?
Apa kita pantas melakukan semua itu?
Bro and Sista and Waria juga klo ada...
Ayo merenung sama-sama...
Dan sambut hidup yang lebih baik...
lebih toleransi...
ajak mereka ke jalan yang benar...
dan bekerja bersama...
L is for Laki-Laki and P is for Perempuan
so, what is for "Waria"?
Happy New Year 2010