• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

dewa dewi

ketika kebenaran para dewa di pertanyakan.....
apa trilogi tentang tridharma pengabungan tiga sekte aliran buddha,taoist,kong hu chu (konfusius)/hmm
 
sangat menarik.. hehehe...
bagi kita Buddhis teravada.. murni Buddhist tentu tidak mengenal adanya para deva.. lain hal dengan taouisme.. tridarma.. dan mahayana.. yang kebanyakan berasal dari china.. adanya deva devi itu merupakan hal yang yang tak kalah pentingnya.. bahkan sangat penting keberadaannya..

saya kurang setuju jika dikatakan theravada itu murni buddhist, dasarnya apa? juga dalam theravada tidak ada deva-devi ? ini pernyataan dari siapa ? di pelajaran sekolah buddhist tingkat dasar saja udah dikasi tau bahwa ada deva-devi dan pelajaran di sekolah umumnya mengikuti maszab theravada. ngak percaya? bukan kah kita dikasi tau ttg 31 alam kehidupan dan diatas alam manusia itu alam apa ? catumaharajika bhumi ? ini alam apa ? bukan ini alam 4 dewa raja ? terus tavatimsa bhumi ? bukan kah ini alam 33 dewa. nah kapan dibilang theravada ngak mengenal deva-devi, didalam paritta karaniya metta sutta juga banyak disinggung ttg deva-devi ini. ?
kalo yang anda maksud adalah dewa-dewi yang ada dikelenteng2x, nah itu saya setuju karena dewa dewi ini adalah tradisi china (taoisme) dan tidak dikenal dalam theravada. tapi theravada mengakui keberadaan alam para dewa. cuma apakah bentuk dan wajah para dewa seperti yang ada di rupang-rupang saat ini yah kita ngak tau lah.

sorri yah bro, bukan maksudnya mengkritik anda tapi ini forum internasional dan bisa dibaca umum mknya kita kudu kasi tau yang sebenarnya / fact.

kayanya harus kita luruskan terlebih dahulu, kalo dikatakan bahwa mayoritas china itu beragama buddha, saya kurang setuju. kenapa pada awal kedatangan bangsa china di indonesia yang pasti mereka pahami adalah tradisi konghucu dan taoisme yang telah mendarah daging, tapi di indo mereka tidak bisa diakui mknya bergabunglah dengan buddhisme karena kedekatan secara ajaran. kita akui atau tidak bahwa orang tua kita umumnya lebih kecendrungannya ke konghucu dan taoisme bukan buddhisme.

secara buddhisme yang namanya dewa-dewi itu mempunyai umur yg cukup panjang dan juga bisa mati, dan semua org dapat lahir dialam tsb. masalah kesesatan itu tergantung si dewa tsb karna merka jd dewa itu karna karma baik mereka dan begitu karma baiknya habis merka akan mati dan terlahir dialam kehidupan lain sesuai dengan karma yang berbuah saat itu. nah di alam dewa juga masih ada nafsu dan keinginan so ini yang membuat mereka bisa berbuat salah juga berbuat baik. in yg saya pelajari selama saya sekolah dan ini adalah konsep theravada ( sekolah ku mengunakan buku dari depag yang berkonsep theravada )
 
saya kurang setuju jika dikatakan theravada itu murni buddhist, dasarnya apa? juga dalam theravada tidak ada deva-devi ? ini pernyataan dari siapa ? di pelajaran sekolah buddhist tingkat dasar saja udah dikasi tau bahwa ada deva-devi dan pelajaran di sekolah umumnya mengikuti maszab theravada. ngak percaya? bukan kah kita dikasi tau ttg 31 alam kehidupan dan diatas alam manusia itu alam apa ? catumaharajika bhumi ? ini alam apa ? bukan ini alam 4 dewa raja ? terus tavatimsa bhumi ? bukan kah ini alam 33 dewa. nah kapan dibilang theravada ngak mengenal deva-devi, didalam paritta karaniya metta sutta juga banyak disinggung ttg deva-devi ini. ?
kalo yang anda maksud adalah dewa-dewi yang ada dikelenteng2x, nah itu saya setuju karena dewa dewi ini adalah tradisi china (taoisme) dan tidak dikenal dalam theravada. tapi theravada mengakui keberadaan alam para dewa. cuma apakah bentuk dan wajah para dewa seperti yang ada di rupang-rupang saat ini yah kita ngak tau lah.

sorri yah bro, bukan maksudnya mengkritik anda tapi ini forum internasional dan bisa dibaca umum mknya kita kudu kasi tau yang sebenarnya / fact.

kayanya harus kita luruskan terlebih dahulu, kalo dikatakan bahwa mayoritas china itu beragama buddha, saya kurang setuju. kenapa pada awal kedatangan bangsa china di indonesia yang pasti mereka pahami adalah tradisi konghucu dan taoisme yang telah mendarah daging, tapi di indo mereka tidak bisa diakui mknya bergabunglah dengan buddhisme karena kedekatan secara ajaran. kita akui atau tidak bahwa orang tua kita umumnya lebih kecendrungannya ke konghucu dan taoisme bukan buddhisme.

secara buddhisme yang namanya dewa-dewi itu mempunyai umur yg cukup panjang dan juga bisa mati, dan semua org dapat lahir dialam tsb. masalah kesesatan itu tergantung si dewa tsb karna merka jd dewa itu karna karma baik mereka dan begitu karma baiknya habis merka akan mati dan terlahir dialam kehidupan lain sesuai dengan karma yang berbuah saat itu. nah di alam dewa juga masih ada nafsu dan keinginan so ini yang membuat mereka bisa berbuat salah juga berbuat baik. in yg saya pelajari selama saya sekolah dan ini adalah konsep theravada ( sekolah ku mengunakan buku dari depag yang berkonsep theravada )

Betul,agama Buddha juga mengenal dewa-dewi,dewa dewi adalah makhluk penghuni alam bahagia yang tidak kekal juga yang terdapat dalam 31 alam kehidupan.
 
bhante singthung, selamat malam?? saya pernah menonton film Sungokong, kayaknya dewa-dewi disurga itu bersatu deh, tidak ada istilahnya surga untuk orang buddha, surga untuk orang tao/konghucu,? semua dewa-dewi dipimpin oleh raja langit yang bernama I huang Ta Ti, lalu ada 8 dewa, naca, ada Dewi Kuan Im, ada Maitreya, lalu ada juga Buddha Rulai Sakyamuni? jadi bengung, didunia tampaknya mreka berbeda-beda tapi kalau sudah sampai disurga, semuanya seperti sahabat. apa memang sperti itu?
 
@All,
Maaf, numpang lewat ya ...:)
Terlepas dari kepercayaan atau apapun, Infonya bagus.... :D

@KodokBuduk,
Mo nanya dong..., ko saya ga ada ....:D Maksud saya Kong Ming / Zhuge Liang / Si Naga Tidur... ? Guan Gong ada, Zhou Yu ada..., masa Kong Ming ga ada ...:)

Dewi Kuan Im ko ga ada ...?

Nice post..., Thanks for share

@All,
Besok pada Ceng Beng ga ...?
 
bhante singthung, selamat malam?? saya pernah menonton film Sungokong, kayaknya dewa-dewi disurga itu bersatu deh, tidak ada istilahnya surga untuk orang buddha, surga untuk orang tao/konghucu,? semua dewa-dewi dipimpin oleh raja langit yang bernama I huang Ta Ti, lalu ada 8 dewa, naca, ada Dewi Kuan Im, ada Maitreya, lalu ada juga Buddha Rulai Sakyamuni? jadi bengung, didunia tampaknya mreka berbeda-beda tapi kalau sudah sampai disurga, semuanya seperti sahabat. apa memang sperti itu?

Saya hanya umat Buddha biasa yang lagi belajar agama Buddha. Kera sakti hanya sebuah film saja dan hiburan saja yang intinya supaya kita "Janganlah berbuat Jahat,Tambahlah kebajikan dan Sucikan hati dan pikiran serta menghindari Lobha,Dosa dan Moha. Kera sakti merupakan pembauran dari Tridharma(Buddha, KongHuCu dan Taoisme). Dewa-dewi adalah penghuni alam bahagia punya tingkatan sendiri-sendiri serta tidak kekal. Dewa Sakka adalah pemimpin para dewa.

 
bhante singthung, selamat malam??

wah ada bhante...... jadi ngak enak nih kalo ngomongin dharmanya salah.:D:D:D:D

saya pernah menonton film Sungokong, kayaknya dewa-dewi disurga itu bersatu deh, tidak ada istilahnya surga untuk orang buddha, surga untuk orang tao/konghucu,? semua dewa-dewi dipimpin oleh raja langit yang bernama I huang Ta Ti, lalu ada 8 dewa, naca, ada Dewi Kuan Im, ada Maitreya, lalu ada juga Buddha Rulai Sakyamuni? jadi bengung, didunia tampaknya mreka berbeda-beda tapi kalau sudah sampai disurga, semuanya seperti sahabat. apa memang sperti itu?

wah bro ismanto kebanyakan nonton nih. nama juga film pasti banyak ceritannya. akan tetapi dewa-dewi yang ada didalamnya itu merupakan doktrin dari taoisme. karena kalo sesuai dengan doktrin buddhisme mk bisa saja dialam dea itu nantinya ada bro ismanto dan lain-lain ( kan tergantung karma baiknya ). cerita ttg sungokong itu ada pengarangnya, dan setau saya itu ada artinya dibalik karakter mereka, seperti sungokong yang lincah ini seperti pikiran yang selalu loncat sana sini ngak pernah diam, lalu Cu Pat Kay yang melambangkan keserakahan, lalu Sa ceng yang bodoh dan Lugu serta Kuda pUtih yang penurut dan setia kawan. sedangkan Tong sam Cong adalah si Bijaksana.
 
eh ternyata ada bhante(biksu) disini ternyata sinthung.............................................................
bagus2
wah jadi kurang ajar neh ngajak bhante debat
tetapi tukar pikiran hehhehehehehhehhehehhehehhehehhehehe
 
wow..
infony bagus neh..thx ya..
bs buat blajar2 hehe..Keep up the good work ^^!
 
wah, seru juga nih bahas dewa2...
dewa2 china [Taoisme] itu kira2 setara dewa2 Hinduisme. Taoisme kan Hindu-nya china...
tapi sejak Dharma hadir, para dewa banyak yang uda menganut Buddhadharma. lihat aja, Maha Brahma, Shiva, dll aja dateng ke ceramah Buddha buat belajar Dharma. cuma emang ga semua, masih ada dewa2 yang tetep keukeuh pada agama lamanya.

@ bro ismanto, surga menurut ajaran Buddha mah tidak mengenal diskriminasi agama. Asalkan sesuai karmanya maka seseorang akan lahir di surga tertentu bersama2 orang2 lain yang karmanya sesuai ga peduli mau agama apa juga..

para dewa dalam legenda tuh juga belum tentu semuanya beneran ada. kalau tidak salah seperti 8 dewa itu banyak yang meragukan kisahnya, beda dengan dewa2 lain yang bahkan paling nga' waktu masih jadi manusia terbukti emang ada, kaya Guan Yu, dll; atau tercantum dalam kitab2 Taoisme.
Tentang Sun Go Kong saya pernah denger kabar emang beneran ada, cuma dia itu 'spirit' semacam Asura, jadi manusia biasa mah nga bisa liat. Orang2 biasa cuma liat Bikshu Xuan Zang sendirian aja. Versi ini sih bisa2 aja, toh dewa2 pelindung Dharma menjaga siswa2 Buddha bukan cerita aneh.
terlepas dari bener nga'nya yang penting kisah itu menginspirasi dan memberi ajaran moral yang baik aja cukup, tul ga??

sejak dulu di china, kerajaan sering gonta-ganti agama negara, bentar Buddhis, bentar Tao, ganti Buddhis lg [Konghu cu mah ga pernah disebut sbg agama, tp lebih ke prinsip hidup/ etika moral umum]. Hanya kalangan terpelajar yang tahu beda Buddhis dan Tao. Juga antara Tao dan Buddhis ada konsep yang 'dekat' sehingga terjadi adaptasi budaya. Buddhis meminjam istilah2 Tao untuk menjelaskan Dharma. dan Tao mengadaptasi konsep2 Buddhis untuk memperkaya diri. Bahkan ada Guru Buddhis yang mengatakan bahwa Taoisme sangat mirip Buddhis bedanya hanya pada tujuan akhirnya untuk menjadi Dewa atau Rshi/immortal sedangkan Buddhis menuju Nirvana. Taoisme menganggap kedewaannya adalah 'nirvana[kesempurnaan]', mirip banyak ajaran yang mengejar surga sebagai tujuan akhir.

Ttg Zhuge Liang Kong-ming ada ga yah sumber info selain Sam kok?
 
keknya zhugeliang tidak jadi dewa, mungkin lahr kembali kedunia. begitu juga Liupei tidak jadi dewa, entah kenapa? padahal Zhugeliang sosok yang hebat, dan dianggap setengah dewa di kisah samkok tapi kok gak bisa jadi dawa yeh.
 
zhugeliang tidak menjadi atao di anggap dewa sama halnya dengan temen seperjuangannya caocao yg menjadi pengkhianat. caocao telah di anggap sesat dan kemudian mati menjadi setan/hantu (kui).
dari crita samkok hanya GuanYu,ZhangFei,LiuBei saja yg menjadi dewa sebahagai kepercayaan dari china yg sangat di hormati sampai masa sekarang ini./no1

kita di dalam buddhist aliran yg manapun tidak bisa menyangkal bahwasanya deva-devi china bukanlah termasuk dalam buddha.
buddha yg merupakan guru bijaksana guru junjungan merupakan guru dari manusia dan para deva juga semua makhluk hidup.
di indonesia sendiri hal kepercayaan ini masih sulit untuk di bahagi. karena di indonesia hanya mengakui agama buddha. sedangkan taoist konghuchu,konfusius dan juga buddha di indonesia di rangkul menjadi satu dalam naungan tri-dharma.
sedangkan di china sendiri pembauran beberapa kepercayaan ini sudah terjadi sejak jaman kekaisaran dulu./heh
 
Jiang TaiGong
god05.jpg

Life History of Real Jiang Taigong

Jiang Taigong, native of Donghai in Zhou Dynasty, was said to be a descendant of Emperor Yandi of remote ages. One of his forefathers had been a holding high position during the reign of Emperor Shun. Later, because of his achievement in helping Yu the Great to harness rivers, he was granted the fief of Lu (west of today’s Nanyang City in Henan Province) and addressed as Marquis of Lu. Jiang Taigong was also called Lu Shang or Lu Wang. To show him respect, later generations called him Jiang Ziya. In ancient times “zi” was an honorific title for men.

King Wen way on the journey to seek talents and met Jiang ZIya by chance. Jiang Ziya was a learned man and always wanted an opportunity to put his talents into practice. However under the reign of King Zhou, the last ruler of Shang Dynasty, he was unable to serve him as King Zhou was a tyrant.

Most of his life was spent in obscurity and poverty. He only was able to use his abilities when he was seventy years old. Jiang had heard that King Wen, chief of Zhou clan in the late Shang dynasty, was amiable and easy to approach, respecting the elder and loving children, placing those able and virtuous people in important positions. Thus Jiang moved to Wenshui. Building a hut near Panxi, he made a living by fishing, while waiting for the important post to be conferred by King Wen that would enable him to use his wisdom in assisting King Wen. Despite waiting for the wise ruler for a long time, Jiang hair turned grey and his hope seems futile. However as destined one day he heard the sound of horses and people’s voices coming from afar. A delicate featured man dressed up as a King approached him. When told the distinguished visitor was the King Wen of Zhou, who was eagerly seeking talents, he felt very happy and finally was appointed the Prime Minister!

He carried out political and military reforms. Domestically, he emphasizes on developing production; externally, he deployed forces to conquer small neighboring clans to expand territories and weaken the Shang Dynasty.
With his assistance King Wen defeated Quanrong, conquered Shang Dynasty’s Chongguo, and moved the capital from Qishan to Fengcheng. The territory of Zhou gradually increase and stretched from Mi (today’s Lingtai in Gansu Province) in the west of Yu (Around todays Qinyang County in Henan Province) in the east. Then Zhou territory further expanded to the valley of Yangtze, Hanshui and Rushui rivers. Its political, economic and military strength greatly surpassed the Shang Dynasty, paving the way for the founding of the Zhou Dynasty.

Unfortunately, King Wen died before he fulfilled his ambition of overthrowing the Shang. His son Ji Fa, historically known as King Wu, succeeded to the throne.
With the assistance of Jiang, he sent troops to fight King Zhou of Shang, and carried out his father’s plan to establish the Zhou Dynasty. The regime is called Western Zhou in history. Due to his merits in overthrowing the Shang Dynasty, Jiang was granted the area of Qi (the central and eastern parts of today’s Shandong Province) as his fief, and regarded as the founder of Qi.

Jiang Taigong in Legend

There are numerous legend about Jiang Taigong. One account said that his parents died when he was a child and he followed his aunt to Zhaoge, the capital of Shang. At the age of twelve he started working as a butcher because his aunt’s family needed his help. But he failed at his job and wandered away from Zhaoge, until he met King Wen and found success.

One legend said Jiang fished for three days and three nights without catching anything. Later someone taught him the way of angling. Following the advice, Jiang finally caught a carp. Upon opening it’s belly, he found a cloth roll with characters reading “Lu Wang (namely Jiang Taigong) will be granted the area of Qi as his fief”.

Based on another legend King Wen dreamed of the Heavenly Emperor calling him “Chang (King Wen was named Ji Chang), I am going to grant you a good mentor and assistant. His name is Wang”. He then saw Jiang taigong beside the Heavenly Emperor. It was the same night Jiang Taigong had the same dream. Soon afterwards when meeting Jiang, King Wen asked. “Is Wang your name?”
“Yes,” replied Jiang, smiling. “It seems that I had seen you somewhere,” said King Wen. After Jiang told him the exact date he had the same dream with King Wen, he took Jiang and offered him an important position.

This legend is the most popular among all. Jiang Taigong was originally a famous general of King Wen and a respected figure. He was even believed ton have become a supernatural being. So anyone who wants to drive evil spirits out of his house would put on the wall a poster with characters reading. “Jiang Taigong is here. All evil spirits keep off.”

Jiang Taigong is depicted as an elderly man with white beard and hair, dressed up in imperial robe, one hand holding a flag (flag denotes his power to control or dispatch armies) and the other hand holds a sword.

Jiang Taigong famous quote, ”Jiang Taigong is here. Other gods withdraw and keep off”. Thus declared Jiang Taigong at a platform after he granted titles to other gods. “Since I had offered a title to them, I should at least place myself above them”, he declared.

From then onwards, when people were building a new house, they would paste up a banner reading “Jiang Taigong is here, hundred affairs are not forbidden as taboo”, (姜太公在此, 百事無禁忌) this would prevent evil spirits from occupying the building.

Wen Chang Di Jun
wenchangdijun.jpg

The popular Chinese Taoist god of literature and writing, invoked by scholars to assists them in their works. He is especially venerated by people who require help with their entrance examinations for an official career.
In reality, Wen-chang is a constellation of six stars in the vicinity of the Great Bear. It is said that when these stars are bright, literature flourishes. He visits the Earth frequently in human shape. Taoists texts mention seventeen separate existences of the stellar deity on Earth


In addition to the ancestors of whose worship it really consists, Taoism has in its pantheon the specialized gods worshipped by the scholars. The chief of these is Wen Chang, the God of Literature. The account of him (which varies in several particulars in different Chinese works) relates that he was a man by the name of Chang Ya, who was born during the T’ang dynasty in the kingdom of Yeh (now known as ZheJiang Province), and went to live at Tzŭ T’ung in Szechuan, where his intelligence raised him to the position of President of the Board of Ceremonies. Another account refers to him as Chang Ya Tzŭ, the Soul or Spirit of Tzŭ T’ung, and states that he held office in the Chin dynasty (A.D. 265–316), and was killed in a fight. Another again states that under the Sung dynasty (A.D. Page 105960–1280), in the third year (A.D. 1000) of the reign-period Hsien P’ing of the Emperor Chun Tsung, he repressed the revolt of Wang Chun at Ch’ing Tu in Szechuan. General Lei Yu-chung caused to be shot into the besieged town arrows to which notices were attached inviting the inhabitants to surrender. Suddenly a man mounted a ladder, and pointing to the rebels cried in a loud voice: “The Spirit of Tzŭ T’ung has sent me to inform you that the town will fall into the hands of the enemy on the twentieth day of the ninth moon, and not a single person will escape death.” Attempts to strike down this prophet of evil were in vain, for he had already disappeared. The town was captured on the day indicated. The general, as a reward, caused the temple of Tzŭ T’ung’s Spirit to be repaired, and sacrifices offered to it.


The object of worship nowadays in the temples dedicated to Wen Chang is Tzŭ T’ung Ti Chun, the God of Tzŭ T’ung. Various emperors at various times bestowed upon Wen Chang honorific titles, until ultimately, in the Yuan, or Mongol, dynasty, in the reign Yen Yu, in A.D. 1314, the title was conferred on him of Supporter of the Yuan Dynasty, Diffuser of Renovating Influences, Ssŭ-lu of Wen Chang, God and Lord. He was thus apotheosized, and took his place among the gods of China.


Thus the God of Literature, Wen Chang Di Jun, duly installed in the Chinese pantheon, and sacrifices were offered to him in the temples dedicated to him. But scholars, especially those about to enter for the public competitive examinations, worshipped as the God of Literature, or as his palace or abode (Wen Chang), the star K’uei in the Great Bear, or Dipper, or Bushel—the latter name derived from its resemblance in shape to the measure used by the Chinese and called tou. The term K’uei was more generally applied to the four stars forming the body or square part of the Dipper, the three forming the tail or handle being called Shao or Piao. How all this came about is the next story.


A scholar, as famous for his literary skill as his facial deformities, had been admitted as first academician at the metropolitan examinations. It was the custom that the Emperor should give with his own hand a rose of gold to the fortunate candidate. This scholar, whose name was Chung K’uei, presented himself according to custom to receive the reward which was rightfully due to him. At the sight of his repulsive face the Emperor refused the golden rose. In despair the miserable rejected one went and threw himself into the sea. At the moment when he was being choked by the waters a mysterious fish or monster called ao raised him on its back and brought him to the surface. K’uei ascended to Heaven and became arbiter of the destinies of men of letters. His abode was said to be the star K’uei, a name given by the Chinese to the sixteen stars of the constellation or ‘mansion’ of Andromeda and Pisces. The scholars quite soon began to worship K’uei as the God of Literature, and to represent it on a column in the temples. Then sacrifices were offered to it. This star or constellation was regarded as the palace of the god. The legend gave rise to an expression frequently used in Chinese of one who comes out first in an examination, namely, tu chan ao, “to stand alone on the sea-monster’s head.” It is especially to be noted that though the two K’ue’s have the same sound they are represented by different characters, and that the two constellations are not the same, but are situated in widely different parts of the heavens.


Images of Wen Chang portray him as an official or as a scholar. He is always seen holding an auspicious scepter “Ru Yi” or a register book. Usually accompanied by his two faithful attendants, namely Tien Lung (Deaf Celestial) and Di Ya (Mute Terrestial). His birthday is celebrated on the third day of second lunar month.

/heh lanjutttt
 
@KodokBuduk,
Bro..., versi Indo aja dong...
Kalo inggris pegel bacanya....:D
 
dewa dalam tradisi buddhis selalu di kaitkan dengan sejarah kehidupan pahlawan..

bagaimana dengan dewa di dunia barat?.....kan ada pahlawan nya juga.

seperti batman,robin hood,superman,spider man.>>>canda2 biar stres hilang
 
dewa dalam tradisi buddhis selalu di kaitkan dengan sejarah kehidupan pahlawan..

bagaimana dengan dewa di dunia barat?.....kan ada pahlawan nya juga.

seperti batman,robin hood,superman,spider man.>>>canda2 biar stres hilang

/no1 marcedes benz /heh
di dunia barat juga terdapat dewa2 pujaan mereka seperti halnya yunani
yg mempercayai zeus dll. juga mesir yg memiliki dewa piramid mereka.
setiap bangsa memiliki dewa masing2 dengan latar belakang dan dari sejarah riwayat masing".
kepercayaan kepada para dewa sudah ada sejak jaman doeloe sebelum adanya penyebaran agama kepercayaan kepada tuhan.

do you know/?
sebelum di jadikan mal dan kondominium taman anggrek di jakarta barat
lahan itu doloenya terdapat kelenteng sembahan para petani. /no1

@KodokBuduk,
Bro..., versi Indo aja dong...
Kalo inggris pegel bacanya....:D

saya juga lagi stress neh /hmm
nanti saya carikan yg versi indo /heh
 
sebelumnya mohon maaf kalau ada kesalahan yah ^^ :

seperti adanya agama setahu saya karena per abad an manusianya makanya agama itu lahir.

turunnya agama hindu itu sekitar 6000an tahun sebelum masehi, yang di jaman itu manusia cenderung bersifat barbar dan kanibal,
dan lahirnya agama budha sekitar 2500an tahun sebelum masehi yang di mana saat itu sidharta gautama melihat perilaku manusia yang barbar itu, oleh karena itu dia mencari jati diri dan mencari jalan yang terang untuk manusia2.
maka dari itu budha yang berarti budi perkerti ( welas asih )
di ajaran budha yang di ajarkan itu cenderung sutra dan karma. tidak di ajarkan mengenai dewa dewi. itu hanya contoh saja, agar pengikut2nya paham akan ajaran ini. tapi oleh orang2 yang tidak tahu ini disalah artikan.

coba di simak kata2 ini :

Orang menggangap yang satu cantik,
yang lain tidak cantik, menggangap ciptaan yang satu baik, yang lain tidak baik.
Padahal, penciptaan dan kehancuran, sulit dan mudah, panjang dan pendek, tinggi dan rendah, semuanya bangkit dari satu sama lain.
Sama seperti halnya yang ada dengan yang tidak ada, saling melahirkan satu sama lain, nada yang beragam menciptakan musik, memberikan tekstur terhadap kehidupan, dan memupuk daya imajinasi.
Seseorang yang bijak, menerima segalanya apa adanya, membiarkan datang dan pergi, sebagai sesuatu dimana ia dapat berpartisipasi, bukan untuk di dominasi, untuk di pupuk, bukan di miliki.
Dalam kesatuan dengan apa yang ada, mereka melahirkan dengan bebas, tanpa mengklaim berkuasa, sebab roh itu ada di mana-mana, dan di dalam diri kita semua.

 
sebelumnya mohon maaf kalau ada kesalahan yah ^^ :

seperti adanya agama setahu saya karena per abad an manusianya makanya agama itu lahir.

turunnya agama hindu itu sekitar 6000an tahun sebelum masehi, yang di jaman itu manusia cenderung bersifat barbar dan kanibal,
dan lahirnya agama budha sekitar 2500an tahun sebelum masehi yang di mana saat itu sidharta gautama melihat perilaku manusia yang barbar itu, oleh karena itu dia mencari jati diri dan mencari jalan yang terang untuk manusia2.
maka dari itu budha yang berarti budi perkerti ( welas asih )
di ajaran budha yang di ajarkan itu cenderung sutra dan karma. tidak di ajarkan mengenai dewa dewi. itu hanya contoh saja, agar pengikut2nya paham akan ajaran ini. tapi oleh orang2 yang tidak tahu ini disalah artikan.

memang sang buddha tidak pernah mengajarkan tentang dewa dewi.
sedangkan dari sektor kerpercayaan di percayai adanya dewa dewi
seperti taoist.dewa dewi adalah makhluk suci yg setingkat lebih tinggi dari pada manusia dan mereka tinggal di alam brahma.tetapi dewa dewi tetap kian di percayai adanya.mereka yg menjadi para dewa dengan mengamalkan ajaran buddha dan mencapai tingkat kesucian tertentu.
tridharma sudah berhubungan erat sejak jaman dinasti doeloe.
buddha memiliki pengetahuan dan wawasan yg luas tiada tara.
buddha yg sebagai guru manusia dan para dewa mengajarkan umatnya berbagai hal bukan hanya sutra dan karma.
/gg /no1
 
Di dalam ajaran buddha, emang tidak diajarkan dewa-dewi...
Buddha mengakui adanya makhluk2 tinggi itu.. tapi itu bukan tujuan akhir yang dicapai..

Dalam tingkatan tertentu, dewa-dewi tingkat tinggi bisa membantu kita dalam pencapaian.. tetapi tidak bisa melebihi pencapaian mereka (krn keterbatasan mereka).
Banyak yang terjebak di tingkatan itu.. dan menganggap itu sudah paling tinggi...
 
Cerita riwayat hidup Ching Cui Cu Se ada ga yah...
dan Sejarah Sembahyang Cang (BAK CANG)
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.