Artikel
Dimulai dari lingkungan istana kekaisaran Jepang, aikido digemari di dunia oleh pria dan wanita. Seni beladiri yang berakar pada budaya Jepang ini mengajarkan keseimbangan. Harmoni antara tubuh, pikiran dan jiwa melahirkan kelembutan.
Pada kesejatian Buddha, tidak ada musuh. Kesejatian Buddha adalah fungsi cinta. Seni beladiri yang semata-mata berurusan dengan menang dan kalah bukanlah Buddha sejati. Kemenangan adalah usaha terus-menerus untuk menyingkirkan pikiran perselisihan serta konflik di dalam diri kita sendiri. Itulah sebait kalimat yang ditulis Kisshomaru Ueshiba dalam buku The Art of Aikido.
Itulah aikido. Para pengikutnya lebih suka menggolongkan aikido sebagai sebuah seni beladiri murni daripada olahraga beladiri. Hal ini bisa dimaklumi karena aikido mengajarkan kelembutan dan keseimbangan yang melahirkan sebuah harmoni.
Teknik aikido disesuaikan dengan anatomi tubuh manusia, sebuah hal yang membuat gerakan aikido kelihatan praktis dan sederhana. Gerakan aikido tak terputus, mengalir seperti air.
Mempersatukan koordinasi antara tubuh, pikiran, dan jiwa utuk melahirkan sebuah kesimbangan yang harmonis adalah tujuan dari aikido. Tujuan ini pula yang membuat aikido tidak mengenal batasan usia maupun jenis kelamin mereka yang mempelajarinya. Kelembutan aikido pun tampak dari tenaga yang digunakan dalam gerakangerakannya tidak terlalu besar. Untuk meminimalkan energi tubuh, digunakan teknik menyusup dan berputar dengan menyerap tenaga yang dikeluarkan oleh lawan.
Kelembutan teknik aikido dan tujuan untuk harmonisasi tubuh bukan berarti aikido tak kenal senjata. Dalam keadaan tertentu, untuk mempertahankan diri bisa juga digunakan senjata. Senjata utama yang biasa digunakan dalam aikido adalah tongkat kayu, samurai, dan pisau. Meski menggunakan senjata, tetap dengan kelembutan. Penerapan teknik senjata pada aikido pun tak dibatasi.
Aikido mengenal dua tingkatan, yakni tingkat dasar dan tingkat lanjutan. Tingkat dasar terdiri atas enam kyu atau tingkatan. Kyu enam adalah level pertama dengan sabuk putih. Sedangkan kyu satu yang menjadi level tertinggi untuk tingkat dasar menggunakan sabuk cokelat. Untuk tingkat lanjutan dikenal dengan sebutan dan serta menggunakan sabuk warna hitam.
Keunikan lain pada cabang beladiri ini adalah tidak mengenal pertandingan. Di mata Prof. Morihei Ueshiba, yang pertama kali memperkenalkan aikido, pertandingan hanya akan membuat kemurnian gerakan aikido berkurang. Meski tak ada pertandingan, setiap tahun biasanya diadakan embukai, sebuah kegiatan yang bertujuan untuk promosi dan perkenalan aikido. Biasanya kegiatan ini berupa seminar aikido dan pertunjukan kemampuan seni beladiri aikido.
AIKIDO berakar pada teknik beladiri kuno Jepang, seperti jujitsu, kenjitsu, dan bojutsu. Pada awalnya, aikido dikembangkan oleh Pangeran Teijun, putra keenam Kaisar Seiwa. Kemampuan beladiri ini digunakan oleh para prajurit kekaisaran Jepang untuk berperang dan merupakan benteng pertahanan diri yang cukup efektif pada masa itu. Tak heran jika kemampuan beladiri ini merupakan syarat mutlak bagi setiap parjurit.
Peletak dasar teknik beladiri yang kemudian dikenal dengan nama aikido ini adalah Minamoto Genii Yoshimitsu. Pada masa itu, teknik beladiri ini dikenal dengan nama Daito Ryu Aildjutsu. Daito adalah nama sebuah puri tempat latihan beladiri ini biasa berlangsung. IImu ini terus dikembangkan secara tertutup di Jepang sampai masa restorasi Meiji pada 1868.
Setelah masa restorasi Meiji, teknik beladiri ini mulai dikembangkan secara luas tapi belum cukup popular. Adalah Prof. Morihei Ueshiba yang kemudian membuat seni beladiri ini dikenal luas pada 1925. Dengan pengetahuan clan pengalaman yang dimiliki, murid Sokaku Takeda itu mengombinasikan gerakan beladiri ini dengan beladiri tradisi kuno dan pendalaman spiritual.
Simbiosis dari apa yang dilakukan oleh Morihei tersebut yang hari ini dikenal dengan aikido. Sebenarnya, ketika pertama kali diperkenalkan, Morihei menggunakan nama Aiki Budo. Istilah aikido baru digunakan pada 1941. Penggunaan nama aikido tak bisa dilepaskan dari filosofi yang digunakan dalam teknik beladiri ini. Dalam terminologi Jepang, aikido berarti jalan bagi keselarasan jiwa.
Filosofi aikido itu seolah terpinggirkan ketika dihadapkan pada realita dunia hari-hari ini. Ketika kekerasan dan perang terjadi di hampir semua belahan bumi, aikido menjadi sebuah paradoks. Bukan sebuah hal yang aneh bagi mereka yang menekuni aikido, karena aikido selalu paradoksal. Dalam kelembutan dan keindahan gerakannya, kekerasan selalu bisa mereka patahkan. (OLeh: Christo Korohama/ Foto: Istimewa)
Sumber: Majalah Manly