• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

"The Life Of Buddha"

67535_171788706164627_100000004961322_644192_6032673_n.jpg

"Selama itu Jivaka Komarabaccha hanya duduk diam di dekat Raja Ajatasatttu. Raja berkata kepadanya: Engkau, sahabat Jivaka, mengapa engkau diam? Baginda, ada Sang Bhagava ini, Sang Arahat, Buddha yang telah mencapai Penerangan Sempurna sedang berdiam di hutan mangga milikku disertai oleh seribu dua ratus lima puluh bhikkhu. Dan tentang Yang Terberkahi Gotama ini, berita baik telah beredar bahwa: 'Sang Bhagava adalah seorang Arahat, Buddha yang telah mencapai Penerangan Sempurna, memiliki kebijaksanaan dan perilaku yang sempurna, telah menempuh Sang Jalan dengan sempurna, Pengenal seluruh alam, guru manusia yang harus dijinakkan yang tiada bandingnya,7 Guru para dewa dan manusia, Tercerahkan dan terberkahi.' Sudilah Baginda mengunjungi Sang Bhagava. Beliau akan memberikan kedamaian di hati Baginda. Kalau begitu, Jivaka, siapkan gajah tunggangan."

"Baiklah, Baginda", Jivaka berkata, dan ia menyiapkan lima ratus gajah betina, dan gajah jantan kerajaan untuk Sang Raja. Kemudian ia melaporkan: "Baginda, gajah tunggangan telah siap. Sekarang saatnya kita melakukan apa yang Baginda inginkan. Dan Raja Ajatasattu, setelah menempatkan istri-istrinya masing-masing di satu dari lima ratus gajah betina, ia menaiki gajah jantan kerajaan dan bergerak dalam barisan, disertai barisan pembawa obor, dari Rajagaha menuju hutan mangga Jivaka."

Dan ketika Raja Ajatasattu mendekati hutan mangga ia merasa takut dan ngeri, dan bulu badannya berdiri. Dan karena merasa takut dan bulu badannya berdiri, Raja berkata kepada Jivaka: "Sahabat Jivaka, apakah engkau menipu aku? Apakah engkau membohongi aku? Engkau tidak membawaku kepada musuh, kan? Bagaimanakah ini, dari seribu dua ratus lima puluh bhikkhu, tidak ada suara bersin, batuk atau teriakan yang terdengar?"

"Jangan takut, Baginda, aku tidak menipu engkau, membohongi engkau atau membawamu kepada musuh. Mendekatlah, Baginda, mendekatlah. Ada pelita yang menyala di Paviliun Bundar."

Maka Raja Ajatasattu, menunggang gajahnya sejauh yang dimungkinkan tanah di sana, kemudian turun dari gajah dan melanjutkan dengan berjalan kaki menuju pintu paviliun bundar. Kemudian ia berkata: "Jivaka, di manakah Sang Bhagava? Itu adalah Sang Bhagava, Baginda. Itu adalah Sang Bhagava yang sedang duduk bersandar di pilar tengah dengan para bhikkhu di hadapannya."
 
68827_171780736165424_100000004961322_644098_6278302_n.jpg

Kisah Vidudabha

Raja Pasenadi dari Kosala, yang berharap dapat menikah dengan seorang putri dari suku Sakya, mengirimkan beberapa utusan ke Kapilavatthu dengan suatu permohonan meminang salah seorang putri suku Sakya.

Tidak ingin menghina Raja Pasenadi dengan penolakan, pangeran suku Sakya mengatakan bahwa mereka akan memenuhi permintaan tersebut, tetapi mereka tidak mengirimkan seorang putri, melainkan seorang gadis cantik yang lahir dari Raja Mahanama dengan seorang budak wanita. Raja Pasenadi mengangkat gadis tersebut sebagai permaisuri, kemudian berputera dan diberi nama Vidudabha.

Ketika sang pengeran berusia 16 tahun, Raja Pasenadi mengirimnya untuk mengunjungi Raja Mahanama dan pangeran-pangera suku Sakya. Di sana sang pangeran diterima dengan ramah. Tetapi semua pangeran suku Sakya yang lebih muda dari Vidudabha telah pergi ke suatu desa, sehingga mereka tidak perlu memberikan penghormatan kepada Vidudabha.

Setelah tinggal selama beberapa hari di Kapilavatthu, Vidudabha dan rombongannya berniat untuk pulang. Segera setelah sang pangeran dan rombongannya pergi, seorang budak wanita mencuci tempat-tempat dimana Vidudabha duduk dengan susu. Dia juga mengutuk sambil berteriak: "Ini adalah tempat dimana putra seorang budak telah duduk,.....".

Waktu itu, salah seorang pengikut Vidudabha kembali untuk mengambil barang yang tertinggal, dan kebetulan mendengar apa yang diucapkan oleh gadis itu. Budak wanita itu juga mengatakan bahwa ibu Vidudabha, Vasabhakhattiya, adalah putri dari seorang budak wanita milik Mahanama.

Ketika Vidudabha diberi tahu tentang kejadian tersebut, dia menjadi sangat marah dan mengatakan bahwa suatu hari dia akan menghancurkan semua suku Sakya. Untuk membuktikan ucapannya, ketika Vidudabha menjadi raja, dia menyerbu dan membunuh semua suku Sakya, terkecuali beberapa orang yang bersama Mahanama.

Dalam perjalanan pulang, Vidudabha dan pasukannya berkemah di muara Sungai Aciravati. Akibat hujan turun dengan lebatnya di kota bagian atas pada malam yang gelap itu, sungai meluap dan mengalir ke bawah dengan derasnya menghanyutkan Vidudabha dan pasukannya ke samudera.

Mendengar dua kejadian tragis ini, Sang Buddha menerangkan kepada para bhikkhu bahwa saudara-saudaranya, pangeran-pangeran suku Sakya, pada kehidupan mereka sebelumnya, mereka menaruh racun ke dalam sungai untuk membunuh ikan-ikan. Kematian para pangeran suku Sakya dalam suatu pembantaian massal merupakan buah dari perbuatan yang telah mereka lakukan pada kehidupan sebelumnya.

Berkaitan dengan kejadian yang menimpa Vidudabha dan pasukannya, Sang Buddha mengatakan: "Bagaikan banjir besar menghanyutkan penduduk desa pada sebuah desa yang tertidur, demikian juga, kematian menghanyutkan semua makhluk yang melekat pada nafsu keinginan"

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut:

"pupphāni h’eva pacinantaṃ
vyāsattamānasaṃ naraṃ
suttaṃ gāmaṃ mahogho va
maccu ādāya gacchati"

Orang yang mengumpulkan bunga-bunga kesenangan indria,
yang pikirannya melekat pada kesenangan indria itu
akan diseret oleh kematian,
bagaikan banjir besar menghanyutkan sebuah desa yang tertidur.

-----
Notes :

* Bersama Ratu Mallika, Raja Pasenadi mempunyai seorang puteri, yaitu Vajiri, dan kemudian bersama dengan Ratu Vasabha ia mempunyai putera yaitu Vidudabha
 
150538_178528725490625_100000004961322_694220_7545305_n.jpg

Saat itu, Subhaddha si petapa kelana sedang tinggal di Kusinara. Ia mendengar bahwa Petapa Gotama akan mencapai Parinibbana pada waktu jaga malam yang ketiga. Ia berpikir, ”Telah kudengar dari para sesepuh yang mulia serta guru-guru dari para petapa kelana bahwa sungguh amat langka para Yang Tercerahkan Sempurna, para Tathagata, muncul di dunia ini. Dan malam ini, pada waktu jaga malam yang terakhir, Petapa Gotama akan mencapai Nibbana Akhir. Keraguan telah muncul dalam batinku dan aku memiliki keyakinan terhadap Petapa Gotama bahwa Ia bisa mengajarkanku ajaran tersebut sedemikian rupa agar aku bisa menghalau keraguanku.”

Tanpa menunda waktu, Subhadda pergi ke hutan sala itu dan menghadap Bhikkhu Ananda, menyatakan pemikirannya, namun Bhikkhu Ananda menolak mempertemukannya dengan Sang Bhagava dengan alasan bahwa Sang Bhagava merasa letih. Subhadda mengulangi permintaannya untuk yang kedua dan ketiga kalinya, namun Bhikkhu Ananda menjawab dengan cara yang sama dan menolaknya. Mendengar percakapan antara Bhikkhu Ananda dan Subhadda, Sang Bhagava memanggil Bhikkhu Ananda: “Cukup, Ananda! Jangan halangi Subhadda! Biarkan ia menghadap Tathagata! Karena apa pun yang akan ditanyakan Subhadda kepada Tathagatha, ia hendak bertanya demi memuaskan keinginannya memperoleh pengetahuan sempurna, bukan untuk mengganggu Tathagatha, dan apa pun jawaban Tathagatha terhadap pertanyaannya akan segera dipahaminya.”

Lalu Bhikkhu Ananda berkata: “Pergilah, Sahabat Subhadda! Sang Bhagava memperkenankanmu.”

Setelah bertukar salam hangat dengan Sang Bhagava dan duduk di satu sisi, Subhadda mengajukan pertanyaan yang membuatnya ragu. Kemudian Sang Bhagava membabarkan Dhamma kepadanya:

“Subhadda, dalam Dhamma dan Vinaya mana pun yang tidak mengandung empat Kebenaran Arya, tidak akan terdapat satu pun petapa dengan tingkat kesucian pertama (Sotapatti), tidak akan terdapat satu pun petapa dengan tingkat kesucian kedua (Sakadagami), tingkat kesucian ketiga (Anagami), maupun tingkat kesucian keempat (Arahat). Dalam Dhamma dan Vinaya mana pun yang mengandung Empat Kebenaran Mulia, akan terdapat pula para petapa dengan tingkat kesucian pertama, tingkat kesucian kedua, tingkat kesucian ketiga, dan tingkat kesucian keempat.”

Setelah Sang Bhagava selesai membabarkan Dhamma, Subhadda merasa takjub dan menyatakan bernaung kepada Buddha, Dhamma, dan Sangha, serta memohon untuk ditahbiskan. Sang Bhagava menerima Subhadda dalam Persamuhan para bhikkhu tanpa menjalani masa percobaan.

Lalu Subhadda, si petapa kelana, menerima penahbisan awal dan penahbisan penuh ke dalam persamuhan selaku bhikkhu di hadapan Sang Bhagava. Ia dibimbing oleh-Nya untuk bermeditasi dengan cara yang tepat. Setelah itu Bhikkhu Subhadda memencilkan diri, bermeditasi dengan menjaga perhatian murni secara berkesinambungan, berusaha dengan tekun, dan mengarahkan batinnya untuk mencapai kesucian Arahat. Ia merupakan orang terakhir diterima oleh Sang Bhagava memasuki Persamuhan dan yang terakhir menjadi Arahant saat Sang Bhagava masih hidup.
 
162623_189070791103085_100000004961322_777741_1250776_n.jpg

Ratap Tangis Suku Malla

Ananda, sekarang pergilah ke Kusinara dan beritahukan kepada suku Malla, “Hari ini, para Vasettha, pada waktu jaga terakhir malam ini, Sang Tathagata akan memasuki Parinibbana. Datanglah, oh para Vasettha, dan kunjungilah Beliau! Sehingga kelak Anda tidak menyesal dan berpikir, ‘Sang Tathagata memasuki Parinibbana di kota kita, tetapi pada saat-saat terakhir, kita tidak berhasil untuk bertemu dengan Beliau!’”

“Baik, Bhante.” Kemudian Ananda membawa mangkuk dan jubahnya dan bersama seorang bhikkhu lain berjalan menuju Kusinara.

Pada waktu itu para warga suku Malla sedang berkumpul di ruang sidang untuk membicarakan urusan perdagangan. Ananda mendekati mereka dan mengumumkan, “Hari ini, para Vasettha, pada waktu jaga terakhir malam ini, Sang Tathagata akan memasuki Parinibbana. Datanglah, oh para Vasettha, dan kunjungilah Beliau! Sehingga kelak Anda tidak menyesal dan berpikir, ‘Sang Tathagata memasuki Parinibbana di kota kita, tetapi pada saat-saat terakhir, kita tidak berhasil untuk bertemu dengan Beliau!’”

Waktu mereka mendengar pengumuman Ananda, para warga suku Malla dengan anak-anak mereka, istri mereka dan istri anak-anak mereka, menjadi sangat sedih, berduka cita dan bersusah hati; dan ada di antara mereka yang dengan rambut kusut, tangan diangkat ke atas karena putus asa, menangis tersedu-sedu; lalu berguling-gulingan di atas tanah sambil meratap, “Terlalu cepat Sang Bhagava memasuki Parinibbana! Terlalu cepat Yang Terberbahagia memasuki Parinibbana! Terlalu cepat Sang Guru lenyap dari pandangan kami!”

Dengan hati yang sedih sekali, para warga suku Malla dengan anak-anak mereka, istri mereka dan istri dari anak-anak mereka, pergi ke kebun pohon Sala, taman hiburan dari suku Malla, di mana pada waktu itu Ananda berada.

Ananda kemudian berpikir, “Jika aku memberi kesempatan pada warga suku Malla dari Kusinara menyampaikan hormatnya kepada Sang Bhagava satu demi satu, mungkin sampai fajar menyingsing pun masih belum selesai. Lebih baik aku membagi-bagi mereka menurut kelompok, tiap keluarga dalam satu kelompok dan mengumumkannya kepada Sang Bhagava sebagai berikut, ‘Keluarga Malla dengan nama ini atau nama itu,’ Oh Bhante, bersama-sama dengan istri dan anak, pelayan dan kawan-kawan memberi hormat kepada Sang Bhagava.’”

Ananda kemudian membagi-bagi para warga suku Malla dalam kelompok-kelompok, tiap keluarga dalam satu kelompok dan kemudian membawa mereka menghadap Sang Bhagava.

Dan dengan cara demikian, Ananda berhasil untuk membawa mereka menghadap Sang Bhagava dalam kelompok-kelompok, tiap keluarga dalam satu kelompok, dalam waktu tidak terlalu lama, sehingga dapat selesai pada waktu jaga pertama malam itu.
 
Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammāsambuddhassa 3 x


47910_157410950935736_100000004961322_546579_7138393_n.jpg

Lalu Yang Terberkahi berkata kepada para bhikkhu dan memberikan bimbingan-Nya yang terakhir:

“Handa dani, bhikkhave, amantayami vo, Vayadhamma sankhara, Appamadena sampadetha.”

“Para Bhikkhu, sekarang Tathagata, nyatakan kepada kalian:
Segala hal yang terkondisi pasti akan hancur. Berjuanglah dengan penuh kesadaran!”


Setelah Sang Bhagava menyampaikan pesan terakhir-Nya, seluruh hutan sala itu menjadi sunyi senyap. Sang Bhagava memasuki jhana pertama. Dan setelah keluar dari jhana tersebut, Ia memasuki jhana kedua, ketiga, dan keempat. Lalu keluar dari jhana keempat, Ia memasuki Tataran Ruang Nirbatas (aktasanañcayatana), Tataran Kesadaran Nirbatas (viññanancayatana), Tataran Kekosongan (akiñcaññayatana), serta Tataran Bukan Pencerapan Maupun Bukan Tanpa-Pencerapan (n’eva saññã n’asaññayatana). Dan setelah itu, Ia mencapai dan terserap dalam Tiadanya Pencerapan dan Perasaan (saññavedayita-nirodha).

Bhikkhu Änanda, yang memperhatikan bahwa Yang Terberkahi tidak bernafas, menjadi cemas dan berkata kepada Bhikkhu Anuruddha: “Sahabat Anuruddha, Sang Bhagava telah mangkat.”

“Tidak, Sahabat Änanda, Sang Bhagava belum mangkat. Ia telah mencapai dalam Tiadanya Pencerapan dan Perasaan.”

Lalu, keluar dari Tiadanya Pencerapan dan Perasaan itu, Sang Bhagava memasuki Tataran Bukan Pencerapan Maupun Bukan Tanpa-Pencerapan. Setelah itu Ia memasuki Tataran Kekosongan, lataran Kesadaran Nirbatas, dan Tataran Ruang Nirbatas. Lalu keluar dari Tataran Ruang Nirbatas, Ia memasuki jhana keempat, jhana ketiga, jhana kedua, dan jhana pertama.

Kemudian, keluar dari jhana pertama, Ia memasuki jhana kedua, jhana ketiga, dan jhana keempat. Setelah keluar dari jhana keempat, Sang Bhagava mencapai Nibbana Akhir.

Tepat saat Sang Bhagava mencapai Nibbana Akhir, terjadilah gempa yang dahsyat dan mengerikan, diiringi guntur yang menyebabkan orang berdiri kudunya dan merinding.

Pada saat itulah, pada waktu jaga malam yang terakhir, pada hari bulan purnama, bulan Vesak 543 S.M dan pada usia delapan puluh tahun, Sang Bhagava mangkat tanpa meninggalkan sisa apapun.
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.