• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

[SHARING] Konsep Ketuhanan.. yg saya ketahui

ThirdEye

IndoForum Beginner E
No. Urut
44603
Sejak
27 Mei 2008
Pesan
478
Nilai reaksi
4
Poin
18
Kepada teman2 sedharma... saya mau sharing mengenai konsep ketuhanan yan tidak saling menghakimi...

Konsep Ketuhanan ini sangat berbeda dengan konsep Ketuhanan yang ada di ajaran lain, termasuk ajran Maitreya..

Ini dia Konsepnya:

Berawal dari pertanyaan yang ditujukan kepada Sang Buddha.
"Apakah Tuhan ini ada?". Buddha diam.
"Apakah Tuhan tidak ada?". Buddha terus diam.
Ternyata dari buku2 yang saya baca... ternyata ajaran Buddha tidak atheis.
kediaman buddha akan pertanyaan ini ada 2 kemungkinan:
1. Dia tidak sama sekali
2. Dia sangat-sangat tahu.

Saya kira pilihan ke dua (2) lah yang menjadi acuan kita.

Jadi, apa hubungannya dengan Nirvana ???
Dalam ajaran Buddha Nirvana adalah tujuan tertinggi dengan kata lain MOKSA (the ultimate liberation).

Dan dari buku2 yang saya baca, konsep ketuhanan dari ajaran2 lain (termasuk ajaran Maitreya) benar juga..

Sudut pandang Buddha dan ajaran lain ternyata berbeda.
untuk ajaran2 lain selain ajaran dari sang Buddha, Tuhan dipandang dari sudut pandang relatif, dimana ada: terjadi penciptaan (creation), adanya ekpresi dari tuhan, dan kehancuran (kiamat).
dan bila kita meyakini tuhan dalam tingkatan ini terus menerus, kita akan kehilangan arah untuk mencapai pembebasan (moksa). karena kita akan terjebak di suatu alam relatif.


Dan dari sudut pandang ajaran Sang Buddha, adalah sudut pandang absolut....sebagai berikut:
Nirvana dalam bahasa lainnya adalah Nirguna.
Nir = tidak, GUNA = bisa diartikan "kualitas" atau guna.
Jadi, Nirguna/nirvana = keadaan (state) dimana tidak ada kualitas, kediaman sempurna, perfect balance, tidak adanya ekspresi apapun, mind suspended totally, great death (kematian yang sesungguhnya)...
Bila state dimana mind suspended totally, pada saat kita mencapai tingkat itu, kita sudah tidak bisa menjelaskan segala sesuatu...

Untuk Ketuhanan tertinggi inilah, Sang Buddha membawa kita ke sana, melalui latihan2 Jalan utama berunsur 8, dimana unsur ke 8 adalah melatih kesadaran (meditasi). Karena dengan kesadaranlah (mind) kita mencapai Tuhan (nirvana). Bukan dengan ritual2 dan pai-pai yang bikin kita sakit encok..

Ritual2 dan pai2 adalah cara yang sangat kuno .... dimana teknik2 ini adalah salah satu cara mengaplikasikan suatu tingkat konsentrasi pikiran, yang juga ada di dalam meditasi. Dan bedanya konsentrasi yang beginian dengan meditasi, yaitu konsentrasi pikiran di dalam medtasi, jauh lebih kuat dan luas.

Dan mengenai bhramajala Sutra, Buddha bukan tidak mengakui Tuhan...tapi Buddha menyentil semua tingkatan2 brahma yang masih dalam cakupan relatif (Saguna Brahma), dan bukan Nirguna Brahma, yang di kumandangkan Nya.

begitulah saudara2 sedharma... apa yang saya tahu ... semoga bermanfaat...
saya hanya ingin menjembatani antara ajaran Buddha dengan ajaran lainnya, khususnya dalam konsep Ketuhanan.

Sekali lagi, Ajaran Buddha bukanlah ajaran atheis, tapi ajaran kesempurnaan, dan bahkan Tuhan cakupannya lebih luas di ajaran Buddha, yaitu mencakup Tuhan dalam relativitas, dan Tuhan dalam keabsolutan...

sumber pustaka:
dari berbagai sumber: dari Kitab2 Buddha, Hindu, dll...
 
Dalam tingkatan tertentu konsep ketuhanan antar agama justru menjadi mirip bila kita tidak melihat dan mencari-cari perbedaannya. Pada dasarnya Tuhan itu diakui abstrak dan sekali lagi, tidak bakal bisa dijelaskan dalam logika manusia (tak tahu bila manusia itu sudha mencapai kesempurnaan).

Dalam kondisi seperti ini, ada kepercayaan/agama/ajaran yang mengatakan Tuhan ada. namun ada juga kepercayaan/agama/ajaran yang menolak mengadakan yang tidak ada. Perbedaan sudut pandang ini tak jarang menimbulkan pergesekan antar agama yang ironisnya dilarang semua pendiri agama.

Pengertian akan kebenaran, baik itu mengenai Tuhan ataupun keyakinan harus dilakukan secara hati-hati dan dengan pikiran yang sangat terbuka. Bahwa ada keyakinan luhur lain di sebelah kita, bahwa ada Guru Agung lain yang juga mengajarkan tentang kebenaran, adalah sesuatu yang sangat sulit diterapkan oleh kita manusia yang tentu saja masih penuh dengan kebodohan.

Setiap orang, setiap keyakinan punya pembenaran tersendiri yang belum tentu seuniversal sangkaan kita. Kita merasa keyakinan kita akan konsep ketuhanan kita adalah yang paling universal paling baik, paling benar dan paling absolut. Ini bagus untuk mempertebal keyakinan kita. Tapi bila sampai memaksakannya menjadi keyakinan orang lain adalah tidak benar.

Dalam menjelaskan ketuhanan, sebaiknya kita menghindari kata-kata yang persuasif dan membujuk. Pembuktian atas tuhan, menurutku lebih kepada pembuktian pribadi dari pada memaksa ini menjadi keyakinan seluruh manusia. Lebih bijaksana lagi, kalau memang kita menjawabnya dengan diam.

Pada dasarnya ada 2 pengertian dalam dunia ini. Ya atau tidak. Ambiguitas ini juga terjadi pada konsep ketuhanan. Theis atau atheis. Kedua kelompok selalu saling tuding. Kedua kelompok umumnya mempunyai pandangan yang bertolak belakang mengenai ketuhanan ini sendiri. Yang satu menyembah Tuhan, yang satu bahkan mengakui memiliki pun tidak.

Di luar masalah kegelapan bathin atau kekotoran bathin, dajjal, kaum kafir dan ungkapan-ungkapan lain yang pada dasarnya merendahkan orang lain yang berkeyakinan beda, kedua belah pihak theis dengan atheis sebenarnya sudah berada pada kondisi yang hitam putih.

Lantas, dalam hal ini bagaimana dengan abu-abu?

Bagi penganut paham teroris, jelas tidak ada yang namanya abu-abu. Anda punya tuhan atau tidak? Tidak punya atau belum punya atau punya dewa atau punya sesembahan lain atau punya realita lain yang sebenarnya abu-abu, maka anda berarti bukan golongan bertuhan.

Demikian juga bagi yang atheis. Anda menyembah sesuatu, mempunyai keyakinan bahwa ada otoritas lain yang lebih superior dari manusia, walau itu bukan Tuhan. Anda adalah theis.

Jadi, pengertian tanpa mengakui adanya mereka yang berpandangan abu-abu ini yang berbahaya bagi keselamatan umat manusia. Ketidak adaan pengakuan pada wilayah abu-abu, menyulut fanatisme di kalangan umat beragama. Tak terkecuali bagi kita umat Buddha seandainya kita tidak dengan sadar dan rendah hati menjalankan apa yang kita yakini.

Mengingatkan sesama, berbagi sesuatu yang kita rasa kita yakini benar, adalah sebuah jalan yang baik, kalau saja dilakukan dengan tidak menyerang keyakinan orang lain. Sekali lagi, lebih mulia untuk 'mengerti' keyakinan orang lain dari pada menjerumuskannya dengan mengajaknya melupakan keyakinannya dengan keyakinan kita yang kita rasa benar.

Membahas Tuhan dengan segala macam konsepnya, tidak bisa dilakukan secara universal. Umat Buddha tidak mengenal Tuhan, buku Beyond Belief sangat diyakini kebanyakan umat Buddha. Namun umat Buddha juga tidak mau dan tidak terima bila dikatakan penganut ajaran atheis. Karena kita memiliki Dewa, Bodhisatva dan mahluk-mahluk lain dimana tidak jarang kita meminta petunjuk mereka, sadar atau tidak sadar. Karena sebagai manusia yang tidak sempurna, terkadang memang kita manusia ini memerlukan uluran tangan, bahu kokoh untuk bersandar dari duka dan terkadang kita lakukan dengan melakukan puja bhakti, persembahan dupa dan lain sebagainya yang tentu saja pada esesnsi dasarnya merasa ada otoritas lain yang lebih kuat dan besar dari manusia, walau mungkin kita menokak kalau dikatakan itu Tuhan.

Sepertinya sudah cukup banyak manusia mati karena membela Tuhan. Padahal adakah yang pernah bertanya pada dirinya sendiri, apa perlu Tuhan dibela?

Banyak juga yang mati karena memebela kebenaran. Apa perlu kebenaran dibela? Kalau ia memang benar, tidak perlu dibenar-benarkan, dibela, diperjuangkan.

Dhamma sebuah gagasan dalam agama Buddha yang salah salah kadang kita paksakan untuk menjadi universal bagi umat agama lain. Hal yang sama juga terjadi pada ajaran lain, begitu kebanyakan. Secara gamblang apa yang kita bela? mempertahankan diri dari apa?

Mempertahankan diri dari ego pribadi. Mempertahankan diri dari kepercayaan pribadi. Mempertahankan dari keyakinan pribadi. Karenanya Sidharta memilih Diam.... agaknya Dia memang lebih tertarik pada perbaikan perbuatan nyata dari pada berandai-andai mengenai otoritas suprior yang dituhankan oleh keyakinan lain.

Kalau akhirnya topik ketuhanan ini menjadi semacam celah untuk menyerang kita yang beragama Buddha. Terimalah dengan lapang dada, karena hidup di negara Indonesia yang dasar negaranya Pancasila, dengan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Kita menerima dengan terbuka wacana kebebasan beragama, tapi malu-malu mengakui kita tidak begitu sreg dengan Ketuhanan Yang Maha Esa. Itu kenyataan yang aku lihat.

Jadi ingat John Lennon, imagine there's no heaven, imagine no countries... imagine all the people livin' life and peace.... you may say i'm a dreamer, but i'm not the only one, i hope someday you join us, and the world will be as one....

Gak kalah keren dari ucapan-ucapan Dalai Lama kan? Dan Lennon tak pernah mendapatkan Nobel Perdamaian. Walau dia mati memperjuangkannya.

Itulah kalau kita mau membuka mata hati kita pada kebenaran yang ada di dunia ini. Tidak hanya dari sudut pandang agama. Agama katanya bisa mengisi seluruh sendi-sendir kehidupan. Sayangnya tidak semua orang teratarik lagi pada wacana yang melulu agama. Jadi sudah semakin sedikit yang tahu bahwa agama bisa mengisi sendi-sendi kehidupan.

Mengapa begitu, wacana agama semakin lama semakin tidak mengena kepada kehidupan. Apa yang dialami para negro di getho-getho di Amerika, hidup dari perdagangan obat bius karena keterpaksaan situasi, kondisi dan lingkungan, justru bertemu dengan kotbah-kotbah tak menginjak tanah tentang apa itu Tuhan, bagaimana Tuhan, Siapa Tuhan, Dimana Tuhan? Yang katanya kebenaran Mutlak.

Kalau kita umat Buddha yang mempelajari ajaran Buddha melupakan sendi-sendi kehidupan yang sedang berlangsung. Menutup diri atas fakta-fakta yang berserakan di sekitar kita. Tidak berusaha mencari tahu dan mengerti apa kekurangan dan apa kelebihan (karena bahkan mahluk yang paling hina pun punya kelebihan) yang dimiliki keyakinan orang lain. Kita akan kembali ke pribahasa tua, seperti katak di dalam tempurung.

Umat Buddha jangan mau jadi katak dalam tempurung yah.... pelajari semua keyakinan yang ada. Untuk menjadi pondasi memperkuat keyakinan kita. Bukan untuk mengajak mereka masuk ke keyakinan kita. Untuk menjawab tantangan bila ada yang hendak merusak keyakinan kita. Keyakinan kita tidak murahan. Keyakinan kita hanya untuk kita saja. Sudah cukup
 
adalah kesalahan fatal bila kita menyangkal adanya Tuhan... kenapa ?
coba liat, junjungan kita, Sang Buddha,....
Dia harus tegas menjawab.. pada saat ditanya "Tuhan itu ada ?" dan "Tuhan itu Tidak ada?"
Kenapa dia tidak menjawab... jadi buddha harus tegas.. tidak boleh plin plan...

Buddha tidak menyangkal adanya, Tuhan, tetapi bukan Tuhan yang seperti mereka presepsikan... karena Nirvana, adalah state tertinggi dari tuhan, tidak semua orang2 suci/saint yang tahu tetang itu... hanya segelintir orang2 suci besar yang mencapai dan tahu ...

paham tiada tuhan, adalah paham nihilisme.... tiada yang bisa dicapai....
 
adalah kesalahan fatal bila kita menyangkal adanya Tuhan... kenapa ?
coba liat, junjungan kita, Sang Buddha,....
Dia harus tegas menjawab.. pada saat ditanya "Tuhan itu ada ?" dan "Tuhan itu Tidak ada?"
Kenapa dia tidak menjawab... jadi buddha harus tegas.. tidak boleh plin plan...

Buddha tidak menyangkal adanya, Tuhan, tetapi bukan Tuhan yang seperti mereka presepsikan... karena Nirvana, adalah state tertinggi dari tuhan, tidak semua orang2 suci/saint yang tahu tetang itu... hanya segelintir orang2 suci besar yang mencapai dan tahu ...

paham tiada tuhan, adalah paham nihilisme.... tiada yang bisa dicapai....

Memang ada yang dicapai dalam paham ketuhanan. Mau tau apa? Umat Kritis dibungkam. Gak bisa nanya macem-macem lagi. Tanya aja Tuhan.
 
Memang ada yang dicapai bila ada mengadakan Tuhan?
pencapaian tidak bisa dilakukan tanpa menyadari dan mencapai nirvana (tahapan absolut dari kesadaran agung)

Apa? Umat Kritis dibungkam. Gak bisa nanya macem-macem lagi. Tanya aja Tuhan.
saya udah bilang..konsep tuhan di ajaran buddha bukan spt konsep tuhan berekpresi.. bisa minta ini itu... krn itu tahapan relatif...
 
yah terserah deh.... aku gak ngerti kalo udah diajak meneliti Tuhan, gak kenal....
 
sorri kalo pendapat oz kurang berkenan...
IMO..

Ada ato gak ada Tuhan..itu hanya konsep..
Ok, kalo mu dibilang nibanna = moksa = Tuhan = watever..
terserah..mu dibilang bersatu dengan Tuhan, musnah..or..maybe jadi TUHAN ?

silakan tiap pribadi punya pandangan n juga pendapat ... :)

Yang pasti, gak dengan tau ada TUHAN / gak ada TUHAN umat buddhis mencapai nibanna..tapi dengan usaha..menjalankan 8 jalan utama

paham tiada tuhan, adalah paham nihilisme.... tiada yang bisa dicapai....

sejak Buddha mengajar, Buddha menggunakan "PAHAM" tidak perduli akan keberadaan TUHAN, jadi kalo kamu bilang paham tiada TUHAN mgkin kurang tepat kalo ditujukan pada Buddhis carilah atheis (yg noteben menolak keberadaan TUHAN), ato kalo kamu bilang paham ada TUHAN mgkin ini lebih tepat di agama2 tetangga..

karena Buddhis menggunakan "PAHAM" tidak perduli akan keberadaan TUHAN.. :)
Ada Tuhan ya gak masalah, gak ada pun gak merasa keilangan..

IMO aja sih...smoga berkenan :)

salam Metta /kis
 
Bukan Hitam bukan Putih..... ada abu-abu....
 
sorri kalo pendapat oz kurang berkenan...
IMO..

Ada ato gak ada Tuhan..itu hanya konsep..
Ok, kalo mu dibilang nibanna = moksa = Tuhan = watever..
terserah..mu dibilang bersatu dengan Tuhan, musnah..or..maybe jadi TUHAN ?

silakan tiap pribadi punya pandangan n juga pendapat ... :)

Yang pasti, gak dengan tau ada TUHAN / gak ada TUHAN umat buddhis mencapai nibanna..tapi dengan usaha..menjalankan 8 jalan utama



sejak Buddha mengajar, Buddha menggunakan "PAHAM" tidak perduli akan keberadaan TUHAN, jadi kalo kamu bilang paham tiada TUHAN mgkin kurang tepat kalo ditujukan pada Buddhis carilah atheis (yg noteben menolak keberadaan TUHAN), ato kalo kamu bilang paham ada TUHAN mgkin ini lebih tepat di agama2 tetangga..

karena Buddhis menggunakan "PAHAM" tidak perduli akan keberadaan TUHAN.. :)
Ada Tuhan ya gak masalah, gak ada pun gak merasa keilangan..

IMO aja sih...smoga berkenan :)

salam Metta /kis

Tidak peduli bukan berarti tidak ada...

Menurut saya, buddha tidak men-konsep tentang Tuhan, karena... hal itu di luar konsep... dan Buddha selalu berpatokan pada keabsolutan (Nibbana)... dan Buddha sendiri juga tidak membuat konsep ttg nibbana... hanya analogi yang dipakai Buddha ttg Nibbana...
 
inti nya kata TUHAN jika di anggapan orang lain = makhluk HEBAT dengan POWER FULL

kalau buddha ,,,,Tuhan = BEBAS / NIBBANA.

beres kan..^^
 
bro marcedes
mungkin saya agak kurang setuju kalau tuhan itu disamakan dgn nibbana, karena tuhan adalah kata subyek atau pribadi yg bisa melakukan sesuatu atau mahluk hidup, sedangkan nibbana bukan mahluk hidup. jadi merupakan 2 hal yg sangat berbeda.
 
Tidak peduli bukan berarti tidak ada...

Menurut saya, buddha tidak men-konsep tentang Tuhan, karena... hal itu di luar konsep... dan Buddha selalu berpatokan pada keabsolutan (Nibbana)... dan Buddha sendiri juga tidak membuat konsep ttg nibbana... hanya analogi yang dipakai Buddha ttg Nibbana...
begitulah... :)

Tp daripada hanya sekedar mengira2 n dnger kata orang begini begitu..
kenapa bro 3rd eyes gak coba sndiri ?

Kita kn selalu diajar utk datang, coba, dan buktikan sendiri..(ehipassiko) /no1
 
adalah kesalahan fatal bila kita menyangkal adanya Tuhan... kenapa ?
coba liat, junjungan kita, Sang Buddha,....
Dia harus tegas menjawab.. pada saat ditanya "Tuhan itu ada ?" dan "Tuhan itu Tidak ada?"
Kenapa dia tidak menjawab... jadi buddha harus tegas.. tidak boleh plin plan...

Buddha tidak menyangkal adanya, Tuhan, tetapi bukan Tuhan yang seperti mereka presepsikan... karena Nirvana, adalah state tertinggi dari tuhan, tidak semua orang2 suci/saint yang tahu tetang itu... hanya segelintir orang2 suci besar yang mencapai dan tahu ...

paham tiada tuhan, adalah paham nihilisme.... tiada yang bisa dicapai....

yap, setuju...
 
bro marcedes
mungkin saya agak kurang setuju kalau tuhan itu disamakan dgn nibbana, karena tuhan adalah kata subyek atau pribadi yg bisa melakukan sesuatu atau mahluk hidup, sedangkan nibbana bukan mahluk hidup. jadi merupakan 2 hal yg sangat berbeda.

Itulah salah presepsinya umat2 buddha sekarang.. selalu alergi terhadap kata 'Tuhan" ...

Tuhan juga bukan mahkluk hidup...
yg bilang tuhan spt mahkluk itu adalah ajaran yang berpaham spt apa yg saya jelaskan diatas ....

Di aliran spritual.. nibbana adalah tingkatan tertinggi dari kesadaran agung (Tuhan).. hal ini sama dengan ajaran Buddha ..

jadi, haruslah berpandangan tuhan bukan makhluk pengontrol yg menentukan nasib...

begitulah... :)

Tp daripada hanya sekedar mengira2 n dnger kata orang begini begitu..
kenapa bro 3rd eyes gak coba sndiri ?

Kita kn selalu diajar utk datang, coba, dan buktikan sendiri..(ehipassiko) /no1

saya belajar meditasi.. karena itu satu2 jalan yang saya ketahui yang bisa menembus itu ...
 
Berikut ini saya tuliskan kisah percakapan antara Uruvela Kassapa dengan Buddha Gotama sebagai berikut :

Suatu siang, kala Buddha dan Kassapa sedang berdiri di tepi sungai Neranjara, Kassapa berkata, "Gotama, di hari sebelumnya engkau menyebutkan tentang memeditasikan tubuh, perasaan-perasaan, persepsi persepsi, bentuk-bentuk pikiran dan kesadaran. Aku telah melatih meditasi itu, dan mulai dapat memahami betapa berbagai perasaan dan persepsi seseorang menentukan kualitas kehidupannya. Aku juga melihat tidak adanya elemen kekal abadi yang dapat diketemukan di dalam salah satu dari kelima sungai itu. Aku bahkan dapat melihat bahwa keyakinan akan suatu diri yang terpisah keliru adanya. Namun, aku masih belum mengerti mengapa seseorang menelusuri jalur spiritual jika tanpa adanya diri ? Siapakah yang akan menjadi terbebaskan ?

Buddha bertanya, "Kassapa, apakah engkau setuju penderitaan merupakan suatu kebenaran ?"

"Ya Gotama, aku setuju penderitaan merupakan suatu kebenaran".

"Apakah engkau setuju penderitaan pasti ada seban-sebabnya ?"

"Ya, aku setuju penderitaan pasti ada sebab-sebabnya ?"

"Kassapa, ketika sebab sebab penderitaan hadir, maka penderitaan juga hadir. Ketika sebab sebab penderitaan dihilangkan, maka penderitaan pun hilang."

"Ya, aku melihat ketika sebab sebab penderitaan dihilangkan, penderitaan itu sendiri akan hilang."

"Penyebab penderitaan adalah kebodohan bathin, suatu cara yang keliru untuk melihat realita. Berpikir bahwa yang tidak kekal sebagai kekal merupakan kebodohan bathin. Berpikir ada diri sementara tak ada yang disebut diri merupakan kebodohan bathin. Dari kebodohan bathin lahirlah keserakahan, ketakutan, iri hati, dan penderitaan yang tak terhitung jumlahnya. Jalan menuju pembebasan adalah jalan untuk melihat segala sesuatu secara mendalam agar benar benar mampu memahami sifat dasar ketidak kekalan, tiada diri yang terpisah, akan saling ketergantungan dari segala sesuatu. Jalan ini adalah jalan untuk mengatasi kebodohan bathin. Setelah kebodohan bathin di atasi, penderitaan pun terlampaui. Itulah pembebasan sejati. Tak perlu ada suatu diri di sana untuk dibebaskan."

....

Uruvela Kassapa duduk hening untuk sesaat, lalu berkata, "Gotama, aku tahu engkau berbicara hanya dari pengalaman langsungmu sendiri. Kata katamu tidak hanya menyatakan konsep konsep. Kau katakan pembebasan hanya dapat dicapai melalui berbagai upaya meditasi, melihat segala sesuatu secara mendalam. Apakah engkau berpikir semua upacara, ritual dan doa sama sekali tidak berguna ?"

Buddha menunjuk ke sisi seberang sungai dan berkata, "Kassapa, jika seseorang hendak menyeberang ke sisi seberang sana, apa yang seharusnya ia lakukan ?"

"Jika airnya cukup dangkal, maka dia dapat berjalan menyeberang ke sana. Jika tidak, maka dia harus berenang atau mengayuh perahu ke seberang."

"Aku setuju. Tetapi, bagaimana jika ia tidak mau berjalan menyeberang, berenang atau mengayuh perahu ? Bagaimana jika ia hanya berdiri saja di sisi sungai ini dan berdoa agar sisi sungai di seberang sana mendatangi dirinya ? Bagaimana pendapatmu tentang orang semacam ini ?"

"Aku berpendapat ia agak bodoh!"

"Demikianlah Kassapa.! Jika seseorang tidak mengatasi kebodohan bathin dan berbagai penghalang mental lainnya, maka, orang itu tak akan dapat menyeberang ke sisi lainnya menuju pembebasan. Meskipun ia menghabiskan seumur hidupnnya untuk berdoa."

Tiba tiba kassapa meledak dalam isak tangis dan menjatuhkan diri berlutut di hadapan telapak kaki BUDDHA. "Gotama, aku telah menghabiskan lebih dari separuh hidupku. Mohon terimalah aku sebagai muridmu dan berikanlah aku kesempatan untuk belajar dan berlatih jalan menuju pembebasan bersamamu."

(demikian kisah bagaimana Uruvela Kassapa kemudian bergabung dengan Sangha)
Ada artikel bagus yg oz copas dari forum lain postingan sdr DILBERT..Thx bro :)
Entah kenapa..tapi rasanya pas di posting disni... ;)
 
dari cuplikan di atas:

"Penyebab penderitaan adalah kebodohan bathin, suatu cara yang keliru untuk melihat realita. Berpikir bahwa yang tidak kekal sebagai kekal merupakan kebodohan bathin. Berpikir ada diri sementara tak ada yang disebut diri merupakan kebodohan bathin. Dari kebodohan bathin lahirlah keserakahan, ketakutan, iri hati, dan penderitaan yang tak terhitung jumlahnya. Jalan menuju pembebasan adalah jalan untuk melihat segala sesuatu secara mendalam agar benar benar mampu memahami sifat dasar ketidak kekalan, tiada diri yang terpisah, akan saling ketergantungan dari segala sesuatu. Jalan ini adalah jalan untuk mengatasi kebodohan bathin. Setelah kebodohan bathin di atasi, penderitaan pun terlampaui. Itulah pembebasan sejati. Tak perlu ada suatu diri di sana untuk dibebaskan."

dan diakhir kisah:

"Demikianlah Kassapa.! Jika seseorang tidak mengatasi kebodohan bathin dan berbagai penghalang mental lainnya, maka, orang itu tak akan dapat menyeberang ke sisi lainnya menuju pembebasan. Meskipun ia menghabiskan seumur hidupnnya untuk berdoa."

Tiba tiba kassapa meledak dalam isak tangis dan menjatuhkan diri berlutut di hadapan telapak kaki BUDDHA. "Gotama, aku telah menghabiskan lebih dari separuh hidupku. Mohon terimalah aku sebagai muridmu dan berikanlah aku kesempatan untuk belajar dan berlatih jalan menuju pembebasan bersamamu."

-------------------------------------

Menyadari kegelapan bathin, kesalahan-kesalahn yang kita perbuat, kebodohan-kebodohan yang dilakukan karena bathin yang gelap. Atau merasa mempunyai sesuatu yang lebih 'murni' dari orang lain, memiliki pandangan salah yang dipertahankann dengan gigih, karena tidak mampu melihat realita kenyataan tak adanya diri (atta).

Menyadari semua ini masih menyelimuti, mungkin membawa kita masuk ke 'rel' kereta yang tepat untuk sesuatu yang lebih baik.
 
Adalah ehipassiko dalam agama Buddha, suatu sikap hidup yang mengajarkan kepada kita untuk selalu datang, melihat, dan mengalami sendiri membuktikan) segala sesuatu sebelum menghakimi, mempercayai, menilai, atau meyakini suatu hal. Karena semestinya kita sadar, bahwa saat ini kita hanya manusia biasa yang belum suci dan sakti, namun dengan segala keterbatasan itu kita berusaha mendefinisikan sesuatu yang tinggi, yang jelas-jelas di luar jangkauan dan batasan kemampuan berpikir kita.

Karena itu, bisa kita lihat dalam sutta-sutta maupun literatur-literatur Buddhis konsep tentang tuhan sangat sedikit dibahas, di mana Sang Buddha memang tidak menganggap terlalu penting hal ini, walaupun pertanyaan tentang tuhan itu juga Beliau jawab, bahkan konsep penciptaan atau asal muasal kejadian bumi dan manusia.

Sang Buddha sebagai manusia yang maha suci dan sempurna dapat mengetahui pola pikir manusia karena Beliau sendiri pun telah mengalaminya dan lebih dulu menyadari; karena itulah Beliau lebih menekankan pada pemahaman dan praktek Jalan Mulia Beruas 8 kepada para pengikutnya, bukannya mengejar atau mencari-cari definisi yang memuaskan tentang tuhan.

Pemahaman yang benar dan pelaksanaan praktek Jalan Mulia dalam kehidupan nyata inilah yang kelak akan dapat mengantarkan manusia kepada pemahaman konsep tuhan seperti yang mereka cari-cari dan bahkan merealisasinya, karena sesungguhnya konsep tuhan dalam agama Buddha adalah Nibbana, yaitu sesuatu yang mutlak. Tanpa merealisasinya, sungguh sulit menjelaskan atau menceritakan seperti apa itu Nibbana, ibarat seseorang yang tidak pernah datang sebelumnya ke Bali, tapi ingin menjelaskan keindahan pulau Bali kepada turis asing, maka mustahil menceritakannya dengan jelas dan detail.

Sama juga dengan Nibbana, tanpa merealisasi atau mencapainya sendiri, mengalami langsung pencapaian tertinggi itu; maka kita hanya berputar-putar di sekitarnya tapi tidak pernah benar-benar mencapainya. Karena itu, jika memang Anda benar-benar seorang Buddhis yang mempraktekkan Dhamma, menjadikan Dhamma sebagai pedoman hidup, sesungguhnya tujuan hidup kita nantinya hanya ditujukan demi pencapaian tingkat kesucian tertinggi itu, mencapai Nibbana.
 

Sama juga dengan Nibbana, tanpa merealisasi atau mencapainya sendiri, mengalami langsung pencapaian tertinggi itu; maka kita hanya berputar-putar di sekitarnya tapi tidak pernah benar-benar mencapainya. Karena itu, jika memang Anda benar-benar seorang Buddhis yang mempraktekkan Dhamma, menjadikan Dhamma sebagai pedoman hidup, sesungguhnya tujuan hidup kita nantinya hanya ditujukan demi pencapaian tingkat kesucian tertinggi itu, mencapai Nibbana.

Straight to the point.
 
Kalau konsep ketuhanan yang saya pegang sih beda...
Ya ini hanya saya saja sih yang berpandangan begini, gak perlu diikuti kalau gak sesuai, saya cuma bagi2 pendapat aja :D

Menurut saya, agama Buddha tidak bertuhan.
Istilah Sanghyang Adhi Buddha yang disama2kan dengan Tuhan itu konon hanya permainan politik... dan hanya ada di Indonesia.

Ya... tapi itu cuma pendapat saya... subjektif... :D
 
Kalau konsep ketuhanan yang saya pegang sih beda...
Ya ini hanya saya saja sih yang berpandangan begini, gak perlu diikuti kalau gak sesuai, saya cuma bagi2 pendapat aja :D

Menurut saya, agama Buddha tidak bertuhan.
Istilah Sanghyang Adhi Buddha yang disama2kan dengan Tuhan itu konon hanya permainan politik... dan hanya ada di Indonesia.

Ya... tapi itu cuma pendapat saya... subjektif... :D

Frase Sang Hyang Adi Buddha terdapat dalam kitab sastra karangan Mpu Sindok 'Sang Hyang Kamahayanikan'. Frase ini dipakai sebagai kata ganti untuk Tuhan Yang Maha Esa, khusus di Indonesia saja.

Lebih lanjut mengenai kitab Sang Hyang Kamahanikan:
Sang Hyang Kamahayanikan adalah sebuah karya sastra dalam bentuk prosa. Di bagian belakang disebut nama seorang raja Jawa, yaitu Mpu Sendok, yang bertakhta di Jawa Timur mulai dari tahun 929 sampai tahun 947 Masehi. Kitab ini isinya mengenai pelajaran agama Buddha Mahayana. Kebanyakan mengenai susunan perincinan dewa-dewa dalam mazhab Mahayana dan kerapkali cocok dengan penempatan raja-raja Buddha dalam candi Borobudur. Selain itu ada pula tentang tatacara orang bersamadi.
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.