KERAJAAN MOJOPAIT
Sementara itu R. Wijaya, menantu dari Raja Kartanegara, karena dihianati oleh Ardharaja lain anak menantu dari Raja Kertanegara dan anak dari Jayakatuang.
Dalam pertempuran antara mertua dan ayah, Ardharaja berbalik memihak kepada ayahnya, maka R Wijaya telah menderita kekalahan hebat dan tepaksa melarikan diri ke Madura dan minta perlindungan kepada R. Wiraraja.
Kemudian atas nasehat dan muslihatnya R. Wiraraja, maka R. Wijaya bersedia diterima dengan senang hati oelh Jayakatuang yang pada waktu itu sudah menjadi Raja Doho.
Karena memang pandai, maka R. Wijaya lalu dapat kepercayaan dari Raja Jayakatuang dengan mendirikan sebuah kota yang pada waktu itu masih merupakan hutan-belukar. Pada suatu hari karena lelah dan lapar, seorang diantara itu orang yang bekerja keras, telah dapat memetik sebutir buah Maja dan segera dibuang karena buah Maja itu pahit rasanya.
Maka Negeri itu diberi nama Majapait.
Compromise antara Kubilai Khan, Raja di Tingkok dengan Singosari yang tadinya tidak membawa hasil telah menyebabkan Raja Tiongkok mengirim tentaranya ke Singosari, dan sesampainya di sini segera disambut dengan ramah-tamah dan sifat persaudaraan oleh Wiraraja yang pandai mengambil hati.
Raden Wijaya lalu menerangkan bahwa tidak berhasilnya compromise tersebut adalah karena membandelnya Raja Kediri, ialah yang waktu itu dipegang oleh Jayakatuang. Dengan demikian Raden Wijaya dengan mudah meminjam tenaga tentara dari Tiongkok untuk menjatuhkan Jayakatuang.
Kejadian tersebut adalah pada Masehi tahun 1293.
Demikianlah walaupun Kerajaan Kediri-Doho sudah terampas kedalam tangan Wijaya, tetapi Raden Wijaya dengan dibantu oleh tentara dari Tiongkok itu masih tetap melakukan pembersihan disekitar kerajaan Kediri-Doho berikut daerah-daerahnya, hingga sampai Masehi tahun 1295 R. Wijaya baru dinobatkan menjadi Raja Browijoyo ke I, dengan memakai gelaran Kertarejasa dan kerajaannya disebut Kerajaan Mojopait.
Waktu itulah tentara dari Tiongkok baru bertolak dari pesisir Pasuruan buat pulagn kandang. Semenjak itu courir dari Tiongkok jang diutus kemari selalu mendarat atau bertolak dari pesisir Pasuruan, yang berarti “
pesuruh”, ialah orang yang disuruh atau diutus. Dengan demikian nama tempat tersebut telah menjadi
Pesuruan.
Sementara sebagi seorang yang mengenal budi, Raja Browijoyo ke I ini lalu memberi anugrah kepada Aryawiraraja (seorang kawannya yang baik dan yang telah membantu banyak sekali sebelum Browijoyo menjadi Raja Majapait), daerah Lumajangdan dijadikan raja dari daerah tersebut.
Sesudah Kertarejasa atau Browijoyo ke I maka yang menggantikannya adalah Browijoyo ke II, ialah Jayanegara. Dalam tangan Jayanegara ini Kerajaan Majapait telah merebut daerah-daerah Sunda Kecil, Sulawesi dan beberapa daerah lainnya, yang perlu dicatat atas jasanya seorang hulubalang Mojopait bernama Nala.
Tetapi berbarengan dengan itu juga, dalam Masehi 1334 dalam pemerintahan Jayanegara telah timbul pemberontakan sebagai synthesis pemerintahan raja tersebut.
Timbulnya pemberontakan itu dari daerah Lumajang, Tuban, Pasuruan dan beberapa tempat tempat kecil lainnya. Tetapi atas kebijaksaaannya Patih Gajahmada maka pemberontakan tadi dapat dipadamkan dengan mudah dan Kerajaan Majapait dapat dipertahankan dengan tegak.
Tetapi apa lacur Raja Jayanegara ini bertikaian dengan seorang Thabib juru bedahnya sendiri, yang berakhir dengan meninggalnya Raja Browijoyo ke II (Jayanegara).
Kejadian diatas ada pada Masehi tahun 1338, dimana karena putera mahkota masih kecil, maka pemerintahan dipegang oleh permaisuri Raja Jayanegara hingga tahun 1350, setelah Adiningkung (putra mahkota dari Kerajaan Majapait) menjadi dewasa dan segera dinobatkan menjadi Raja Browijaya yang ke III.
Semenjak Adiningkung memegang kendali Kerajaan Majapait, maka kekuasaan dan kebesarannya kerajaan itu menjadi makin besar dan luas sekali.
Waktu itu bendera dari Kerajaan Majapahit adalah Sang Merah Putih atau Gula Kelapa, sebagaimana Bendera dari Indonesia Merdeka yang sekarang ini.
Karena dewasa itu daerah Majapit bukan saja hanya terbatas diseluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur, tetapi menyebrang lautan sampai di Andalas seluruhnya Borneo, Sulawesi, Sunda Kecil, Malaka dan Papua, maka Sang Merah Putih senantiasa berkibar diangkasa dari daerah-daerah tersebut.
Pada jaman itu Raja Adiningkung atau Browijaya ke III, telah bekerja sama dengan pendeta-pendeta (Hweeshio) untuk memajukan Agama Buddha. Kaum agama (Hweeshio) medapatkan tanah pradikan, gugur gunung untuk orang orang disekeliling tempat pendeta dan bantuan untuk mendirikan candi-candi yang pada waktu itu sudah ada banyak candi. Disamping itu jaman ini di Majapait terdapat seorang Pujangga Prapanda Panular atau yang dalam Sejarah sering disebut Tantular, yang telah menulis Arjuna Wijaya.
Kerajaan Majapahit menjadi makin jaya pada saat Hayamwuruk, Raja Browijaya ke IV.
Hubuangan perdagangan luar negeri pada jaman itu sangat luas dan berjalan sangat bait. Tuban, Gresik dan Surabaya sudah merupakan pelabuhan yang ramai. Disitulah sering mondar-mandir / pergi dan pulangnya perahu-perahu dari Tiongkok, Siam, Hindia dan Persia.
Barang-barang Tiongkok yang masuk kesini adalah thee, perselin, sutra, obat-obatan dan lain sebagainya. Tiongkok membeli barang-barang mutiara, intan, batu-batu permata dan beras dari sini. Dari perhubungan yang baik dan lancar ini, terutama karena mendapat mutiara yang sangat berkualitas bagus, maka akhirnya oleh Tiongkok Raden Alit, Raja ke VII dari Majapait diberi anugerah Puteri Tjempa, yang dalam sejarah biasanya dikenal dengan nama Darapetak.
Perkawinan antara Raden Alit dengan Darapetak itu tidak berjalan sangat lama, karena selagi Puteri Tjempa mengandung telah dikirim ke Palembang untuk diberikan sebagai anugerah kepada anaknya yang menjadi Raja di tempat tersebut.
Di Palembang Darapetak telah melahirkan seorang putera yang cerdas, pandai dan bijaksana.
Waktu itu karena Palembang sudah kemasukan Agama Islam, maka putera dari Darapetak yang telah diberi nama Raden Fatah itu dengan giatnya mempelajari keyakinan agama tersebut hingga ia faham benar akan kitab-kitab suci dari Agama Islam.
Sementara itu dunia terhampar, waktu tetap beredar.
Kekuasaan Kerajaan Majapait oleh Raden Alit telah diserahkan kepada seorang anak menantunya bernama Raja Wikrama Wardana, dan yang menjadi mangkumuminya Patih Kenaka.
Waktu itu di Kalimantan Barat dan Palembang sering timbul huru-hara, hingga banyak tenaga dari Kerajaan Majapait telah dicurahkan untuk memadamkan pemberontakan. Oleh karenanya maka perhatian untuk kemakmuran Negara menjadi makin kurang dan akhirnya menyebabkan Kerajaan Majapait makin lemah.
Melihat bahwa Kerajaan Majapait dalam tangan anak menantunya telah menghadapi keruntuhan maka buru-buru Raden Alit memegang kembali kendali pemerintahan, tetapi telah terlambat.
Waktu itu adalah Masehi tahun 1428.
Huru-hara didalam negeri dapat dipadamkan, tapi banyak daerah-daerahnya Majapait, terutama yang berada diseberang lautan, telah sama berdiri sendiri-sendiri. Kehidupan rakyat terkena dampaknya pemberontakan itu dengan hebatnya. Banyak rakyat yang sudah merasa hidup sedang / bahagia telah sama menderita.
Sementara itu dalam Masehi Tahun 1416 agama Islam sudah mulai berkembang di Tanah Jawa, Malaka, Perzie dan lain-lain tempat.
Paramaswara, seorang Raja Malaka keturunan dari Kerajaan Mojopait, setelah masuk Islam lalu memakai gelaran Iskandar Syah Raja ini selalu ingin meluaskan kekuasaannya. Ia amat mengandalkan kegagahan laksamananya seorang Tionghoa bernama Hiang Tua, dalam sejarah lain ditulisnya Hyang Toea, dan tidak disebut kebangsaannya.
Mulai waktu itu Tuban, Gresik, Surabaya dan lain-lain tempat pesisir di Jawa bukan saja merupakan tempat pelabuhan guna perdagangan, tapi juga merupakan tempat-tempat pusat untuk masuknya agama Islam.
Pemimpin agama Islam yang terkenal di Jawa Timur adalah Syech Malik Ibrahim, beliau telah wafat di Gresik pada Masehi tahun 1416 dan makamnya ditempat tersebut sampai saat ini masih dihormati oleh ribuan penduduk disana.
Mari kita kembali kepada Raden Fatah dan Kerajaan Mojopait.
Setelah manjadi dewasa Raden Fatah bersama ibunya lalu bertolak dari pelabuhan Palembang menuju ke Tanah Jawa guna menemui ayahnya.
Sesampai dipesisir Jawa mereka mendarat di Mara Demak, dimana kedatangan mereka disambut oleh pra wali dan alim ulama di Demak dan daerahnya.
Pada suatu hari dalam waktu Tahun 1478 Masehi setelah oleh para wali dan alim ulama dinobatkan menjadi Sultan Bintara (Demak), Raden Fatah sudah lama sekali ingin bertemu ayahnya, selanjutnya segera pergi mengunjungi Mojopait.
Tidak tahunya sesampai dikeraton Mojopait ternyata keadaan sudah begitu kacau sekali. Dalam istana tersebut tidak dijumpai perdana menteri maupun rajanya.
Ternyata waktu itu Raja dari Kerajaan Mojopait sudah enyah ke Bali, karena tak tahan melawan serangan Girindrawardono, Raja Kalingga (sebelah timur Kediri), yang pada saat itu sedang memimpin balatentaranya dan mendesak ke istana Mojopait yang runtuh.
Raden Fatah segera memimpin orang-orang yang telah mengikuti dari Demak untuk mengambil pusaka-pusaka Kraton Mojopait, yang menjadi haknya sebagai putera mahkota. Dilain fihak beliau pun memimpin balatentaranya untuk menghadapi pasukan dari Girindrawardono, hingga disitu terjadi peperangan yang mendasyat.
Karena kalah jumlah, maka balatentara Raden Fatah untuk sementara mundur diantara rakyat jelata, sampai akhirnya setelah rakyat sama megnetahui siapa sebenarnya Raden Fatah, disamping rakyat tidak suka dengan berdirinya Raja Girindrawardono, maka akhirnya Raden Fatah berhasil memimpin mereka untuk melawan Raja Girindrawardono. Dengan demikian bukan saja beliau dapat menuntut balas ayahnya yang sedang mengasingkan diri, tapi juga dapat merampas daerah-daerah Girindrawardono.
Sementara ayahnya yang dicarinya itu setelah dilakukan penyelidikan, bahwa Raja Mojopait (Raden Alit) dengan hulubalangnya dan rakya yang setia sekali kepadanya, telah bersama menuju ke Pulau Bali, sehingga akhirnya Raden Alit wafat ditempat tersebut.
Demikian akhirnya Raden Fatah telah pulang ke Demak dengan membawa dua macam perasaan. Disatu fihak ia merasa sedih karena sebagai seorang bangsawan, daerah dari kerajaan yang termasyur, dalam seumur hidupnya belum pernah melihat wajah ayahnya. Tetapi dilain fihak ia telah merasa dapat membalas dendam ayahnya, yaitu dengan dipukulnya Raja Girindrawardono dari wilayah Kelingga.
Susunan Raja-Raja dari Kerajaan Mojopait itu, dari awal sampai akhir yaitu mulai dari berdiri hingga keruntuhannya, hanya 7 kali turunan, ialah:
- Raja Browijoyo I = Joko Sesuruh atau R.Wijaya
- Raja Browijoyo II = Jayanegara atau Prabu Anom
- Raja Browijoyo III = Adiningkung
- Raja Browijoyo IV = Hyamwuruk
- Raja Browijoyo V = Lembu Aminisani
- Raja Browijoyo VI = Brotanjung
- Raja Browijoyo VII = Raden Alit ayah dari Raden Fatah.
Sampai disinilah sinarnya Kerajaan Mojopait.
Dan Bali Dwipa sebagai tempat terakhir Raja Mojopait (Raden Alit).