Amaterasu
IndoForum Junior A
- No. Urut
- 83190
- Sejak
- 28 Okt 2009
- Pesan
- 2.702
- Nilai reaksi
- 170
- Poin
- 63
Hmm yah, gw bakal lebih concern ama hal-hal begini. Pokoknya, informasi harus disampaikan pada semua orang, dan salah satu cara efektif yaitu dengan posting thread di forum. Oke deh, sesuai judul threadnya "kesenjangan", yang berarti, ada banyak sekali kesenjangan sosial di hadapan kita...Lihat, dan Maknai...
"Bintang Tiga", foto karya Zul T Edoardo yang memperlihatkan nelayan pendukung Jusuf Kalla-Wiranto di depan sebuah mobil Mercy yang dinaiki Jusuf Kalla saat berkunjung ke Pasar Ikan Kedonganan Badung. Dua kondisi ekstrem berbeda yang menunjukkan adanya realitas kesenjangan ekonomi dan sosial di masyarakat kita saat ini.
Anak kecil bermain di bantaran Banjir Kanal Barat (BKB) Tanah Abang, Jakarta Pusat, (13/2/2009). Kemiskinan membuat anak kecil semakin minim mengembangkan kreatifitas dan bakat anak
Seorang anak berdiri di depan puing-puing penggusuran Pedongkelan, Jakarta Timur, (9/10/2008).
Ketika yang kecil dan yang kumuh dilupakan lalu dibiarkan saja. Foto ini diambil di salah satu perkampungan kumuh yang terletak di pusat kota yang berda di jakarta utara. Ketika banyak terdapat pusat hiburan yang dikembangkan masih saja rakyat kecil yang dilupakan.
Penjual Pisang, dan Perampok Bank Century...
fragmen dari sebuah kejadian di Jakarta, sebuah kota yang penuh ironi. Seorang kakek tua penjual pisang keliling tersungkur tepat di seberang Pasar Swalayan Carefour Lebak Bulus. Banyak orang berseliweran di sana dengan dengkul ataupun berkendara mobil seharga ratusan juta hingga miliar rupiah. Tetapi, tak banyak yang peduli. Menoleh pun tidak.
Tangan kanan lelaki ringkih itu sempat menahan tubuhnya, menyelamatkan mukanya tidak terjerembab. Tangan kirinya erat memegang pikulan di pundaknya agar keranjangnya tak terguling. Dia sepertinya kelelahan. Mukanya pucat pasi. Napasnya memburu, Senin-Kamis. Matanya mengernyit seperti menahan rasa pusing.
Setelah beberapa saat beristirahat, dia pun berdiri dan berjalan lagi. Dua keranjang rotan terisi penuh pisang pun bergayut turun naik mengikuti napas dan langkah kaki kakek tua itu.
Namun, tidak sampai 500 meter, saat melintas di Jalan Metro Pondok Indah, di depan rumah megah bergaya mediteranian seharga miliaran rupiah, dia pun kembali tersungkur. Dia kembali beristirahat sejenak. Tidak sampai lima menit, dia sudah bangkit lagi. Tertatih, dia kembali memikul dua keranjang pisang jualannya.
Dengan langkah gontai, ia menyeberangi jalan dan masuk ke kompleks perumahan mewah. Sesudah melewati sekitar lima blok, barulah dia bertemu pembeli. Setelah itu, dia kembali lagi berkeliling.
Kakek tua itu bernama Ujang. Usianya 50 tahun. Tetapi, beban berat membuat raut wajahnya lebih tua dari usianya. Bicaranya pun sudah pelo seperti pernah terserang stroke.
Ujang memang pekerja ulet. Dia tinggal di Parung, sekitar 25 kilometer pinggiran selatan Jakarta. Demi menyambung hidup, Ujang mengukur jalan berjualan pisang sampai Jakarta. Panas terik tak mengalahkan semangatnya untuk bekerja. Ibadah puasa pun tetap dijalaninya.
”Saya mah gak mau minta-minta. Saya lebih seneng jualan,” ucap Ujang.
Merenungi apa yang terjadi pada Ujang, terasa ironis bila dibandingkan dengan kejatuhan Bank Century. Ketika Ujang terjatuh, meski rumah di sana besar dan megah tak ada yang menawarkan berteduh. Meski ratusan bahkan ribuan kendaraan berlalu-lalang di sana, mulai dari metromini butut sampai mobil-mobil mewah seri terbaru, tidak ada juga yang memberikan tumpangan membantu.
Sementara itu, uang negara yang dikucurkan untuk menyehatkan Bank Century besarnya mencapai Rp 6,7 triliun dan kemudian hilang dimakan para bankir jahat.
Negara yang seharusnya memberikan perlindungan juga belum bisa diharapkan. Padahal, yang dibutuhkan Ujang sederhana. Bukan hanya BLT, bantuan langsung tunai, tapi juga BLG, bantuan langsung gerobak.
Keuletan Ujang bisa mengingatkan semua, terutama para pejabat di negeri ini, mulai dari Presiden, Gubernur BI, Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan, Menteri Tenaga Kerja, Menteri Pertanian, hingga Menteri Negara Urusan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, untuk tidak terus terbuai dengan angka-angka makro dan kemudian rajin beriklan tentang kesuksesan yang menghabiskan dana miliaran rupiah.
Semua pejabat juga berlomba-lomba memberikan fasilitas kepada ”bos-bos” besar dengan harapan mendapat bonus keuntungan. Sebaliknya, mereka menutup mata, telinga, dan hati atas realitas bahwa masih banyak orang kecil di negeri ini, Mereeka tak kunjung mendapat perlindungan.(sutta dharmasaputra)
Untuk mengurangi beban parkir di areal sekolah dan sekaligus menghindari kesenjangan sosial, SMKN 20 Cilandakbarat, Jakarta Selatan, melarang seluruh siswa membawa mobil pribadi. Sedangkan bagi siswa kelas 1, selain dilarang membawa mobil pribadi, juga dilarang membawa sepeda motor ke sekolah.
Lahan parkir di sekolah ini memang cukup terbatas. Untuk sepeda motor, maksimal 100 unit, sedangkan mobil maksimal 15 unit. Karena itu, larangan ini sifatnya mendesak. "Dengan kapasitas lahan yang terbatas ini, kita menerapkan kebijakan larangan membawa mobil bagi seluruh siswa dan motor bagi siswa kelas satu," ujar Haribowo Sunaryo, Kepala SMKN 20, Selasa (28/7).
Selain itu, larangan ini juga bertujuan meminimalisir pelanggaran lalu lintas di kawasan Jakarta Selatan. Sebab, berdasarkan temuan Kepolisian Resort (Polres) Cilandakbarat, banyak siswa yang belum memiliki surat izin mengemudi (SIM).
"Karena itu, mereka kita larang membawa sepeda motor ke sekolah lantaran umurnya banyak yang belum mencapai 17 tahun. Khususnya yang kelas 1. Dan satpam juga sudah kita tugaskan untuk mengecek SIM bagi setiap siswa yang membawa sepeda motor. Kalau dalam pemeriksaan itu satpam menemukan siswa kelas 1 bawa motor, motornya dilarang parkir di areal sekolah," tegasnya.
Sedangkan larangan membawa mobil ke sekolah, kata Haribowo, dilakukan untuk mencegah terjadinya pengkotak-kotakan di antara siswa dari keluarga mampu dan tidak mampu. Sehingga, tidak terjadi kesenjangan sosial. Sebab, jika hal itu terus dibiarkan bisa merusak iklim pergaulan siswa di SMKN 20 sendiri.
"Saya tidak ingin siswa membuat level-levelnya sendiri dengan cara menonjolkan barang yang dia punya. Yang boleh bawa mobil hanya guru dan tamu sekolah saja. Dengan adanya larangan ini, saya harap semua siswa bisa membaur bersama dengan rasa persaudaraan yang kental. Mudah-mudahan cara seperti ini bisa ditiru di sekolah lain yang juga memiliki keterbatasan lahan parkir," harapnya.
"Bintang Tiga", foto karya Zul T Edoardo yang memperlihatkan nelayan pendukung Jusuf Kalla-Wiranto di depan sebuah mobil Mercy yang dinaiki Jusuf Kalla saat berkunjung ke Pasar Ikan Kedonganan Badung. Dua kondisi ekstrem berbeda yang menunjukkan adanya realitas kesenjangan ekonomi dan sosial di masyarakat kita saat ini.
Anak kecil bermain di bantaran Banjir Kanal Barat (BKB) Tanah Abang, Jakarta Pusat, (13/2/2009). Kemiskinan membuat anak kecil semakin minim mengembangkan kreatifitas dan bakat anak
Seorang anak berdiri di depan puing-puing penggusuran Pedongkelan, Jakarta Timur, (9/10/2008).
Ketika yang kecil dan yang kumuh dilupakan lalu dibiarkan saja. Foto ini diambil di salah satu perkampungan kumuh yang terletak di pusat kota yang berda di jakarta utara. Ketika banyak terdapat pusat hiburan yang dikembangkan masih saja rakyat kecil yang dilupakan.
Miliki hati seperti anak-anak yang tidak memandang kesulitan hidup sebagai penghalang untuk tetap bisa tersenyum dan untuk tetap bisa bersyukur...
Anak-anak yang tinggal di perkampungan kumuh di tengah-tengah kota Jakarta... (masikah ada senyum?)
Suasana pemandangan perkampungan yang penuh dengan gubuk-gubuk dan sampah...
Suasana dalam satu gang, rumah gubuk berdempetan...
Anak-anak yang tinggal di perkampungan kumuh di tengah-tengah kota Jakarta... (masikah ada senyum?)
Suasana pemandangan perkampungan yang penuh dengan gubuk-gubuk dan sampah...
Suasana dalam satu gang, rumah gubuk berdempetan...
Penjual Pisang, dan Perampok Bank Century...
fragmen dari sebuah kejadian di Jakarta, sebuah kota yang penuh ironi. Seorang kakek tua penjual pisang keliling tersungkur tepat di seberang Pasar Swalayan Carefour Lebak Bulus. Banyak orang berseliweran di sana dengan dengkul ataupun berkendara mobil seharga ratusan juta hingga miliar rupiah. Tetapi, tak banyak yang peduli. Menoleh pun tidak.
Tangan kanan lelaki ringkih itu sempat menahan tubuhnya, menyelamatkan mukanya tidak terjerembab. Tangan kirinya erat memegang pikulan di pundaknya agar keranjangnya tak terguling. Dia sepertinya kelelahan. Mukanya pucat pasi. Napasnya memburu, Senin-Kamis. Matanya mengernyit seperti menahan rasa pusing.
Setelah beberapa saat beristirahat, dia pun berdiri dan berjalan lagi. Dua keranjang rotan terisi penuh pisang pun bergayut turun naik mengikuti napas dan langkah kaki kakek tua itu.
Namun, tidak sampai 500 meter, saat melintas di Jalan Metro Pondok Indah, di depan rumah megah bergaya mediteranian seharga miliaran rupiah, dia pun kembali tersungkur. Dia kembali beristirahat sejenak. Tidak sampai lima menit, dia sudah bangkit lagi. Tertatih, dia kembali memikul dua keranjang pisang jualannya.
Dengan langkah gontai, ia menyeberangi jalan dan masuk ke kompleks perumahan mewah. Sesudah melewati sekitar lima blok, barulah dia bertemu pembeli. Setelah itu, dia kembali lagi berkeliling.
Kakek tua itu bernama Ujang. Usianya 50 tahun. Tetapi, beban berat membuat raut wajahnya lebih tua dari usianya. Bicaranya pun sudah pelo seperti pernah terserang stroke.
Ujang memang pekerja ulet. Dia tinggal di Parung, sekitar 25 kilometer pinggiran selatan Jakarta. Demi menyambung hidup, Ujang mengukur jalan berjualan pisang sampai Jakarta. Panas terik tak mengalahkan semangatnya untuk bekerja. Ibadah puasa pun tetap dijalaninya.
”Saya mah gak mau minta-minta. Saya lebih seneng jualan,” ucap Ujang.
Merenungi apa yang terjadi pada Ujang, terasa ironis bila dibandingkan dengan kejatuhan Bank Century. Ketika Ujang terjatuh, meski rumah di sana besar dan megah tak ada yang menawarkan berteduh. Meski ratusan bahkan ribuan kendaraan berlalu-lalang di sana, mulai dari metromini butut sampai mobil-mobil mewah seri terbaru, tidak ada juga yang memberikan tumpangan membantu.
Sementara itu, uang negara yang dikucurkan untuk menyehatkan Bank Century besarnya mencapai Rp 6,7 triliun dan kemudian hilang dimakan para bankir jahat.
Negara yang seharusnya memberikan perlindungan juga belum bisa diharapkan. Padahal, yang dibutuhkan Ujang sederhana. Bukan hanya BLT, bantuan langsung tunai, tapi juga BLG, bantuan langsung gerobak.
Keuletan Ujang bisa mengingatkan semua, terutama para pejabat di negeri ini, mulai dari Presiden, Gubernur BI, Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan, Menteri Tenaga Kerja, Menteri Pertanian, hingga Menteri Negara Urusan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, untuk tidak terus terbuai dengan angka-angka makro dan kemudian rajin beriklan tentang kesuksesan yang menghabiskan dana miliaran rupiah.
Semua pejabat juga berlomba-lomba memberikan fasilitas kepada ”bos-bos” besar dengan harapan mendapat bonus keuntungan. Sebaliknya, mereka menutup mata, telinga, dan hati atas realitas bahwa masih banyak orang kecil di negeri ini, Mereeka tak kunjung mendapat perlindungan.(sutta dharmasaputra)
Untuk mengurangi beban parkir di areal sekolah dan sekaligus menghindari kesenjangan sosial, SMKN 20 Cilandakbarat, Jakarta Selatan, melarang seluruh siswa membawa mobil pribadi. Sedangkan bagi siswa kelas 1, selain dilarang membawa mobil pribadi, juga dilarang membawa sepeda motor ke sekolah.
Lahan parkir di sekolah ini memang cukup terbatas. Untuk sepeda motor, maksimal 100 unit, sedangkan mobil maksimal 15 unit. Karena itu, larangan ini sifatnya mendesak. "Dengan kapasitas lahan yang terbatas ini, kita menerapkan kebijakan larangan membawa mobil bagi seluruh siswa dan motor bagi siswa kelas satu," ujar Haribowo Sunaryo, Kepala SMKN 20, Selasa (28/7).
Selain itu, larangan ini juga bertujuan meminimalisir pelanggaran lalu lintas di kawasan Jakarta Selatan. Sebab, berdasarkan temuan Kepolisian Resort (Polres) Cilandakbarat, banyak siswa yang belum memiliki surat izin mengemudi (SIM).
"Karena itu, mereka kita larang membawa sepeda motor ke sekolah lantaran umurnya banyak yang belum mencapai 17 tahun. Khususnya yang kelas 1. Dan satpam juga sudah kita tugaskan untuk mengecek SIM bagi setiap siswa yang membawa sepeda motor. Kalau dalam pemeriksaan itu satpam menemukan siswa kelas 1 bawa motor, motornya dilarang parkir di areal sekolah," tegasnya.
Sedangkan larangan membawa mobil ke sekolah, kata Haribowo, dilakukan untuk mencegah terjadinya pengkotak-kotakan di antara siswa dari keluarga mampu dan tidak mampu. Sehingga, tidak terjadi kesenjangan sosial. Sebab, jika hal itu terus dibiarkan bisa merusak iklim pergaulan siswa di SMKN 20 sendiri.
"Saya tidak ingin siswa membuat level-levelnya sendiri dengan cara menonjolkan barang yang dia punya. Yang boleh bawa mobil hanya guru dan tamu sekolah saja. Dengan adanya larangan ini, saya harap semua siswa bisa membaur bersama dengan rasa persaudaraan yang kental. Mudah-mudahan cara seperti ini bisa ditiru di sekolah lain yang juga memiliki keterbatasan lahan parkir," harapnya.