Saya tertarik dengan "piteket" ini Bli, bisa dibuatkan dalam bentuk 'buku' ngak agar saya bisa juga membacanya,.....@bcak
saya merujuk kpd piteket Sesuhunan ttg "Genah Linggih" di niskala bagi mereka yg mencapai Moksa.."Genah Linggih" ini berupa bangunan suci, lain agama yg dipeluk oleh mereka yg mencapai Moksa maka lain pula wujud bangunan sucinya..bagi kita yg menganut agama Hindu Bali bangunan suci itu berwujud : Padmasana, Meru Tumpang Tiga, Tugu, dan Tajuk..

Ini terlihat bahwa Tuhan telah memilih status dari umatNya,......@bcak
Padmasana adl bangunan suci bagi mereka yg mencapai Moksa tingkat tertinggi dan sampai detik ini tidak ada yg mampu mencapai Moksa di tingkat ini,..kemudian Meru Tumpang Tiga, utk mencapai posisi ini di zaman Kali Yuga adl hal yg sangat sulit kecuali jika kita ngelungsur "Panugerahan Sesuhunan" dan melaksanakan ritual "Panglukatan Pasucian Pekramas" beserta ritual "Ekajati" kita bisa berpeluang utk mencapai Moksa ini, contoh paling nyata mereka yg telah mencapai posisi ini adl Mpu Kuturan, Dang Hyang Dwijendra...

Saya memiliki pertanyaan,.....@bcak
dua bangunan suci lainnya yaitu Tugu dan Tajuk ini masih sangat berpeluang utk dicapai oleh manusia biasa yg tdk ngelungsur "Panugerahan", mereka yg mencapai Moksa ini contohnya "Ratna Manggali (putri Mpu Kuturan)" yg sekarang didudukan sbg "Pelancah" ring Luhurin Dalem,..
semakin rendah tingkat Moksa-nya itu artinya semakin banyak tugas yg diemban..maksudnya apa sich?bukannya setelah Moksa kita gak ngapa-ngapain?hehehe..siapa bilang?jika kita mencapai "Padmasana" kita memang udah gak ngapa-ngapain karena gak ada yg bisa merintah kita tapi kalo kita Moksa di tingkat Meru Tumpang Tiga,Tugu,dan Tajuk kita masih harus "Tedun ke Sekala" karena ada manusia yg "mendakin" kita, sbg contoh Bathara Hyang Mpu Kuturan pun akan tedun jika Beliau "kapendak" oleh umat yg tangkil di Pura Silayukti,..apalagi jika kita mencapai tingkat Pelancah kita harus menuruti perintah Dewa yg kedudukannya lebih tinggi....yg jelas persamaan semua jenis Moksa ini adl "Tidak terlahir ke dunia" atau tidak terkena siklus "Punarbhawa"..
apakah memang hanya di Pura Silayukti saja,.....

jika memang Bathara telah "tedun" trus siapa yang dipuja disana donk,.....?
sebagai contoh dalam acara karya dalam sebuah Pura maka Pura-Pura disekitarnya akan "lunga" ke Pura yang mengadakan karya, nah apakah ini berarti Pura yang ditinggal "lunga" oleh Ida Bethara-nya akan dalam keadaan 'kosong', trus jika ada umat yang ingin sembahyang di Pura yang sedang 'kosong' tsb akan diberitahu bahwa Pura sedang 'kosong' dan sebaiknya sembahyang jika nanti Ida Bethara telah balik lagi,......?
mungkin Bli bisa menjelaskan,......
