• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Hukum Pacaran Dalam Islam

"Pacaran" adalah suatu kata yang tidak asing lagi kita dengar di kalangan remaja. Sebetulnya apa yang disebut dengan "pacaran" itu? Betulkah di dalam Islam ada yang namanya pacaran?
Pacaran diidentifikasikan sebagai suatu tali kasih sayang yang terjalin atas dasar saling menyukai antara lawan jenis. Apabila kita lihat secara sepintas dari definisi diatas mungkin dapat disimpulkan bahwa pacaran itu merupakan suatu yang wajar dilakukan dikalangan remaja. Padahal apabila kita tinjau dari sudut agama Islam, dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits ternyata tidak ada satu kalimatpun yang menjelaskan tentang pacaran.
Dalam Islam hanya ada khitbah (tunangan). Tapi khan tidak mungkin kita tunangan tanpa mengenal pribadi calon kita?. Tidak seperti itu, sebelum terjadi khitbah, di dalam Islam dianjurkan untuk berta’aruf (berkenalan) itupun kalau seandainya kita siap untuk nikah. Sebenarnya rugi kalau seandainya pacar kita itu bukan jodoh yang Allah SWT takdirkan untuk kita. Padahal kita sudah berkorban.
Islam sesungguhnya agama kasih sayang, sangat tidak adil jika kita memberikan kasih sayang itu kepada seseorang saja. Padahal umat Islam itu bersaudara, Firman Allah dalam QS Al-Hujurat : 10, "Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara". Bagaimana kita bersaudara dalam Islam?
1. Saling bersilaturahmi, karena dengan bersilaturahmi dapat menumbuhkan rasa kasih sayang.
2. Saling bertausyiah, karena ketika kita lupa kita diingatkan, dan ketika orang lain lupa kita mengingatkan.
3. Saling mendo’akan.
Jadi kita harus memberikan kasih sayang kepada seluruh umat Islam di dunia ini, bukan hanya kepada seseorang dan kelompok tertentu saja.
Untuk itu, marilah kita sama-sama untuk menghindari yang namanya pacaran itu. Karena kasih sayang tidak harus diungkapkan kepada seseorang saja, tetapi kepada siapa saja. Apabila kita melakukan suatu perbuatan yang dilarang oleh agama, maka kita akan berdosa. Begitu juga pacaran, apabila kita melakukan apa yang disebut dengan pacaran, maka kita akan berdosa pula. Na’udzubillaahi min dzalik.
Oleh karena itu, hendaklah kita :
1. Menundukan pandangan.
"Firman Allah dalam QS An-Nuur : 31 mewajibkan kita untuk menundukkan pandangan. Sabda Rasul : "Pandangan itu merupakan salah satu panah iblis."
2. Jangan berduaan dengan lawan jenis.
"Janganlah kamu pergi berduaan dengan lawan jenismu, sebab yang ketiganya adalah setan."
3. Memperbanyak shaum sunat
Hal ini dimaksudkan agar kita selalu dapat menjaga pandangan dan menahan hawa nafsu.
Cobalah tiada lain suatu amalan yang dicintai Allah, sesungguhnya Allah akan jauh lebih mencintai kita. Carilah amalan yang disukai Allah, setelah kita tahu bahwa dalam Islam tidak ada yang namanya pacaran, cobalah untuk membatasi diri dalam hal itu. Ingatlah bahwa jangankan berpacaran, mendekatinya saja kita sudah tidak boleh. Firman Allah "Janganlah kamu dekati zina".
Kita tidak bisa menjaga pandangan dari yang tidak halal berarti kita sudah zina mata. Begitupun dengan pendengaran, pembicaraan, hati, bila tidak kita jaga dari perbuatan yang mendekati zina, berarti kita sudah berzina. Na’udzubillaahi min dzalik.
dari mediakita.cjb.net
 
prayoga.net - Hoyaaaa… lagi mojok berdua neh! He.he.. jangan mendelik dong kalo emang ngelakuin. Bo..abo.. banyak juga neh remaja yang punya prinsip mojok terus, gesek terus, en tempel terus ama gandengannya (idih, emangnya truk?). Hmm… aneh bin ajaib memang. Urusan cinta yang diwujudkan lewat pacaran kadang nggak kenal tempat dan waktu. Kalo udah demen, nyosor terus ampe lupa kanan-kiri. Dunia serasa milik berdua doang. Orang lain mah suruh tinggal di planet senen, eh, planet pluto sekalian.

Saking menjamurnya budaya pacaran, di angkot, di pasar, di kereta, di bus, termasuk di sekolah, mudah kamu jumpai remaja yang saling memadu kasih. Lihat juga di taman kota, di trotoar jalan, termasuk di perpus. Perpus? Nggak salah? Suasananya hening lho buat mojok. Kali aja makin hot! Astaghfirullah…

Udah gitu nggak kenal waktu, bisa siang hari, bisa malam hari. Pokoknya gebet terus sampe pagi. Malam hari banyak juga lho yang sok romantis, pake gantian ngitungin jumlah bintang di langit segala, ngobrol ngalor ngidul di bawah sinar rembulan yang jatuh ke bumi, duh kayak di sinetron jadinya (eh, pas meremas jari pacarnya, ternyata jempol semua! Bukan orang kaliii.. Huhuy kebanyakan nonton Kismis tuh!) ?

Sobat muda muslim, ngomong-ngomong apa sih definisi pacaran? Kalo orang hukum bilang, pacaran adalah kontrak sosial antara laki dan wanita dalam satu ikatan dengan tujuan untuk menikah. Hmm.. bener nggak sih? Buktinya banyak yang cuma main-main doang. Lha iya, anak SD dan SMP udah pacaran, apa mereka mikir mo langsung nikah? Kayaknya, kata orang Betawi mah, “ kagak nyaket di otak dah!” Pendek kata, nggak masuk akal, sobat.

Sayangnya, pacaran udah jadi tren lho. Jangan kaget kalo ada remaja yang nggak ngelakuin pacaran, bakalan dicap sebagai kampungan, norak, dan super kuper. Sebaliknya, mereka yang jadian mengikat janji sama pasangannya, dianggap wajar karena tuntutan jaman. Wasyah! Apa nggak kuwalik neh?

Memangnya kalo jaman berubah, kita juga kudu selalu berubah? Nggak lha yauw. Kita lihat-lihat dulu. Kalo itu berubah kepada kebenaran, ya kita ikutin dong. Tapi kalo ngajak berubah untuk berani maksiat, entar dulu. Tahan.
Ngomong-ngomong soal semen, eh, pacaran, kita jadi kepikiran, bener nggak sih pacaran itu halal? Bener nggak sih pacaran itu banyak ruginya? Emangnya kalo udah pacaran kita boleh ngelakuin apa aja dengan pacar kita?

Ta’ruf, Taqarrub, dan ta’ tubruk
Remaja sekarang pada pinter ngeles lho.. (yang pinter mah..), pake ngedalil segala. Seolah-olah bakal ditolerir agama dengan dalilnya yang asal-asalan itu. Nggak lha yauw. Saat kamu membanting kartu gaple dengan balak enam sambil menyebutkan, “ini rukun iman”, tentunya bukan berarti main gaple jadi kegiatan yang islami lho. Nggak. Begitu pun dengan pacaran. Jangan mentang-mentang aman aja lho kalo kamu berdalih bahwa deketan sama lawan jenis sebagai bagian dari ta’ruf yang diajarkan agama sambil menyitir ayat tentang diciptakannya manusia dalam kultur dan suku yang berbeda-beda, yang tiada lain adalah untuk saling mengenal. Gubrak!

Jelas salah alamat sobat. Kamu yang pacaran dengan mengaku-ngaku lagi ‘ta’ruf’ kayaknya cuma kedok doang deh. Memangnya kalo pengen kenalan dengan lawan jenis itu kudu nempel terus dan berduaan aja?

Ada teman kamu yang ngelakuin pacaran kok kayaknya seperti udah jadi suami-istri. Nyebutnya aja “mamah-papa”. Itu dilakukan demi mengenal lebih dalam karakter masing-masing. Kata mereka, dengan semakin dekat kita berhubungan, semakin mengetahui kebiasaan pasangannya; mudah marah apa nggak, suka rewel atau justru asyik-asyik aja, kalo makan gembul apa nggak (harus bisa mengontrol jatah beras neh! He..he..he..), kita jadi tahu makanan kesukaannya, ngeh minuman favoritnya, dan sebagainya.

Nah, kalo udah cukup ‘kenal’ luar-dalam, bisa jadi gampang juga untuk deketan. Pengen lebih deket, makin deket, dan deket banget. Nggak heran, awalnya cuma mau temenen, eh, malah demen? Kalo udah kecantol begitu, setiap pasangan jadi nggak ragu untuk membuka diri. Hmm… jangan kaget kalo akhirnya nggak cuma berani kirim SMS or e-mail dong, tapi mulai coba dengan yang lebih iteraktif; nelpon. Bagi mereka yang udah kebelet (emangnya mo buang hajat?), pengennya deketan terus. Dalam kondisi seperti itu, udah berani main ke rumah atau ngajak jalan bareng ke mana mereka suka. Sebab kata orang, cinta terasa makin kuat justru kalo berjauhan. Sebuah kenyataan yang bertolak belakang dengan efek doppler yang justru kekuatannya makin terasa lemah jika saling menjauh (moga kamu inget salah satu kajian dalam ilmu fisika ini).

Sobat muda muslim, hati-hati deh. Kalo udah ‘ta’ruf’ dan pengennya ‘taqarrub’, sangat boleh jadi akhirnya ‘ta’ tubruk’ alias main nyosor terus. Pikirnya, mana ada kucing yang tahan jika mangsanya ngasih peluang. Mana ada yang tahan godaan kalo udah lengket-masket begitu. Bener, pake prinsip manajemen lagi; sedikit bicara banyak bekerja. Nggak ada jaminan deh kalo udah nempel begitu tanganmu nggak gerilya kemana-mana. Yee.. jadinya antara nafsu dan cinta jadi bias. Gubrak, itu namanya peluang untuk saling ‘menubruk’ makin terbuka. Jadi jangan bingung kalo kemudian kamu bisa baca di koran tentang seks bebas remaja ibu kota, juga tentang angka aborsi yang kian meroket, dan menularnya PMS (penyakit menular seksual). Hih, syerem abis!

Ruginya pacaran
Kamu kudu ngeh juga soal yang satu ini. Rugi di akhirat udah jelas. Rugi di dunia juga sebetulnya sejelas siang hari. Cuma, bisa dinetralisir dengan ‘kenikmatan’ yang langsung didapat. Dasar! Pengen tahu lebih detil? Mari kita tunjukkan.

Pertama, pacaran diduga kuat bikin kantong bolong (biasanya untuk anak cowok). Gimana nggak, kamu jadi kudu nyiapin anggaran lebih; selain buat diri kamu, tentunya biar disebut care ama yayang-nya, kalo jalan kudu punya pegangan. Malu dong kalo jalan nggak punya duit. Entar diledekin pake plesetan dari lagunya Bang Iwan Fals, “Jalan bergandengan tak pernah jajan-jajan…” (he..he..). Itu sebabnya, anak cowok kudu nyiapin segalanya buat nyenengin sang pacar. Iya dong, masak makan sendirian kalo lagi jalan bareng? Emangnya pacar kamu obat nyamuk dianggurin aja? So, pastinya kamu bakalan kena ‘roaming’ terus (backsound: rugi dah gua..).

Tapi jangan salah lho, bisa jadi anak cewek juga kudu nyiapin dana (kalo nggak minta ke ortu nodong sama pacarnya—he..he.. teman cowoknya kena juga deh). Buat apa? Huh, tanpa komunikasi, rasanya dunia ini sepi, bro! buat beli pulsa HP, terus sekarang kan jamannya internet, ya untuk chatting atau kirim-kirim e-mail cinta. Huh! Pacaran berat diongkos namanya. Bener-benar terpadu, alias terpaksa pake duit!

Kedua, bisa kehilangan privasi lho. Iya lah, kamu baru bisa nyadar kalo kamu udah putus sama yayang kamu. Betapa kamu waktu itu udah memberikan informasi apapun sama kekasihmu. Rahasia luar-dalam dirimu bisa kebongkar tanpa sadar. Celakanya, banyak pasangan yang akhirnya putus. Nggak ada jaminan kan kalo akhirnya pacarmu cerita sama yang lain setelah putus sama kamu? Atau… bisa juga putus sama kamu karena udah tahu kebiasaan jelek kamu (koor: kasihan deh eluh!..)

Ketiga, menggangu aktivitas produktif. Iya lah. Sebab, pikiran kamu manteng terus ke si dia. Inget terus sama doi. Maklumlah, bagi kamu yang kena ‘sihir’ kasmaran, pastinya inget terus sama doi. Kayaknya nggak rela kalo sehari aja nggak ketemu or denger suaranya. Nggak afdol kalo tiap jam nggak dapetin update info soal doi (emangnya situs berita? He..he…). Persis kayak pelajar yang saban harinya makan sambel melulu, katanya sih bisa bodoh. Lho? Iya, kalo ‘kerjaan’ makan sambel itu membuat doi lupa belajar (he..he..he..). Nah, pacaran disinyalir bisa membunuh produktivitas kamu. Hari libur joss terus sama pacar kamu; ke tempat rekreasi, ke mall, dan sekadar jalan-jalan nggak jelas juntrungannya. Padahal, bisa dipake untuk istirahat or kegiatan bermanfaat seperti olahraga, ngelancarin belajar ngaji, menghadiri kajian keislaman, dsb. Tul nggak?

Padahal hari biasa juga dipake ngedate terus sama gebetan kamu. Kagak ada matinya. Jadi produktivitasnya berubah. Tadinya mantengin pelajaran dan kegiatan bermanfaat lain, pas pacaran jadi mantengin yayang-nya. Apa itu nggak bikin kamu jadi kismin, eh, miskin produktivitas? Aduh, celaka banget deh!

Keempat, rentan untuk sakit hati. Bener. Kegembiraan bisa berubah jadi kesedihan. Maklum, namanya juga baru pacar, belum ada ikatan kuat yang bisa melindungi kamu berdua. Jadinya, gampang banget untuk putus. Cuma soal perbedaan kecil bisa jadi api yang membara. Ujungnya, putus deh. Kalo udah putus cinta, aduh, sakit rasanya. Bener. Perlu kamu pahami, kebanyakan orang berpacaran adalah petualangan. Jadi, bukan untuk melanggengkan ikatan itu, tapi justru masih cari-cari kecocokan. Bahaya!

Kelima, jangan bangga dulu punya pacar yang tampilannya oke punya. Senyuman mautnya bisa menenangkan kamu, sekaligus bikin gelisah. Siapa sudi kalo punya cowok mata keranjang? Nggak bisa teteg di satu hati. Masih nyari penyegaran dengan akhwat, eh, cewek lain. Siapa tahu malah kamu yang jadi ‘sephia’-nya. Cewek lain justru kekasih sejatinya. Gubrag! (suara satu-suara dua: kasihaaan deh kamu…).

Keenam, beware alias waspadalah! Kejahatan terjadi bukan karena niat pelakunya saja, tapi juga karena ada kesempatan (hei! kok kayak Bang Napi sih? He..he..he.). Gaul bebas bisa bablas euy! Kalo kamu udah saling lengket, jangan harap akal sehat kamu dipake untuk mikir bener. Justru kamu malah bimbang dengan ‘suara-suara’ yang ngomporin supaya melakukan “begituan”. Pastinya kamu nggak mau dong kayak kasusnya Eno Lerian yang menikah karena udah hamil duluan; Married by Accident! Naudzubillahi min dzalik!

Tahan nafsu dong...!
Ingat-ingat pesan Allah dan Rasul-Nya. Jangan mengklaim kebenaran dengan ukuran kamu sendiri. Bahaya. Kamu bisa aja ngasih alasan bahwa pacaran adalah menyenangkan. Itu hak kamu. Tapi jangan salah, kalo kebenaran diserahkan kepada semua orang, bisa berabe. Itu sebabnya kudu ada patokan. Apalagi kalo bukan aturan Allah dan Rasul-Nya. Betul? “Dan janganlah kamu mendekati zina, karena sesungguhnya zina adalah perbuatan yang tercela dan jalan yang buruk,” (QS al-Isra [17]: 32)

Dari Jabir ra, Rasulullah saw. berkata, “Ingatlah! Janganlah seorang laki-laki menginap di sisi seorang wanita dalam satu rumah, kecuali dia menikahinya atau dia mahramnya.” (HR Muslim)

Dalam sebagian riwayat hadits Samurah bin Jundab yang disebutkan di dalam Shahih Bukhari, bahwa Nabi Saw. bersabda:“Semalam aku bermimpi didatangi dua orang. Lalu keduanya membawaku keluar, maka aku pun pergi bersama mereka, hingga tiba di sebuah bangunan yang menyerupai tungku api, bagian atas sempit dan bagian bawahnya luas. Di bawahnya dinyalakan api. Di dalam tungku itu ada orang-orang (yang terdiri dari) laki-laki dan wanita yang telanjang. Jika api dinyalakan, maka mereka naik ke atas hingga hampir mereka keluar. Jika api dipadamkan, mereka kembali masuk ke dalam tungku. Aku bertanya: ‘Siapakah mereka itu?’ Keduanya menjawab: ‘Mereka adalah orang-orang yang berzina.” Ih, naudzubillahi min dzalik.

Jadi udah deh, pacaran itu nggak ada untungnya. Banyak sisi gelapnya. Rugi dunia-akhirat lagi. Kalo pun menurut kamu ada untungnya, itu kan baru perasaan kamu aja. Betul? Oke deh, kalo pun itu menyenangkan menurutmu, apa ada jaminan kalo aktivitas kamu bebas dari dosa? Justru, pacaran itu menyenangkan atau tidak menyenangkan buat kamu, tetep aja haram di mata syariat! Jadi, jangan nekatz berbuat dosa. Waspadalah! ?
 
prayoga.net - Hoyaaaa… lagi mojok berdua neh! He.he.. jangan mendelik dong kalo emang ngelakuin. Bo..abo.. banyak juga neh remaja yang punya prinsip mojok terus, gesek terus, en tempel terus ama gandengannya (idih, emangnya truk?). Hmm… aneh bin ajaib memang. Urusan cinta yang diwujudkan lewat pacaran kadang nggak kenal tempat dan waktu. Kalo udah demen, nyosor terus ampe lupa kanan-kiri. Dunia serasa milik berdua doang. Orang lain mah suruh tinggal di planet senen, eh, planet pluto sekalian.

Saking menjamurnya budaya pacaran, di angkot, di pasar, di kereta, di bus, termasuk di sekolah, mudah kamu jumpai remaja yang saling memadu kasih. Lihat juga di taman kota, di trotoar jalan, termasuk di perpus. Perpus? Nggak salah? Suasananya hening lho buat mojok. Kali aja makin hot! Astaghfirullah…

Udah gitu nggak kenal waktu, bisa siang hari, bisa malam hari. Pokoknya gebet terus sampe pagi. Malam hari banyak juga lho yang sok romantis, pake gantian ngitungin jumlah bintang di langit segala, ngobrol ngalor ngidul di bawah sinar rembulan yang jatuh ke bumi, duh kayak di sinetron jadinya (eh, pas meremas jari pacarnya, ternyata jempol semua! Bukan orang kaliii.. Huhuy kebanyakan nonton Kismis tuh!) ?

Sobat muda muslim, ngomong-ngomong apa sih definisi pacaran? Kalo orang hukum bilang, pacaran adalah kontrak sosial antara laki dan wanita dalam satu ikatan dengan tujuan untuk menikah. Hmm.. bener nggak sih? Buktinya banyak yang cuma main-main doang. Lha iya, anak SD dan SMP udah pacaran, apa mereka mikir mo langsung nikah? Kayaknya, kata orang Betawi mah, “ kagak nyaket di otak dah!” Pendek kata, nggak masuk akal, sobat.

Sayangnya, pacaran udah jadi tren lho. Jangan kaget kalo ada remaja yang nggak ngelakuin pacaran, bakalan dicap sebagai kampungan, norak, dan super kuper. Sebaliknya, mereka yang jadian mengikat janji sama pasangannya, dianggap wajar karena tuntutan jaman. Wasyah! Apa nggak kuwalik neh?

Memangnya kalo jaman berubah, kita juga kudu selalu berubah? Nggak lha yauw. Kita lihat-lihat dulu. Kalo itu berubah kepada kebenaran, ya kita ikutin dong. Tapi kalo ngajak berubah untuk berani maksiat, entar dulu. Tahan.
Ngomong-ngomong soal semen, eh, pacaran, kita jadi kepikiran, bener nggak sih pacaran itu halal? Bener nggak sih pacaran itu banyak ruginya? Emangnya kalo udah pacaran kita boleh ngelakuin apa aja dengan pacar kita?

Ta’ruf, Taqarrub, dan ta’ tubruk
Remaja sekarang pada pinter ngeles lho.. (yang pinter mah..), pake ngedalil segala. Seolah-olah bakal ditolerir agama dengan dalilnya yang asal-asalan itu. Nggak lha yauw. Saat kamu membanting kartu gaple dengan balak enam sambil menyebutkan, “ini rukun iman”, tentunya bukan berarti main gaple jadi kegiatan yang islami lho. Nggak. Begitu pun dengan pacaran. Jangan mentang-mentang aman aja lho kalo kamu berdalih bahwa deketan sama lawan jenis sebagai bagian dari ta’ruf yang diajarkan agama sambil menyitir ayat tentang diciptakannya manusia dalam kultur dan suku yang berbeda-beda, yang tiada lain adalah untuk saling mengenal. Gubrak!

Jelas salah alamat sobat. Kamu yang pacaran dengan mengaku-ngaku lagi ‘ta’ruf’ kayaknya cuma kedok doang deh. Memangnya kalo pengen kenalan dengan lawan jenis itu kudu nempel terus dan berduaan aja?

Ada teman kamu yang ngelakuin pacaran kok kayaknya seperti udah jadi suami-istri. Nyebutnya aja “mamah-papa”. Itu dilakukan demi mengenal lebih dalam karakter masing-masing. Kata mereka, dengan semakin dekat kita berhubungan, semakin mengetahui kebiasaan pasangannya; mudah marah apa nggak, suka rewel atau justru asyik-asyik aja, kalo makan gembul apa nggak (harus bisa mengontrol jatah beras neh! He..he..he..), kita jadi tahu makanan kesukaannya, ngeh minuman favoritnya, dan sebagainya.

Nah, kalo udah cukup ‘kenal’ luar-dalam, bisa jadi gampang juga untuk deketan. Pengen lebih deket, makin deket, dan deket banget. Nggak heran, awalnya cuma mau temenen, eh, malah demen? Kalo udah kecantol begitu, setiap pasangan jadi nggak ragu untuk membuka diri. Hmm… jangan kaget kalo akhirnya nggak cuma berani kirim SMS or e-mail dong, tapi mulai coba dengan yang lebih iteraktif; nelpon. Bagi mereka yang udah kebelet (emangnya mo buang hajat?), pengennya deketan terus. Dalam kondisi seperti itu, udah berani main ke rumah atau ngajak jalan bareng ke mana mereka suka. Sebab kata orang, cinta terasa makin kuat justru kalo berjauhan. Sebuah kenyataan yang bertolak belakang dengan efek doppler yang justru kekuatannya makin terasa lemah jika saling menjauh (moga kamu inget salah satu kajian dalam ilmu fisika ini).

Sobat muda muslim, hati-hati deh. Kalo udah ‘ta’ruf’ dan pengennya ‘taqarrub’, sangat boleh jadi akhirnya ‘ta’ tubruk’ alias main nyosor terus. Pikirnya, mana ada kucing yang tahan jika mangsanya ngasih peluang. Mana ada yang tahan godaan kalo udah lengket-masket begitu. Bener, pake prinsip manajemen lagi; sedikit bicara banyak bekerja. Nggak ada jaminan deh kalo udah nempel begitu tanganmu nggak gerilya kemana-mana. Yee.. jadinya antara nafsu dan cinta jadi bias. Gubrak, itu namanya peluang untuk saling ‘menubruk’ makin terbuka. Jadi jangan bingung kalo kemudian kamu bisa baca di koran tentang seks bebas remaja ibu kota, juga tentang angka aborsi yang kian meroket, dan menularnya PMS (penyakit menular seksual). Hih, syerem abis!

Ruginya pacaran
Kamu kudu ngeh juga soal yang satu ini. Rugi di akhirat udah jelas. Rugi di dunia juga sebetulnya sejelas siang hari. Cuma, bisa dinetralisir dengan ‘kenikmatan’ yang langsung didapat. Dasar! Pengen tahu lebih detil? Mari kita tunjukkan.

Pertama, pacaran diduga kuat bikin kantong bolong (biasanya untuk anak cowok). Gimana nggak, kamu jadi kudu nyiapin anggaran lebih; selain buat diri kamu, tentunya biar disebut care ama yayang-nya, kalo jalan kudu punya pegangan. Malu dong kalo jalan nggak punya duit. Entar diledekin pake plesetan dari lagunya Bang Iwan Fals, “Jalan bergandengan tak pernah jajan-jajan…” (he..he..). Itu sebabnya, anak cowok kudu nyiapin segalanya buat nyenengin sang pacar. Iya dong, masak makan sendirian kalo lagi jalan bareng? Emangnya pacar kamu obat nyamuk dianggurin aja? So, pastinya kamu bakalan kena ‘roaming’ terus (backsound: rugi dah gua..).

Tapi jangan salah lho, bisa jadi anak cewek juga kudu nyiapin dana (kalo nggak minta ke ortu nodong sama pacarnya—he..he.. teman cowoknya kena juga deh). Buat apa? Huh, tanpa komunikasi, rasanya dunia ini sepi, bro! buat beli pulsa HP, terus sekarang kan jamannya internet, ya untuk chatting atau kirim-kirim e-mail cinta. Huh! Pacaran berat diongkos namanya. Bener-benar terpadu, alias terpaksa pake duit!

Kedua, bisa kehilangan privasi lho. Iya lah, kamu baru bisa nyadar kalo kamu udah putus sama yayang kamu. Betapa kamu waktu itu udah memberikan informasi apapun sama kekasihmu. Rahasia luar-dalam dirimu bisa kebongkar tanpa sadar. Celakanya, banyak pasangan yang akhirnya putus. Nggak ada jaminan kan kalo akhirnya pacarmu cerita sama yang lain setelah putus sama kamu? Atau… bisa juga putus sama kamu karena udah tahu kebiasaan jelek kamu (koor: kasihan deh eluh!..)

Ketiga, menggangu aktivitas produktif. Iya lah. Sebab, pikiran kamu manteng terus ke si dia. Inget terus sama doi. Maklumlah, bagi kamu yang kena ‘sihir’ kasmaran, pastinya inget terus sama doi. Kayaknya nggak rela kalo sehari aja nggak ketemu or denger suaranya. Nggak afdol kalo tiap jam nggak dapetin update info soal doi (emangnya situs berita? He..he…). Persis kayak pelajar yang saban harinya makan sambel melulu, katanya sih bisa bodoh. Lho? Iya, kalo ‘kerjaan’ makan sambel itu membuat doi lupa belajar (he..he..he..). Nah, pacaran disinyalir bisa membunuh produktivitas kamu. Hari libur joss terus sama pacar kamu; ke tempat rekreasi, ke mall, dan sekadar jalan-jalan nggak jelas juntrungannya. Padahal, bisa dipake untuk istirahat or kegiatan bermanfaat seperti olahraga, ngelancarin belajar ngaji, menghadiri kajian keislaman, dsb. Tul nggak?

Padahal hari biasa juga dipake ngedate terus sama gebetan kamu. Kagak ada matinya. Jadi produktivitasnya berubah. Tadinya mantengin pelajaran dan kegiatan bermanfaat lain, pas pacaran jadi mantengin yayang-nya. Apa itu nggak bikin kamu jadi kismin, eh, miskin produktivitas? Aduh, celaka banget deh!

Keempat, rentan untuk sakit hati. Bener. Kegembiraan bisa berubah jadi kesedihan. Maklum, namanya juga baru pacar, belum ada ikatan kuat yang bisa melindungi kamu berdua. Jadinya, gampang banget untuk putus. Cuma soal perbedaan kecil bisa jadi api yang membara. Ujungnya, putus deh. Kalo udah putus cinta, aduh, sakit rasanya. Bener. Perlu kamu pahami, kebanyakan orang berpacaran adalah petualangan. Jadi, bukan untuk melanggengkan ikatan itu, tapi justru masih cari-cari kecocokan. Bahaya!

Kelima, jangan bangga dulu punya pacar yang tampilannya oke punya. Senyuman mautnya bisa menenangkan kamu, sekaligus bikin gelisah. Siapa sudi kalo punya cowok mata keranjang? Nggak bisa teteg di satu hati. Masih nyari penyegaran dengan akhwat, eh, cewek lain. Siapa tahu malah kamu yang jadi ‘sephia’-nya. Cewek lain justru kekasih sejatinya. Gubrag! (suara satu-suara dua: kasihaaan deh kamu…).

Keenam, beware alias waspadalah! Kejahatan terjadi bukan karena niat pelakunya saja, tapi juga karena ada kesempatan (hei! kok kayak Bang Napi sih? He..he..he.). Gaul bebas bisa bablas euy! Kalo kamu udah saling lengket, jangan harap akal sehat kamu dipake untuk mikir bener. Justru kamu malah bimbang dengan ‘suara-suara’ yang ngomporin supaya melakukan “begituan”. Pastinya kamu nggak mau dong kayak kasusnya Eno Lerian yang menikah karena udah hamil duluan; Married by Accident! Naudzubillahi min dzalik!

Tahan nafsu dong...!
Ingat-ingat pesan Allah dan Rasul-Nya. Jangan mengklaim kebenaran dengan ukuran kamu sendiri. Bahaya. Kamu bisa aja ngasih alasan bahwa pacaran adalah menyenangkan. Itu hak kamu. Tapi jangan salah, kalo kebenaran diserahkan kepada semua orang, bisa berabe. Itu sebabnya kudu ada patokan. Apalagi kalo bukan aturan Allah dan Rasul-Nya. Betul? “Dan janganlah kamu mendekati zina, karena sesungguhnya zina adalah perbuatan yang tercela dan jalan yang buruk,” (QS al-Isra [17]: 32)

Dari Jabir ra, Rasulullah saw. berkata, “Ingatlah! Janganlah seorang laki-laki menginap di sisi seorang wanita dalam satu rumah, kecuali dia menikahinya atau dia mahramnya.” (HR Muslim)

Dalam sebagian riwayat hadits Samurah bin Jundab yang disebutkan di dalam Shahih Bukhari, bahwa Nabi Saw. bersabda:“Semalam aku bermimpi didatangi dua orang. Lalu keduanya membawaku keluar, maka aku pun pergi bersama mereka, hingga tiba di sebuah bangunan yang menyerupai tungku api, bagian atas sempit dan bagian bawahnya luas. Di bawahnya dinyalakan api. Di dalam tungku itu ada orang-orang (yang terdiri dari) laki-laki dan wanita yang telanjang. Jika api dinyalakan, maka mereka naik ke atas hingga hampir mereka keluar. Jika api dipadamkan, mereka kembali masuk ke dalam tungku. Aku bertanya: ‘Siapakah mereka itu?’ Keduanya menjawab: ‘Mereka adalah orang-orang yang berzina.” Ih, naudzubillahi min dzalik.

Jadi udah deh, pacaran itu nggak ada untungnya. Banyak sisi gelapnya. Rugi dunia-akhirat lagi. Kalo pun menurut kamu ada untungnya, itu kan baru perasaan kamu aja. Betul? Oke deh, kalo pun itu menyenangkan menurutmu, apa ada jaminan kalo aktivitas kamu bebas dari dosa? Justru, pacaran itu menyenangkan atau tidak menyenangkan buat kamu, tetep aja haram di mata syariat! Jadi, jangan nekatz berbuat dosa. Waspadalah! ?
 
'Ayah, bolehkah aku berpacaran?

ABSTRACT:
Mungkin ada diantara kita selaku orangtua yang tidak mampu bersikap tegas dalam menyampaikan ajaran Islam,terutama yang berhubungan dengan psikoseksual remaja.
Kita 'malu' menyampaikan kebenaran, padahal itu adalah kewajiban kita untuk menyampaikannya dan hak mereka untuk mengetahuinya. 'Ayah, bolehkah aku berpacaran? 'mungkin salah satu pertanyaan yang lambat laun akan menyergap kita. Salah satu jawaban yang cerdas, memuaskan dan tepat, mungkin dapat kita simak dari artikel di bawah ini.
Semoga Allah SWT memudahkan kita untuk memberikan yang terbaik kepada putra-putri kita, yaitu pendidikan yang baik dan adab yang mulia.


Seorang ayah, bila ia mempunyai putra yang beranjak remaja, lambat atau cepat ia akan disergap oleh pertanyaan seperti ini: 'Ayah, bolehkah aku berpacaran?'
Pengertian “berpacaran” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bercintaan, berkasih-kasihan.

Sebagai Ayah yang baik, kita sudah seharusnya sejak jauh hari berusaha menyiapkan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tak terduga seperti itu. Namun seringkali kita tidak siap dengan jawaban ketika pertanyaan tadi terlontar dari mulut anak kita.
Seorang ayah mempunyai posisi strategis. Ayah tidak saja menjadi pemimpin bagi keluarganya, seorang ayah juga seharusnya bisa menjadi teman bagi anak-anaknya, menjadi narasumber dan guru bagi anak-anaknya.

'Tiada pemberian seorang bapak terhadap anak-anaknya yang lebih baik dari pada (pendidikan) yang baik dan adab yang mulia.' (HR At-Tirmidzy)

'Barangsiapa yang mengabaikan pendidikan anak, maka ia telah berbuat jahat secara terang-terangan ...' Ibnu Qayyim.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap kamu akan dimintai bertangungjawaban terhadap apa yang kamu pimpin. Seorang suami (ayah) adalah pemimpin bagi anggota keluarganya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang telah dipimpinnya atas mereka. HR Muslim).

Ada sebuah contoh yang datangnya dari keluarga Pak Syamsi. Ketika Iwan anak remajanya bertanya soal berpacaran, Pak Syamsi yang memang sudah sejak lama mempersiapkan diri, dengan santai memberikan jawaban seperti ini: 'Boleh nak, sejauh berpacaran yang dimaksud adalah sebagaimana yang terjadi antara Ayah dan Bunda' Pak Syamsi menjelaskan kepada Iwan, bahwa berpacaran adalah menjalin tali kasih, menjalin kasih sayang, dengan lawan jenis, untuk saling kenal-mengenal, untuk sama-sama memahami kebesaran Allah di balik tumbuhnya rasa kasih dan sayang itu.
Oleh karena itu, berpacaran adalah ibadah. Dan sebagai ibadah, berpacaran haruslah dilakukan sesuai dengan ketentuan Allah, yaitu di dalam lembaga perkawinan.

Di dalam sebuah Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari dan Muslim, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Jangan sekali-kali seorang laki-laki bersendirian dengan seorang perempuan, melainkan si perempuan itu bersama mahramnya.” 'Di luar ketentuan tadi, maka yang sesungguhnya terjadi adalah perbuatan mendekati zina, suatu perbuatan keji dan terkutuk yang diharamkan ajaran Islam (Qs. 17:32).

Allah SWT telah mengharamkan zina dan hal-hal yang bertendensi ke arah itu, termasuk berupa kata-kata (yang merangsang), berupa perbuatan-perbuatan tertentu (seperti membelai dan sebagainya).' Demikian penjelasan Pak Syamsi kepada Iwan anak remajanya.


"DI DALAM LEMBAGA PERKAWINAN, ANANDA BISA BERPACARAN DENGAN BEBAS DAN TENANG, BISA SALING MEMEMBELAI DAN MENGASIHI, BAHKAN LEBIH JAUH DARI ITU, YANG SEMULA HARAM MENJADI HALAL SETELAH MENIKAH, YANG SEMULA DIHARAMKAN TIBA-TIBA MENJADI HAK BAGI SUAMI ATAU ISTRI YANG APABILA DITUNAIKAN DENGAN IKHLAS KEPADA ALLAH AKAN MENDATANGKAN PAHALA." Demikian penjelasan pak Syamsi kepada Iwan.

"Namun jangan lupa, sambung pak Syamsi, "ISLAM MENGAJARKAN DUA HAL YAITU MEMENUHI HAK DAN KEWAJIBAN SECARA SEIMBANG. DI DALAM LEMBAGA PERKAWINAN, KITA TIDAK SAJA BISA MENDAPATKAN HAK-HAK KITA SEBAGAI SUAMI ATAU ISTERI, NAMUN JUGA DITUNTUT UNTUK MEMENUHI KEWAJIBAN, MENAFKAHI DENGAN LAYAK, MEMBERI TEMPAT BERNAUNG YANG LAYAK, DAN YANG TERPENTING ADALAH MEMBERI PENDIDIKAN YANG LAYAK BAGI ANAK-ANAK KELAK ..."

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Seorang yang membina anaknya adalah lebih baik daripada ia bersedekah satu sha' ... (HR At-Tirmidzy).

"Nah, apabila ananda sudah merasa mampu memenuhi kedua hal tadi, yaitu hak dan kewajiban yang seimbang, maka segeralah susun sebuah rencana berpacaran yang baik di dalam sebuah lembaga perkawinan yang dicontohkan Rasulullah..." Demikian imbuh pak Syamsi.

Seringkali kita sebagai orangtua tidak mampu bersikap tegas di dalam menyampaikan ajaran Islam, terutama yang sangat berhubungan dengan perkembangan psikoseksual remaja. Seringkali kita 'malu' menyampaikan kebenaran yang merupakan kewajiban kita untuk menyampaikannya, sekaligus merupakan hak anak untuk mengetahuinya. Sebagai anak, seorang Iwan memang harus mempunyai tempat yang cukup layak untuk menumpahkan aneka pertanyaannya. Sebagai lelaki muda, yang ia butuhkan adalah sosok ayah yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaannya dengan cerdas, memuaskan, dan tepat. Seorang ayah yang mampu menjawab pertanyaan bukan dengan marah-marah. Berapa banyak remaja seperti Iwan diantara kita yang tidak punya tempat bertanya yang cukup layak?

Bagi seorang Iwan, sebagaimana dia melihat kenyataan yang terjadi di depan matanya, berpacaran adalah memadu kasih diantara dua jenis kelamin yang berbeda, sebuah ajang penjajagan, saling kenal diantara dua jenis kelamin berbeda, antara remaja putra dengan remaja putri, yang belum tentu bermuara ke dalam lembaga perkawinan. Hampir tak ada seorang pun remaja seperti Iwan yang mau menyadari, bahwa perilaku seperti itu adalah upaya-upaya mendekati zina, bahkan zina itu sendiri!

Celakanya, hanya sedikit saja diantara orangtua yang mau bersikap tegas terhadap perilaku seperti ini.
Bahkan, seringkali sebagian dari orangtua kita justru merasa malu jika anaknya yang sudah menginjak usia remaja belum juga punya pacar. Sebaliknya, begitu banyak orangtua yang merasa bangga jika mengetahui anaknya sudah punya pacar. 'Berapa banyak kejahatan yang telah kita buat secara terang-terangan ...?'

Di sebuah stasiun televisi swasta, ada program yang dirancang untuk mempertemukan dua remaja berlawanan jenis untuk kelak menjadi pacar. Di stasiun teve lainnya ada sebuah program berpacaran (dalam artian perbuatan mendekati zina) yang justru diasosiasikan dengan heroisme, antara lain dengan menyebut para pelakunya (para pemburu pacar) sebagai "pejuang." Dan bahkan para "pejuang" ini mendapat hadiah berupa uang tunai yang menggiurkan anak-anak remaja. Perilaku para "pejuang" ini disaksikan oleh banyak remaja, sehingga menjadi contoh bagi mereka.

Makna pejuang telah bergeser jauh dari tempatnya semula. Seseorang yang melakukan perbuatan mendekati zina disebut "pejuang." Hampir tidak pernah kita mendengar ada seorang pelajar yang berprestasi disebut pejuang. Jarang kita dengar seorang atlet berprestasi disebut pejuang.

Semoga bermanfaat.
 
prayoga.net - Sori, dengan judul seperti ini bukan maksud kita mau ngeledekin kamu-kamu yang pacaran, tapi kita mau menertawakan kamu-kamu yang pacaran. Lho, sama aja atuh ya? Jangan bingung begitu deh, karena memang itulah faktanya. Pacaran, adalah aktivitas yang udah kuno. Mungkin bukan saja kuno, tapi sekaligus norak. Bener lho.

Kenapa sih? Islam, sebagai agama ‘modern’ dan mencerahkan pemikiran, selalu memberikan yang terbaik untuk pemeluknya. Misalnya saja, di jaman purbakala, saat manusia terbiasa buligir, alias kagak make sehelai benang pun untuk menutupi tubuhnya, Islam datang menyempurnakan aturan manusia dalam berpakaian. Jilbab salah satunya, adalah ajaran Islam yang memberikan kehormatan kepada kaum wanita dalam berpakaian. Jadi, kalo sekarang masih ada anak puteri yang kagak pake jilbab, itu artinya masih ‘kagum’ dengan kebudayaannya Homo Soloensis dan Pythecantropus Erectus yang masih primitif, alias kuno. Gubrag! (yang tersinggung dilarang bangga) ?

Lha, pacaran apa hubungannya dengan kuno dan modern? Sabar dulu sobat. Begini, sebelum Islam datang sebagai agama penyempurna bagi kehidupan manusia, kehidupan di masa jahiliyah dulu rusak banget. Salah satunya dalam pergaulan. Mungkin, kalo kita mau kejam, seperti dunia binatang. Kok bisa sih? Iya, soalnya hubungan antara pria dan wanita di masa jahiliyah dulu kagak ada aturannya. Main seruduk, main selonong sana selonong sini. Suka-suka aja gitu lho. Waduh!

Sobat muda muslim, itulah sebabnya kenapa kita bilang bahwa pacaran adalah aktivitas kuno dan sekaligus norak. Lihat saja model gaul anak muda sekarang (termasuk paling banyak di antaranya adalah remaja muslim) makin tak terkendali alias liar banget. Kata seorang teman, remaja sekarang dalam bergaul dengan lawan jenisnya menggunakan prinsip 3T; ta’aruf (saling mengenal), taqarrub (saling mendekat), dan tak tubruk (terjemahkan dan tafsirkan sendiri deh, he..he..he..). mentang-mentang saling cinta dan saling sayang, lalu merasa halal aja main elus, main peluk, main tendang, main cekik, dan main banting (smackdown kali yee…? He..he..he..) Jadi, pacaran memang aktivitas yang deket-deket banget dengan z-i-n-a. Naudzubillahi min dzalik!

Benar banget sobat, kita ngeri deh dengan perkembangan gaul remaja sekarang. Remaja yang awam memang paling banyak melakukan aktivitas baku syahwat yang diharamkan Islam ini, but nggak sedikit yang ngakunya anak masjid juga jadi aktivis pacaran. Wackss… kacau-beliau dong? Begitulah…

Hmm…, kamu yang masih pacaran dan lagi seneng-senengnya bermesraan bareng gandengan kamu, pastinya bakalan sutris baca tulisan ini. Mungkin juga tuh sumpah serapah bakalan keluar dalam mulut kamu. Tapi inget sobat, justru lebih parah kalo kagak ada yang mau susah payah ngingetin kita-kita. Sebab, sebagai manusia kita selalu nggak lepas dari kesalahan. Di sinilah perlunya kita saling menasihati dan ngingetin satu sama lain. Tul nggak? Jadi, jangan marah ya kalo kita ngingetin kamu, meski dengan sindiran.

Kenapa sih pada pengen pacaran?
Bener. Kenapa sih kamu-kamu pada pengen ngelakuin pacaran? Apa enaknya pacaran? He..he..he.. jangan bingung dulu Mas, kita coba bantu ngasih bocorannya. Ada beberapa alasan yang bisa kita telusuri di balik maraknya aktivitas ilegal dalam ajaran Islam ini:

Pertama, biar disebut dewasa. Banyak teman remaja yang melakukan pacaran, biar disebut udah dewasa. Maklum aja, aktivitas baku syahwat itu kayaknya ganjil banget kalo dilakukan oleh bocah cilik. Selain ganjil, anak kecil nggak pantes ngelakuin pacaran.

Sobat muda, secara biologis boleh jadi kamu dewasa. Kamu yang cowok udah mimpi basah, tubuhmu udah mulai memproduksi sel sperma, suaramu pun udah berubah jadi berat, udah tumbuh rambut di sana-sini, jakunmu pun mulai kelihatan. Kamu yang puteri, sudah mulai haidh, tubuhmu udah memproduki sel telur, beberapa bagian tubuh mengalami pertumbuhan pesat. Itu secara fisik. Dan itu nggak salah kamu disebut dewasa.

Tapi, ukuran dewasa nggak selalu ditentukan dengan perubahan fisikmu, tapi ditentukan pula dengan cara kamu berpikir dan cara kamu bersikap. Nah, dewasa dalam berpikir dan bersikap harus kamu miliki juga dong. Sebab, banyak orang mengaku udah dewasa, tapi ternyata nggak bisa atau belum bisa berpikir dewasa. Seperti apa sih berpikir dewasa? Kamu berani bertanggung jawab dan bisa menentukan masa depan kamu sendiri. Dengan cara yang benar tentunya. Itu baru dewasa.

Itu sebabnya, kalo kamu menganggap bahwa untuk bisa dikatakan udah dewasa adalah dengan melakukan pacaran, berarti kamu sebetulnya belum bisa dikatakan dewasa, terutama dalam berpikir dan bersikap. Why? Sebab, aktivitas pacaran jelas mendekati zina. Dan itu dosa. Jika kamu masih tetap melakukannya, itu artinya kamu belum tahu arti sebuah kedewasaan. Padahal, orang yang berpikir dan bersikap dewasa, akan lebih hati-hati dalam menjalani kehidupan ini. Nggak asal jalan aja. Tapi penuh perhitungan, bila perlu mengkalkulasi untung-rugi dari sebuah perbuatan yang kamu lakukan. Sebab, itulah yang namanya bertanggungjawab. Lha, yang pacaran? Rata-rata cuma seneng-seneng aja tuh. Berarti nggak punya prinsip dong? Berarti belum dewasa dong? Tepat. Kejam amat ya? ?

Kedua, having fun. Walah, ini juga asal-asalan. Tapi inilah kenyataan yang kudu kita hadapi. Banyak teman remaja yang mengaku bahwa alasan melakukan pacaran sekadar having fun aja. Sekadar bersenang-senang. Nggak punya alasan lain. Barangkali teman remaja yang begitu menganggap bahwa pacaran sekadar hiburan di masa sulit dan obat stres saat menghadapi persoalan hidup.

Bisa jadi, teman-teman remaja yang nggak mendapatkan kasih sayang di rumah, karena kebetulan orangtuanya jarang di rumah, ia nyari kesenangan di luar. Bisa dengan kekasihnya (baca: pacaran), bisa juga lari ke minuman keras dan narkoba. Di rumah sumpek, maka pelampiasan untuk mencari kesenangannya lewat pacaran. Pacaran sering diyakini sebagai obat mujarab untuk menghilangkan stres. Gimana nggak senang, wong, jalan berdua, mojok berdua, bisa curhat, bisa menikmati hidup ini dengan nyaman dan tenang.

Benarkah pacaran selalu memberikan kesenangan? Ternyata nggak tuh. Banyak pasangan yang pacaran justru cek-cok melulu. Belum lagi kalo beda ambisi. Maklum masih pada muda, emosinya masih meletup-letup. Jadi, gimana mau senang-senang jika tiap hari ‘panas’ melulu. Nggak banyak sih yang begitu, tapi tetap, bahwa alasan berpacaran semata untuk having fun, juga nggak dibenarkan. Baik secara hitung-hitungan logika, apalagi hukum syara.

Ketiga, pacar sebagai motivator dan katalisator. Duh, emangnya pacaran sejenis suplemen, pake menambah semangat segala? Tapi itulah yang terjadi. Alasan yang asal-asalan memang. Namun inilah yang juga banyak diakui teman remaja. Ada yang ngedadak jadi getol dateng ke sekolah en rajin belajar. Rela datang lebih awal ke sekolah. Tujuannya, biar bisa berlama-lama dengan sang gacoan. Maklum, kalo di sekolah sang gebetan ada, rasanya muncul semangat untuk belajar. Ah, yang benar nih? Jangan ngigau begitu, ah!

Benarkah pacaran bisa tambah semangat belajar? Naga-naganya sih alasan itu cuma direkayasa. Coba aja kamu pikirin, gimana bisa belajar jadi getol kalo di sekolah aja yang diingetin cuma kekasihnya. Boleh jadi pelajaran yang diikuti di kelas memantul sempurna, karena otaknya udah full dengan memori tentang sang kekasih hati. Lagi pula, yang berhasil jadi juara kelas or juara umum di sekolah bukan karena mereka pacaran. Kalo memang pacaran nambah semangat untuk belajar, harusnya semua yang pacaran tambah pinter, karena belajar terus. Buktinya? Justru yang pacaran selalu bermasalah dalam belajarnya.

Memang sih ada satu-dua yang pacaran tapi prestasinya tetep bagus. Tapi itu bukan jadi alasan lho untuk kamu teladani. Sebab, puluhan, atau mungkin ratusan remaja yang pacaran, justru prestasi akademiknya jeblok. Yang pinter itu pun, karena emang otaknya tokcer banget. Selain memang mereka nggak nafsu-nafsu amat untuk pacaran. Karena doi biasanya lebih mementingkan belajar. Nah lho?

Jadi, emang nggak ada pengaruh secara signifikan sih antara pacaran dan prestasi belajar. Nggak ada. Itu mah, cuma alasan klise alias dibuat-buat aja untuk melegalkan ajang baku syahwat yang dilarang itu. Tapi sejujurnya, pendapat kita neh, yang udah-udah, makin kuat pacarannya, biasanya malah makin malas belajarnya. Ngaku aja deh. (Idih kayak interogasi aja ya? He...he…he..)

Tapi terlepas dari itu semua, entah pacaran itu bisa menumbuhkan semangat belajar atau malah memadamkan semangat belajar, tetep aja perbuatan tersebut haram untuk dilakukan. Karena ukuran manfaat dan mafsadat (keburukan) bukan dinilai oleh kita. Kita, kaum muslim, diajarkan untuk melakukan perbuatan yang ihsan. Jadi, bukan yang terbanyak amalnya yang akan dinilai oleh Allah, tetapi yang terbaik amalnya. Baik niat maupun caranya. Dua-duanya kudu sesuai dengan aturan Allah dan Rasul-Nya. Firman Allah Swt.: “...supaya Dia menguji kalian siapa di antara kalian yang lebih baik amalnya.” (TQS al-Mulk [67] : 2)

Seorang ulama yang hidup di masa Abdul Malik bin Marwan, Sa’id bin Jubair, pernah mengatakan: “Tidak diterima suatu perkataan kecuali disertai amal, tidak akan diterima perkataan dan amal kecuali disertai niat, dan tidak akan diterima perkataan, amal dan niat kecuali disesuaikan dengan sunnah Nabi saw.”

Saking pentingnya ihsan dalam beramal ini, Imam Malik mengatakan: “Sunnah Rasulullah saw itu ibarat perahu nabi Nuh. Siapa yang menumpanginya ia akan selamat; sedangkan yang tidak, akan tenggelam.”
Nah, meskipun niatnya bagus untuk menambah semangat belajar (mungkin ikhlas karena Allah), tapi pacaran adalah perbuatan maksiat. Jadi nggak klop tuh. Nah lho?

Menertawakan pacaran
Sobat muda muslim, kalo melihat teman-teman kamu yang pacaran, kita suka geli dan lucu lho. Kita tertawa. Bener. Abisnya, teman remaja yang aktivis berat pacaran adalah tipe manusia yang suka ngakalin gitu lho. Sebab, alasan-alasan utama mereka berpacaran justru semuanya klise. Intinya, semua itu cuma direkayasa untuk melegalkan aktivitas baku syahwat terlarang itu. Bener. Kagak bohong!

Oke deh, singkat kata, bagi kamu yang masih aktif pacaran, segera melakukan pembenahan; putusin aja pacar kamu. Pelajari Islam. Yakinlah, Allah pasti akan memberikan yang terbaik buat kamu. Nggak usah ragu, jodoh di tangan Allah, bukan di tangan hansip (maksudnya kalo kamu kepergok lagi “begituan” sama hansip, he..he..he..).

Bagi kamu yang belum terjun ke dalam aktivitas ini, hindari segala peluang yang bakal menyeret kamu ke dalam pergaulan bebas ini. Pelajari Islam, sering hadir di majlis taklim, pengajian sekolah dan bertemanlah dengan anak-anak sholeh di sekolah dan lingkungan tempat tinggalmu. Insya Allah itu bakal meredam keinginan kamu terhadap aktivitas gaul bebas yang emang berbahaya dan dosa itu.

Firman Allah Swt: “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." (QS an-Nûr [24]: 30).

Sobat, pacaran adalah salah satu pemenuhan yang salah dari naluri mempertahankan jenis. Sebab, pemenuhan dan penyaluran yang sah menurut Islam adalah dengan menikah. Sabda Rasulullah saw.: “Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kamu memiliki kemampuan untuk menikah, maka nikahlah, sebab nikah itu dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan; tetapi barangsiapa belum mampu, maka hendaknya ia berpuasa, sebab puasa itu baginya merupakan pelindung” (HR Bukhari)

Jadi, jangan pada nekat pacaran ya? Pacaran itu nggak ada manfaatnya sama sekali. Kalo pun mungkin ada ‘manfaat’, tapi itu biasanya cuma diukur dengan penilaian hawa nafsu kita, bukan berdasarkan aturan Allah Swt. Kalo kamu nekat pacaran? Huahaha… udah kuno, norak, dosa lagi. Amit-amit deh. Tinggalin ya..!?
 
prayoga.net - Sori, dengan judul seperti ini bukan maksud kita mau ngeledekin kamu-kamu yang pacaran, tapi kita mau menertawakan kamu-kamu yang pacaran. Lho, sama aja atuh ya? Jangan bingung begitu deh, karena memang itulah faktanya. Pacaran, adalah aktivitas yang udah kuno. Mungkin bukan saja kuno, tapi sekaligus norak. Bener lho.

Kenapa sih? Islam, sebagai agama ‘modern’ dan mencerahkan pemikiran, selalu memberikan yang terbaik untuk pemeluknya. Misalnya saja, di jaman purbakala, saat manusia terbiasa buligir, alias kagak make sehelai benang pun untuk menutupi tubuhnya, Islam datang menyempurnakan aturan manusia dalam berpakaian. Jilbab salah satunya, adalah ajaran Islam yang memberikan kehormatan kepada kaum wanita dalam berpakaian. Jadi, kalo sekarang masih ada anak puteri yang kagak pake jilbab, itu artinya masih ‘kagum’ dengan kebudayaannya Homo Soloensis dan Pythecantropus Erectus yang masih primitif, alias kuno. Gubrag! (yang tersinggung dilarang bangga) ?

Lha, pacaran apa hubungannya dengan kuno dan modern? Sabar dulu sobat. Begini, sebelum Islam datang sebagai agama penyempurna bagi kehidupan manusia, kehidupan di masa jahiliyah dulu rusak banget. Salah satunya dalam pergaulan. Mungkin, kalo kita mau kejam, seperti dunia binatang. Kok bisa sih? Iya, soalnya hubungan antara pria dan wanita di masa jahiliyah dulu kagak ada aturannya. Main seruduk, main selonong sana selonong sini. Suka-suka aja gitu lho. Waduh!

Sobat muda muslim, itulah sebabnya kenapa kita bilang bahwa pacaran adalah aktivitas kuno dan sekaligus norak. Lihat saja model gaul anak muda sekarang (termasuk paling banyak di antaranya adalah remaja muslim) makin tak terkendali alias liar banget. Kata seorang teman, remaja sekarang dalam bergaul dengan lawan jenisnya menggunakan prinsip 3T; ta’aruf (saling mengenal), taqarrub (saling mendekat), dan tak tubruk (terjemahkan dan tafsirkan sendiri deh, he..he..he..). mentang-mentang saling cinta dan saling sayang, lalu merasa halal aja main elus, main peluk, main tendang, main cekik, dan main banting (smackdown kali yee…? He..he..he..) Jadi, pacaran memang aktivitas yang deket-deket banget dengan z-i-n-a. Naudzubillahi min dzalik!

Benar banget sobat, kita ngeri deh dengan perkembangan gaul remaja sekarang. Remaja yang awam memang paling banyak melakukan aktivitas baku syahwat yang diharamkan Islam ini, but nggak sedikit yang ngakunya anak masjid juga jadi aktivis pacaran. Wackss… kacau-beliau dong? Begitulah…

Hmm…, kamu yang masih pacaran dan lagi seneng-senengnya bermesraan bareng gandengan kamu, pastinya bakalan sutris baca tulisan ini. Mungkin juga tuh sumpah serapah bakalan keluar dalam mulut kamu. Tapi inget sobat, justru lebih parah kalo kagak ada yang mau susah payah ngingetin kita-kita. Sebab, sebagai manusia kita selalu nggak lepas dari kesalahan. Di sinilah perlunya kita saling menasihati dan ngingetin satu sama lain. Tul nggak? Jadi, jangan marah ya kalo kita ngingetin kamu, meski dengan sindiran.

Kenapa sih pada pengen pacaran?
Bener. Kenapa sih kamu-kamu pada pengen ngelakuin pacaran? Apa enaknya pacaran? He..he..he.. jangan bingung dulu Mas, kita coba bantu ngasih bocorannya. Ada beberapa alasan yang bisa kita telusuri di balik maraknya aktivitas ilegal dalam ajaran Islam ini:

Pertama, biar disebut dewasa. Banyak teman remaja yang melakukan pacaran, biar disebut udah dewasa. Maklum aja, aktivitas baku syahwat itu kayaknya ganjil banget kalo dilakukan oleh bocah cilik. Selain ganjil, anak kecil nggak pantes ngelakuin pacaran.

Sobat muda, secara biologis boleh jadi kamu dewasa. Kamu yang cowok udah mimpi basah, tubuhmu udah mulai memproduksi sel sperma, suaramu pun udah berubah jadi berat, udah tumbuh rambut di sana-sini, jakunmu pun mulai kelihatan. Kamu yang puteri, sudah mulai haidh, tubuhmu udah memproduki sel telur, beberapa bagian tubuh mengalami pertumbuhan pesat. Itu secara fisik. Dan itu nggak salah kamu disebut dewasa.

Tapi, ukuran dewasa nggak selalu ditentukan dengan perubahan fisikmu, tapi ditentukan pula dengan cara kamu berpikir dan cara kamu bersikap. Nah, dewasa dalam berpikir dan bersikap harus kamu miliki juga dong. Sebab, banyak orang mengaku udah dewasa, tapi ternyata nggak bisa atau belum bisa berpikir dewasa. Seperti apa sih berpikir dewasa? Kamu berani bertanggung jawab dan bisa menentukan masa depan kamu sendiri. Dengan cara yang benar tentunya. Itu baru dewasa.

Itu sebabnya, kalo kamu menganggap bahwa untuk bisa dikatakan udah dewasa adalah dengan melakukan pacaran, berarti kamu sebetulnya belum bisa dikatakan dewasa, terutama dalam berpikir dan bersikap. Why? Sebab, aktivitas pacaran jelas mendekati zina. Dan itu dosa. Jika kamu masih tetap melakukannya, itu artinya kamu belum tahu arti sebuah kedewasaan. Padahal, orang yang berpikir dan bersikap dewasa, akan lebih hati-hati dalam menjalani kehidupan ini. Nggak asal jalan aja. Tapi penuh perhitungan, bila perlu mengkalkulasi untung-rugi dari sebuah perbuatan yang kamu lakukan. Sebab, itulah yang namanya bertanggungjawab. Lha, yang pacaran? Rata-rata cuma seneng-seneng aja tuh. Berarti nggak punya prinsip dong? Berarti belum dewasa dong? Tepat. Kejam amat ya? ?

Kedua, having fun. Walah, ini juga asal-asalan. Tapi inilah kenyataan yang kudu kita hadapi. Banyak teman remaja yang mengaku bahwa alasan melakukan pacaran sekadar having fun aja. Sekadar bersenang-senang. Nggak punya alasan lain. Barangkali teman remaja yang begitu menganggap bahwa pacaran sekadar hiburan di masa sulit dan obat stres saat menghadapi persoalan hidup.

Bisa jadi, teman-teman remaja yang nggak mendapatkan kasih sayang di rumah, karena kebetulan orangtuanya jarang di rumah, ia nyari kesenangan di luar. Bisa dengan kekasihnya (baca: pacaran), bisa juga lari ke minuman keras dan narkoba. Di rumah sumpek, maka pelampiasan untuk mencari kesenangannya lewat pacaran. Pacaran sering diyakini sebagai obat mujarab untuk menghilangkan stres. Gimana nggak senang, wong, jalan berdua, mojok berdua, bisa curhat, bisa menikmati hidup ini dengan nyaman dan tenang.

Benarkah pacaran selalu memberikan kesenangan? Ternyata nggak tuh. Banyak pasangan yang pacaran justru cek-cok melulu. Belum lagi kalo beda ambisi. Maklum masih pada muda, emosinya masih meletup-letup. Jadi, gimana mau senang-senang jika tiap hari ‘panas’ melulu. Nggak banyak sih yang begitu, tapi tetap, bahwa alasan berpacaran semata untuk having fun, juga nggak dibenarkan. Baik secara hitung-hitungan logika, apalagi hukum syara.

Ketiga, pacar sebagai motivator dan katalisator. Duh, emangnya pacaran sejenis suplemen, pake menambah semangat segala? Tapi itulah yang terjadi. Alasan yang asal-asalan memang. Namun inilah yang juga banyak diakui teman remaja. Ada yang ngedadak jadi getol dateng ke sekolah en rajin belajar. Rela datang lebih awal ke sekolah. Tujuannya, biar bisa berlama-lama dengan sang gacoan. Maklum, kalo di sekolah sang gebetan ada, rasanya muncul semangat untuk belajar. Ah, yang benar nih? Jangan ngigau begitu, ah!

Benarkah pacaran bisa tambah semangat belajar? Naga-naganya sih alasan itu cuma direkayasa. Coba aja kamu pikirin, gimana bisa belajar jadi getol kalo di sekolah aja yang diingetin cuma kekasihnya. Boleh jadi pelajaran yang diikuti di kelas memantul sempurna, karena otaknya udah full dengan memori tentang sang kekasih hati. Lagi pula, yang berhasil jadi juara kelas or juara umum di sekolah bukan karena mereka pacaran. Kalo memang pacaran nambah semangat untuk belajar, harusnya semua yang pacaran tambah pinter, karena belajar terus. Buktinya? Justru yang pacaran selalu bermasalah dalam belajarnya.

Memang sih ada satu-dua yang pacaran tapi prestasinya tetep bagus. Tapi itu bukan jadi alasan lho untuk kamu teladani. Sebab, puluhan, atau mungkin ratusan remaja yang pacaran, justru prestasi akademiknya jeblok. Yang pinter itu pun, karena emang otaknya tokcer banget. Selain memang mereka nggak nafsu-nafsu amat untuk pacaran. Karena doi biasanya lebih mementingkan belajar. Nah lho?

Jadi, emang nggak ada pengaruh secara signifikan sih antara pacaran dan prestasi belajar. Nggak ada. Itu mah, cuma alasan klise alias dibuat-buat aja untuk melegalkan ajang baku syahwat yang dilarang itu. Tapi sejujurnya, pendapat kita neh, yang udah-udah, makin kuat pacarannya, biasanya malah makin malas belajarnya. Ngaku aja deh. (Idih kayak interogasi aja ya? He...he…he..)

Tapi terlepas dari itu semua, entah pacaran itu bisa menumbuhkan semangat belajar atau malah memadamkan semangat belajar, tetep aja perbuatan tersebut haram untuk dilakukan. Karena ukuran manfaat dan mafsadat (keburukan) bukan dinilai oleh kita. Kita, kaum muslim, diajarkan untuk melakukan perbuatan yang ihsan. Jadi, bukan yang terbanyak amalnya yang akan dinilai oleh Allah, tetapi yang terbaik amalnya. Baik niat maupun caranya. Dua-duanya kudu sesuai dengan aturan Allah dan Rasul-Nya. Firman Allah Swt.: “...supaya Dia menguji kalian siapa di antara kalian yang lebih baik amalnya.” (TQS al-Mulk [67] : 2)

Seorang ulama yang hidup di masa Abdul Malik bin Marwan, Sa’id bin Jubair, pernah mengatakan: “Tidak diterima suatu perkataan kecuali disertai amal, tidak akan diterima perkataan dan amal kecuali disertai niat, dan tidak akan diterima perkataan, amal dan niat kecuali disesuaikan dengan sunnah Nabi saw.”

Saking pentingnya ihsan dalam beramal ini, Imam Malik mengatakan: “Sunnah Rasulullah saw itu ibarat perahu nabi Nuh. Siapa yang menumpanginya ia akan selamat; sedangkan yang tidak, akan tenggelam.”
Nah, meskipun niatnya bagus untuk menambah semangat belajar (mungkin ikhlas karena Allah), tapi pacaran adalah perbuatan maksiat. Jadi nggak klop tuh. Nah lho?

Menertawakan pacaran
Sobat muda muslim, kalo melihat teman-teman kamu yang pacaran, kita suka geli dan lucu lho. Kita tertawa. Bener. Abisnya, teman remaja yang aktivis berat pacaran adalah tipe manusia yang suka ngakalin gitu lho. Sebab, alasan-alasan utama mereka berpacaran justru semuanya klise. Intinya, semua itu cuma direkayasa untuk melegalkan aktivitas baku syahwat terlarang itu. Bener. Kagak bohong!

Oke deh, singkat kata, bagi kamu yang masih aktif pacaran, segera melakukan pembenahan; putusin aja pacar kamu. Pelajari Islam. Yakinlah, Allah pasti akan memberikan yang terbaik buat kamu. Nggak usah ragu, jodoh di tangan Allah, bukan di tangan hansip (maksudnya kalo kamu kepergok lagi “begituan” sama hansip, he..he..he..).

Bagi kamu yang belum terjun ke dalam aktivitas ini, hindari segala peluang yang bakal menyeret kamu ke dalam pergaulan bebas ini. Pelajari Islam, sering hadir di majlis taklim, pengajian sekolah dan bertemanlah dengan anak-anak sholeh di sekolah dan lingkungan tempat tinggalmu. Insya Allah itu bakal meredam keinginan kamu terhadap aktivitas gaul bebas yang emang berbahaya dan dosa itu.

Firman Allah Swt: “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." (QS an-Nûr [24]: 30).

Sobat, pacaran adalah salah satu pemenuhan yang salah dari naluri mempertahankan jenis. Sebab, pemenuhan dan penyaluran yang sah menurut Islam adalah dengan menikah. Sabda Rasulullah saw.: “Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kamu memiliki kemampuan untuk menikah, maka nikahlah, sebab nikah itu dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan; tetapi barangsiapa belum mampu, maka hendaknya ia berpuasa, sebab puasa itu baginya merupakan pelindung” (HR Bukhari)

Jadi, jangan pada nekat pacaran ya? Pacaran itu nggak ada manfaatnya sama sekali. Kalo pun mungkin ada ‘manfaat’, tapi itu biasanya cuma diukur dengan penilaian hawa nafsu kita, bukan berdasarkan aturan Allah Swt. Kalo kamu nekat pacaran? Huahaha… udah kuno, norak, dosa lagi. Amit-amit deh. Tinggalin ya..!?


-------------------------------------------------------------------------------------------------
- Omnia vincit Amor : et nos cedamus Amori – Cinta menaklukkan segalanya dan kita takluk demi cinta.

Bagi remaja, bila istilah itu disebut-sebut bisa membuat jantung berdetak lebih kencang. Siapa sih yang nggak semangat bila bercerita seputar pacaran ? Semua orang pasti senang.
Yang cowok berkhayal punya tampang setajir dan sekeren To Ming She ( itu lho pemeran meteor garden, pasti tau lha  ) supaya dikejar-kejar ama kaum hawa, baik yang yang mengejar ingin dikencani maupun yang ingin nagih utang (hi..hi..hi..). Coba aja bayangin, wanita mana sih yang nggak deg-degan kalo’ liahat tampang se-cute Ashe atawa Hua Che Leng eh Lai ? Wuih, histeris so pasti kan Mbakyu ! Maklum, cowok ABG yang tergabung dalam kelompok F4 ini memang cool banget. Jadi nggak heran,’kan, kalo anak cewek merasa nyaman sekaligus bangga bin terlindungi dapat gajoan model begitu ?
Bicara soal rasa cinta memang diakui mampu membangkitkan semanggat hidup. Suer, nggak bohong ! Termasuk anak masjid atawa aktifis SKI, yang konon katanya “ dicurigai” tak kenal ama kata cinta. Sama saja, aktifis SKI juga manusia, yang memiliki rasa cinta dan kasih saying. Pasti dong, mereka juga butuh butuh mencintai dan dicintai. Soalnya, perasaan seperti itu wajar dan benar-benar alami. Malah yang aneh bila ada orang yang nggak kenal cinta, jangan-jangan bukan orang. Nah, biasanya bagi remaja yang sedang kasmaran, mereka mewujudkan cinta dan kasih sayangnya lewat aktivitas pacaran. Kayak gimana sih ? Deuuh,pura-pura nggak tahu segala. Itu tuh, cowok dan cewek yang saling tertarik, trus PeDeKaTe, lalu mengikat janji, dan akhirnya ada yang sampai hidup bersama layaknya suami-istri.
Omong-omong soal pacaran, ternyata sekarang lagi ngetren gossip baru tentang pacaran Islami. Memang apa ada Ulama yang berfatwa demikian ( kalo’ ada perlu dipertanyakan ilmunya) atawa MUI sepakat masalah ini. Ini kabar bener apa Cuma upaya melegalkan aktivitas baku syahwat itu ? Malah di-indikasikan Bigos ( Biang Gosip ) dan pelaksananya, kata burung banyak dilakukan oleh “oknum” aktifis SKI. Artinya mereka itu pengen Islam, tapi pengen pacaran juga. Ah, yang bener aja ( mau donk kalo’ gitu ).
Nggak Ada Pacaran Islami !
Memang betul, kalo dikatakan bahwa ada aktifis SKI yang meneladani tingkah James Van Der Beek dalam serial Dawson’s Creek, tapi bukan berarti kemudian dikatakan ada pacaran Islami. Itu nggak benar. Siapa pun yang berbuat maksiat, tetap saja berdosa. Jangan karena yang melakukn aktifis SKI lalu di ada-adain istilah pacaran Islami. Nggak bisa donk, jangan-jangan nanti kalo aktifis SKI kebetulan lagi main togel dan minum topi miring, lantas disebut judi dan miras Islami ? Wah gawat bin bahaya tuh !
Tentu lucu bin menggelikan donk bila suatu saat nanti teman-teman remaja yang berstatus Aktifis dakwah terkena “virus” cinta kemudian mengekspresikannya lewat pacaran. Itu nggak bisa disebut pacaran Islami karena memang nggak ada istilah itu. Jangan salah sangka,mentang-mentang pacarannya pakai jilbab, baju koko, dan berjenggot, lalu mojoknya di masjid plus duduk dempet mata saling berpandangan bonus berpegangan tangan, kita sebut aktivitas pacaran Islami. Wah, salah besar itu.
Suer, kita juga nggak pernah dengar istilah daging babi Islami, hanya lantaran disembelihnya dengan menyebut nama Allah, misalkan. Ya nggak ? Begitulah, tak ada istilah pacaran Islami seperti halnya tak ada isitilah daging babi Islami. Jangan sampai kita nekat membungkus kemaksiatan dengan embel-embel Islam. Catet itu, Brur !
Lalu, bagaimana dengan sepak terjang teman-teman remaja yang terlanjur menganggap aktivitas baku syawatnya sebagai pacaran Islami ? Sekali lagi dosa ! Iya donk. Soalnya, siapa pun yang melakukan kemaksiatan jelas dosa sebagai ganjarannya. Apalagi yang ngelakuinya aktifis dakwah. Malu-maluin aja.
Jadi memang pacaran Islami itu nggak ada. Tapi kenapa istilah itu bisa muncul ? Boleh jadi karena teman remaja hanya punya semangat keIslaman tapi minus tsaqafah / pengetahuan Islamnya.

Mengendalikan Cinta
Siapa bilang cinta tak bisa dikendalikan ? Bisa, Brur ! Malah kalo tahu aturan mainnya, enjoy saja, tuh. Barangkali yang merasa sulit mengendalikan cinta karena terlalu memanjakan hawa nafsunya. Bila yang terjadi demikian, berarti memang rada-rada sulit untuk bisa mengendalikan. Ibarat kamu lagi sakit, tapi tak berusaha untuk menyembuhkannya.
Di sinilah perlunya ilmu untuk mengendalikan cinta supaya nggak liar tak karuan. Kalo liar, bisa gawat. Apalagi menimpa aktifis SKI ( Kacian deh loe aktifis dakwah mau menjadi korban percontohan ) di sekolah. Malu donk kalo sampe aktivis dakwah pacaran. Bukan hanya memalukan, tapi juga dosa.
Setiap orang boleh mencintai dan dicintai. Itu haknya, termasuk remaja seusia kita. Tapi, bukan berarti kemudian menghalalkan segala cara, seperti pacaran, Brur, aktivitas itu sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Kita ‘kan seorang muslim, masak mau melakukan tradisi yang bukan berasal dari Islam. Suer, budaya pacaran itu tak dikenal dalam kamus ajaran Islam. Nggak ada itu. Catet ya !
Yakin deh, cinta itu bisa dikendalikan. Yang nggak bisa itu dimatikan. Ini memang urusan hati. Jadi, sejauh mana hati kita bisa menahan hawa nafsu yang bergejolak dalam gairah jiwa muda kita. Asal loe tau aja kalo hasil survey di Yogya 90 % keatas remaja di sono ndak perjaka eh perawan lagi. En di Jakarta 60 % keatas siswi SMU di Jakarta ikut-ikutan ndak tetangganya Yogya tuk tidak perawan. Apa mau kita sebagai pria tidak dapet istri yang masih orisinil ( dengan catatan ente juga harus orisinil ).
Kalaupun ada aturan yang menurut kita mengekang aktivitas sehari-hari, itu adalah upaya Islam untuk menyelamatkan umatnya. Ya, itulah resiko kita milih Islam, yang tentu saja itu adalah pilihan terbaik buat kita. Sobat, hal yang paling mendasar sebagai seorang muslim adalah beriman kepada Allah SWT. Iman kepada Allah itu bukan Cuma mengimani keberadaan-Nya saja, yakni hubungan penciptaan (shilatul Khalqi), tapi juga harus ada hubungan perintah-perintah (Shilatul awaamir). Nah, dengan kata lain, wajib taat terhadap apa yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Firman Allah SWT,
“Dan, tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi wanita yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan ( yang lain) tentang urusan mereka. Barang siapa mendurkai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, seat yang nyata.” (Al-Ahzab : 36)
Ketaatan yang kita bangun itu akan menciptakan dinding yang tebal agar kita tak mudah tergoda untuk melihat atau melakukan aktivitas yang “nggak-nggak”. Terus kamu juga kudu memahami bahwa perasaan cinta itu muncul jika ada ransangan dari luar. Sebaiknya kita menyibukkan diri dalam aktivitas yang tidak bersentuhan dengan perasaan-perasaan cinta terhadap lawan jenis. Olahraga atau full ngurus dakwah atawa ngaji plus rajin puasa (luar dalam), Insya Allah cara itu bisa mengusir keinginan untuk melakukan zina yang namanya pacaran.
Zina ? No Way
Idih, ngeri bin serem ! Ketimbang zina, menikah lebih aman dan berpahala. Iya, nggak ? Tapi sebentar, kita kan masih sekolah, masak mau nekat nikah, sih ? Ya, itu persoalannya.
Alquran juga menyisipkan larangan untuk berbuat zina. Allah SWT berfirman,
“ Dan, janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya, zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (Al-Israa’ :32)
Nikah karena takwa kepada ALLAH AKAN MEMBAWA BAROKAH DAN MEMBUKAKAN PINTU REZEKI YANG BESAR., JADI SEKALI LAGI TIDAK ADA PACARAN ISLAMI DALAM KAMUS ISLAM. KALAUPUN ADA BOLEH MENGATAKAN, ADA SIH ‘’PACARAN ISLAMI’’ YAKNI NIKAH DULU !
 
Yang jelas datangnya bukan dari sawah turun ke kali. Ide pacaran bisa diemban siapa saja, mulai dari ABG sampai kepada orang tua pun bisa mengusungnya, meskipun bentuk dan implementasinya beda satu sama lain. Pacaran atau bahasa kerennya free sex, atau seks haram tidak dikehendaki oleh Islam. Namun kalau kita melihat ada sebagian yang masih menjujung tinggi nilai-nilai pacaran (baca : mengagumi), sebenarnya mereka salah dalam pengimplementasian cinta. Cinta, lima kata itu, memang kadang membuat dilema, betapa tidak karena cinta itulah akhirnya ABG atau siapa saja mulai siap memasuki dunia pacaran.

Cinta itu sendiri adanya pada diri manusia adalah natural/alamiah, merupakan pemberian dari Allah sebagai potensi kehidupan bagi manusia, yang merupakan perwujudan dari naluri manusia berupa naluri untuk meneruskan keturunan (gharizatul nau). Adanya cinta pada diri manusia tidak akan dihizab, sebab itu adalah qadha' (keputusan) Allah, orang ingin bercinta itu wajar/normal, sebab dalam dirinya memang ada naluri itu. Tapi yang akan dihizab oleh Allah adalah kemana si empunya naluri menggerakkan naluri dan kepada siapa diberikan cinta itu. Oleh sebab itu Islam sendiri sebagai dien yang fitrah bagi manusia, tidak melarang orang yang mempunyai cinta, tapi perwujudan dari cintanya itu yang akan diatur oleh Islam, dan aturan Islam oleh Allah, sendiri memang sudah pas untuk "porsi" manusia, sehingga syara' menetapkan aturan tertentu dalam mewujudkannya sehingga perbuatan seorang muslim diharapkan tidak menyimpang dari aturan syara. Jadi Islam tidak melarang cinta itu sendiri tapi perwujudan dari cinta itu yang diatur (dilarang dan dianjurkan).

Yang dialami oleh para pengusung ide pacaran itu adalah kesalahan dalam mewujudkan cinta itu. Dimana sebenarnya cinta yang merupakan alamiah pemberian dari Allah oleh pacarawan dan pacarawati diselewengkan, artinya pada orang yang pacaran itu ada unsur tidak wajar terjadi disitu, yaitu unsur paksaan, memaksakan cinta yang sebenarnya fitrah itu kepada seseorang yang dianggap dicintanya, meski sesungguhnya orang yang katanya dicintainya itu tidak dicintainya, akhirnya karena ada paksaan dari dirinya atau dari luar dirinya akhirnya cinta itu jadi ada tapi berupa paksaan, seperti pepatah jawa "tresno jalaran saka kulino" (cinta itu datang karena keseringan/paksaan)

Ketidakwajaran yang lain dari cintawan dan cintawati yang mewujudkan cintanya lewat pacaran adalah menjadikan orang yang dicintainya sebagai tujuan, sehingga apa saja yang terjadi dengan cinta adalah pacaran jawabannya. Orang yang sedang merasakan falling in love ditambah lagi first love cenderung mengindahkan sesuatu yang sebenarnya tidak indah, mengenakkan sesuatu yang kadang tidak enak, sehingga bisa saja taek kucing rasa coklat. Orang yang bercinta dan berwujud dalam pacaran akan cenderung buta "love is blind" ungkapan semacam itu sering muncul, apa yang terjadi selanjutnya adalah ATLANTA (aku terlanjut cinta), sehingga karena atlanta itulah, akhirnya rela diapa-apakan sama si pacarnya, buktinya ? banyak sekali buktinya. Yang terjadi sekarang adalah orang cenderung menyalahkan cinta itu sendiri, tapi pacaran itu sendiri masih mengalami kerancuan dalam definisi bahkan dilegemetasi seperti sinetron "PD" dan sinetron lainnya agar terasa pacaran itu diperoblehkan dalam Islam.

Ada yang mengambil pacaran sebagai jalan untuk mengenal lawan jenisnya yang entah nanti diteruskan dalam bentuk keluarga atau tidak, artinya bisa saja orang pacaran karena ingin menguji pacarnya apakah dia setia/ cinta atau tidak, lalu akhirnya terjadilah hamil diluar nikah. Kalau sudah begitu orang tua juga akhirnya kalang kabut, ada orang tua yang diam dengan pelecehan seksual tersebut, mungkin sebab malu, karena anak yang diharapkan bisa ikut membantu orang tua meringankan bebannya dengan tidak pacaran malah justru terjadi trouble maker semacam itu. Ada juga ortu yang karena takut akhirnya tidak melaporkan kejadian itu pada yang berwajib, takut diancam keluarga si pemerkosa atau takut justru nanti anaknya malah gila atau stres karena ada tekanan dari masyarakat. Ada juga ortu yang karena ketidaktahuan akhirnya membiarkan masalah itu terjadi begitu saja, kalaupun nantinya anaknya melahirkan dari hubungan seks haram itu ya tetap saja dibiarkan hidup tanpa ada resiko sama sekali tentang hukuman yang bakal diterima si pezina, nah yang seperti ini diidap oleh ibunya Dini yang diperankan Lydia Kandow.

Apa Alasan Remaja Berpacaran?

Sebut saja Rendy, anak laki juragan kambing yang tinggal di perumahan elit kota ini. Wajahnya cool,badannya tegap dan berotot. Dengan penampilannya seperti ini, Rendy jadi idola di sekolahan. Jangan heran kalo pesonanya itu bisa membuat puluhan anak cewek merasa kudu bersaing untuk mendapatkan cintanya.
Cinta dari seorang pria yang nyaris sempurna. Tentu,kalo kesempurnaan manusia hanya diukur dari bentuk luarnya; tubuh, wajah, dan pakaian yang membalut kulitnya. Tampang Rendy memang oke. Dengan kata lain, cowok putih manis ini punya semacam bargaining power(cieee..), untuk bisa pasang pesona. Artinya, nggak malu-maluin kalo berlomba untuk jual pesona dengan anak cowok lain. Boleh dibilang, Rendy memiliki segalanya; wajah kece, bodi keren, pakaian oke punya, dan duitnya kayak nggak pernah abis. Lihat aja dompet doi tebel terus. Maklum, bokapnya tajir banget sebagai jurkam alias juragan kambing.

Seperti kebanyakan remaja lainnya, Rendy juga udah berani deket-deketan ama anak cewek. Maksudnya tentu bukan deket-deketan kayak lagi naik angkot, tapi doi udah berani nge-date. Nah, gebetan Rendy ternyata keren juga, Non. Lolita, nama anak gadis itu. Ia emang kesengsem berat ama Rendy. Pun sebaliknya, Rendy juga ngebet banget pengen jadian sama Lolita yang emang teman satu sekolahnya. Klop. Jadilah, dua insan lain jenis ini mengukir kisah cinta. Dengan latar belakang kehidupan yang nyaris kayak dalam cerita novel atawa sinetron, Rendy-Lolita jadi favorit di sekolah.
Akhirnya, atas keputusan beberapa orang teman sekolahnya, mereka dinobatkan sebagai pasangan paling romantis tahun ini. Pokoknya, kalo ada anak sekolah yang mau seru ama pasangannya, buatlah seperti contoh; Rendy-Lolita.Sampai suatu ketika, pasangan "favorit" ini bubar.

Apa sebab? Lolita hamil dan Rendy nggak mau bertanggungjawab. Lolita bingung, sebab ia harus memilih di antara dua pilihan sulit baginya; membesarkan anaknya dengan risiko putus sekolah dan menanggung rasa malu atau, melakukan aborsi dengan risiko bagi keselamatan dirinya dan untuk melakukan itu ia sudah tahu hukumnya, dosa. Akhirnya, setelah mikir beribu kali, Lolita memutuskan untuk mengaborsi makhluk kecil yang tak berdaya itu. Mungkin karena pertimbangan bahwa ia musti meneruskan sekolah dan biar nggak malu. Sementara Rendy, ternyata doi bukanlah tipe lelaki jentel. Buktinya, doi berlepas tangan, bahkan konon doilah yang membujuk Lolita supaya melakukan aborsi. Alasannya, doi kudu lulus sekolah, kudu bisa kuliah, dan yang pasti memang belum siap jadi ortu. Nah, lho.

Inilah satu kisah tragis akibat pacaran. Masih banyak kisah serupa yang berawal dari hubungan haram ini. Seperti yang udah banyak disinggung di buletin ini.Kita nggak pernah bosen untuk ngingetin, bahwa pacaran itu adalah pintu menuju zina. Hampir di setiap kesempatan kita juga mengkampanyekan, bahwa pacaran adalah perbuatan haram dan wajib dihindari oleh setiap orang yang merasa dirinya Muslim. Pacaran adalah sarana menuju seks bebas. Iya kan? Sebab pacaran sendiri adalah gaul bebas, maka biasanya ada hubungan yang sangat erat, dan nggak heran kalo kemudian
melakukan seks bebas. ih?

Hubungan Rendy-Lolita yang kelewat hot dalam kisah fiktif di atas akhirnya berbuah malapateka. Yang rugi keduanya dan kedua ortunya. Udah gitu, dampak sekunder akibat gaul bebas ini makin tambah runyam; aborsi,kekacauan nasab (garis keturunan), dan penyakit menular seksual. Ih, serem amat ya?
Sekadar tahu saja, korban-korban akibat seks bebas yang kena PMS ini sudah ada sejak dulu. Bahkan orang-orang top di jamannya; seperti gerombolan Columbus, Julius Caesar dan Cleopatra VII, Raja Charles V, Charles VII, Raja Henry VIII, lalu Edward VI, Peter Agung, Katarina Agung, hingga Benito Mussolini, Napoleon Bonaparte, dan Adolf Hitler adalah tokoh-tokoh dunia yang terkenal sebagai penderita penyakit kotor sipilis dan gonorhoe. Juga bisa ditunjuk hidung rombongan selebritis Hollywood macam Brad Davis, Rock Hudson, Fredy Mercury, Tony Richardson, dan Ian Charleson. Mereka koit dihantam AIDS.

Itu sebabnya, tradisi jahiliyah ini mesti digugat keberadaannya. Sudah saatnya budaya yang lahir dari peradaban rusak ini diboikot, bahkan seharusnya dihilangkan dari daftar pergaulan muda-muda Islam. Jangan sampe kejadian serupa menimpa adik-adik kita yang mulai beranjak remaja. Pokoknya harus dihilangkan dari benak remaja Islam.

Ya, untuk selamanya. Pacaran di mata remaja Banyak teman remaja yang kalo ditanya tentang alasan mereka berpacaran acapkali memberikan alasan seperti ini: pacaran bisa meningkatkan semangat belajar; pacaran diakui mampu menghilangkan kejenuhan alias bikin hidup lebih hidup; pacaran juga untuk mengetahui pribadi pasangan dari yang dicintainya supaya kalo jadi nikah nggak perlu ragu-ragu lagi; pacaran pun diyakini bisa membawa rejeki nomplok (ih, matre amat?); bahkan ada yang mengaku sekadar iseng doang. Alasan lainnya, ada yang mengakui bahwa pacaran adalah jalan terbaik untuk menemukan cinta sejati alias bisa memilah dan memilih siapa pasangan yang memang oke punya (emangnya sepatu?). Dan seabrek alasan lainnya.

Mari kita bahas alasan-alasan mereka. Pacaran bisa meningkatkan semangat belajar? Walah, kayaknya semut juga ketawa tuh kalo denger. Padahal kenyataan di lapangan sangat berbeda. Teori ama praktik bertolak belakang banget. Kalo emang pacaran bisa menambah semangat belajar, tapi kenapa banyak yang amburadul sekolahnya gara-gara menjalani aktivitas ini? Ingatannya sangat tajam kalo disuruh mengingat nama gacoannya, atau tentang kehidupan pasangannya, dan tentang beragam hal yang berkaitan dengan pasangannya. Tapi kalo ditanya tentang hukum gas ideal dalam pelajaran kimia langsung memantul sempurna alias kagak tahu. Tiap malam minggu selalu ada jadwal wakuncar alias waktu kunjung pacar. Lalu kapan mau belajarnya?

Apalagi di sampul bukunya ada foto yang ia sebut kekasihnya. Coba, maksud hati belajar, ternyata malah memandangi terus foto si dia. Di dinding kamarnya, bukannya dipenuhi dengan tulisan rumus-rumus fisika, matematika, atawa kimia yang emang bikin puyeng, tapi malah banyak ditempeli foto-foto pacarnya. Wah, gimana mau bisa belajar? Padahal, setahu penulis, banyak juga yang semangat belajarnya tinggi tanpa kudu menjalani pacaran. Sebaliknya, waktu sekolah dulu, ada teman penulis yang main api asmara, malah belajarnya tambah berantakan bin terbengkalai. Kalo soal rajin dateng ke sekolah emang bener. Tapi yakinlah, tujuan utamanya bukan untuk belajar, tapi cuma pengen ketemu si dia. Bener kan? Aduh, kayaknya ada yang mesem-mesem aja kena sindir nih.

Alasan lain, pacaran katanya bisa bikin fresh pikiran kita. Aduh biyung, kayaknya perlu diedit lagi alasan ini. Yakinlah, itu cuma mengada-ada aja. Buktinya, malah banyak teman remaja yang dibikin puyeng tujuh keliling gara-gara pacaran. Bisa jadi sama puyengnya bila disuruh menurunkan rumus E=mc2. Salah-salah malah ngeluarin pernyataan yang bikin ngakak seisi kelas, sebab doi menyatakan bahwa E=mc2 artinya Einstein mencret-mencret!

Coba aja, bagi teman remaja yang udah saling mengikat janji, rasa ingin memiliki selalu ada. Makanya, setiap pasangannya jauh, ia rindu. Belum lagi kalo pulang sekolah atawa les malam hari, ada perasaan kalo nggak dianterin, takut kenapa-kenapa. Pokoknya jadi beban deh. Padahal sebelum jadian, boro-boro punya pikiran begitu. Bener nggak? Jadi emang tambah bikin pusing seratus keliling.

Eh, temen remaja muslim, ada juga lho teman kamu yang pacaran dengan alasan untuk mengetahui kepribadiannya, supaya kalo jadian nikah nggak usah ragu en berabe lagi. Ya, siapa tahu, kali aja ada yang nyangkut satu untuk dijadikan istrinya nanti. Waduh, sepintas memang oke juga ya tujuannya? Tapi tetap aja alasan seperti ini nggak bisa dibenarkan. Kalo niatnya udah kuat untuk nikah, ngapain kudu pacaran segala? Sebab, kenyataannya banyak juga yang justru setelah berpacaran sekian tahun, malah bubar dengan alasan nggak ada kecocokan. Itu sih, bilang aja mau coba-coba. Lagipula, itu adalah wujud kepengecutan mereka, sebab, kalo udah nikah mungkin nggak bisa sembarangan mutusin. Makanya bagi mereka yang pengecut, pacaran adalah alternatif untuk coba-coba. Kalo nggak cocok kan bisa bilang goodbye. Celakanya, kalo sampe dicobain luar-dalam, wah? Cowok or cewek yang begitu ketahun banget niat jeleknya. Ih, jangan sampe deh kamu juga begitu rupa.
Lagian, kalo alasannya adalah untuk mengetahui info tentang doi, tanya aja sama temannya yang yang emang udah akrab dan bisa dipercaya, atau bisa juga kepada keluarganya. Beres kan? Nggak sulit kok. Alasan teman kamu yang model begini bisa kita mentahkan. Buktinya banyak juga pasangan yang tidak melalui proses pacaran, malah bahagia-bahagia aja tuh dalam rumah-tangganya.

Sobat, bagi kamu yang laki, pacaran juga bisa nguras dompet kamu, lho. Dan tentu bagi yang cewek ketiban rejeki nomplok; dijajanin, main ke tempat hiburan, dibeliin baju, dan seabrek "gula-gula" lainnya. Soalnya, malu dong kalo kebetulan ketemu sama teman lain, pas kamu lagi jalan sama pacar terus diledekin dengan plesetan syair lagu Iwan Fals: "jalan berdampingan tak pernah jajan-jajan"
Ya, ini namanya cinta terpadu alias terpaksa pakai duit. Fakta ini jadi klop dengan tulisan-tulisan yang suka nemplok di pantat truk, "Senyummu merobek kantongku!" (copeeet kali)

Sikap kita
Kawan, bagi kamu yang masih aktif pacaran, segera melakukan pembenahan; putusin aja pacar kamu. Pelajari Islam. Yakinlah, Allah pasti akan memberikan yang terbaik buat kamu. Nggak usah ragu, jodoh di tangan Allah, bukan di tangan hansip (maksudnya kalo kamu kepergok lagi "begituan" sama hansip).
Bagi kamu yang belum terjun ke dalam aktivitas ini, hindari segala peluang yang bakal menyeret kamu ke dalam pergaulan bebas ini. Pelajari Islam, sering hadir di majlis taklim, pengajian sekolah dan bertemanlah dengan anak-anak sholeh di sekolah dan lingkungan tempat tinggalmu. Insya Allah itu bakal meredam keinginan kamu terhadap aktivitas gaul bebas yang emang berbahaya itu. Firman Allah Swt: "Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." (QS an-Nûr [24]: 30).

Sobat, pacaran adalah salah satu pemenuhan yang salah dari naluri mempertahankan jenis. Sebab, pemenuhan dan penyaluran yang sah menurut Islam adalah dengan menikah. Sabda Rasulullah saw.: "Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kamu memiliki kemampuan untuk menikah, maka nikahlah, sebab nikah itu dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan; tetapi barangsiapa belum mampu, maka hendaknya ia berpuasa, sebab puasa itu baginya merupakan pelindung" (HR Bukhari)

Allah juga menegaskan dalam firman-Nya: "Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri) nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya." (QS an-Nûr [24]: 33) Jadi, alasan-alasan kamu yang menjalani aktivitas pacaran semuanya tertolak secara logika, apalagi hukum Islam. Alasan-alasan tersebut hanyalah justifikasi alias pembenaran terhadap maraknya perilaku seks bebas di kalangan remaja. Padahal semua itu dilarang dalam ajaran Islam. Sebab, kita hanya hidup dengan Islam, dan hidup hanya untuk Islam.
 
Yang jelas datangnya bukan dari sawah turun ke kali. Ide pacaran bisa diemban siapa saja, mulai dari ABG sampai kepada orang tua pun bisa mengusungnya, meskipun bentuk dan implementasinya beda satu sama lain. Pacaran atau bahasa kerennya free sex, atau seks haram tidak dikehendaki oleh Islam. Namun kalau kita melihat ada sebagian yang masih menjujung tinggi nilai-nilai pacaran (baca : mengagumi), sebenarnya mereka salah dalam pengimplementasian cinta. Cinta, lima kata itu, memang kadang membuat dilema, betapa tidak karena cinta itulah akhirnya ABG atau siapa saja mulai siap memasuki dunia pacaran.

Cinta itu sendiri adanya pada diri manusia adalah natural/alamiah, merupakan pemberian dari Allah sebagai potensi kehidupan bagi manusia, yang merupakan perwujudan dari naluri manusia berupa naluri untuk meneruskan keturunan (gharizatul nau). Adanya cinta pada diri manusia tidak akan dihizab, sebab itu adalah qadha' (keputusan) Allah, orang ingin bercinta itu wajar/normal, sebab dalam dirinya memang ada naluri itu. Tapi yang akan dihizab oleh Allah adalah kemana si empunya naluri menggerakkan naluri dan kepada siapa diberikan cinta itu. Oleh sebab itu Islam sendiri sebagai dien yang fitrah bagi manusia, tidak melarang orang yang mempunyai cinta, tapi perwujudan dari cintanya itu yang akan diatur oleh Islam, dan aturan Islam oleh Allah, sendiri memang sudah pas untuk "porsi" manusia, sehingga syara' menetapkan aturan tertentu dalam mewujudkannya sehingga perbuatan seorang muslim diharapkan tidak menyimpang dari aturan syara. Jadi Islam tidak melarang cinta itu sendiri tapi perwujudan dari cinta itu yang diatur (dilarang dan dianjurkan).

Yang dialami oleh para pengusung ide pacaran itu adalah kesalahan dalam mewujudkan cinta itu. Dimana sebenarnya cinta yang merupakan alamiah pemberian dari Allah oleh pacarawan dan pacarawati diselewengkan, artinya pada orang yang pacaran itu ada unsur tidak wajar terjadi disitu, yaitu unsur paksaan, memaksakan cinta yang sebenarnya fitrah itu kepada seseorang yang dianggap dicintanya, meski sesungguhnya orang yang katanya dicintainya itu tidak dicintainya, akhirnya karena ada paksaan dari dirinya atau dari luar dirinya akhirnya cinta itu jadi ada tapi berupa paksaan, seperti pepatah jawa "tresno jalaran saka kulino" (cinta itu datang karena keseringan/paksaan)

Ketidakwajaran yang lain dari cintawan dan cintawati yang mewujudkan cintanya lewat pacaran adalah menjadikan orang yang dicintainya sebagai tujuan, sehingga apa saja yang terjadi dengan cinta adalah pacaran jawabannya. Orang yang sedang merasakan falling in love ditambah lagi first love cenderung mengindahkan sesuatu yang sebenarnya tidak indah, mengenakkan sesuatu yang kadang tidak enak, sehingga bisa saja taek kucing rasa coklat. Orang yang bercinta dan berwujud dalam pacaran akan cenderung buta "love is blind" ungkapan semacam itu sering muncul, apa yang terjadi selanjutnya adalah ATLANTA (aku terlanjut cinta), sehingga karena atlanta itulah, akhirnya rela diapa-apakan sama si pacarnya, buktinya ? banyak sekali buktinya. Yang terjadi sekarang adalah orang cenderung menyalahkan cinta itu sendiri, tapi pacaran itu sendiri masih mengalami kerancuan dalam definisi bahkan dilegemetasi seperti sinetron "PD" dan sinetron lainnya agar terasa pacaran itu diperoblehkan dalam Islam.

Ada yang mengambil pacaran sebagai jalan untuk mengenal lawan jenisnya yang entah nanti diteruskan dalam bentuk keluarga atau tidak, artinya bisa saja orang pacaran karena ingin menguji pacarnya apakah dia setia/ cinta atau tidak, lalu akhirnya terjadilah hamil diluar nikah. Kalau sudah begitu orang tua juga akhirnya kalang kabut, ada orang tua yang diam dengan pelecehan seksual tersebut, mungkin sebab malu, karena anak yang diharapkan bisa ikut membantu orang tua meringankan bebannya dengan tidak pacaran malah justru terjadi trouble maker semacam itu. Ada juga ortu yang karena takut akhirnya tidak melaporkan kejadian itu pada yang berwajib, takut diancam keluarga si pemerkosa atau takut justru nanti anaknya malah gila atau stres karena ada tekanan dari masyarakat. Ada juga ortu yang karena ketidaktahuan akhirnya membiarkan masalah itu terjadi begitu saja, kalaupun nantinya anaknya melahirkan dari hubungan seks haram itu ya tetap saja dibiarkan hidup tanpa ada resiko sama sekali tentang hukuman yang bakal diterima si pezina, nah yang seperti ini diidap oleh ibunya Dini yang diperankan Lydia Kandow.

Apa Alasan Remaja Berpacaran?

Sebut saja Rendy, anak laki juragan kambing yang tinggal di perumahan elit kota ini. Wajahnya cool,badannya tegap dan berotot. Dengan penampilannya seperti ini, Rendy jadi idola di sekolahan. Jangan heran kalo pesonanya itu bisa membuat puluhan anak cewek merasa kudu bersaing untuk mendapatkan cintanya.
Cinta dari seorang pria yang nyaris sempurna. Tentu,kalo kesempurnaan manusia hanya diukur dari bentuk luarnya; tubuh, wajah, dan pakaian yang membalut kulitnya. Tampang Rendy memang oke. Dengan kata lain, cowok putih manis ini punya semacam bargaining power(cieee..), untuk bisa pasang pesona. Artinya, nggak malu-maluin kalo berlomba untuk jual pesona dengan anak cowok lain. Boleh dibilang, Rendy memiliki segalanya; wajah kece, bodi keren, pakaian oke punya, dan duitnya kayak nggak pernah abis. Lihat aja dompet doi tebel terus. Maklum, bokapnya tajir banget sebagai jurkam alias juragan kambing.

Seperti kebanyakan remaja lainnya, Rendy juga udah berani deket-deketan ama anak cewek. Maksudnya tentu bukan deket-deketan kayak lagi naik angkot, tapi doi udah berani nge-date. Nah, gebetan Rendy ternyata keren juga, Non. Lolita, nama anak gadis itu. Ia emang kesengsem berat ama Rendy. Pun sebaliknya, Rendy juga ngebet banget pengen jadian sama Lolita yang emang teman satu sekolahnya. Klop. Jadilah, dua insan lain jenis ini mengukir kisah cinta. Dengan latar belakang kehidupan yang nyaris kayak dalam cerita novel atawa sinetron, Rendy-Lolita jadi favorit di sekolah.
Akhirnya, atas keputusan beberapa orang teman sekolahnya, mereka dinobatkan sebagai pasangan paling romantis tahun ini. Pokoknya, kalo ada anak sekolah yang mau seru ama pasangannya, buatlah seperti contoh; Rendy-Lolita.Sampai suatu ketika, pasangan "favorit" ini bubar.

Apa sebab? Lolita hamil dan Rendy nggak mau bertanggungjawab. Lolita bingung, sebab ia harus memilih di antara dua pilihan sulit baginya; membesarkan anaknya dengan risiko putus sekolah dan menanggung rasa malu atau, melakukan aborsi dengan risiko bagi keselamatan dirinya dan untuk melakukan itu ia sudah tahu hukumnya, dosa. Akhirnya, setelah mikir beribu kali, Lolita memutuskan untuk mengaborsi makhluk kecil yang tak berdaya itu. Mungkin karena pertimbangan bahwa ia musti meneruskan sekolah dan biar nggak malu. Sementara Rendy, ternyata doi bukanlah tipe lelaki jentel. Buktinya, doi berlepas tangan, bahkan konon doilah yang membujuk Lolita supaya melakukan aborsi. Alasannya, doi kudu lulus sekolah, kudu bisa kuliah, dan yang pasti memang belum siap jadi ortu. Nah, lho.

Inilah satu kisah tragis akibat pacaran. Masih banyak kisah serupa yang berawal dari hubungan haram ini. Seperti yang udah banyak disinggung di buletin ini.Kita nggak pernah bosen untuk ngingetin, bahwa pacaran itu adalah pintu menuju zina. Hampir di setiap kesempatan kita juga mengkampanyekan, bahwa pacaran adalah perbuatan haram dan wajib dihindari oleh setiap orang yang merasa dirinya Muslim. Pacaran adalah sarana menuju seks bebas. Iya kan? Sebab pacaran sendiri adalah gaul bebas, maka biasanya ada hubungan yang sangat erat, dan nggak heran kalo kemudian
melakukan seks bebas. ih?

Hubungan Rendy-Lolita yang kelewat hot dalam kisah fiktif di atas akhirnya berbuah malapateka. Yang rugi keduanya dan kedua ortunya. Udah gitu, dampak sekunder akibat gaul bebas ini makin tambah runyam; aborsi,kekacauan nasab (garis keturunan), dan penyakit menular seksual. Ih, serem amat ya?
Sekadar tahu saja, korban-korban akibat seks bebas yang kena PMS ini sudah ada sejak dulu. Bahkan orang-orang top di jamannya; seperti gerombolan Columbus, Julius Caesar dan Cleopatra VII, Raja Charles V, Charles VII, Raja Henry VIII, lalu Edward VI, Peter Agung, Katarina Agung, hingga Benito Mussolini, Napoleon Bonaparte, dan Adolf Hitler adalah tokoh-tokoh dunia yang terkenal sebagai penderita penyakit kotor sipilis dan gonorhoe. Juga bisa ditunjuk hidung rombongan selebritis Hollywood macam Brad Davis, Rock Hudson, Fredy Mercury, Tony Richardson, dan Ian Charleson. Mereka koit dihantam AIDS.

Itu sebabnya, tradisi jahiliyah ini mesti digugat keberadaannya. Sudah saatnya budaya yang lahir dari peradaban rusak ini diboikot, bahkan seharusnya dihilangkan dari daftar pergaulan muda-muda Islam. Jangan sampe kejadian serupa menimpa adik-adik kita yang mulai beranjak remaja. Pokoknya harus dihilangkan dari benak remaja Islam.

Ya, untuk selamanya. Pacaran di mata remaja Banyak teman remaja yang kalo ditanya tentang alasan mereka berpacaran acapkali memberikan alasan seperti ini: pacaran bisa meningkatkan semangat belajar; pacaran diakui mampu menghilangkan kejenuhan alias bikin hidup lebih hidup; pacaran juga untuk mengetahui pribadi pasangan dari yang dicintainya supaya kalo jadi nikah nggak perlu ragu-ragu lagi; pacaran pun diyakini bisa membawa rejeki nomplok (ih, matre amat?); bahkan ada yang mengaku sekadar iseng doang. Alasan lainnya, ada yang mengakui bahwa pacaran adalah jalan terbaik untuk menemukan cinta sejati alias bisa memilah dan memilih siapa pasangan yang memang oke punya (emangnya sepatu?). Dan seabrek alasan lainnya.

Mari kita bahas alasan-alasan mereka. Pacaran bisa meningkatkan semangat belajar? Walah, kayaknya semut juga ketawa tuh kalo denger. Padahal kenyataan di lapangan sangat berbeda. Teori ama praktik bertolak belakang banget. Kalo emang pacaran bisa menambah semangat belajar, tapi kenapa banyak yang amburadul sekolahnya gara-gara menjalani aktivitas ini? Ingatannya sangat tajam kalo disuruh mengingat nama gacoannya, atau tentang kehidupan pasangannya, dan tentang beragam hal yang berkaitan dengan pasangannya. Tapi kalo ditanya tentang hukum gas ideal dalam pelajaran kimia langsung memantul sempurna alias kagak tahu. Tiap malam minggu selalu ada jadwal wakuncar alias waktu kunjung pacar. Lalu kapan mau belajarnya?

Apalagi di sampul bukunya ada foto yang ia sebut kekasihnya. Coba, maksud hati belajar, ternyata malah memandangi terus foto si dia. Di dinding kamarnya, bukannya dipenuhi dengan tulisan rumus-rumus fisika, matematika, atawa kimia yang emang bikin puyeng, tapi malah banyak ditempeli foto-foto pacarnya. Wah, gimana mau bisa belajar? Padahal, setahu penulis, banyak juga yang semangat belajarnya tinggi tanpa kudu menjalani pacaran. Sebaliknya, waktu sekolah dulu, ada teman penulis yang main api asmara, malah belajarnya tambah berantakan bin terbengkalai. Kalo soal rajin dateng ke sekolah emang bener. Tapi yakinlah, tujuan utamanya bukan untuk belajar, tapi cuma pengen ketemu si dia. Bener kan? Aduh, kayaknya ada yang mesem-mesem aja kena sindir nih.

Alasan lain, pacaran katanya bisa bikin fresh pikiran kita. Aduh biyung, kayaknya perlu diedit lagi alasan ini. Yakinlah, itu cuma mengada-ada aja. Buktinya, malah banyak teman remaja yang dibikin puyeng tujuh keliling gara-gara pacaran. Bisa jadi sama puyengnya bila disuruh menurunkan rumus E=mc2. Salah-salah malah ngeluarin pernyataan yang bikin ngakak seisi kelas, sebab doi menyatakan bahwa E=mc2 artinya Einstein mencret-mencret!

Coba aja, bagi teman remaja yang udah saling mengikat janji, rasa ingin memiliki selalu ada. Makanya, setiap pasangannya jauh, ia rindu. Belum lagi kalo pulang sekolah atawa les malam hari, ada perasaan kalo nggak dianterin, takut kenapa-kenapa. Pokoknya jadi beban deh. Padahal sebelum jadian, boro-boro punya pikiran begitu. Bener nggak? Jadi emang tambah bikin pusing seratus keliling.

Eh, temen remaja muslim, ada juga lho teman kamu yang pacaran dengan alasan untuk mengetahui kepribadiannya, supaya kalo jadian nikah nggak usah ragu en berabe lagi. Ya, siapa tahu, kali aja ada yang nyangkut satu untuk dijadikan istrinya nanti. Waduh, sepintas memang oke juga ya tujuannya? Tapi tetap aja alasan seperti ini nggak bisa dibenarkan. Kalo niatnya udah kuat untuk nikah, ngapain kudu pacaran segala? Sebab, kenyataannya banyak juga yang justru setelah berpacaran sekian tahun, malah bubar dengan alasan nggak ada kecocokan. Itu sih, bilang aja mau coba-coba. Lagipula, itu adalah wujud kepengecutan mereka, sebab, kalo udah nikah mungkin nggak bisa sembarangan mutusin. Makanya bagi mereka yang pengecut, pacaran adalah alternatif untuk coba-coba. Kalo nggak cocok kan bisa bilang goodbye. Celakanya, kalo sampe dicobain luar-dalam, wah? Cowok or cewek yang begitu ketahun banget niat jeleknya. Ih, jangan sampe deh kamu juga begitu rupa.
Lagian, kalo alasannya adalah untuk mengetahui info tentang doi, tanya aja sama temannya yang yang emang udah akrab dan bisa dipercaya, atau bisa juga kepada keluarganya. Beres kan? Nggak sulit kok. Alasan teman kamu yang model begini bisa kita mentahkan. Buktinya banyak juga pasangan yang tidak melalui proses pacaran, malah bahagia-bahagia aja tuh dalam rumah-tangganya.

Sobat, bagi kamu yang laki, pacaran juga bisa nguras dompet kamu, lho. Dan tentu bagi yang cewek ketiban rejeki nomplok; dijajanin, main ke tempat hiburan, dibeliin baju, dan seabrek "gula-gula" lainnya. Soalnya, malu dong kalo kebetulan ketemu sama teman lain, pas kamu lagi jalan sama pacar terus diledekin dengan plesetan syair lagu Iwan Fals: "jalan berdampingan tak pernah jajan-jajan"
Ya, ini namanya cinta terpadu alias terpaksa pakai duit. Fakta ini jadi klop dengan tulisan-tulisan yang suka nemplok di pantat truk, "Senyummu merobek kantongku!" (copeeet kali)

Sikap kita
Kawan, bagi kamu yang masih aktif pacaran, segera melakukan pembenahan; putusin aja pacar kamu. Pelajari Islam. Yakinlah, Allah pasti akan memberikan yang terbaik buat kamu. Nggak usah ragu, jodoh di tangan Allah, bukan di tangan hansip (maksudnya kalo kamu kepergok lagi "begituan" sama hansip).
Bagi kamu yang belum terjun ke dalam aktivitas ini, hindari segala peluang yang bakal menyeret kamu ke dalam pergaulan bebas ini. Pelajari Islam, sering hadir di majlis taklim, pengajian sekolah dan bertemanlah dengan anak-anak sholeh di sekolah dan lingkungan tempat tinggalmu. Insya Allah itu bakal meredam keinginan kamu terhadap aktivitas gaul bebas yang emang berbahaya itu. Firman Allah Swt: "Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." (QS an-Nûr [24]: 30).

Sobat, pacaran adalah salah satu pemenuhan yang salah dari naluri mempertahankan jenis. Sebab, pemenuhan dan penyaluran yang sah menurut Islam adalah dengan menikah. Sabda Rasulullah saw.: "Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kamu memiliki kemampuan untuk menikah, maka nikahlah, sebab nikah itu dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan; tetapi barangsiapa belum mampu, maka hendaknya ia berpuasa, sebab puasa itu baginya merupakan pelindung" (HR Bukhari)

Allah juga menegaskan dalam firman-Nya: "Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri) nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya." (QS an-Nûr [24]: 33) Jadi, alasan-alasan kamu yang menjalani aktivitas pacaran semuanya tertolak secara logika, apalagi hukum Islam. Alasan-alasan tersebut hanyalah justifikasi alias pembenaran terhadap maraknya perilaku seks bebas di kalangan remaja. Padahal semua itu dilarang dalam ajaran Islam. Sebab, kita hanya hidup dengan Islam, dan hidup hanya untuk Islam.
 
Masa remaja, saat tubuh dan jiwa kita mengalami perubahan yang kita juga kadang nggak ngrespon dan nggak ngerti. Dengan kata lain, saat kita mulai “trengginas” yaitu sudah mulai lihai untuk melirik-lirik lawan jenis. Saat kita merasa senang kalo lawan jenis kita nengok ke arah kita dan memainkan ekor matanya. Lalu....plasssss...jantung terasa berhenti sejenak. Itu artinya, energi cinta kamu sedang kenceng-kencengnya.
Maka jangan heran bila ada diantara kamu yang cowok suka caper. Berbagai cara sering dicoba dalam rangka pdkt sang gadis idaman hati. Perkara hasil? Nomor tujuh belas! Yang penting aktualisasi diri dulu. Meski boleh dibilang, cintanya itu “cinta monyet”.
Banyak teman remaja yang kalo ditanya tentang alasan mereka berpacaran acapkali memberikan alasan seperti ini: sekedar iseng aja; pacaran bisa meningkatkan semangat belajar; pacaran diakui mampu menghilangkan kejenuhan alias bikin hidup lebih hidup; pacaran pun diyakini bisa membawa rejeki nomplok (ihh, matre amat?). Dan ada yang karena malu di sebut “kampungan, kuper, kuno”. Ada juga yang karena takut disebut nggak normal, karena dalam anggapannya bila seorang sudah baligh harus punya pacar. Dan tidak sedikit yang beralasan bahwa pacaran baginya adalah sebagai sarana tukar pikiran, saling membantu, pendorong semangat, dan tempat menumpahkan kegundahan hati.
Memang, hampir bisa dipastikan banyak teman remaja yang melakoni aktivitas pacaran sebatas having fun aja. Kalo pun ada alasan lain, seperti bisa meningkatkan belajar, rasanya alasan ini munafiq banget dan kayaknya kodok pun juga ketawa tuh kalo denger. Kalo emang pacaran bisa menambah semangat belajar, tapi kenapa banyak yang amburadul sekolahnya gara-gara menjalani aktivitas ini? Dan banyak fakta kalo pacaran itu justru malah menghambat belajar. Rajin datang ke sekolah bukan berarti mau belajar lho. Bisa jadi cuma pengen ketemu gebetannya. Di kelas pun boleh jadi kerjaannya ngelamun tho’. Mikirin si doi.
Pokoknya, ingatannya sangat tajam kalo disuruh mengingat nama gacoannya atau tentang kehidupan pasangannya, dan tentang beragam hal yang berkaitan dengan gebetannya itu. Tapi kalo ditanya tentang hukum gas ideal dalam pelajaran kimia atau hukum Newton dalam pelajaran fisika langsung memantul sempurna alias kagak tahu. Bagaimana mau belajar, kalo tiap malam minggu selalu ada jadwal wakuncar alias waktu kunjung pacar. Apalagi foto doi bukan cuma mejeng di dalam dompet bareng duit receh, tapi juga di meja belajar lengkap dengan figura, di sampul buku, dan didinding kamar. Coba, maksud hati mau belajar, ternyata malah memandangi terus foto si dia. Bukannya dipenuhi dengan rumus-rumus fisika, matematika, atau kimia yang emang bikin puyeng nggak karuan, tapi malah banyak ditempeli foto pacarnya. Wah ghimana mau belajar? Padahal, banyak juga yang semangat belajarnya tinggi tanpa kudu menjalani pacaran.
Alasan lain, pacaran katanya bisa bikin fresh pikiran kita. Aduh biyung, kayaknya perlu diedit lagi lagi dech alasan ini. Yakinlah, itu cuma mengada-ada. Buktinya, malah banyak teman remaja yang dibikin puyeng tujuh keliling gara-gara pacaran. Bisa jadi sama puyengnya bila disuruh menurunkan rumus E = mc2. Salah-salah malah ngeluarin pernyataan yang bikin ngakak seisi kelas, sebab doi menyatakan nahwa E = mc2 artinya Einstein mencret-mencret! Walah?
Eh, temen remaja muslim, ada juga lho teman kamu yang pacaran dengan alasan yang nampaknya lebih berbobot yaitu untuk pengenalan kepribadian antara dua insan yang saling jatuh cinta dengan di landasi sikap saling percaya agar kalau nanti jadi menikah sudah saling memahami watak masing-masing. Itupun kalau jadi. Ya, siapa tahu, kali aja yang nyangkut satu untuk dijadikan istrinya nanti. Kalo niatnya udah kuat untuk nikah, ngapain kudu pacaran segala? Sebab, kenyataannya banyak juga yang justru setelah berpacaran sekian tahun, malah bubar dengan alasan nggak ada kecocokan. Itu sih, bilang aja mau coba-coba. Lagipula, itu adalah wujud kepengecutan mereka, sebab, kalo udah nikah mungkin nggak bisa sembarangan mutusin. Makanya bagi mereka yang pengecut, pacaran adalah alternatif untuk coba-coba. Kalo nggak cocok kan bisa bilang goodbye.
Lagian, kalo alasannya adalah untuk mengetahui info tentang doi, tanya aja sama temannya yang emang udah akrab dan bisa dipercaya, atau bisa juga kepada keluarganya. Beres kan? Nggak sulit kok.
Runyamnya, sebagian besar orang tua dan masyarakat memandang pacaran sebagai hal wajar dilakukan oleh anak muda. Yang pada akhirnya pandangan itu semakin mendukung tegarnya kebiasaan berpacaran.


Sebelum pacaran, antara seorang laki-laki dan seorang wanita tentu terjadi pertemuan. Bisa di sekolah, di kampus, di pesta, di kendaraan umum, di bioskop ataupun di tempat-tempat yang di situ laki-laki dan wanita bercampur baur. Pada kondisi yang memancing syahwat inilah keduanya saling berkenalan. Ada yang melalui parantara teman, atau dari inisiatif sendiri yang biasanya muncul dari pihak laki-laki. Hasrat untuk berkenalan ini begitu menggebu dan di rasakan sebagai suatu sifat yang menjadikan keduanya merasakan suatu getaran yang aneh. Dengan adanya sifat itu komunikasi tanpa kata pun berjalan dengan lancar, meskipun isyarat yang paling lemah sekalipun. Semuanya akan tercermin dalam sorotan mata, mimik wajah dan berbagai ungkapan lainnya. Sifat lahiriyah (biasanya wajah) tentu merupakan standart penilaian pertama. Bila oke, senyum pun mengiringi, lalu tertegun, akhirnya jantung pun menggelora menggebu-gebu.
Selanjutnya terjadi pengungkapan diri dan perjanjian untuk saling pacaran dengan berbagai gaya. Bila keduanya merasa cocok mulailah perjanjian itu—tanpa ada permintaan—terlebih dahulu dari sang laki-laki kepada orang tua atau wali si wanita untuk menikahinya. Secara otomatis, perjanjian ini merupakan kesepakatan sekaligus izin untuk saling mengunjungi. Istilah ngtrennya apel, pacaran, malam mingguan dan wakuncar.
Sejak itulah mereka menumpahkan isi hati masing-masing. Persoalanku adalah persoalannya, senangku adalah senangnya, hatiku adalah hatinya, bahkan jiwaku adalah jiwanya, (utangku..... ?). Di sini keramahan dan kemanisan ditawarkan dan ditampilkan oleh kedua belah pihak. Chieeeeee!
Pengungkapan diri dan pertalian yang begitu menyimpul telah berhasil mengikat pertautan jiwa keduanya. Hal ini menjadikan masing-masing pihak merasa saling tergantung dalam memenuhi kebutuhan di antara mereka. Kalau sudah begini, mulailah pembuktian cinta yang di janjikan. Bentuknya bisa dari bertemu kerumah, berjalan berduaan dengan mesra, bergandengan dan berpegangan tangan, berciuman, bahkan bisa sampai berzina (hubungan suami istri). Masing-masing pihak merasa sangat sulit menolak keinginan (baca: hawa nafsu) pihak lainnya, karena khawatir sebagai wujud ketidaksetiaan dan ketidakcintaan yang dapat berunjung pada pemutusan hubungan. Jika sudah sampai pada titik ini, pacaran akan terpenuhi pada pelampiasan hawa nafsu syahwat kedua belah belah pihak, baik dari pihak laki-laki maupun dari pihak wanita. Itulah fakta pacaran, dalam hal ini saya tidak bermaksud untuk mengajari bagaimana pacaran itu, tapi sekedar mengungkapkan fakta pacaran.
Dengan demikain, apapun dalihnya, pacaran itu tidak lebih dari saling memadu kasih antara seorang laki-laki dengan seorang wanita mulai dari saling mengunjungi, berjalan berduaan, nonton bersama, mojok, ciuman pipi, ciuman bibir, bahkan bisa sampai melakukan perzinahan, pokoknya dugem (dunia gemerlap) dech. Nafsu bukan lagi sekedar bumbu pacaran, melainkan pacaran merupakan pelampiasan nafsu syahwat. Astaghfirullah!


Banyak remaja melakoni aktivitas ini bukan berarti tanpa untung rugi lho. Mereka malah sadar kalo aktivitas pacaran itu justru berpotensi untuk untung dan sekaligus rugi. Apa untungnya pacaran? Biasanya kita bisa berbagi, curhat, ada yang merhati’in, ada yang nganter, ada yang bisa diajak sharing dan sebagainya yang enak-enak dech. Soalnya tentrem banget kalo ada orang yang bisa kita jadikan tempat untuk mengadu dan curhat, bahkan bahu untuk bersandar saat kita menangis (chieeeeee...). Terus seneng banget kalo ada yang memompa semangat saat lagi putus asa tentunya (kayak pompa listrik LG aja).
Sedihya pacaran adalah, setiap kesalahan seorang cewek biasanya dilimpahkan kecowok ditambah seringkali sicewek nggak ngerti kemauan si cowok. Kalo rugi secara materi biasanya emang anak cowok yang kebanyakan nanggung. Ada yang menanggung rugi selain materi? Ada juga lho, yang secara perasaan. Biasanya sering dialami anak cewek, Misalnya lost pride sebab doi udah banyak tahu jeleknya si cewek.
Boros duit, dan juga hilang harga diri adalah contoh kasus ruginya pacaran. Bayangkan, kalo sekali jalan-jalan kamu ngabisin duit 50 ribu 100 ribu. Itu namanya pacaran berat diongkos. Boleh dibilang itu namanya cinta terpadu, alias terpaksa pakai duit. Fakta ini jadi klop dengan tulisan-tulisan yang suka nemplok ditruk, “senyummu merobek kantongku!” (chopeeeeet kali). Bener lho. Maklum, namanya juga yang dipacari orang. Jadi wajar kalo pengen ini dan itu. Lha iya, jalan-jalan kan harus pake duit. Pacar kamu juga bakalan jaga gengsi donk, masa’ jalan gandengan tak pernah jajan-jajan? Laper donk. Nah kalo pengen duit tetep utuh, barangkali pacarannya sama boneka poppy ajha. Doi pasti nggak banyak nuntut (he...he...he...), malah lho sendiri yang untung.
Kalo ditimang-timang lagi, pacaran itu lebih banyak ruginya ketimbang untungnya. Duit ludes, harga diri jatuh, nggak bebas berbuat sesuatu karena harus selalu tampil sempurna di depan si dia. Wah, banyak deh. Lagi pula, definisi untungnya tergantung pada siapa yang merasakannya. Tul nggak? Itu sih kayaknya dibuat-buat aja. Biar aktivitas baku syahwat ini dibilang legal. Ada-ada saja!


Sekedar kita tahu dan faham fakta pacaran, maka sekarang akan kita lihat bagaimana konsep islam dalam mengatur hubungan laki-laki dan wanita. Dengan tinjauan ini diharapkan akan terambil suatu kesimpulan tentang aktifitas pacaran yang sedang kita bahas.
Beberapa konsep Islam tentang pergaulan laki-laki dan perempuan adalah sebagai berikut :
1. Menundukkan pandangan, tidak melihat aurat orang lain, dan memelihara kemaluan dari berzina (lihat QS. An-Nuur 30).
2. Baik laki-laki maupun wanita harus betul-betul bertaqwa kepada Allah SWT (lihat QS An-Nisaa’ 9 dan Al-Ahzab 55)
3. Menjauhkan diri dari tempat-tempat syubhat (yang meragukan status hukumnya), agar tidak jatuh dalam kemaksiatan, seperti tercantum banyak hadits.
4. Untuk mereka yang belum sanggup nikah harus selalu memelihara diri dari perbuatan dosa (lihat QS An-Nuur 33).
5. Tidak melakukan Khalwat, yaitu bersepi-sepian (berduaan saja) antara seorang laki-laki dan seorang wanita .
Sebagaimana sabda rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad :
Tidak boleh seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang wanita, kecuali disertai muhrim si wanita itu!.
6. tidak mendekati zina.
Dan jangan kalian mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah perbuatan keji dan seburuk-buruknya jalan.(QS. Al-Isra’ 32)
Ibnu katsir dalam tafsirnya menyebutkan bahwa ayat ini merupakan larangan Allah SWT pada hamba-Nya yang melakukan zina, hal-hal yang mendekati pada zina, melakukan perbuatan pendahuluan zina dan propaganda untuk berzina (tafsir Ibnu Katsir,III, hal 50 ). Larangan ini berarti mencakup larangan saling berpandangan dengan syahwat, berduaan, bergandengan tangan, mencium, mojok, dan saling merayu antara lain jenis yang bukan suami istri.
7. Tidak bersuara mendesah yang merangsang (lihat QS Al-Ahzab 32)
Dari hal-hal di atas, nampak apa yang dilakukan dalam pacaran–memandang dengan syahwat, berkhalwat, berpegangan tangan, bermesraan dan seterusnya–bertentangan dengan aturan-aturan Islam. Dengan kata lain hukum pacaran adalah haram.
Jadi, di dalam Islam tidak ada tempat bagi pacaran. Semua jenis pacaran tidak ada yang sesuai dengan Islam sehingga tidak ada istilah “pacaran Islami”, sebagaimana tidak ada istilah “Daging Babi Islami”


Adanya kecenderungan saling mencintai lawan jenis adalah wajar dan normal, tetapi apabila dilampiaskan dengan cara yang salah, inilah yang tidak normal. Normal dan wajar, karena manusia memang mempunyai naluri untuk mempertahankan kelestarian jenis (gharizah nawu’) yang salah satu perwujudannya adalah keinginan untuk melakukan hubungan lawan jenis. Sedangkan yang namanya naluri, jika tidak dipuaskan dapat menimbulkan kegoncangan jiwa dan kegelisahan. Hanya saja, kegelisan ini akan sirna jika rangsangan yang membangkitkan naluri ini hilang. Untuk itulah, Islam telah memberikan solusi terhadap masalah tersebut, terutama bagi laki-laki dan wanita yang belum menikah, agar selamat dari kemaksiatan.
Dalam hal ini cinta pemuda-pemudi itu masih harus dipertanyakan! Benarkah itu semua cinta sejati, kekasih sejati? Rasanya kudu kita renungkan kembali. Sebab, nggak sedikit di antara pasangan-pasangan yang katanya cocok luar-dalem itu harus mengakhiri petualangannya karena merasa bosan atau emang karena ada cinta lain di hatinya. Itukah cinta sejati dan kekasih sejati? Bukan shobat. Apalagi aktivitas pacaran emang dilarang dalam Islam. Kenapa? Karena itu adalah perbuatan maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Lalu yang bagaimana cinta sejati kita, dan siapa kekasih sejati kita? Iman Hasan al-Basry berkata: “Siapa yang mengetahui Rabb-nya, maka dia akan mencintai-Nya, dan siapa yang mencintai selain Allah, itu disebabkan karena kebodohan dan keterbatasannya dalam mengetahui Allah.”Lebih lanjut Imam Hasan al-Basry menyatakan bahwa mencintai Rasul-Nya tidak akan muncul kecuali dari cinta kepada Allah. Dengan kata lain, cinta sejati kita kudu diberikan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Allah Swt. Dengan kemurahan hati, kasih sayang, dan cinta-Nya kepada kita, Dia memberikan segalanya bagi kita; kehidupan (udara yang kita hirup tiap hari yang jika kita tidak menghirupnya maka kita akan mati), kesenangan, kebahagiaan, termasuk rasa cinta kepada lawan jenis. Semuanya Allah berikan tanpa kita kudu membayar sepeser pun. Pokonya gratis. Tinggal bagaimana kita bersyukur atas nikmat yang begitu banyak diberikan kepada kita. Firman Allah Swt:
“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS. An-Nahl 18).
Tentu saja, ini berbeda banget dengan cinta kita kepada makhluk-Nya. Dengan kata lian, kalo makhluk-Nya suka pilih-pilih dalam mencintai seseorang, maka Allah tidak pernah begitu, siapapuntermasuk orang kafir sekalipunAllah akan berikan rizki, dan itu merupakan wujud cinta Allah kepada makhlu-makhluk-Nya. Tinggal bagaimana kita sebagai makhluk-makhluk-Nya harus pandai bersyukur atas nikmat yang telah diberikan-Nya. Bagi kita, yang memang beriman kepada Allah, tentu saja, kta harus lebih mencintai Allah ketimbang yang lain. Firman Allah Swt:
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.”(QS Al-Baqarah 165).
Jadi cinta sejati kita adalah cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Kekasih sejati kita adalah jelas Allah dan Rasul-Nya.
Bagi kamu yang belum terjun ke dalam aktivitas ini, hindari segala peluang yang bakal menyeret kamu ke dalam pergaulan bebas ini. Pelajari Islam, sering hadir di majlis taklim, pengajian sekolah dan bertemanlah dengan anak-anak sholeh di sekolah dan lingkungan tempat tinggalmu. Insya Allah itu bakal meredam keinginan berbahaya itu.
Solusi masalah ini sebetulnya tidak hanya ditujukan kepada individu–individu, tapi juga ditujukan kepada masyarakat dan pihak penguasa. Sehingga solusi ini perlu dilakukan dari tiga sisi. Pertama, dari sisi ketaqwaan individu, kedua, kontrol sosial dari lingkungan masyarakat, dan yang ketiga, dari pihak penguasa/penentu kebijaksanaan.
Namun, paling tidak ada ada dua hal yang dapat dilaksanakan :
1. Tindakan preventif dan pembentengan
a. Setiap individu berusaha meningkatkan ketaqwaan dan keimanannya serta harus terikat dengan aturan-aturan pergaulan Islami demi kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat (lihat QS Al-Hasyr 7).
b. Menjauhkan diri dari rangsangan-rangsangan yang menimbulkan gejolak seksual, seperti mendengarkan lagu-lagu porno, membaca buku-buku/novel bernada cinta dan pergaulan bebas, menonton film hot, berkhayal yang bukan- bukan, dsb.
c. Bagi yang belum mampu menikah, perbanyaklah shaum/puasa (lihat HR. Bukhari-Muslim)
d. Secara individual menambah beban aktifitas yang bermanfaat. “Nafsu itu seperti keledai yang binal.” kata Imam Ghazali, “apabila diberi beban yang berat niscaya jinak juga.”
e. Memenuhi hidup yang islami. Masyarakat dan penguasa bersama-sama sekuat tenaga menghilangkan segala sesuatu yang merupakan perangsang gejolak seksual, seperti tayangan-tayangan porno, film-film porno, dan busana-busana porno (you can see).
2. Menikah
Satu-satunya cara untuk memuaskan nafsu syahwat yang benar menurut Islam adalah nikah. Bukan berzina (dengan WTS atau pacar misalnya), kumpul kebo, pacaran, free sex, homo/lesbi, ataupun nikah mut’ah (kawin kontrak), karena semuanya itu haram hukumnya menurut Islam.

Banyak sekali hadits dan ayat Al Qur’an yang menganjurkan pernikahan. Satu diantaranya:
“Wahai sekalian pemuda, barang siapa yang mempunyai bekal untuk menikah, nikahlah, karena sesungguhnya menikah itu dapat memejamkan mata dan memelihara kemaluan. Dan barang siapa yang belum mampu, maka berpuasalah, karena berpuasa itu merupakan benteng baginya”(HR Bukhari–Muslim).
“Hai pemuda-pemuda, barang siapa yang mampu diantara kamu serta berkeinginan hendak nikah, hendaklah dia nikah. Karena sesungguhnya pernikahan itu akan memejamkan mata terrhadap oang yang tidak halal dilihatnya, dan akan memeliharanya dari godaan syahwat. Dan barangsiapa yang tidak mampu nikah hendaklah dia berpuasa, karena dengan puasa hawa nafsunya terhadap perempuan akan berkurang.”(Riwayat jama’ah ahli hadits).
Biasanya, sebelum nikah terlebih dahulu ada khitbah. Menurut syekh sayyid sabid. “khitbah itu merupakan permintaan seorang laki-laki untuk menikahi seorang wanita dengan cara yang dikenal di tengah masyarakat.” (lihat Fiqih As Sunnah jilid II,hal 20). Laki-laki yang mengkhitbah seorang wanita menunjukkan adanya kesungguhan untuk menikahi wanita tersebut. Permintaan ini di tujukannya kepada wali si wanita. Jadi, diketahui apabila ia menyerahkan keputusannya kepada walinya. Atau wali si wanita setelah ia meminta persetujuan si wanita tersebut.
Allah mensyari’atkan khitbah sebelum di langsungkan akad nikah agar keduanya saling mengenal dan memulai rumah tangga dengan yakin akan keadaan masing-masing (lihat Fiqih As Sunnah, II, hal 20). Jadi, pada masa khitbah inilah tempat untuk saling memahami karakteristik masing-masing. Satu hal yang penting diingat, walaupun sudah khitbah, aturan-aturan pergaulan harus tetap dilaksanakan. Rentang waktu dari khitbah sampai menikah tidak ditetapkan secara tegas dalam Al qur’an dan sunnah, tetapi sebaiknya secepat mungkin.
Dengan dua konsep Islam di atas, insya Allah naluri mempertahankan jenis keturunan yang salah satu perwujudannya adalah keinginan terhadap lawan jenis dapat kita tundukkan atau kita salurkan sesuai dangan saluran yang telah dihalalkan oleh Allah SWT, Wallahu A’lam.

 Freudisme dan pacaran
“libido/seksual merupakan tenaga pendorong kehidupan”, demikian bunyi falsafah sigmund Frend yang dikenal dengan faham Freudisme itu. Lebih jauh lagi, falsafah/buah pikiran yahudi tulen tersebut menggambarkan bahwa problem utama manusia adalah seks. Segala sesuatu pasti berpangkal dari masalah seks. Oleh karena itu, ketika masalah seksual ini muncul, maka mau tidak mau harus dipenuhi dan di lampiaskan. Bila tidak, maka akan terjadi kerusakan pada diri manusia.
para penganut setia teori tersebut tidak segan-segan membolehkan bahkan mempropagandakan hal-hal yang berbau seksual seperti film ‘panas’, lagu-lagu yang merangsang, pacaran, lokalisasi WTS, bahkan free–seks. Dimana semua ini dilakukan dalam rangka memenuhi pangkal masalah manusia–menurut mereka– yaitu seks. “seks Is the first!” berdasarkan pemikiran seperti ini, pacaran dianggap sesuatu hal yang normal karena sarana pemenuhan kebutuhan seks.

 Ghorizah (naluri)
seorang ulama’ sekaligus pemikir islam, Syekh Taqiyyuddin An–Nabani, dalam buku An–Nizhomul Ijtima’i fiil islam menyebutkan bahwa manusia memiliki dua potensi kehidupan (thoqoh hayawiyah). Potensi kehidupan itu terdiri dari hajatul ‘Udlowiyah (kebutuhan jasmani) dan ghorizah (naluri). Kebutuhan jasmani ini seperti makan, minum, bernafas dan sebagainya. Sedangkan ghorizah ada tiga macam. Pertama, naluri untuk mempertahankan keabadian (ghorizah baqa’) yang ditampakkan suka kekuasaan, takut, senang memiliki sesuatu dsb. Kedua, naluri untuk beragama (ghorizah tadayyun) yang ditampilkan berupa kecenderungan mengagungkan, menghormati dan mensucikan sesuatu. Dan ketiga, naluri untuk mempertahankan kelestarian jenis (Gharizah nawu’) yang di tampakkan dengan rasa cinta kepada anak dan orang tua, menyukai lawan jenis, ingin memiliki keturunan, menyukai sesuatu barang atau apapun dsb.
Di dalam buku mafahim Islamiyah, muhammad Husain Abdullah menjelaskan ada dua perbedaan pokok antara hajatul ‘udlowiyah dan ghorizah. Perbedaan pertama, pemenuhan kebutuhan jasmani merupakan suatu keharusan yang jika tidak di penuhi akan menyebabkan kerusakan dan kebinasaan manusia. misalnya bila seseorang lapar tetapi dia tidak mau makan selama berhari-hari niscaya ia akan lemas atau terkena penyakit maaq, atau bahkan meninggal dunia. Sedangkan, pemuas naluri (ghorizah) tidak merupakan suatu keharusan saat itu juga dan tidak dipuaskannya ghorizah tidak akan menyebabkan kerusakan atau kebinasaan, tetapi hanya akan menimbulkan goncangan sesaat yang akan hilang setelah rangsangannya hilang. Misalnya, suami-istri yang ingin punya anak, tetapi tidak dikarunai seorang anak akibat salah satu atau keduanya mandul, tidak akan menyebabkan suami-istri tersebut sakit atau gila ataupun meninggal (kecuali jika tidak bersabar).
Perbedaan kedua, rangsangan kebutuhan jasmani berasal dari dalam diri manusia, sedangkan rangsangan untuk naluri berasal dari luar diri manusia. contoh untuk kebutuhan jasmani: seseorang yang terlalu lama tidak minum, niscaya akan haus sekalipun dihadapannya tidak ada minuman. Sedangkan naluri (ghorizah) tidak akan menutup pemuasan apabila tidak ada rangsangan dari luar. Contohnya, seseorang baru akan terbangkitkan keinginannya untuk berhubungan lawan jenis apabila ia melihat film porno, gambar yang menggiurkan, wanita yang berpakaian minim, memikirkan hal-hal yang berbau seks, dan rangsangan lainnya. Oleh karena itu, agar ghorizah nawu’ tidak akan muncul (bukan hilang) perlu dilakukan penekanan dengan cara menghilangkan dan mejauhkan rangsangan-rangsangan baik berupa barang, perbuatan merangsang, dan apapun yang membuat pikiran ngeres. Dan apabila ghorizah nawu’ ini muncul minta dipenuhi, lalu tidak dipenuhi karena tidak dapat memenuhinya dengan cara yang halal misalnya, niscaya akan menimbulkan kegoncangan sesaat tanpa menyebabkan kerusakan, penyakit jiwa ataupun kematian. Jadi faham freudisme itu salah dan sangat tidak tepat. Wallaahu a’lam bish shawab.
Nah sobat muda, hati-hati dengan pacaran. Karena itu merupakan peluang mendekati zina. Nuansacinta yang indah itu bakal berubah saat kamu nekat untuk melakukan opening move dengan pasangan kamu. Bisa gawat itu. Jadi bohong besar kalo aktivitas pacaran itu bisa dikendalikan. Boleh jadi ada yang berkomentar, “Ih, itukan tergantung orangnya?” Bisa jadi. Tapi nggak selalu, lho. Sekuat-kuatnya iman, tetap akan ambruk juga, non. Karena rasa cinta plus kebutuhan akan kasih sayang dan perhatian akan selalu menghinggapi manusia selagi masih hidup. Seperti halnya hawa nafsu itu jadi gias, alias nggak jelas.
Bener. Nngak ada yang ngejamin kamu atau pacar kamu bisa jaga diri alias tahan godaan syaithan ketika lagi asyik berduaan. Apalagi di tengah maraknya kampanye gaul bebas melelui media massa (koran) dan tayangan televisi. Awalnya mungkin cuma nonton bareng, makan bareng, pegangan tangan, berpelukaaaaan kayak teletubbies, sampai teler abis. Udah ghitu, wallahua’lam. And, kalo kamu udah lengket banget ama si doi (kayak lem aja), kamu akan ngerasa berat banget untuk menolak ‘aksi gerilya’ tangan pacar kamu yang bisa berujung kamu nggak gadis lagi. Iiih, syerem...! jangan sampai dech.
Jadi, meski banyak yang membela diri kalo pacaran yang dilakukannya anti–zina. Tapi yakinlah bahwa itu cuma omongan belaka, dan tentunya tetap maksiat donk. Dosa. Inilah sisi gelap pacaran. Bukti sudah banyak kalo pacaran adalah jalan menuju z–i–n–a. Jadi, tinggalkan pacaran dan fokuskan belajar. Tul ngga’k?
Bicara tentang perilaku seks remaja yang kian menggila ini tak cukup cuma di seminar, tulisan-tulisan, pesan-pesan moral, dan nasihat belaka yang sifatnya normatif. Bukan hanya itu, dan memang tidak cukup hanya dengan itu. Kenapa? Karena kondisi masyarakat yang amburadul ini lebih disebabkan karena kegagalan sistem kehidupan yang mengaturnya. Khusus masalah perilaku seks remaja ini, ternyata bila kita telusuri penyebabnya adalah karena dalam sistem kehidupan Kapitalisme diberlakukan kebebasan bertingkah laku.
 
Masa remaja, saat tubuh dan jiwa kita mengalami perubahan yang kita juga kadang nggak ngrespon dan nggak ngerti. Dengan kata lain, saat kita mulai “trengginas” yaitu sudah mulai lihai untuk melirik-lirik lawan jenis. Saat kita merasa senang kalo lawan jenis kita nengok ke arah kita dan memainkan ekor matanya. Lalu....plasssss...jantung terasa berhenti sejenak. Itu artinya, energi cinta kamu sedang kenceng-kencengnya.
Maka jangan heran bila ada diantara kamu yang cowok suka caper. Berbagai cara sering dicoba dalam rangka pdkt sang gadis idaman hati. Perkara hasil? Nomor tujuh belas! Yang penting aktualisasi diri dulu. Meski boleh dibilang, cintanya itu “cinta monyet”.
Banyak teman remaja yang kalo ditanya tentang alasan mereka berpacaran acapkali memberikan alasan seperti ini: sekedar iseng aja; pacaran bisa meningkatkan semangat belajar; pacaran diakui mampu menghilangkan kejenuhan alias bikin hidup lebih hidup; pacaran pun diyakini bisa membawa rejeki nomplok (ihh, matre amat?). Dan ada yang karena malu di sebut “kampungan, kuper, kuno”. Ada juga yang karena takut disebut nggak normal, karena dalam anggapannya bila seorang sudah baligh harus punya pacar. Dan tidak sedikit yang beralasan bahwa pacaran baginya adalah sebagai sarana tukar pikiran, saling membantu, pendorong semangat, dan tempat menumpahkan kegundahan hati.
Memang, hampir bisa dipastikan banyak teman remaja yang melakoni aktivitas pacaran sebatas having fun aja. Kalo pun ada alasan lain, seperti bisa meningkatkan belajar, rasanya alasan ini munafiq banget dan kayaknya kodok pun juga ketawa tuh kalo denger. Kalo emang pacaran bisa menambah semangat belajar, tapi kenapa banyak yang amburadul sekolahnya gara-gara menjalani aktivitas ini? Dan banyak fakta kalo pacaran itu justru malah menghambat belajar. Rajin datang ke sekolah bukan berarti mau belajar lho. Bisa jadi cuma pengen ketemu gebetannya. Di kelas pun boleh jadi kerjaannya ngelamun tho’. Mikirin si doi.
Pokoknya, ingatannya sangat tajam kalo disuruh mengingat nama gacoannya atau tentang kehidupan pasangannya, dan tentang beragam hal yang berkaitan dengan gebetannya itu. Tapi kalo ditanya tentang hukum gas ideal dalam pelajaran kimia atau hukum Newton dalam pelajaran fisika langsung memantul sempurna alias kagak tahu. Bagaimana mau belajar, kalo tiap malam minggu selalu ada jadwal wakuncar alias waktu kunjung pacar. Apalagi foto doi bukan cuma mejeng di dalam dompet bareng duit receh, tapi juga di meja belajar lengkap dengan figura, di sampul buku, dan didinding kamar. Coba, maksud hati mau belajar, ternyata malah memandangi terus foto si dia. Bukannya dipenuhi dengan rumus-rumus fisika, matematika, atau kimia yang emang bikin puyeng nggak karuan, tapi malah banyak ditempeli foto pacarnya. Wah ghimana mau belajar? Padahal, banyak juga yang semangat belajarnya tinggi tanpa kudu menjalani pacaran.
Alasan lain, pacaran katanya bisa bikin fresh pikiran kita. Aduh biyung, kayaknya perlu diedit lagi lagi dech alasan ini. Yakinlah, itu cuma mengada-ada. Buktinya, malah banyak teman remaja yang dibikin puyeng tujuh keliling gara-gara pacaran. Bisa jadi sama puyengnya bila disuruh menurunkan rumus E = mc2. Salah-salah malah ngeluarin pernyataan yang bikin ngakak seisi kelas, sebab doi menyatakan nahwa E = mc2 artinya Einstein mencret-mencret! Walah?
Eh, temen remaja muslim, ada juga lho teman kamu yang pacaran dengan alasan yang nampaknya lebih berbobot yaitu untuk pengenalan kepribadian antara dua insan yang saling jatuh cinta dengan di landasi sikap saling percaya agar kalau nanti jadi menikah sudah saling memahami watak masing-masing. Itupun kalau jadi. Ya, siapa tahu, kali aja yang nyangkut satu untuk dijadikan istrinya nanti. Kalo niatnya udah kuat untuk nikah, ngapain kudu pacaran segala? Sebab, kenyataannya banyak juga yang justru setelah berpacaran sekian tahun, malah bubar dengan alasan nggak ada kecocokan. Itu sih, bilang aja mau coba-coba. Lagipula, itu adalah wujud kepengecutan mereka, sebab, kalo udah nikah mungkin nggak bisa sembarangan mutusin. Makanya bagi mereka yang pengecut, pacaran adalah alternatif untuk coba-coba. Kalo nggak cocok kan bisa bilang goodbye.
Lagian, kalo alasannya adalah untuk mengetahui info tentang doi, tanya aja sama temannya yang emang udah akrab dan bisa dipercaya, atau bisa juga kepada keluarganya. Beres kan? Nggak sulit kok.
Runyamnya, sebagian besar orang tua dan masyarakat memandang pacaran sebagai hal wajar dilakukan oleh anak muda. Yang pada akhirnya pandangan itu semakin mendukung tegarnya kebiasaan berpacaran.


Sebelum pacaran, antara seorang laki-laki dan seorang wanita tentu terjadi pertemuan. Bisa di sekolah, di kampus, di pesta, di kendaraan umum, di bioskop ataupun di tempat-tempat yang di situ laki-laki dan wanita bercampur baur. Pada kondisi yang memancing syahwat inilah keduanya saling berkenalan. Ada yang melalui parantara teman, atau dari inisiatif sendiri yang biasanya muncul dari pihak laki-laki. Hasrat untuk berkenalan ini begitu menggebu dan di rasakan sebagai suatu sifat yang menjadikan keduanya merasakan suatu getaran yang aneh. Dengan adanya sifat itu komunikasi tanpa kata pun berjalan dengan lancar, meskipun isyarat yang paling lemah sekalipun. Semuanya akan tercermin dalam sorotan mata, mimik wajah dan berbagai ungkapan lainnya. Sifat lahiriyah (biasanya wajah) tentu merupakan standart penilaian pertama. Bila oke, senyum pun mengiringi, lalu tertegun, akhirnya jantung pun menggelora menggebu-gebu.
Selanjutnya terjadi pengungkapan diri dan perjanjian untuk saling pacaran dengan berbagai gaya. Bila keduanya merasa cocok mulailah perjanjian itu—tanpa ada permintaan—terlebih dahulu dari sang laki-laki kepada orang tua atau wali si wanita untuk menikahinya. Secara otomatis, perjanjian ini merupakan kesepakatan sekaligus izin untuk saling mengunjungi. Istilah ngtrennya apel, pacaran, malam mingguan dan wakuncar.
Sejak itulah mereka menumpahkan isi hati masing-masing. Persoalanku adalah persoalannya, senangku adalah senangnya, hatiku adalah hatinya, bahkan jiwaku adalah jiwanya, (utangku..... ?). Di sini keramahan dan kemanisan ditawarkan dan ditampilkan oleh kedua belah pihak. Chieeeeee!
Pengungkapan diri dan pertalian yang begitu menyimpul telah berhasil mengikat pertautan jiwa keduanya. Hal ini menjadikan masing-masing pihak merasa saling tergantung dalam memenuhi kebutuhan di antara mereka. Kalau sudah begini, mulailah pembuktian cinta yang di janjikan. Bentuknya bisa dari bertemu kerumah, berjalan berduaan dengan mesra, bergandengan dan berpegangan tangan, berciuman, bahkan bisa sampai berzina (hubungan suami istri). Masing-masing pihak merasa sangat sulit menolak keinginan (baca: hawa nafsu) pihak lainnya, karena khawatir sebagai wujud ketidaksetiaan dan ketidakcintaan yang dapat berunjung pada pemutusan hubungan. Jika sudah sampai pada titik ini, pacaran akan terpenuhi pada pelampiasan hawa nafsu syahwat kedua belah belah pihak, baik dari pihak laki-laki maupun dari pihak wanita. Itulah fakta pacaran, dalam hal ini saya tidak bermaksud untuk mengajari bagaimana pacaran itu, tapi sekedar mengungkapkan fakta pacaran.
Dengan demikain, apapun dalihnya, pacaran itu tidak lebih dari saling memadu kasih antara seorang laki-laki dengan seorang wanita mulai dari saling mengunjungi, berjalan berduaan, nonton bersama, mojok, ciuman pipi, ciuman bibir, bahkan bisa sampai melakukan perzinahan, pokoknya dugem (dunia gemerlap) dech. Nafsu bukan lagi sekedar bumbu pacaran, melainkan pacaran merupakan pelampiasan nafsu syahwat. Astaghfirullah!


Banyak remaja melakoni aktivitas ini bukan berarti tanpa untung rugi lho. Mereka malah sadar kalo aktivitas pacaran itu justru berpotensi untuk untung dan sekaligus rugi. Apa untungnya pacaran? Biasanya kita bisa berbagi, curhat, ada yang merhati’in, ada yang nganter, ada yang bisa diajak sharing dan sebagainya yang enak-enak dech. Soalnya tentrem banget kalo ada orang yang bisa kita jadikan tempat untuk mengadu dan curhat, bahkan bahu untuk bersandar saat kita menangis (chieeeeee...). Terus seneng banget kalo ada yang memompa semangat saat lagi putus asa tentunya (kayak pompa listrik LG aja).
Sedihya pacaran adalah, setiap kesalahan seorang cewek biasanya dilimpahkan kecowok ditambah seringkali sicewek nggak ngerti kemauan si cowok. Kalo rugi secara materi biasanya emang anak cowok yang kebanyakan nanggung. Ada yang menanggung rugi selain materi? Ada juga lho, yang secara perasaan. Biasanya sering dialami anak cewek, Misalnya lost pride sebab doi udah banyak tahu jeleknya si cewek.
Boros duit, dan juga hilang harga diri adalah contoh kasus ruginya pacaran. Bayangkan, kalo sekali jalan-jalan kamu ngabisin duit 50 ribu 100 ribu. Itu namanya pacaran berat diongkos. Boleh dibilang itu namanya cinta terpadu, alias terpaksa pakai duit. Fakta ini jadi klop dengan tulisan-tulisan yang suka nemplok ditruk, “senyummu merobek kantongku!” (chopeeeeet kali). Bener lho. Maklum, namanya juga yang dipacari orang. Jadi wajar kalo pengen ini dan itu. Lha iya, jalan-jalan kan harus pake duit. Pacar kamu juga bakalan jaga gengsi donk, masa’ jalan gandengan tak pernah jajan-jajan? Laper donk. Nah kalo pengen duit tetep utuh, barangkali pacarannya sama boneka poppy ajha. Doi pasti nggak banyak nuntut (he...he...he...), malah lho sendiri yang untung.
Kalo ditimang-timang lagi, pacaran itu lebih banyak ruginya ketimbang untungnya. Duit ludes, harga diri jatuh, nggak bebas berbuat sesuatu karena harus selalu tampil sempurna di depan si dia. Wah, banyak deh. Lagi pula, definisi untungnya tergantung pada siapa yang merasakannya. Tul nggak? Itu sih kayaknya dibuat-buat aja. Biar aktivitas baku syahwat ini dibilang legal. Ada-ada saja!


Sekedar kita tahu dan faham fakta pacaran, maka sekarang akan kita lihat bagaimana konsep islam dalam mengatur hubungan laki-laki dan wanita. Dengan tinjauan ini diharapkan akan terambil suatu kesimpulan tentang aktifitas pacaran yang sedang kita bahas.
Beberapa konsep Islam tentang pergaulan laki-laki dan perempuan adalah sebagai berikut :
1. Menundukkan pandangan, tidak melihat aurat orang lain, dan memelihara kemaluan dari berzina (lihat QS. An-Nuur 30).
2. Baik laki-laki maupun wanita harus betul-betul bertaqwa kepada Allah SWT (lihat QS An-Nisaa’ 9 dan Al-Ahzab 55)
3. Menjauhkan diri dari tempat-tempat syubhat (yang meragukan status hukumnya), agar tidak jatuh dalam kemaksiatan, seperti tercantum banyak hadits.
4. Untuk mereka yang belum sanggup nikah harus selalu memelihara diri dari perbuatan dosa (lihat QS An-Nuur 33).
5. Tidak melakukan Khalwat, yaitu bersepi-sepian (berduaan saja) antara seorang laki-laki dan seorang wanita .
Sebagaimana sabda rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad :
Tidak boleh seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang wanita, kecuali disertai muhrim si wanita itu!.
6. tidak mendekati zina.
Dan jangan kalian mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah perbuatan keji dan seburuk-buruknya jalan.(QS. Al-Isra’ 32)
Ibnu katsir dalam tafsirnya menyebutkan bahwa ayat ini merupakan larangan Allah SWT pada hamba-Nya yang melakukan zina, hal-hal yang mendekati pada zina, melakukan perbuatan pendahuluan zina dan propaganda untuk berzina (tafsir Ibnu Katsir,III, hal 50 ). Larangan ini berarti mencakup larangan saling berpandangan dengan syahwat, berduaan, bergandengan tangan, mencium, mojok, dan saling merayu antara lain jenis yang bukan suami istri.
7. Tidak bersuara mendesah yang merangsang (lihat QS Al-Ahzab 32)
Dari hal-hal di atas, nampak apa yang dilakukan dalam pacaran–memandang dengan syahwat, berkhalwat, berpegangan tangan, bermesraan dan seterusnya–bertentangan dengan aturan-aturan Islam. Dengan kata lain hukum pacaran adalah haram.
Jadi, di dalam Islam tidak ada tempat bagi pacaran. Semua jenis pacaran tidak ada yang sesuai dengan Islam sehingga tidak ada istilah “pacaran Islami”, sebagaimana tidak ada istilah “Daging Babi Islami”


Adanya kecenderungan saling mencintai lawan jenis adalah wajar dan normal, tetapi apabila dilampiaskan dengan cara yang salah, inilah yang tidak normal. Normal dan wajar, karena manusia memang mempunyai naluri untuk mempertahankan kelestarian jenis (gharizah nawu’) yang salah satu perwujudannya adalah keinginan untuk melakukan hubungan lawan jenis. Sedangkan yang namanya naluri, jika tidak dipuaskan dapat menimbulkan kegoncangan jiwa dan kegelisahan. Hanya saja, kegelisan ini akan sirna jika rangsangan yang membangkitkan naluri ini hilang. Untuk itulah, Islam telah memberikan solusi terhadap masalah tersebut, terutama bagi laki-laki dan wanita yang belum menikah, agar selamat dari kemaksiatan.
Dalam hal ini cinta pemuda-pemudi itu masih harus dipertanyakan! Benarkah itu semua cinta sejati, kekasih sejati? Rasanya kudu kita renungkan kembali. Sebab, nggak sedikit di antara pasangan-pasangan yang katanya cocok luar-dalem itu harus mengakhiri petualangannya karena merasa bosan atau emang karena ada cinta lain di hatinya. Itukah cinta sejati dan kekasih sejati? Bukan shobat. Apalagi aktivitas pacaran emang dilarang dalam Islam. Kenapa? Karena itu adalah perbuatan maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Lalu yang bagaimana cinta sejati kita, dan siapa kekasih sejati kita? Iman Hasan al-Basry berkata: “Siapa yang mengetahui Rabb-nya, maka dia akan mencintai-Nya, dan siapa yang mencintai selain Allah, itu disebabkan karena kebodohan dan keterbatasannya dalam mengetahui Allah.”Lebih lanjut Imam Hasan al-Basry menyatakan bahwa mencintai Rasul-Nya tidak akan muncul kecuali dari cinta kepada Allah. Dengan kata lain, cinta sejati kita kudu diberikan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Allah Swt. Dengan kemurahan hati, kasih sayang, dan cinta-Nya kepada kita, Dia memberikan segalanya bagi kita; kehidupan (udara yang kita hirup tiap hari yang jika kita tidak menghirupnya maka kita akan mati), kesenangan, kebahagiaan, termasuk rasa cinta kepada lawan jenis. Semuanya Allah berikan tanpa kita kudu membayar sepeser pun. Pokonya gratis. Tinggal bagaimana kita bersyukur atas nikmat yang begitu banyak diberikan kepada kita. Firman Allah Swt:
“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS. An-Nahl 18).
Tentu saja, ini berbeda banget dengan cinta kita kepada makhluk-Nya. Dengan kata lian, kalo makhluk-Nya suka pilih-pilih dalam mencintai seseorang, maka Allah tidak pernah begitu, siapapuntermasuk orang kafir sekalipunAllah akan berikan rizki, dan itu merupakan wujud cinta Allah kepada makhlu-makhluk-Nya. Tinggal bagaimana kita sebagai makhluk-makhluk-Nya harus pandai bersyukur atas nikmat yang telah diberikan-Nya. Bagi kita, yang memang beriman kepada Allah, tentu saja, kta harus lebih mencintai Allah ketimbang yang lain. Firman Allah Swt:
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.”(QS Al-Baqarah 165).
Jadi cinta sejati kita adalah cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Kekasih sejati kita adalah jelas Allah dan Rasul-Nya.
Bagi kamu yang belum terjun ke dalam aktivitas ini, hindari segala peluang yang bakal menyeret kamu ke dalam pergaulan bebas ini. Pelajari Islam, sering hadir di majlis taklim, pengajian sekolah dan bertemanlah dengan anak-anak sholeh di sekolah dan lingkungan tempat tinggalmu. Insya Allah itu bakal meredam keinginan berbahaya itu.
Solusi masalah ini sebetulnya tidak hanya ditujukan kepada individu–individu, tapi juga ditujukan kepada masyarakat dan pihak penguasa. Sehingga solusi ini perlu dilakukan dari tiga sisi. Pertama, dari sisi ketaqwaan individu, kedua, kontrol sosial dari lingkungan masyarakat, dan yang ketiga, dari pihak penguasa/penentu kebijaksanaan.
Namun, paling tidak ada ada dua hal yang dapat dilaksanakan :
1. Tindakan preventif dan pembentengan
a. Setiap individu berusaha meningkatkan ketaqwaan dan keimanannya serta harus terikat dengan aturan-aturan pergaulan Islami demi kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat (lihat QS Al-Hasyr 7).
b. Menjauhkan diri dari rangsangan-rangsangan yang menimbulkan gejolak seksual, seperti mendengarkan lagu-lagu porno, membaca buku-buku/novel bernada cinta dan pergaulan bebas, menonton film hot, berkhayal yang bukan- bukan, dsb.
c. Bagi yang belum mampu menikah, perbanyaklah shaum/puasa (lihat HR. Bukhari-Muslim)
d. Secara individual menambah beban aktifitas yang bermanfaat. “Nafsu itu seperti keledai yang binal.” kata Imam Ghazali, “apabila diberi beban yang berat niscaya jinak juga.”
e. Memenuhi hidup yang islami. Masyarakat dan penguasa bersama-sama sekuat tenaga menghilangkan segala sesuatu yang merupakan perangsang gejolak seksual, seperti tayangan-tayangan porno, film-film porno, dan busana-busana porno (you can see).
2. Menikah
Satu-satunya cara untuk memuaskan nafsu syahwat yang benar menurut Islam adalah nikah. Bukan berzina (dengan WTS atau pacar misalnya), kumpul kebo, pacaran, free sex, homo/lesbi, ataupun nikah mut’ah (kawin kontrak), karena semuanya itu haram hukumnya menurut Islam.

Banyak sekali hadits dan ayat Al Qur’an yang menganjurkan pernikahan. Satu diantaranya:
“Wahai sekalian pemuda, barang siapa yang mempunyai bekal untuk menikah, nikahlah, karena sesungguhnya menikah itu dapat memejamkan mata dan memelihara kemaluan. Dan barang siapa yang belum mampu, maka berpuasalah, karena berpuasa itu merupakan benteng baginya”(HR Bukhari–Muslim).
“Hai pemuda-pemuda, barang siapa yang mampu diantara kamu serta berkeinginan hendak nikah, hendaklah dia nikah. Karena sesungguhnya pernikahan itu akan memejamkan mata terrhadap oang yang tidak halal dilihatnya, dan akan memeliharanya dari godaan syahwat. Dan barangsiapa yang tidak mampu nikah hendaklah dia berpuasa, karena dengan puasa hawa nafsunya terhadap perempuan akan berkurang.”(Riwayat jama’ah ahli hadits).
Biasanya, sebelum nikah terlebih dahulu ada khitbah. Menurut syekh sayyid sabid. “khitbah itu merupakan permintaan seorang laki-laki untuk menikahi seorang wanita dengan cara yang dikenal di tengah masyarakat.” (lihat Fiqih As Sunnah jilid II,hal 20). Laki-laki yang mengkhitbah seorang wanita menunjukkan adanya kesungguhan untuk menikahi wanita tersebut. Permintaan ini di tujukannya kepada wali si wanita. Jadi, diketahui apabila ia menyerahkan keputusannya kepada walinya. Atau wali si wanita setelah ia meminta persetujuan si wanita tersebut.
Allah mensyari’atkan khitbah sebelum di langsungkan akad nikah agar keduanya saling mengenal dan memulai rumah tangga dengan yakin akan keadaan masing-masing (lihat Fiqih As Sunnah, II, hal 20). Jadi, pada masa khitbah inilah tempat untuk saling memahami karakteristik masing-masing. Satu hal yang penting diingat, walaupun sudah khitbah, aturan-aturan pergaulan harus tetap dilaksanakan. Rentang waktu dari khitbah sampai menikah tidak ditetapkan secara tegas dalam Al qur’an dan sunnah, tetapi sebaiknya secepat mungkin.
Dengan dua konsep Islam di atas, insya Allah naluri mempertahankan jenis keturunan yang salah satu perwujudannya adalah keinginan terhadap lawan jenis dapat kita tundukkan atau kita salurkan sesuai dangan saluran yang telah dihalalkan oleh Allah SWT, Wallahu A’lam.

 Freudisme dan pacaran
“libido/seksual merupakan tenaga pendorong kehidupan”, demikian bunyi falsafah sigmund Frend yang dikenal dengan faham Freudisme itu. Lebih jauh lagi, falsafah/buah pikiran yahudi tulen tersebut menggambarkan bahwa problem utama manusia adalah seks. Segala sesuatu pasti berpangkal dari masalah seks. Oleh karena itu, ketika masalah seksual ini muncul, maka mau tidak mau harus dipenuhi dan di lampiaskan. Bila tidak, maka akan terjadi kerusakan pada diri manusia.
para penganut setia teori tersebut tidak segan-segan membolehkan bahkan mempropagandakan hal-hal yang berbau seksual seperti film ‘panas’, lagu-lagu yang merangsang, pacaran, lokalisasi WTS, bahkan free–seks. Dimana semua ini dilakukan dalam rangka memenuhi pangkal masalah manusia–menurut mereka– yaitu seks. “seks Is the first!” berdasarkan pemikiran seperti ini, pacaran dianggap sesuatu hal yang normal karena sarana pemenuhan kebutuhan seks.

 Ghorizah (naluri)
seorang ulama’ sekaligus pemikir islam, Syekh Taqiyyuddin An–Nabani, dalam buku An–Nizhomul Ijtima’i fiil islam menyebutkan bahwa manusia memiliki dua potensi kehidupan (thoqoh hayawiyah). Potensi kehidupan itu terdiri dari hajatul ‘Udlowiyah (kebutuhan jasmani) dan ghorizah (naluri). Kebutuhan jasmani ini seperti makan, minum, bernafas dan sebagainya. Sedangkan ghorizah ada tiga macam. Pertama, naluri untuk mempertahankan keabadian (ghorizah baqa’) yang ditampakkan suka kekuasaan, takut, senang memiliki sesuatu dsb. Kedua, naluri untuk beragama (ghorizah tadayyun) yang ditampilkan berupa kecenderungan mengagungkan, menghormati dan mensucikan sesuatu. Dan ketiga, naluri untuk mempertahankan kelestarian jenis (Gharizah nawu’) yang di tampakkan dengan rasa cinta kepada anak dan orang tua, menyukai lawan jenis, ingin memiliki keturunan, menyukai sesuatu barang atau apapun dsb.
Di dalam buku mafahim Islamiyah, muhammad Husain Abdullah menjelaskan ada dua perbedaan pokok antara hajatul ‘udlowiyah dan ghorizah. Perbedaan pertama, pemenuhan kebutuhan jasmani merupakan suatu keharusan yang jika tidak di penuhi akan menyebabkan kerusakan dan kebinasaan manusia. misalnya bila seseorang lapar tetapi dia tidak mau makan selama berhari-hari niscaya ia akan lemas atau terkena penyakit maaq, atau bahkan meninggal dunia. Sedangkan, pemuas naluri (ghorizah) tidak merupakan suatu keharusan saat itu juga dan tidak dipuaskannya ghorizah tidak akan menyebabkan kerusakan atau kebinasaan, tetapi hanya akan menimbulkan goncangan sesaat yang akan hilang setelah rangsangannya hilang. Misalnya, suami-istri yang ingin punya anak, tetapi tidak dikarunai seorang anak akibat salah satu atau keduanya mandul, tidak akan menyebabkan suami-istri tersebut sakit atau gila ataupun meninggal (kecuali jika tidak bersabar).
Perbedaan kedua, rangsangan kebutuhan jasmani berasal dari dalam diri manusia, sedangkan rangsangan untuk naluri berasal dari luar diri manusia. contoh untuk kebutuhan jasmani: seseorang yang terlalu lama tidak minum, niscaya akan haus sekalipun dihadapannya tidak ada minuman. Sedangkan naluri (ghorizah) tidak akan menutup pemuasan apabila tidak ada rangsangan dari luar. Contohnya, seseorang baru akan terbangkitkan keinginannya untuk berhubungan lawan jenis apabila ia melihat film porno, gambar yang menggiurkan, wanita yang berpakaian minim, memikirkan hal-hal yang berbau seks, dan rangsangan lainnya. Oleh karena itu, agar ghorizah nawu’ tidak akan muncul (bukan hilang) perlu dilakukan penekanan dengan cara menghilangkan dan mejauhkan rangsangan-rangsangan baik berupa barang, perbuatan merangsang, dan apapun yang membuat pikiran ngeres. Dan apabila ghorizah nawu’ ini muncul minta dipenuhi, lalu tidak dipenuhi karena tidak dapat memenuhinya dengan cara yang halal misalnya, niscaya akan menimbulkan kegoncangan sesaat tanpa menyebabkan kerusakan, penyakit jiwa ataupun kematian. Jadi faham freudisme itu salah dan sangat tidak tepat. Wallaahu a’lam bish shawab.
Nah sobat muda, hati-hati dengan pacaran. Karena itu merupakan peluang mendekati zina. Nuansacinta yang indah itu bakal berubah saat kamu nekat untuk melakukan opening move dengan pasangan kamu. Bisa gawat itu. Jadi bohong besar kalo aktivitas pacaran itu bisa dikendalikan. Boleh jadi ada yang berkomentar, “Ih, itukan tergantung orangnya?” Bisa jadi. Tapi nggak selalu, lho. Sekuat-kuatnya iman, tetap akan ambruk juga, non. Karena rasa cinta plus kebutuhan akan kasih sayang dan perhatian akan selalu menghinggapi manusia selagi masih hidup. Seperti halnya hawa nafsu itu jadi gias, alias nggak jelas.
Bener. Nngak ada yang ngejamin kamu atau pacar kamu bisa jaga diri alias tahan godaan syaithan ketika lagi asyik berduaan. Apalagi di tengah maraknya kampanye gaul bebas melelui media massa (koran) dan tayangan televisi. Awalnya mungkin cuma nonton bareng, makan bareng, pegangan tangan, berpelukaaaaan kayak teletubbies, sampai teler abis. Udah ghitu, wallahua’lam. And, kalo kamu udah lengket banget ama si doi (kayak lem aja), kamu akan ngerasa berat banget untuk menolak ‘aksi gerilya’ tangan pacar kamu yang bisa berujung kamu nggak gadis lagi. Iiih, syerem...! jangan sampai dech.
Jadi, meski banyak yang membela diri kalo pacaran yang dilakukannya anti–zina. Tapi yakinlah bahwa itu cuma omongan belaka, dan tentunya tetap maksiat donk. Dosa. Inilah sisi gelap pacaran. Bukti sudah banyak kalo pacaran adalah jalan menuju z–i–n–a. Jadi, tinggalkan pacaran dan fokuskan belajar. Tul ngga’k?
Bicara tentang perilaku seks remaja yang kian menggila ini tak cukup cuma di seminar, tulisan-tulisan, pesan-pesan moral, dan nasihat belaka yang sifatnya normatif. Bukan hanya itu, dan memang tidak cukup hanya dengan itu. Kenapa? Karena kondisi masyarakat yang amburadul ini lebih disebabkan karena kegagalan sistem kehidupan yang mengaturnya. Khusus masalah perilaku seks remaja ini, ternyata bila kita telusuri penyebabnya adalah karena dalam sistem kehidupan Kapitalisme diberlakukan kebebasan bertingkah laku.
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.