Satsujin
IndoForum Newbie E
- No. Urut
- 71769
- Sejak
- 30 Mei 2009
- Pesan
- 32
- Nilai reaksi
- 0
- Poin
- 6
Sejak saat itu, Nila benar-benar menjadi dirinya yang baru, tapi tetap menjadi Nila. Hanya saja, Nila yang ini lebih ceria. Dia sudah tidak peduli jika teman-temannya mencibirnya. Tapi dia tetap berlaku ramah pada mereka. Nila juga jadi sering sekali mengajakku ‘menangkap waktu’ di berbagai tempat. Kadang di sekolah, pantai, mall, rumah, langit, trotoar, pedagang bakso keliling, tapi yang paling menakjubkan adalah saat kami ‘menangkap waktu’ ketika menetasnya seekor anak ayam dari cangkangnya. Dia sangat senang sekali. Kadang-kadang, kami ‘menangkap waktu’ bersama-sama dengan Daniar. Apalagi saat Nila masuk ke SMA yang dulunya adalah tempat dimana Daniar mengenyam pendidikan Menengah Atasnya. Nila senang sekali cita-citanya yang menurut Daniar ‘tidak spektakuler’ itu dapat tercapai. Tapi kupikir, Daniarlah yang jauh lebih bahagia. (Karena Daniarlah yang tidak bisa berhenti tersenyum saat dia melihat Nila memakai seragam SMA).
Lalu, suatu malam, Nila memandangku lama.... “Hei, Roid, aku mendapatkan Menstruasi pertamaku... dan... yang terakhir. Hehehe... sekarang aku gadis yang sudah dewasa. Roid, terima kasih atas segalanya ya.” Dan tiga hari kemudian, tak terdengar tawa Nila yang renyah itu di kamar ini..
Bau rumah sakit. Tangan Daniar memucat walau wajahnya tampak baik-baik saja. Tapi tidak bisa menandingi wajah Nila yang terbaring pucat seperti mayat. Di sebelah Daniar berdiri seorang laki-laki yang dikenalkan Nila dengan nama Angkasa. Dia mengiyakan setiap ocehan Nila tentang hasil ‘menangkap waktu’ yang ditunjukkannya dengan penuh semangat yang dibuat-buat.
“Hei Nila, kamu mau ikut lomba fotografi? Memang, tingkat nasional sih...” tanya Daniar tiba-tiba.
Nila diam sesaat lalu berkata, “Mau... setelah cita-citaku untuk menjadi siswi SMA terpenuhi, aku ingin menjadi seorang kameraman yang handal! Ng... pakai foto yang ini saja..” katanya sambil menyerahkan selembar foto.
Daniar tersenyum dan mengambil foto itu. “Sudah ah, aku tidak ingin mengganggu kalian. Aku pulang dulu ya...” Daniar tersenyum genit dan memeluk Nila. Lalu dia menyalami Angkasa. Setelah menutup pintu kamar Nila, aku mendengar isak tangis Daniar di balik pintu. Aku tahu, Nila dan Angkasa juga mendengarnya. Tapi Nila pura-pura tidak mendengar dan kembali asyik mengocehan tentang hasil ‘menangkap waktu’nya.
Seperti yang sudah diduga, tidak lama setelah itu, Nila ‘pergi’. Tepat sepuluh hari setelah dia mengubah statusnya dari siswi SMP menjadi siswi SMA. Dia berpesan agar aku membantu Daniar untuk ‘menangkap waktu’ bersama Daniar. Dan disinilah aku berada. Di kamar Daniar.
Nila. Nila. Nila. Benar-benar, wajahnya cantik saat dia ‘pergi’. Dan dia tidak seperti Putri Duyung yang menjadi buih dan hilang begitu saja. Dia sudah menciptakan ‘perasaan-perasaan abadi’ pada Daniar, Angkasa, Kedua orang tuanya, dan lain-lain. Terutama, padaku. Dan kupikir, ada lebih dari berjuta orang yang mengenang dan mengingatnya, karena... Yah... hasil ‘menangkap waktu’nya mendapat Juara kedua.(Juara pertamanya Daniar. Menyebalkan!). Semua orang terkagum-kagum dengan hasil karyanya dan sangat menyayangkan karena orangnya ‘pergi’ terlebih dahulu sebelum Pengumuman pemenang disebar-luaskan. Dan apakah kamu ingin tahu judul ‘Penagkapan waktu’nya?
Judulnya adalah ‘Suatu Awal Untuk Dikenang’. Sebuah ‘penangkapan waktu’ saat seekor anak ayam yang baru menetas dari cangkangnya.
Lalu, suatu malam, Nila memandangku lama.... “Hei, Roid, aku mendapatkan Menstruasi pertamaku... dan... yang terakhir. Hehehe... sekarang aku gadis yang sudah dewasa. Roid, terima kasih atas segalanya ya.” Dan tiga hari kemudian, tak terdengar tawa Nila yang renyah itu di kamar ini..
Bau rumah sakit. Tangan Daniar memucat walau wajahnya tampak baik-baik saja. Tapi tidak bisa menandingi wajah Nila yang terbaring pucat seperti mayat. Di sebelah Daniar berdiri seorang laki-laki yang dikenalkan Nila dengan nama Angkasa. Dia mengiyakan setiap ocehan Nila tentang hasil ‘menangkap waktu’ yang ditunjukkannya dengan penuh semangat yang dibuat-buat.
“Hei Nila, kamu mau ikut lomba fotografi? Memang, tingkat nasional sih...” tanya Daniar tiba-tiba.
Nila diam sesaat lalu berkata, “Mau... setelah cita-citaku untuk menjadi siswi SMA terpenuhi, aku ingin menjadi seorang kameraman yang handal! Ng... pakai foto yang ini saja..” katanya sambil menyerahkan selembar foto.
Daniar tersenyum dan mengambil foto itu. “Sudah ah, aku tidak ingin mengganggu kalian. Aku pulang dulu ya...” Daniar tersenyum genit dan memeluk Nila. Lalu dia menyalami Angkasa. Setelah menutup pintu kamar Nila, aku mendengar isak tangis Daniar di balik pintu. Aku tahu, Nila dan Angkasa juga mendengarnya. Tapi Nila pura-pura tidak mendengar dan kembali asyik mengocehan tentang hasil ‘menangkap waktu’nya.
Seperti yang sudah diduga, tidak lama setelah itu, Nila ‘pergi’. Tepat sepuluh hari setelah dia mengubah statusnya dari siswi SMP menjadi siswi SMA. Dia berpesan agar aku membantu Daniar untuk ‘menangkap waktu’ bersama Daniar. Dan disinilah aku berada. Di kamar Daniar.
Nila. Nila. Nila. Benar-benar, wajahnya cantik saat dia ‘pergi’. Dan dia tidak seperti Putri Duyung yang menjadi buih dan hilang begitu saja. Dia sudah menciptakan ‘perasaan-perasaan abadi’ pada Daniar, Angkasa, Kedua orang tuanya, dan lain-lain. Terutama, padaku. Dan kupikir, ada lebih dari berjuta orang yang mengenang dan mengingatnya, karena... Yah... hasil ‘menangkap waktu’nya mendapat Juara kedua.(Juara pertamanya Daniar. Menyebalkan!). Semua orang terkagum-kagum dengan hasil karyanya dan sangat menyayangkan karena orangnya ‘pergi’ terlebih dahulu sebelum Pengumuman pemenang disebar-luaskan. Dan apakah kamu ingin tahu judul ‘Penagkapan waktu’nya?
Judulnya adalah ‘Suatu Awal Untuk Dikenang’. Sebuah ‘penangkapan waktu’ saat seekor anak ayam yang baru menetas dari cangkangnya.
-- The End --