Surat An-Nuur (24) ayat 45
Allah menciptakan setiap dabbah dari Alma’i. Diantara mereka (dabbah) itu ada yang berjalan atas perutnya, dan diantara mereka ada yang berjalan atas dua kaki, dan diantara mereka ada yang berjalan atas empat kaki. Allah menciptakan yang DIA kehendaki dan sesungguhnya Allah menentukan atas tiap sesuatu.
Surat Al-Anfal (8) ayat 22
Bahwa sejahat-jahat dabbah pada Allah adalah orang-orang pekak dan tuli dan mereka tidak berpikir.
Surat Al-Anfal (8) ayat 55
Bahwa sejahat-jahat dabbah pada Allah adalah orang-orang kafir dan mereka tidak beriman.
Kalau kita perhatikan surat An-Nuur (24) ayat 45, cukup jelas dan tegas bahwa diantara dabbah itu ada yang berjalan atas perutnya (ular, buaya, cecak, kadal dan lain-lain), dan diantara dabbah itu juga ada yang berjalan atas dua kaki (ayam, bebek, MANUSIA dan lain-lain) dan ada pula yang berjalan dengan empat kaki (kerbau, sapi, kambing, unta dan lain-lain). Jadi jelaslah bahwa yang dimaksud dengan dabbah bukanlah hanya binatang melata, tetapi termasuk manusia dan binatang berkaki lainnya.
Pada Surat Al-Anfal (8) ayat 22 dan 55, menyatakan bahwa sejahat-jahat dabbah menurut pandangan Allah adalah orang-orang pekak, kafir, tidak berpikir dan tidak beriman. Jelas yang dimaksud disini adalah manusia, bukan binatang melata, karena memang semua binatang melata tidak bisa berpikir apalagi beriman. Inilah yang dimaksud dengan pemahaman tentang suatu istilah dalam ayat Al Qur’an. Kalau dalam memahami istilah dalam ayat kurang tepat apalagi kalau salah, maka arti dan kedengarannya pun janggal, tidak ratio, tidak bisa dimengerti oleh semua orang, akibatnya sasaran yang dimaksudkan pun tidak tepat. Jelaslah kiranya bahwa yang dimaksud dabbah adalah makhluk berjiwa (makhluk bernyawa) termasuk MANUSIA. Dengan begitu didapatkan kunci dan petunjuk yang diperoleh dari pengertian beberapa ayat yang saling menjelaskan bahwa di planet lain selain Bumi ini juga bermasyarakat manusia dan juga berkembang biak berbagai binatang termasuk juga binatang melata tadi.
Jika sekiranya yang dimaksud “dabbah” itu adalah binatang melata, dan bisa hidup di planet (Samawat) itu, maka mestinya makhluk lain termasuk manusia juga bisa hidup disana, karena mereka sama-sama bernapas dengan paru-paru, yang berarti disana ada oksigen untuk bernapas binatang melata itu.
Akan tetapi kalau istilah “dabbah” itu diartikan binatang melata, maka berarti bertentangan dengan maksud petunjuk Allah pada surat Al-Anfal (8) ayat 22 dan 55 serta surat An-Nuur (24) ayat 25. Maka dari itu dabbah bukanlah hanya binatang melata tapi termasuk juga manusia. Kemudian timbul pertanyaan, apakah manusianya juga sama dengan manusia yang ada di Bumi ini? Jawabnya adalah: sama, dan memang benar sama. Coba perhatikan semua manusia yang ada di muka Bumi ini apakah yang ada di Amerika, Arab Saudi, Jepang, Inggris di Indonesia semuanya mempunyai naluri yang sama. Hanya saja berbeda bahasa, warna kulit, adat istiadat dan yang lainnya karena sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang memang juga berbeda, misalnya faktor iklim, lingkungan dan sebagainya tetapi pada dasarnya mereka mempunyai naluri yang sama dengan kita yang di Indonesia.
Selama ini orang-orang Barat membuat imajinasi bahwa seolah-olah manusia dari planet lain itu seram, menakutkan dan mengerikan, padahal semua itu hanyalah dugaan tanpa menggunakan dalil dan petunjuk. Jika orang sudi memperhatikan ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan dengan sejarah manusia, maka akan diketahuilah bahwa manusia di planet lain itu sama dengan kita ini. Mereka terdiri dari berbagai bangsa, bahasa dan warna kulit, ada yang Islam ada yang kafir, ada yang baik ada pula yang jahat, ada yang pintar ada pula yang bodoh, karena mereka semua adalah berasal dari diri yang satu yang merupakan satu garis keturunan dengan semua manusia yang ada di wilayah Tata Surya kita ini. Sementara orang boleh saja tidak percaya, tetapi Al Qur’an datang dari Allah pasti benar 100 persen. Jika orang masih juga ngotot bahwa dalam penganalisaan ini tidak benar, maka silahkan diadakan koreksi agar dengan begitu persoalannya menjadi jelas.
Memang selama ini orang beranggapan bahwa kehidupan manusia itu hanyalah di Bumi ini saja, padahal sebenarnya Bumi ini hanyalah sebuah planet kecil jika dibandingkan dengan Yupiter yang besarnya 318 kali besar Bumi ini, untuk apa semua itu diciptakan Allah kalau dibiarkan kosong tanpa penghuni? Kalau diperhatikan dengan cermat, Al Qur’an menyatakan bahwa Bumi itu banyak dan Bumi ini juga disebut planet. Perhatikan petunjuk Allah berikut ini:
Surat Az-Zumaar (39) ayat 67 :
Dan mereka tidak menentukan (tentang Hukum) Allah dengan ketentuan yang haq (logis), sedangkan Bumi-Bumi semuanya adalah pemadatannya pada hari kiamat. Dan Samawat (planet-planet) itu berputar dengan tata hukumNya. Maha suci DIA dan Maha Tinggi tentang apa yang mereka sekutukan.
Dari keterangan ayat tersebut sangatlah jelas bahwa Bumi ini banyak (Ardhu Jami’an) berarti dia lebih dari satu sehingga benarlah bahwa keadaan planet-planet itu sama dengan Bumi ini (lihat Surat At-Tholaaq (65) ayat 12 dan Al-Baqoroh (2) ayat 29). Sebagai pembanding perhatikan ayat berikut ini:
Surat Al-Hadiid (57) ayat 21 :
Berlombalah kepada ampunan Tuhanmu, dan sorga seluas BUMI ANGKASA dan BUMI ini disediakan untuk orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasulnya. Itulah karunia yang diberikan kepada siapa yang dikehendakiNya, dan Allah memiliki karunia yang besar.
Ayat tersebut menerangkan adanya Bumi angkasa, maka dia adalah planet-planet itu yang keadaannya disamakan dengan keadaan Bumi ini. Itulah penjelasan Al Qur’an yang membutuhkan pemikiran secara cermat dan hati-hati untuk mendapatkan pengertian yang sewajarnya serta sejalan dengan keadaan yang berlaku di alam sekitar kita. Dengan begitu hendaklah orang lebih giat mengadakan pengkajian yang sebenarnya, bukan membaca secara tradisional tanpa mengetahui arti yang dibaca sehingga orang hanya dibius dan dipesona dengan iming-iming PAHALA tanpa mengetahui apa sebenarnya pahala yang dimaksud itu. Coba perhatikan dengan kepala dingin dan hati yang jernih, pada beberapa ayat Al Qur’an yang menerangkan tentang Surga. Dinyatakan bahwa surga itu luasnya sama dengan luasnya Bumi angkasa dan Bumi ini, sedangkan semua surga itu diciptakan Allah pastilah untuk ditempati atau disediakan bagi orang-orang Muttaqin (perhatikan Surat Al-Hadid (57) ayat 21 di atas tadi). Selanjutnya perhatikanlah Ayat berikut ini dengan teliti:
Surat Ali-Imron (3) ayat 133
Bersegeralah kepada ampunan Tuhanmu dan Sorga seluas Samawat (planet-planet) dan Bumi ini, disediakan untuk orang-orang Muttaqin.
Allah menyatakan bahwa Surga itu luasnya sama dengan Samawat dan Bumi ini. Jika sekiranya masyarakat manusia itu hanya ada di Bumi ini saja, lantas siapa yang akan menempati surga yang luas sama dengan Samawat tadi, untuk apa Allah menciptakan semuanya itu? Perlu diketahui bahwa di semesta raya ini jumlah Samawat itu milyaran dan tidak bisa dihitung. Setiap bintang itu adalah satu SOLAR SISTEM yang masing-masing bintang itu dikitari oleh planet-planet seperti halnya Surya kita yang juga dikitari oleh planet-planet, dengan istilah Samawat. Padahal semuanya itu nantinya merupakan jumlah dan ukuran sorga di Akhirat, sedangkan kita ini berada pada bagian dari Solar System tadi yaitu Bumi, sedangkan Tata Surya kita ini hanyalah bagian kecil dari Bima Sakti dengan istilah gugus Bima sakti. Kalau kita memperhatikan susunan Tata Surya kita yang planetnya sebenarnya ada 10 planet, tapi baru 9 yang diketahui oleh manusia Bumi. Itu semua pertanda bahwa sebenarnya kita ini belum apa-apa jika dipandang dari segi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Ada dua planet yang lebih besar dari Bumi yang kita diami ini yaitu yang ada di atas Mars, orang menamakan Yupiter dan Saturnus. Menurut penelitian para ahli atronomi bahwa Yupiter itu besarnya sama dengan 318 kali besar Bumi dan Saturnus 95 kali besar Bumi kita ini. Dinyatakan juga bahwa Yupiter memiliki Bulan jumlahnya 12, dan Saturnus ada 9 buah. Dengan begitu sudah bisa dibayangkan bahwa keberadaan kedua planet itu sama dengan Bumi ini hanya dia lebih besar. Maka wajarlah kalau Bulan yang bertindak sebagai satelitnya jumlahnya banyak, sebab kalau Bulannya hanya satu mungkin tidak akan mencukupi wilayah yang sangat luas itu. Lalu untuk apa semua itu diciptakan Allah kalau sekiranya disana tidak ada penghuninya dan dibiarkan kosong? Rasanya sangat janggal dan tidak logis. Lagi pula bahwa surga di Akhirat nanti merupakan penyempurnaan dan jumlahnya sama dengan semua planet yang ada di dunia atau di semesta raya ini. Maka benarlah pernyataan Al Qur’an kalau di setiap planet itu berpenduduk manusia seperti halnya di planet Bumi ini. Demikian itu adalah petunjuk Allah yang ada dalam Kitab Suci Al Qur’an dan memang sejalan dengan Ilmu Pengetahuan serta cocok dengan keadaan yang berlaku dan pemikiran secara wajar. Apakah dengan penjelasan yang logis seperti itu orang masih akan berusaha menolak dan menyanggah, maka semua itu kembali kepada hati kita masing-masing. Kalau orang meyakini bahwa Al Qur’an itu merupakan petunjuk hidup bagi manusia baik tentang hukum maupun Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, seharusnya kalau kita mendapatkan informasi tentang Al Quran mengenai sesuatu yang dianggap tidak sama dengan pemahaman yang selama ini kita peroleh, justru merupakan bahan pemikiran baru agar kita meneliti lebih jauh lagi agar memperoleh pengertian yang sebenarnya, dengan begitu kita akan senantiasa maju dan berkembang. Kenapa planet-planet itu disebut “Samawat” karena memang dia posisinya selalu kelihatan diatas dipandang dari manapun. Dan planet-planet yang menjadi “langit”nya Bumi Al Qur’an menyatakan ada 7 (tujuh). Planet yang berada di atas orbit Bumi mestinya ada 7 (tujuh) yaitu: Mars, Yupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, dan Pluto. Sampai di Pluto baru ada 6 planet di atas Bumi maka mestinya masih ada satu lagi tetapi sarjana Bumi belum menemukan. (lihat Surat At-Tholaaq (65) Ayat 12). Untuk memperjelas dan memantapkan pengertian, maka perhatikan ayat berikut:
Surat Al-Mu’minun (23) ayat 17
Dan sungguh telah Kami Ciptakan diatas kamu (diatas Bumi) tujuh (7) jalan, dan tidaklah kami lengah tentang ciptaan-Ku itu.
Ayat ini memperkuat keterangan Surat At-Tholaaq (65) Ayat 12 yang menyatakan bahwa diatas Bumi ini Allah menciptakan tujuh jalan, artinya jalan di ruang angkasa yang terletak di atas Bumi pastilah di wilayah Tata Surya kita juga, karena yang diberi petunjuk itu adalah manusia Bumi. Maka jalan yang dimaksud adalah “GARIS ORBIT” yaitu jalan yang dilalui oleh Samawat yang jumlahnya juga ada tujuh. Semakin jelas bukan, bahwa memang benar Samawat itu adalah planet-planet yang jumlahnya di atas Bumi ada tujuh. Maka oleh sebab itu pastilah diatas Pluto masih ada satu dan kita sudah diberi tahu tinggal mencari dan meneliti. (Tim astronomi dari Amerika mengumumkan baru saja memastikan menemukan planet ke-10 yang sementara diberi nama planet Xena. Planet itu di atas Pluto dan lebih besar dari Yupiter. Planet yang baru diketahui yang masuk dalam sistem tata surya matahari itu jarak dari Pluto yaitu 3 kali jarak matahari ke Pluto). Berdasarkan penelitian dan analisa bahwa planet yang ke 7 di atas Bumi adalah yang menurut Al Qur’an dinamakan dengan “SIDRATUL MUNTAHA”. Itulah kiranya planet sangat besar yang berada di urutan ketujuh di atas Bumi. Maka kini lengkaplah bahwa planet yang menjadi langitnya Bumi ada tujuh. Sedangkan Venus dan Mercury bukanlah merupakan langitnya Bumi karena dia berada di bawah orbit Bumi. Perhatikan Surat Thohaa (20) ayat 6) berikut ini:
Kepunyaan-Nya apa-apa yang ada di Samawat dan apa-apa yang ada di Bumi dan apa yang diantara keduanya dan apa-apa yang ada di bawah Bumi (dibawah orbit Bumi)
Berikut ini beberapa ayat Al Qur’an sebagai bahan penganalisaan bahwa di setiap planet berpenduduk manusia seperti halnya di Bumi ini:
Surat Al-Isro’ (17) ayat 55
Dan Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang diSamawat dan di Bumi, dan sungguh Kami kurniakan setengah Nabi atas setengahnya, maka Kami datangkan zabur kepada Daud.
Surat Al-A’roof (7) ayat 185
Tidakkah mereka perhatikan kerajaan di Samawat dan di Bumi serta tiap sesuatu ciptaan Allah? Mungkin telah dekat ajal (waktu) atas mereka, maka dengan Hadis mana lagi sesudahnya (AlQur’an) mereka akan beriman?
Dari Ayat tersebut dapat dipahami bahwa baik di Samawat maupun di Bumi juga diutus Nabi-Nabi yang menyampaikan wahyu Allah untuk masyarakat manusia. Karena Nabi itu diutus oleh Allah yang SATU, maka sudah pasti ajaran yang disampaikan sama, hanya mungkin saja berbeda dalam bahasanya sesuai dengan masing-masing kaumnya. Kemudian dijelaskan bahwa baik di Samawat maupun di Bumi ada kerajaan, maka pastilah rajanya adalah manusia, karena tidak mungkin binatang melata itu ada rajanya dan diutus para Nabi. Semakin jelas bukan? Selanjutnya perhatikan Ayat-ayat berikut ini dengan cermat:
Surat As-Syuura (42) ayat 12
KepunyaanNya perbendaharaan Samawat dan Bumi, DIA lapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki dan menyempitkannya. Bahwa DIA mengetahui atas tiap sesuatu.
Surat Saba’ (34) ayat 22
Katakan: panggilah yang kamu katakan Tuhan selain Allah, mereka tidak memiliki seberat zaroh (atom) di Samawat dan Bumi dan tiada sekutu bagi mereka pada keduanya (Samawat dan Ardh) dan tidak pula penolong selain DIA.
Surat An-Naml (27) ayat 25
Apakah tidak sujud kepada Allah yang mengeluarkan rahasia Samawat dan Bumi serta mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan.
Dari Ayat-ayat tersebut juga bisa dipahami bahwa Allah memberikan rizqi kepada yang di Samawat dan Bumi ini terhadap semua makhluk-Nya yang terdiri dari binatang dari berbagai jenis dan juga manusia yang ada disana. Lebih jelas lagi pada surat Saba’ (34) ayat 22 dikatakan “tidak ada sekutu bagi mereka pada Samawat dan Bumi”, padahal yang biasanya menyekutukan Allah itu adalah manusia dan tidak mungkin binatang melata.
Di samping itu dikatakan pula bahwa baik yang di Samawat maupun yang di Bumi ini banyak yang patuh kepada Allah ditandai adanya “sujud kepada Allah” maka sudah bisa dipastikan bahwa yang sujud kepada Allah di Samawat itu pastilah manusia seperti halnya kita ini.
Maka tidak diragukan lagi bahwa memang benar pada setiap Samawat (planet-planet) itu telah berkembang masyarakat manusia dan juga berbagai binatang dari berbagai jenis. Dengan keterangan demikian orang masih juga akan berusaha untuk mengelak dengan mengatakan bahwa katanya yang sujud itu bukannya manusia tapi para Malaikat, karena kata mereka ayat yang berbunyi “MAN” itu belum tentu berarti “MANUSIA”. Baiklah memang untuk menundukkan OTAK di kepala yang memang suka bersikap “ANGKUH” itu haruslah dengan menjernihkan “HATI NURANI”, maka perhatikan ayat berikut ini:
Surat As-Syuura (42) ayat 11
Yang menyusun Samawat dan Bumi, DIA jadikan bagimu atas dirimu pasangan (jodoh) begitupun pasangan dari binatang ternak, sehingga kamu menjadi ramai. Tidak satupun yang menyerupaiNYA. DIA Maha mendengar dan melihat.
Surat An-Nahl (16) ayat 49
Dan bagi Allah Sujud apa-apa yang di Samawat dan apa-apa yang di Bumi dari dabbah dan Malaikat dan mereka tidak menyombongkan (diri).
Ayat-ayat tersebut dapatlah dipahami sebagai berikut: 1 Allah yang menyusun (menciptakan) Samawat dan Bumi, dan keadaan di Samawat itu juga terjadi perkembangbiakan baik binatang ternak maupun manusia, sehingga keadaan di sana menjadi ramai karena mestinya jumlah penduduknya semakin lama semakin banyak.
2 Diantara masyarakat manusianya yang ada di sana juga melakukan sujud kepada Allah dalam arti Shalat dalam rangka melaksanakan perintah Allah sebagaimana yang ada di Bumi ini. Dari Surat An-Nahl (16) ayat 49 itu dibedakan antara dabbah dan Malaikat, padahal pengertian dabbah itu termasuk di dalamnya adalah manusia.
3 Maka tidak ada alasan bahwa yang sujud disana hanyalah Malaikat tetapi juga termasuk di dalamnya adalah manusia. Lagi pula apakah Malaikat itu harus berpasang-pasangan sebagaimana yang dimaksud pada Surat As-Syuura (42) ayat 11 tadi. Maka yang berpasangan (jodoh) dan kemudian menjadi banyak adalah manusia dan binatang-binatang.
Selanjutnya perhatikan analisa Ayat berikut ini:
Surat Ali-Imron (3) ayat 190
Sesungguhnya pada penciptaan Samawat dan Bumi serta pergantian siang dan malam merupakan pertanda bagi ulul albab (para peneliti/ahli pikir).
Surat Ruum (30) ayat 22
Dan dari ayat-ayatNYA penciptaan Samawat dan Bumi serta perbedaan lidahmu (bahasamu) dan warnamu, bahwa pada yang demikian adalah ayat bagi orang-orang yang ingin tahu.
Surat Al-Ma’aarij (70) ayat 40
Maka janganlah AKU bersumpah dengan Tuhan timur-timur dan barat-barat, bahwa Kami adalah menentukan.
Perhatikanlah bahwa di Samawat yang diciptakan Allah itu juga terjadi adanya pergantian siang dan malam seperti halnya di Bumi ini. Di sana juga manusianya terdiri dari bermacam-macam bahasa serta perbedaan warna kulitnya, sebagaimana yang kita saksikan di muka Bumi ini, ada yang berkulit putih, ada yang sawo matang, ada yang hitam dan lain-lain.
Istilah timur-timur dan barat-barat menandakan bahwa timur dan baratnya itu banyak (tidak hanya satu), maka disetiap Samawat itu juga ada timur dan baratnya, seperti juga yang ada di Bumi ini. dan semua timur dan barat yang ada di sana itu juga merupakan daerah kekuasaan Allah yang satu. Arah timur dan barat itu ada karena adanya kutub utara dan selatan, yang kemudian berbentuk globe seperti Bumi ini, maka kemudian timbulah suatu arah yang orang mengatakan timur dan barat itu.
Kalau sekiranya Samawat itu diartikan langit, maka orang akan kesulitan bahkan tidak mungkin bisa menentukan arah yang dinamakan dengan timur atau barat itu. Itulah makna Al Qur’an sebagai petunjuk bagi semua manusia yang suka memikirkan. Dalam keterangan ini juga merupakan pemahaman tentang istilah dalam Ayat yang harus dipahami berdasarkan pemikiran secara wajar sehingga bisa dimengerti oleh semua pihak dan sejalan dengan keadaan yang berlaku di jagad raya ini.
Kalau setiap keterangan tidak bisa dipahami menurut akal sehat, maka siapapun akan selalu bertanya-tanya, bahkan selalu dibayangi keraguan, akibatnya muncul sikap masa bodoh dan tidak ada kepastian. Hal demikian terjadi karena hampir sebagian besar orang-orang Islam kurang serius dalam menganalisa dan mendalami Al Qur’an, bahkan cenderung monotone secara tradisional secara turun temurun dengan doktrin yang mematikan kreatifitas. Orang lebih suka mengikuti apa yang sudah ada tanpa ada keberanian untuk melakukan pendalaman dan pengkajian secara teliti, walaupun pengertian yang di dapat selama ini banyak yang bertentangan dengan alam pikirannya sendiri. Ironisnya para Sarjana kita pun masih banyak yang mengikuti cara-cara seperti itu, walaupun tidak semuanya. Selanjutnya perhatikan Ayat-ayat berikut:
Surat Luqman (31) ayat 10 dan 20
10) DIA ciptakan Samawat (planet-planet) tanpa tiang seperti yang kamu lihat, dan DIA tempatkan di Bumi rawasia untuk memberi kekuatan padamu, dan DIA kembang biakkan padanya dari dabbah dan Kami turunkan air dari angkasa lalu Kami tumbuhkan padanya dari setiap pasangan yang mulia. 20) Tidakkah kamu perhatikan bahwa Allah mengedarkan untukmu apa-apa yang di Samawat dan apa-apa yang di Bumi serta mencukupkan atasmu nikmat-NYA lahir batin? Dan dari manusia itu ada yang menyanggah Allah tanpa ilmu, tanpa petunjuk dan tanpa Kitab yang menerangkan.
Surat Saba’ (34) ayat 24
Katakanlah : Siapakah yang memberi rezki padamu di Samawat dan Bumi? Katakanlah: ALLAH, Kamikah atau kamukah atas petunjuk atau pada kesesatan nyata.
Surat Al-Jatsiyah (45) ayat 13
Dan DIA edarkan bagimu apa-apa yang di Samawat dan apa-apa yang di Bumi semuanya dari-NYA. Bahwa yang demikian adalah Ayat bagi kaum yang berpikir.
Surat Ali-Imron (3) ayat 83
Apakah selain agama Allah yang mereka cari? Padahal bagiNYA telah Islam orang-orang yang di Samawat dan di Bumi dengan patuh dan terpaksa, dan kepadaNYA mereka akan dikembalikan.
Surat Yusuf (12) ayat 105
Banyak diantara Ayat-ayat di Samawat dan di Bumi mereka melewatinya dan berpaling padanya.
Surat Ad-Dukhaan (44) ayat 38
Tidaklah Kami ciptakan Samawat dan Bumi serta diantaranya dengan main-main. Tidaklah Kami ciptakan semua itu kecuali secara haq tapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.
Surat Jaatsiyah (45) ayat 22
Dan Allah menciptakan Samawat dan Bumi secara haq agar dibalas setiap diri menurut usahanya dan mereka tidak didzalimi.
Kalau diperhatikan dengan cermat Ayat-ayat tersebut maka dapat dipahami sebagai berikut:
Bahwa Planet-planet maupun Bumi sebenarnya melayang di angkasa mengitari Surya, tanpa tiang dan tanpa ikatan yang bisa dilihat langsung oleh mata setiap orang. Coba perhatikan pada malam hari, maka anda akan melihat planet-planet itu memang benar-benar melayang tanpa ikatan, namun diterangkan bahwa pada setiap planet itu ditempatkan rawasia (proton) untuk memberikan kekuatan padanya. Kalau planet-planet itu tanpa rawasia maka dia akan melayang tanpa tujuan entah kemana. (lihat Surat Luqman (31) ayat 10).
Bahwa di planet-planet itu juga telah berkembang berbagai makhluk yang terdiri dari bermacam-macam makhluk bernyawa seperti binatang dan manusia yang diistilahkan “dabbah”.
Diantara manusia itu ada yang suka menyanggah dan membantah keterangan Allah, tanpa dasar ilmu dan tanpa petunjuk tetapi hanya atas dasar katanya si Anu dan lain-lain (Surat Luqman (31) ayat 20).
Di sana juga diturunkan hujan sehingga menimbulkan banyak berbagai tetumbuhan dari berbagai macam untuk kebutuhan hidup bagi manusia dan makhluk lainnya di planet itu.
Semua makhluk yang ada di sana juga diberikan rezki atas ketentuan Allah. Dan diantara manusia yang ada disana ada juga yang sadar akan hukum Allah tapi ada juga yang sesat seperti halnya yang ada di Bumi (Surat Saba’ (34) ayat 24).
Di antara manusia yang ada disana ada yang Islam secara taat, ada juga yang Islam terpaksa (tidak sungguh-sungguh) (Surat Ali-Imron (3) ayat 83).
Banyak disampaikan Ayat-ayat Allah sebagai peringatan bagi manusianya, tetapi nyatanya juga banyak yang lewat dan berpaling menolak. (Surat Yusuf (12) ayat 105).
Allah menciptakan itu bukanlah untuk main-main tetapi sengaja diciptakan memang untuk ditempati manusia dan juga merupakan ujian tentang baik dan buruk untuk nanti di balas di Akhirat (Surat Ad-Dukhaan (44) ayat 38 dan Surat Jaatsiyah (45) ayat 22).
Maka cukup jelas bahwa ternyata memang di setiap planet itu telah berkembang dari masyarakat manusia seperti yang ada di Bumi ini dengan naluri yang sama, sikap dan perilaku yang sama pula hanya saja berbeda bahasa dan warna kulit.
Kalau sekiranya manusia itu teliti dan memperhatikan Ayat-ayat Al Qur’an dalam penganalisaan, maka akan diperoleh keterangan dan petunjuk bahwa nantinya manusia itu akan mampu menjelajah antara planet asal saja mereka mampu menciptakan atau mewujudkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ruang angkasa yang dalam Al Qur’an disebut “SULTHON” atau “DAYA” yang mestinya berupa pesawat ruang angkasa berupa “PIRING TERBANG” yang anti gravitasi, perhatikan Ayat berikut:
Surat Ar-Rohmaan (55) ayat 33
Wahai masyarakat jin dan manusia, jika kamu sanggup melintasi daerah Samawat dan Bumi (ruang angkasa) maka lintasilah. Tidaklah kamu bisa melintasi kecuali dengan sulthon (daya – IPTEK).
Ayat tersebut memberikan petunjuk bahwa nantinya jin maupun manusia akan mampu melintasi ruang angkasa dalam arti mampu menjelajah antar planet ketika dia sudah mampu menciptakan sulthon yaitu daya atau kekuatan yang berupa pesawat ruang angkasa (mestinya sejenis Piring Terbang, karena dengan bentuk seperti cakram akan bergerak ke segala arah dengan cepat. Bentuk itu mirip dengan bentuk galaksi).
Dengan penjelajahan antar planet demikian akan diketahui bahwa ternyata disana juga berpenduduk manusia sebagaimana yang ada di Bumi ini. Jika hal itu telah dibuktikan berarti orang mau tidak mau harus mengakui akan kebenaran Al Qur’an. Kalau sekarang ini orang baru mempercayai, tapi nantinya akan meyakini. Maka dengan begitu juga akan muncul teori-teori baru dan bahkan mungkin akan menggagalkan teori lama yang semula sudah dianggap benar, karena sudah tidak cocok lagi dengan kenyataan yang ada.
Sekarang ini manusia Bumi baru bisa mendarat di Bulan dan ada yang mendarat di Planet Mars tetapi tanpa awak. Tunggulah perkembangan berikutnya kalau memang anda tidak percaya dengan informasi dari Ayat Al Qur’an.
copyright (c) 2005
Drs. MINARDI MURSYID
Karanganyar, Muharam 1423 H
Yayasan Tauhid Indonesia
Jl. Tentara Pelajar No.9
Telp. 0271-610234
Karanganyar – Surakarta, Jawa Tengah