"Subhuti, selanjutnya Aku teringat bahwa di masa lalu, selama 500 kehidupan yang terakhir, Aku adalah pertapa yang melatih kesabaran. Di dalam semua kehidupan tersebut Aku tidak mempunyai ciri keakuan, manusia, makhluk hidup, dan kehidupan. Oleh sebab itulah, Subhuti, seorang Bodhisattva harus melepaskan semua ciri, menumbuhkan pikiran Anuttara-samyaksambodhi. Dia harus enumbuhkan hati yang tidak bertumpu pada suara, bau, rasa, objek sentuhan dan dharma. Dia harus menumbuhkan hati yang tidak bertumpu pada apapun dan di manapun. Setiap tumpuan hati adalah bukan tumpuan sejati. Oleh karena itu Hyang Buddha mengatakan : "Hati Sang Bodhisattva tidak boleh bertumpu pada wujud sewaktu dia memberi". Subhuti, untuk memberi manfaat kepada makhluk hidup seorang Bodhisattva harus memberi dengan demikian. Semua ciri dikatakan oleh Tathagatha sebagai bukan ciri, dan semua mahkluk hidup dikatakan sebagai bukan makhluk hidup."
"Subhuti, Tathagatha adalah satu-satunya yang membicarakan kebenaran, yang membicarakan kenyataan, yang membicarakan apa yang sebenarnya, yang tidak membicarakan yang palsu, yang tidak membicarakan apa yang tidak sebenarnya. Subhuti, kebenaran yang diperoleh Tathagatha itu bukanlah nyata atau tidak nyata."
"Subhuti, seorang Bodhisattva yang hatinya bertumpu pada dharma sewaktu dia memberi itu bagaikan seorang yang memasuki kegelapan, dia tidak bisa melihat apa-apa. Seorang Bodhisattva yang hatinya tidak bertumpu pada dharma seewaktu dia memberi itu bagaikan seorang yang matanya dapat melihat di bawah cahaya matahari sehingga dia bisa melihat segala wujud."
"Subhuti, di masa yang akan datang, jika seorang laki-laki atau wanita bajik dapat menerima, mempertahankan, mempelajari dan membacakan Sutra ini, maka Hyang Tathagatha dengan kebijaksanaan Buddha akan segera mengetahui dan melihat orang tersebut. Dia akan memperoleh pahala dan kebajikan yang tak-terukur dan tak-terbatas."
"Subhuti, seorang laki-laki atau wanita bajik, di waktu pagi boleh mengorbankan tubuhnya untuk perbuatan amal bakti berkali-kali sebanyak butir-butir pasir di sungai Gangga, dan kemudian di waktu siang maupun malam melakukan perbuatan yang sama sebanyak itu, mengorbankan tubuhnya dengan demikian selama jutaan kalpa yang tak terhitung. Tetapi jika seseorang lainnya mendengar Sutra ini dan mempercayainya dengan sepenuh hati, maka pahalanya akan melampaui orang yang pertama. Apalagi kalau ada yang bisa menerima, menyalin, mempertahankan, mempelajari, membacakan, dan menjelaskan isinya kepada orang lain. Subhuti, pahala dan kebajikan dari Sutra ini adalah tak terungkapkan, tak terbayangkan, tak terbatas dan di luar semua pujian. Sutra ini dibabarkan oleh Tathagatha bagi mereka yang telah menempuh Jalan Mahayana, mereka yang telah menempuh Jalan Utama. Jika seseorang bisa menerima, mempertahankan, mempelajari, membacakan dan menjelaskan kepada orang lain, mereka akan diketahui dan dilihat oleh Tathagatha. Orang yang demikian memperoleh pahala dan kebajikan yang tak terukur, tak terungkapkan, tak terbatas dan tak terbayangkan sehingga dengan
demikian mempertahankan Anuttara-samyak-sambodhinya Tathagatha."
"Mengapa begitu? Subhuti, seseorang yang menyukai Dharma yang lebih kecil terikat pada konsepsi keakuan, manusia, makhluk hidup, dan konsepsi kehidupan. Dia tidak dapat mendengar, menerima, mempertahankan, mempelajari, atau membacakan Sutra ini atau menjelaskannya kepada orang lain.
"Subhuti, para dewa, manusia dan asura di dunia memberikan persembahan ke tempat dimana Sutra ini ditemukan. Perlu engkau ketahui, bahwa tempat demikian adalah sebuah tempat suci bagaikan sebuah stupa dimana setiap orang harus bersujud dengan hormat, mengelilingi serta menyebarkan dupa dan bunga."
"Lagipula, Subhuti, jika seorang laki-laki atau wanita bajik yang menerima, mempertahankan, mempelajari dan membacakan Sutra ini diejek dan dicemoohkan orang lain, itu sebenarnya merupakan rintangan karma bawaan dari kehidupan sebelumnya yang akan menjerumuskannya ke kehidupan menyedihkan. Tetapi karena dalam kehidupan sekarang dia dicemoohkan orang lain, rintangan
karmanya itu terhapuskan dan dia akan mencapai Anuttara-samyak-sambodhi.
"Subhuti, Aku teringat pada asamkheya kalpa yang tak terhitung di masa lalu sebelum Buddha Dipankara, Aku bertemu dengan 84.000 nayuta juta Buddha, dan memberikan persembahan serta melayani mereka semua tanpa terkecuali. Tetapi jika ada seseorang di jaman berakhirnya Dharma yang dapat menerima, mempertahankan, mempelajari dan membacakan Sutra ini, pahala dan kebajikan
yang diperolehnya adalah 100 kali lebih, 1.000 kali lebih, sejuta ataupun suatu jumlah yang tak terbilang daripada pahala dan kebajikan yang Kuperoleh dari memberikan persembahan kepada semua Buddha tersebut."
"Subhuti, jika Aku harus menguraikan seluruh pahala dan kebajikan dari seorang laki-laki atau wanita bajik yang di jaman berakhirnya Dharma dapat menerima, mempertahankan, mempelajari dan membacakan Sutra ini, mereka yang mendengarkannya bisa menjadi gila dan tidak mempercayainya. Subhuti, perlu engkau ketahui bahwa arti dari Sutra ini adalah tak terbayangkan, dan buah
dari pahalanya juga tak terbayangkan."
Kemudian Subhuti berkata kepada Hyang Buddha, "Yang Dijunjungi, jika seorang laki-laki atau wanita bajik bertekad untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi, bagaimana seharusnya dia bertumpu, bagaimana seharusnya dia mengendalikan hatinya?"
Hyang Buddha memberitahu Subhuti, "Seorang laki-laki atau wanita bajik, yang bertekad untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi harus berpikiran demikian:"Aku harus membebaskan semua makhluk hidup dari arus tumimbal lahir, tetapi bila semua makhluk hidup sudah dibebaskan dari tumimbal lahir, sebenarnya sama sekali tidak ada makhluk hidup yang dibebaskan. Mengapa begitu? Subhuti, jika seorang Bodhisattva masih mempunyai ciri keakuan, ciri manusia, ciri makhluk hidup dan ciri kehidupan, maka dia bukanlah seorang Bodhisattva. Apa sebabnya? Subhuti, sebenarnya tidak ada Dharma tentang tekad untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi.
"Subhuti, bagaimana pendapatmu? Sewaktu Tathagatha sedang berada bersama Buddha Dipankara, apakah ada Dharma untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi yang diperoleh?"
"Tidak, Yang Dijunjungi. Seperti apa yang kami pahami dari ajaran Hyang Buddha, sewaktu Hyang Buddha berada bersama Buddha Dipankara, tidak ada Dharma untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi yang diperoleh."
Hyang Buddha berkata, "Demikianlah, Subhuti, sebenarnya tidak ada Dharma tentang Anutara-samyak-sambodhi yang diperoleh Tathagatha. Subhuti, jika ada Dharma demikian yang diperoleh athagatha, maka Buddha Dipankara tidak akan memberikan pada-Ku ramalan, "Engkau akan mencapai ke-Buddha-an di masa yang akan datang dan bernama Sakyamuni." Karena sebenarnya tidak ada Dharma untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi, maka Buddha Dipankara memberikan ramalan itu pada-Ku."
"Mengapa begitu? Tathagatha berarti hakiki dari semua Dharma. Jika seseorang mengatakan Tathagatha memperoleh Anuttara-samyak-sambodhi, Subhuti, sebenarnya tidak ada Dharma demikian yang diperoleh Hyang Buddha. Subhuti, Anuttara-samyak-sambodhi yang dicapai Tathagatha, di dalamnya, bukanlah nyata atau tidak nyata. Oleh karena itu, Tathagatha mengatakan semua Dharma sebagai Buddhadharma. Subhuti, semua Dharma dikatakan sebagai bukan Dharma sejati. Oleh sebab itu disebut Dharma."
"Subhuti, itu bisa diandaikan sebagai tubuh seorang yang sangat besar."
Subhuti berkata: "Yang Dijunjungi, tubuh besar seseorang itu dikatakan oleh Tathagatha sebagai bukan tubuh besar, oleh sebab itu dinamakan tubuh besar."
"Subhuti, seorang Bodhisattva juga demikian, jika dia berkata, "Aku harus membebaskan makhluk hidup yang tak terhitung dari tumimbal lahir, maka dia tidak akan disebut seorang Bodhisattva. Apa sebabnya? Subhuti, sebenarnya tidak ada Dharma yang dinamakan Bodhisattva. Karena itu Hyang Buddha mengatakan semua Dharma tidak memiliki konsepsi diri, konsepsi manusia, konsepsi makhluk hidup, dan konsepsi kehidupan."
"Subhuti, jika seorang Bodhisattva mengatakan, "Aku akan menghiasi Tanah Buddha", dia tidak akan disebut Bodhisattva. Apa sebabnya? Memperindah tanah Buddha dikatakan oleh Tathagatha sebagai bukan memperindah. Oleh sebab itu dinamakan memperindah. Subhuti, jika seorang Bodhisattva memahami bahwa segala Dharma tidak memiliki konsepsi diri, Tathagatha menyebutnya sebagai
seorang Bodhisattva sejati."