lanjutan,
note: klo keliru, re-post, dihapus aja ya bos......
Jadi perihal persembahyangan sudah terdapat dalam Reg Weda. Tentu tidak menyangkut pelaksanaannya sebagai Panca Sembah yang disesuaikan dengan desa dala datra. Yang sudah ada itu pengaturan individu, sendiri-sendiri. Malah kalau zaman dahulu sembahyang bisa lama karena khusuknya. Berbeda kini, dalam persembahyangan dilakukan secara umum, berkelompok, harus bergelombang atau antre, perlu pengaturan khusus yang sekarang dinamai Panca Sembah.
Urutan Panca Sembah itu sebagai berikut:
Pertama, muspa puyung/kosong sebagai awal pemujaan
Ya Hyang Widhi yang merupakan Atma dari Tattwa, sucikanlah hamba
Kedua, muspa dengan bunga, ke hadapan Sanghyang Siwa Raditya
Ya Hyang Widhi, hamba sembah Dikau dalam manifestasi sinar surya yang merah cemerlang, berkilauan cahayaMu, Engkau putih suci bersemayam di tengah-tengah laksana teratai, Engkau bhaskara (sumber cahaya) yang hamba puja selalu.
Oh Hyang Widhi, sumber cahaya segala sinar, hamba menyembahmu agar segala dosa dan kotoran yang ada pada jiwa hamba menjadi sirna, binasa, karena Dikau adalah sumber bhukti dan mukti, kesejahteraan hidup jasmani dan rohani, hamba memujaMu, Oh Hyang Widhi
Ketiga, muspa dengan bunga/kawangen ke hadapan Sang Hyang Widhi
Ya Hyang Widhi, hamba memujaMu sebagai dewa sumber sinar, yang bersinggasana paling utama, hamba memuja Dikau sebagai Siwa penguasa semua mahluk, hamba memujaMu sebagai satu-satunya penegak segala, yang bersemayam di padmasana. Hamba tujukan pujaan hamba kepadaMu ciwaraditya dan hamba puja Hyang Widhi sebagai ardhanareswari (perwujudan tunggal dari laki dan perempuan)
Keempat, muspa dengan bunga/kewangen ke hadapan Istha Dewata/Dewa Pitara untuk mohon waranugraha
Ya, Istha Dewata (leluhur), limpakanlah anugerahMu yang menggembirakan hambaMu. Maha pemurah yang melimpahkan segala kebahagiaan yang dicita-citakan serta dipuja-puja dengan segala pujian, hamba puja Dikau yang melimpahkan segala macam anugerah. Sumber kesidian semua dewata, yang semuanya berasal dari korban suci kasih sayangMu.
Limpakanlah kemakmuran, kasidian dan umur panjang serta keselamatan dan kebahagiaan selalu. Hamba puja Dikau untuk dianugerahi kesejahteraan, hamba puja Dikau untuk dianugerahi kebahagiaan, dan:
Kelima muspa tangan kosong (tanpa bunga)
Untuk menghaturkan terima kasih atas anugerah yang telah dilimpahkanNya
Ya, Sang Hyang Widhi, kami memujaMu dalam wujud sinar suci yang gaib, serta wujud maha agung yang tidak dapat dipikirkan. Semoga semuanya damai di hati, damai di dunia dan damai selalu, atas karunia Sang Hyang Widhi.
Setelah puja persembahyangan selesai dilanjutkan dengan matirta dengan urutan sebagai berikut:
Masirat/maketis tiga (3) kali di Shiwadwara (ubun-ubun) dengan maksud dan tujuan menyucikan pikiran, disertai mantra : OM Ang Brahma Amerta ya Namah.
Mengenai bagaimana urutan kalau kita mau sembahyang, menghaturkan bakti ke Dewa Pitara (leluhur). Pelaksanaannya pada urutan ke 3. Kalau di pura kita menghaturkan kepada Istha Dewata, tetapi saat Pitra Yajnya urutan ke 3 itu kita hadapkan kepada Dewa Pitara dengan permohonan anugrah itu. Cakupan tangan diletakkan di dahi pada pertengahan kedua alis. Tetapi kalau kita sembahyang pada waktu mayat itu baru “dimandikan”, karena masih berupa mayat maka cakupan tangan itu diletakkan di dada, di ulu hati. Jangan di dahi.
Terkait pelaksanaan Tri Sandhya, perlu ketahui di India tidak ada Tri Sandhya yang 6 bait sebagaimana di Nusantara ini. yang diucapkan hanya Mantra Gayatri (bait pertama Tri Sandhya diucapkan sebanyak mungkin).
Di Bali, Lombok, dan Jawa, Tri Sandhya baru disebarluaskan setelah Parisada Hindu Dharma Indonesia menerbitkan Buku Upadesa.
Pelaksanaannya di Bali tidak begitu cepat, mula-mula di sekolah-sekolah waktu pelajaran akan dimulai. Kemudian di rapat-rapat pada waktu rapat akan dimulai. Kemudian di kantor-kantor bupati yang bupatinya orang Hindu. Kemudian di pura pada waktu persembahyangan Panca Sembah akan dimulai. Inipun kadang ada yang ngrengkeng masak dini ma Tri Sandhya buin, ken jumah suba ma Tri Sandhya (masak di pura sekarang lagi ber Tri Sandhya, kan di rumah tadi sudah kita lakukan). Penulis sendiri tak mengerti mengapa demikian. Apakah karena di Bali sudah tahu masyarakat beragama Hindu, sehingga tidak perlu digembar-gemborkan, sedangkan di luar Bali mereka bersaing dan ingin menunjukkan jati dirinya atau identitas diri sebagai penganut Hindu. Kalau demikian, maka pemikiran itu keliru. Pelaksanaan Tri Sandhya bukan untuk digembar-gemborkan kepada pemeluk lain. Tri Sandhya itu adalah oleh diri sendiri kepada Hyang Widhi. Setiap saat kita dapat mengagungkan Hyang Widhi serta memohon pengampunan kesalahan dan dosa yang kita tidak tahu sudah melakukannya. Setiap saat kita dapat melaksanakan walaupun tidak diperdengarkan. Cukup di hati kita memuja Hyang Widhi serta memohon ampun Beliau.
note: klo keliru, re-post, dihapus aja ya bos......