Masa remaja, saat tubuh dan jiwa kita mengalami perubahan yang kita juga kadang nggak ngrespon dan nggak ngerti. Dengan kata lain, saat kita mulai “trengginas” yaitu sudah mulai lihai untuk melirik-lirik lawan jenis. Saat kita merasa senang kalo lawan jenis kita nengok ke arah kita dan memainkan ekor matanya. Lalu....plasssss...jantung terasa berhenti sejenak. Itu artinya, energi cinta kamu sedang kenceng-kencengnya.
Maka jangan heran bila ada diantara kamu yang cowok suka caper. Berbagai cara sering dicoba dalam rangka pdkt sang gadis idaman hati. Perkara hasil? Nomor tujuh belas! Yang penting aktualisasi diri dulu. Meski boleh dibilang, cintanya itu “cinta monyet”.
Banyak teman remaja yang kalo ditanya tentang alasan mereka berpacaran acapkali memberikan alasan seperti ini: sekedar iseng aja; pacaran bisa meningkatkan semangat belajar; pacaran diakui mampu menghilangkan kejenuhan alias bikin hidup lebih hidup; pacaran pun diyakini bisa membawa rejeki nomplok (ihh, matre amat?). Dan ada yang karena malu di sebut “kampungan, kuper, kuno”. Ada juga yang karena takut disebut nggak normal, karena dalam anggapannya bila seorang sudah baligh harus punya pacar. Dan tidak sedikit yang beralasan bahwa pacaran baginya adalah sebagai sarana tukar pikiran, saling membantu, pendorong semangat, dan tempat menumpahkan kegundahan hati.
Memang, hampir bisa dipastikan banyak teman remaja yang melakoni aktivitas pacaran sebatas having fun aja. Kalo pun ada alasan lain, seperti bisa meningkatkan belajar, rasanya alasan ini munafiq banget dan kayaknya kodok pun juga ketawa tuh kalo denger. Kalo emang pacaran bisa menambah semangat belajar, tapi kenapa banyak yang amburadul sekolahnya gara-gara menjalani aktivitas ini? Dan banyak fakta kalo pacaran itu justru malah menghambat belajar. Rajin datang ke sekolah bukan berarti mau belajar lho. Bisa jadi cuma pengen ketemu gebetannya. Di kelas pun boleh jadi kerjaannya ngelamun tho’. Mikirin si doi.
Pokoknya, ingatannya sangat tajam kalo disuruh mengingat nama gacoannya atau tentang kehidupan pasangannya, dan tentang beragam hal yang berkaitan dengan gebetannya itu. Tapi kalo ditanya tentang hukum gas ideal dalam pelajaran kimia atau hukum Newton dalam pelajaran fisika langsung memantul sempurna alias kagak tahu. Bagaimana mau belajar, kalo tiap malam minggu selalu ada jadwal wakuncar alias waktu kunjung pacar. Apalagi foto doi bukan cuma mejeng di dalam dompet bareng duit receh, tapi juga di meja belajar lengkap dengan figura, di sampul buku, dan didinding kamar. Coba, maksud hati mau belajar, ternyata malah memandangi terus foto si dia. Bukannya dipenuhi dengan rumus-rumus fisika, matematika, atau kimia yang emang bikin puyeng nggak karuan, tapi malah banyak ditempeli foto pacarnya. Wah ghimana mau belajar? Padahal, banyak juga yang semangat belajarnya tinggi tanpa kudu menjalani pacaran.
Alasan lain, pacaran katanya bisa bikin fresh pikiran kita. Aduh biyung, kayaknya perlu diedit lagi lagi dech alasan ini. Yakinlah, itu cuma mengada-ada. Buktinya, malah banyak teman remaja yang dibikin puyeng tujuh keliling gara-gara pacaran. Bisa jadi sama puyengnya bila disuruh menurunkan rumus E = mc2. Salah-salah malah ngeluarin pernyataan yang bikin ngakak seisi kelas, sebab doi menyatakan nahwa E = mc2 artinya Einstein mencret-mencret! Walah?
Eh, temen remaja muslim, ada juga lho teman kamu yang pacaran dengan alasan yang nampaknya lebih berbobot yaitu untuk pengenalan kepribadian antara dua insan yang saling jatuh cinta dengan di landasi sikap saling percaya agar kalau nanti jadi menikah sudah saling memahami watak masing-masing. Itupun kalau jadi. Ya, siapa tahu, kali aja yang nyangkut satu untuk dijadikan istrinya nanti. Kalo niatnya udah kuat untuk nikah, ngapain kudu pacaran segala? Sebab, kenyataannya banyak juga yang justru setelah berpacaran sekian tahun, malah bubar dengan alasan nggak ada kecocokan. Itu sih, bilang aja mau coba-coba. Lagipula, itu adalah wujud kepengecutan mereka, sebab, kalo udah nikah mungkin nggak bisa sembarangan mutusin. Makanya bagi mereka yang pengecut, pacaran adalah alternatif untuk coba-coba. Kalo nggak cocok kan bisa bilang goodbye.
Lagian, kalo alasannya adalah untuk mengetahui info tentang doi, tanya aja sama temannya yang emang udah akrab dan bisa dipercaya, atau bisa juga kepada keluarganya. Beres kan? Nggak sulit kok.
Runyamnya, sebagian besar orang tua dan masyarakat memandang pacaran sebagai hal wajar dilakukan oleh anak muda. Yang pada akhirnya pandangan itu semakin mendukung tegarnya kebiasaan berpacaran.
Sebelum pacaran, antara seorang laki-laki dan seorang wanita tentu terjadi pertemuan. Bisa di sekolah, di kampus, di pesta, di kendaraan umum, di bioskop ataupun di tempat-tempat yang di situ laki-laki dan wanita bercampur baur. Pada kondisi yang memancing syahwat inilah keduanya saling berkenalan. Ada yang melalui parantara teman, atau dari inisiatif sendiri yang biasanya muncul dari pihak laki-laki. Hasrat untuk berkenalan ini begitu menggebu dan di rasakan sebagai suatu sifat yang menjadikan keduanya merasakan suatu getaran yang aneh. Dengan adanya sifat itu komunikasi tanpa kata pun berjalan dengan lancar, meskipun isyarat yang paling lemah sekalipun. Semuanya akan tercermin dalam sorotan mata, mimik wajah dan berbagai ungkapan lainnya. Sifat lahiriyah (biasanya wajah) tentu merupakan standart penilaian pertama. Bila oke, senyum pun mengiringi, lalu tertegun, akhirnya jantung pun menggelora menggebu-gebu.
Selanjutnya terjadi pengungkapan diri dan perjanjian untuk saling pacaran dengan berbagai gaya. Bila keduanya merasa cocok mulailah perjanjian itu—tanpa ada permintaan—terlebih dahulu dari sang laki-laki kepada orang tua atau wali si wanita untuk menikahinya. Secara otomatis, perjanjian ini merupakan kesepakatan sekaligus izin untuk saling mengunjungi. Istilah ngtrennya apel, pacaran, malam mingguan dan wakuncar.
Sejak itulah mereka menumpahkan isi hati masing-masing. Persoalanku adalah persoalannya, senangku adalah senangnya, hatiku adalah hatinya, bahkan jiwaku adalah jiwanya, (utangku..... ?). Di sini keramahan dan kemanisan ditawarkan dan ditampilkan oleh kedua belah pihak. Chieeeeee!
Pengungkapan diri dan pertalian yang begitu menyimpul telah berhasil mengikat pertautan jiwa keduanya. Hal ini menjadikan masing-masing pihak merasa saling tergantung dalam memenuhi kebutuhan di antara mereka. Kalau sudah begini, mulailah pembuktian cinta yang di janjikan. Bentuknya bisa dari bertemu kerumah, berjalan berduaan dengan mesra, bergandengan dan berpegangan tangan, berciuman, bahkan bisa sampai berzina (hubungan suami istri). Masing-masing pihak merasa sangat sulit menolak keinginan (baca: hawa nafsu) pihak lainnya, karena khawatir sebagai wujud ketidaksetiaan dan ketidakcintaan yang dapat berunjung pada pemutusan hubungan. Jika sudah sampai pada titik ini, pacaran akan terpenuhi pada pelampiasan hawa nafsu syahwat kedua belah belah pihak, baik dari pihak laki-laki maupun dari pihak wanita. Itulah fakta pacaran, dalam hal ini saya tidak bermaksud untuk mengajari bagaimana pacaran itu, tapi sekedar mengungkapkan fakta pacaran.
Dengan demikain, apapun dalihnya, pacaran itu tidak lebih dari saling memadu kasih antara seorang laki-laki dengan seorang wanita mulai dari saling mengunjungi, berjalan berduaan, nonton bersama, mojok, ciuman pipi, ciuman bibir, bahkan bisa sampai melakukan perzinahan, pokoknya dugem (dunia gemerlap) dech. Nafsu bukan lagi sekedar bumbu pacaran, melainkan pacaran merupakan pelampiasan nafsu syahwat. Astaghfirullah!
Banyak remaja melakoni aktivitas ini bukan berarti tanpa untung rugi lho. Mereka malah sadar kalo aktivitas pacaran itu justru berpotensi untuk untung dan sekaligus rugi. Apa untungnya pacaran? Biasanya kita bisa berbagi, curhat, ada yang merhati’in, ada yang nganter, ada yang bisa diajak sharing dan sebagainya yang enak-enak dech. Soalnya tentrem banget kalo ada orang yang bisa kita jadikan tempat untuk mengadu dan curhat, bahkan bahu untuk bersandar saat kita menangis (chieeeeee...). Terus seneng banget kalo ada yang memompa semangat saat lagi putus asa tentunya (kayak pompa listrik LG aja).
Sedihya pacaran adalah, setiap kesalahan seorang cewek biasanya dilimpahkan kecowok ditambah seringkali sicewek nggak ngerti kemauan si cowok. Kalo rugi secara materi biasanya emang anak cowok yang kebanyakan nanggung. Ada yang menanggung rugi selain materi? Ada juga lho, yang secara perasaan. Biasanya sering dialami anak cewek, Misalnya lost pride sebab doi udah banyak tahu jeleknya si cewek.
Boros duit, dan juga hilang harga diri adalah contoh kasus ruginya pacaran. Bayangkan, kalo sekali jalan-jalan kamu ngabisin duit 50 ribu 100 ribu. Itu namanya pacaran berat diongkos. Boleh dibilang itu namanya cinta terpadu, alias terpaksa pakai duit. Fakta ini jadi klop dengan tulisan-tulisan yang suka nemplok ditruk, “senyummu merobek kantongku!” (chopeeeeet kali). Bener lho. Maklum, namanya juga yang dipacari orang. Jadi wajar kalo pengen ini dan itu. Lha iya, jalan-jalan kan harus pake duit. Pacar kamu juga bakalan jaga gengsi donk, masa’ jalan gandengan tak pernah jajan-jajan? Laper donk. Nah kalo pengen duit tetep utuh, barangkali pacarannya sama boneka poppy ajha. Doi pasti nggak banyak nuntut (he...he...he...), malah lho sendiri yang untung.
Kalo ditimang-timang lagi, pacaran itu lebih banyak ruginya ketimbang untungnya. Duit ludes, harga diri jatuh, nggak bebas berbuat sesuatu karena harus selalu tampil sempurna di depan si dia. Wah, banyak deh. Lagi pula, definisi untungnya tergantung pada siapa yang merasakannya. Tul nggak? Itu sih kayaknya dibuat-buat aja. Biar aktivitas baku syahwat ini dibilang legal. Ada-ada saja!
Sekedar kita tahu dan faham fakta pacaran, maka sekarang akan kita lihat bagaimana konsep islam dalam mengatur hubungan laki-laki dan wanita. Dengan tinjauan ini diharapkan akan terambil suatu kesimpulan tentang aktifitas pacaran yang sedang kita bahas.
Beberapa konsep Islam tentang pergaulan laki-laki dan perempuan adalah sebagai berikut :
1. Menundukkan pandangan, tidak melihat aurat orang lain, dan memelihara kemaluan dari berzina (lihat QS. An-Nuur 30).
2. Baik laki-laki maupun wanita harus betul-betul bertaqwa kepada Allah SWT (lihat QS An-Nisaa’ 9 dan Al-Ahzab 55)
3. Menjauhkan diri dari tempat-tempat syubhat (yang meragukan status hukumnya), agar tidak jatuh dalam kemaksiatan, seperti tercantum banyak hadits.
4. Untuk mereka yang belum sanggup nikah harus selalu memelihara diri dari perbuatan dosa (lihat QS An-Nuur 33).
5. Tidak melakukan Khalwat, yaitu bersepi-sepian (berduaan saja) antara seorang laki-laki dan seorang wanita .
Sebagaimana sabda rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad :
Tidak boleh seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang wanita, kecuali disertai muhrim si wanita itu!.
6. tidak mendekati zina.
Dan jangan kalian mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah perbuatan keji dan seburuk-buruknya jalan.(QS. Al-Isra’ 32)
Ibnu katsir dalam tafsirnya menyebutkan bahwa ayat ini merupakan larangan Allah SWT pada hamba-Nya yang melakukan zina, hal-hal yang mendekati pada zina, melakukan perbuatan pendahuluan zina dan propaganda untuk berzina (tafsir Ibnu Katsir,III, hal 50 ). Larangan ini berarti mencakup larangan saling berpandangan dengan syahwat, berduaan, bergandengan tangan, mencium, mojok, dan saling merayu antara lain jenis yang bukan suami istri.
7. Tidak bersuara mendesah yang merangsang (lihat QS Al-Ahzab 32)
Dari hal-hal di atas, nampak apa yang dilakukan dalam pacaran–memandang dengan syahwat, berkhalwat, berpegangan tangan, bermesraan dan seterusnya–bertentangan dengan aturan-aturan Islam. Dengan kata lain hukum pacaran adalah haram.
Jadi, di dalam Islam tidak ada tempat bagi pacaran. Semua jenis pacaran tidak ada yang sesuai dengan Islam sehingga tidak ada istilah “pacaran Islami”, sebagaimana tidak ada istilah “Daging Babi Islami”
Adanya kecenderungan saling mencintai lawan jenis adalah wajar dan normal, tetapi apabila dilampiaskan dengan cara yang salah, inilah yang tidak normal. Normal dan wajar, karena manusia memang mempunyai naluri untuk mempertahankan kelestarian jenis (gharizah nawu’) yang salah satu perwujudannya adalah keinginan untuk melakukan hubungan lawan jenis. Sedangkan yang namanya naluri, jika tidak dipuaskan dapat menimbulkan kegoncangan jiwa dan kegelisahan. Hanya saja, kegelisan ini akan sirna jika rangsangan yang membangkitkan naluri ini hilang. Untuk itulah, Islam telah memberikan solusi terhadap masalah tersebut, terutama bagi laki-laki dan wanita yang belum menikah, agar selamat dari kemaksiatan.
Dalam hal ini cinta pemuda-pemudi itu masih harus dipertanyakan! Benarkah itu semua cinta sejati, kekasih sejati? Rasanya kudu kita renungkan kembali. Sebab, nggak sedikit di antara pasangan-pasangan yang katanya cocok luar-dalem itu harus mengakhiri petualangannya karena merasa bosan atau emang karena ada cinta lain di hatinya. Itukah cinta sejati dan kekasih sejati? Bukan shobat. Apalagi aktivitas pacaran emang dilarang dalam Islam. Kenapa? Karena itu adalah perbuatan maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Lalu yang bagaimana cinta sejati kita, dan siapa kekasih sejati kita? Iman Hasan al-Basry berkata: “Siapa yang mengetahui Rabb-nya, maka dia akan mencintai-Nya, dan siapa yang mencintai selain Allah, itu disebabkan karena kebodohan dan keterbatasannya dalam mengetahui Allah.”Lebih lanjut Imam Hasan al-Basry menyatakan bahwa mencintai Rasul-Nya tidak akan muncul kecuali dari cinta kepada Allah. Dengan kata lain, cinta sejati kita kudu diberikan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Allah Swt. Dengan kemurahan hati, kasih sayang, dan cinta-Nya kepada kita, Dia memberikan segalanya bagi kita; kehidupan (udara yang kita hirup tiap hari yang jika kita tidak menghirupnya maka kita akan mati), kesenangan, kebahagiaan, termasuk rasa cinta kepada lawan jenis. Semuanya Allah berikan tanpa kita kudu membayar sepeser pun. Pokonya gratis. Tinggal bagaimana kita bersyukur atas nikmat yang begitu banyak diberikan kepada kita. Firman Allah Swt:
“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS. An-Nahl 18).
Tentu saja, ini berbeda banget dengan cinta kita kepada makhluk-Nya. Dengan kata lian, kalo makhluk-Nya suka pilih-pilih dalam mencintai seseorang, maka Allah tidak pernah begitu, siapapuntermasuk orang kafir sekalipunAllah akan berikan rizki, dan itu merupakan wujud cinta Allah kepada makhlu-makhluk-Nya. Tinggal bagaimana kita sebagai makhluk-makhluk-Nya harus pandai bersyukur atas nikmat yang telah diberikan-Nya. Bagi kita, yang memang beriman kepada Allah, tentu saja, kta harus lebih mencintai Allah ketimbang yang lain. Firman Allah Swt:
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.”(QS Al-Baqarah 165).
Jadi cinta sejati kita adalah cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Kekasih sejati kita adalah jelas Allah dan Rasul-Nya.
Bagi kamu yang belum terjun ke dalam aktivitas ini, hindari segala peluang yang bakal menyeret kamu ke dalam pergaulan bebas ini. Pelajari Islam, sering hadir di majlis taklim, pengajian sekolah dan bertemanlah dengan anak-anak sholeh di sekolah dan lingkungan tempat tinggalmu. Insya Allah itu bakal meredam keinginan berbahaya itu.
Solusi masalah ini sebetulnya tidak hanya ditujukan kepada individu–individu, tapi juga ditujukan kepada masyarakat dan pihak penguasa. Sehingga solusi ini perlu dilakukan dari tiga sisi. Pertama, dari sisi ketaqwaan individu, kedua, kontrol sosial dari lingkungan masyarakat, dan yang ketiga, dari pihak penguasa/penentu kebijaksanaan.
Namun, paling tidak ada ada dua hal yang dapat dilaksanakan :
1. Tindakan preventif dan pembentengan
a. Setiap individu berusaha meningkatkan ketaqwaan dan keimanannya serta harus terikat dengan aturan-aturan pergaulan Islami demi kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat (lihat QS Al-Hasyr 7).
b. Menjauhkan diri dari rangsangan-rangsangan yang menimbulkan gejolak seksual, seperti mendengarkan lagu-lagu porno, membaca buku-buku/novel bernada cinta dan pergaulan bebas, menonton film hot, berkhayal yang bukan- bukan, dsb.
c. Bagi yang belum mampu menikah, perbanyaklah shaum/puasa (lihat HR. Bukhari-Muslim)
d. Secara individual menambah beban aktifitas yang bermanfaat. “Nafsu itu seperti keledai yang binal.” kata Imam Ghazali, “apabila diberi beban yang berat niscaya jinak juga.”
e. Memenuhi hidup yang islami. Masyarakat dan penguasa bersama-sama sekuat tenaga menghilangkan segala sesuatu yang merupakan perangsang gejolak seksual, seperti tayangan-tayangan porno, film-film porno, dan busana-busana porno (you can see).
2. Menikah
Satu-satunya cara untuk memuaskan nafsu syahwat yang benar menurut Islam adalah nikah. Bukan berzina (dengan WTS atau pacar misalnya), kumpul kebo, pacaran, free sex, homo/lesbi, ataupun nikah mut’ah (kawin kontrak), karena semuanya itu haram hukumnya menurut Islam.
Banyak sekali hadits dan ayat Al Qur’an yang menganjurkan pernikahan. Satu diantaranya:
“Wahai sekalian pemuda, barang siapa yang mempunyai bekal untuk menikah, nikahlah, karena sesungguhnya menikah itu dapat memejamkan mata dan memelihara kemaluan. Dan barang siapa yang belum mampu, maka berpuasalah, karena berpuasa itu merupakan benteng baginya”(HR Bukhari–Muslim).
“Hai pemuda-pemuda, barang siapa yang mampu diantara kamu serta berkeinginan hendak nikah, hendaklah dia nikah. Karena sesungguhnya pernikahan itu akan memejamkan mata terrhadap oang yang tidak halal dilihatnya, dan akan memeliharanya dari godaan syahwat. Dan barangsiapa yang tidak mampu nikah hendaklah dia berpuasa, karena dengan puasa hawa nafsunya terhadap perempuan akan berkurang.”(Riwayat jama’ah ahli hadits).
Biasanya, sebelum nikah terlebih dahulu ada khitbah. Menurut syekh sayyid sabid. “khitbah itu merupakan permintaan seorang laki-laki untuk menikahi seorang wanita dengan cara yang dikenal di tengah masyarakat.” (lihat Fiqih As Sunnah jilid II,hal 20). Laki-laki yang mengkhitbah seorang wanita menunjukkan adanya kesungguhan untuk menikahi wanita tersebut. Permintaan ini di tujukannya kepada wali si wanita. Jadi, diketahui apabila ia menyerahkan keputusannya kepada walinya. Atau wali si wanita setelah ia meminta persetujuan si wanita tersebut.
Allah mensyari’atkan khitbah sebelum di langsungkan akad nikah agar keduanya saling mengenal dan memulai rumah tangga dengan yakin akan keadaan masing-masing (lihat Fiqih As Sunnah, II, hal 20). Jadi, pada masa khitbah inilah tempat untuk saling memahami karakteristik masing-masing. Satu hal yang penting diingat, walaupun sudah khitbah, aturan-aturan pergaulan harus tetap dilaksanakan. Rentang waktu dari khitbah sampai menikah tidak ditetapkan secara tegas dalam Al qur’an dan sunnah, tetapi sebaiknya secepat mungkin.
Dengan dua konsep Islam di atas, insya Allah naluri mempertahankan jenis keturunan yang salah satu perwujudannya adalah keinginan terhadap lawan jenis dapat kita tundukkan atau kita salurkan sesuai dangan saluran yang telah dihalalkan oleh Allah SWT, Wallahu A’lam.
Freudisme dan pacaran
“libido/seksual merupakan tenaga pendorong kehidupan”, demikian bunyi falsafah sigmund Frend yang dikenal dengan faham Freudisme itu. Lebih jauh lagi, falsafah/buah pikiran yahudi tulen tersebut menggambarkan bahwa problem utama manusia adalah seks. Segala sesuatu pasti berpangkal dari masalah seks. Oleh karena itu, ketika masalah seksual ini muncul, maka mau tidak mau harus dipenuhi dan di lampiaskan. Bila tidak, maka akan terjadi kerusakan pada diri manusia.
para penganut setia teori tersebut tidak segan-segan membolehkan bahkan mempropagandakan hal-hal yang berbau seksual seperti film ‘panas’, lagu-lagu yang merangsang, pacaran, lokalisasi WTS, bahkan free–seks. Dimana semua ini dilakukan dalam rangka memenuhi pangkal masalah manusia–menurut mereka– yaitu seks. “seks Is the first!” berdasarkan pemikiran seperti ini, pacaran dianggap sesuatu hal yang normal karena sarana pemenuhan kebutuhan seks.
Ghorizah (naluri)
seorang ulama’ sekaligus pemikir islam, Syekh Taqiyyuddin An–Nabani, dalam buku An–Nizhomul Ijtima’i fiil islam menyebutkan bahwa manusia memiliki dua potensi kehidupan (thoqoh hayawiyah). Potensi kehidupan itu terdiri dari hajatul ‘Udlowiyah (kebutuhan jasmani) dan ghorizah (naluri). Kebutuhan jasmani ini seperti makan, minum, bernafas dan sebagainya. Sedangkan ghorizah ada tiga macam. Pertama, naluri untuk mempertahankan keabadian (ghorizah baqa’) yang ditampakkan suka kekuasaan, takut, senang memiliki sesuatu dsb. Kedua, naluri untuk beragama (ghorizah tadayyun) yang ditampilkan berupa kecenderungan mengagungkan, menghormati dan mensucikan sesuatu. Dan ketiga, naluri untuk mempertahankan kelestarian jenis (Gharizah nawu’) yang di tampakkan dengan rasa cinta kepada anak dan orang tua, menyukai lawan jenis, ingin memiliki keturunan, menyukai sesuatu barang atau apapun dsb.
Di dalam buku mafahim Islamiyah, muhammad Husain Abdullah menjelaskan ada dua perbedaan pokok antara hajatul ‘udlowiyah dan ghorizah. Perbedaan pertama, pemenuhan kebutuhan jasmani merupakan suatu keharusan yang jika tidak di penuhi akan menyebabkan kerusakan dan kebinasaan manusia. misalnya bila seseorang lapar tetapi dia tidak mau makan selama berhari-hari niscaya ia akan lemas atau terkena penyakit maaq, atau bahkan meninggal dunia. Sedangkan, pemuas naluri (ghorizah) tidak merupakan suatu keharusan saat itu juga dan tidak dipuaskannya ghorizah tidak akan menyebabkan kerusakan atau kebinasaan, tetapi hanya akan menimbulkan goncangan sesaat yang akan hilang setelah rangsangannya hilang. Misalnya, suami-istri yang ingin punya anak, tetapi tidak dikarunai seorang anak akibat salah satu atau keduanya mandul, tidak akan menyebabkan suami-istri tersebut sakit atau gila ataupun meninggal (kecuali jika tidak bersabar).
Perbedaan kedua, rangsangan kebutuhan jasmani berasal dari dalam diri manusia, sedangkan rangsangan untuk naluri berasal dari luar diri manusia. contoh untuk kebutuhan jasmani: seseorang yang terlalu lama tidak minum, niscaya akan haus sekalipun dihadapannya tidak ada minuman. Sedangkan naluri (ghorizah) tidak akan menutup pemuasan apabila tidak ada rangsangan dari luar. Contohnya, seseorang baru akan terbangkitkan keinginannya untuk berhubungan lawan jenis apabila ia melihat film porno, gambar yang menggiurkan, wanita yang berpakaian minim, memikirkan hal-hal yang berbau seks, dan rangsangan lainnya. Oleh karena itu, agar ghorizah nawu’ tidak akan muncul (bukan hilang) perlu dilakukan penekanan dengan cara menghilangkan dan mejauhkan rangsangan-rangsangan baik berupa barang, perbuatan merangsang, dan apapun yang membuat pikiran ngeres. Dan apabila ghorizah nawu’ ini muncul minta dipenuhi, lalu tidak dipenuhi karena tidak dapat memenuhinya dengan cara yang halal misalnya, niscaya akan menimbulkan kegoncangan sesaat tanpa menyebabkan kerusakan, penyakit jiwa ataupun kematian. Jadi faham freudisme itu salah dan sangat tidak tepat. Wallaahu a’lam bish shawab.
Nah sobat muda, hati-hati dengan pacaran. Karena itu merupakan peluang mendekati zina. Nuansacinta yang indah itu bakal berubah saat kamu nekat untuk melakukan opening move dengan pasangan kamu. Bisa gawat itu. Jadi bohong besar kalo aktivitas pacaran itu bisa dikendalikan. Boleh jadi ada yang berkomentar, “Ih, itukan tergantung orangnya?” Bisa jadi. Tapi nggak selalu, lho. Sekuat-kuatnya iman, tetap akan ambruk juga, non. Karena rasa cinta plus kebutuhan akan kasih sayang dan perhatian akan selalu menghinggapi manusia selagi masih hidup. Seperti halnya hawa nafsu itu jadi gias, alias nggak jelas.
Bener. Nngak ada yang ngejamin kamu atau pacar kamu bisa jaga diri alias tahan godaan syaithan ketika lagi asyik berduaan. Apalagi di tengah maraknya kampanye gaul bebas melelui media massa (koran) dan tayangan televisi. Awalnya mungkin cuma nonton bareng, makan bareng, pegangan tangan, berpelukaaaaan kayak teletubbies, sampai teler abis. Udah ghitu, wallahua’lam. And, kalo kamu udah lengket banget ama si doi (kayak lem aja), kamu akan ngerasa berat banget untuk menolak ‘aksi gerilya’ tangan pacar kamu yang bisa berujung kamu nggak gadis lagi. Iiih, syerem...! jangan sampai dech.
Jadi, meski banyak yang membela diri kalo pacaran yang dilakukannya anti–zina. Tapi yakinlah bahwa itu cuma omongan belaka, dan tentunya tetap maksiat donk. Dosa. Inilah sisi gelap pacaran. Bukti sudah banyak kalo pacaran adalah jalan menuju z–i–n–a. Jadi, tinggalkan pacaran dan fokuskan belajar. Tul ngga’k?
Bicara tentang perilaku seks remaja yang kian menggila ini tak cukup cuma di seminar, tulisan-tulisan, pesan-pesan moral, dan nasihat belaka yang sifatnya normatif. Bukan hanya itu, dan memang tidak cukup hanya dengan itu. Kenapa? Karena kondisi masyarakat yang amburadul ini lebih disebabkan karena kegagalan sistem kehidupan yang mengaturnya. Khusus masalah perilaku seks remaja ini, ternyata bila kita telusuri penyebabnya adalah karena dalam sistem kehidupan Kapitalisme diberlakukan kebebasan bertingkah laku.