• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Aborsi Menurut Pandangan Agama Buddha

singthung

IndoForum Junior E
No. Urut
7164
Sejak
21 Sep 2006
Pesan
1.634
Nilai reaksi
27
Poin
48
ABORSI MENURUT PANDANGAN AGAMA BUDDHA
Oleh : Partiyem, S.Ag


Peristiwa aborsi memang ada di sepanjang sejarah manusia. Sesungguhnya di mana ada orang yang ingin hamil maka di tempat yang sama juga ada kehamilan yang tidak diinginkan. Banyaknya kasus aborsi di kalangan remaja saat ini yang berakibat merenggut nyawa menunjukkan pendidikan seks bagi remaja sudah saatnya dipikirkan.

Mencermati kasus ini memang dibutuhkan pemikiran jernih. Sejauh ini masyarakat khususnya kalangan remaja intelektual tergesa-gesa dalam menyimpulkan kasus aborsi hanya dilakukan karena pergaulan bebas dan mengutuk perilaku sang pelaku tanpa mempertimbangkan faktor-faktor lain yang ada di dalamnya. Kenyataannya ada kesenjangan antara respons masyarakat yang kebanyakan bernada tunggal tersebut dengan realita yang terjadi.

Dari fakta hasil penelitian selama ini jelas salah kalau kita menganggap bahwa kehamilan yang tidak dikehendaki selalu dihubungkan dengan akibat pergaulan bebas apalagi kalau berpikir bahwa itu hanya terjadi pada remaja. Padahal masih banyak sikap-sikap di masyarakat kita sendiri yang mendorong perempuan untuk terpaksa melakukan aborsi. Sikap yang ditanamkan sesungguhnya memang mempunyai latar belakang yang berbeda seperti :

a) Keluarga yang tidak siap karena memiliki ekonomi pas-pasan sehingga cenderung bersikap menolak kelahiran anak.

b) Masyarakat cenderung menyisihkan dan menyudutkan wanita yang hamil di luar nikah. Wanita selalu disalahkan, tidak ditolong atau dibesarkan jiwanya tetapi malah ditekan dan disudutkan sehingga dalam reaksinya wanita tersebut akan melalukan aborsi.

c) Ada aturan perusahaan yang tidak memperbolehkan karyawatinya hamil (meskipun punya suami) selama dalam kontrak dan kalau ketahuan hamil akan dihentikan dari pekerjaannya.

d) Pergaulan yang sangat bebas bagi remaja yang masih duduk di bangku sekolah, misal SMA, mengakibatkan kecelakaan dan membuahkan kehamilan. Karena merasa malu, dengan teman-temannya, takut kalau kesempatan belajarnya terhenti dan barangkali masa depannya pun menjadi buruk.
Ditambah dengan tekanan masyarakat yang menyisihkan sehingga akhirnya ia melakukan aborsi supaya tetap eksistensi di masyarakat dan dapat melanjutkan sekolah.

e) Dari segi medis diketahui umur reproduksi sehat antara 20-35 tahun. Bila seorang wanita hamil di luar batasan umur itu akan masuk dalam kriteria risiko tinggi. Batasan ini sering menakutkan, sehingga perempuan yang mengalaminya lebih menjurus menolak kehamilanya dan ujung-ujungnya akan melakukan aborsi.

f) Pandangan sebagian orang bahwa tanda-tanda kehidupan janin antara lain adanya detak jantung yakni umur sekitar tiga bulan. Maka hal ini akan memicu seorang wanita yang mengalami suatu masalah akan melakukan aborsi dengan alasan usia bayi belum sampai 3 bulan.

g) Praktik aborsi adalah fenomena yang timbul karena perubahan nilai di masyarakat. Sama halnya dengan praktik pelacuran, praktik aborsi tidak dapat diantisipasi dengan hanya bentuk pelarangan semata.

h) Selama ini indikasi medis yang dipakai sebagai dasar bolehnya aborsi hanya didasarkan pada kesehatan badan/keselamatan jiwa dan mengabaikan konsep definisi kesehatan secara keseluruhan (sehat fisik, psikis dan sehat sosial). Padahal sebagaimana tercantum dalam UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992 yang dimaksud dengan kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Sementara itu dalam RUU Kesehatan tentang aborsi terdapat pada pasal 60 ayat 1 dan 2 yang menyebutkan pemerintah berkewajiban melindungi kaum perempuan dari praktik pengguguran kandungan yang tidak bermutu, tidak aman dan tidak bertanggungjawab melalui perundang-undangan. Dalam ayat 2 dijelaskan pengguguran kandungan yang tidak bermutu antara lain di lakukan tenaga kerja tidak profesional dan dilakukan tanpa mengikuti standar profesi yang berlaku.

Dalam pasal itu terlihat bahwa pembatasan aborsi hanya pada upaya-upaya praktik aborsi oleh tenaga non medik seperti melalui dukun, obat-obat tradisional, sementara batasan-batasan mengenai syarat dan kondisi seseorang diperbolehkan melakukan aborsi sama sekali tidak dibahas. Dengan kata lain seseorang diperkenankan melakukan aborsi (dengan alasan kesehatan badan/keselamatan jiwa) asalkan dilakukan oleh dokter yang profesional dengan fasilitas yang memadai dan ditunjuk oleh pemerintah.

Perlindungan terhadap kesehatan perempuan berkaitan dengan hak-hak reproduksinya pada dasarnya telah diatur dalam UU No.7 tahun 1984. Selain hak untuk mendapatkan perlindungan dan pelayanan kesehatan, konvensi ini jelas menjamin hak-hak reproduksi perempuan. Antara lain hak untuk memutuskan kapan dan akankah perempuan mempunyai anak. Dengan demikian konvensi ini memberi peluang bagi perempuan untuk malakukan aborsi sebagai pilihan bebas menyangkut hak-hak reproduksinya. Baik dalam keputusan-keputusan di pengadilan maupun dalam pembelaan menyangkut soal perempuan konvensi ini jarang digunakan sebagai bahan pertimbangan. Sebab sistem hukum yang ada sama sekali tidak sensitif gender dan cenderung mengabaikan kepentingan perempuan.

Apakah melakukan aborsi berarti melakukan pembunuhan? Seringkali pertanyaan ini menjadi bahan perdebatan dari berbagai sudut pengetahuan.

Dalam masalah aborsi pandangan medis maupun agama yang dikembangkan di masyarakat adalah satu, aborsi identik dengan pembunuhan. Inilah yang kemudian diadopsi di dalam substansi hukum sebagaimana yang diatur lewat KUHP. Dalam pandangan medis abortus yang diperbolehkan adalah abortus berdasarkan indikasi medis (abortus artificialis therapicus) selebihnya aborsi yang dilakukan tanpa indikasi medis dikategorikan sebagai abortus kriminal (abortus provocatus criminalis).

Dalam pandangan agama Buddha aborsi adalah suatu tindakan pengguguran kandungan atau membunuh makhluk hidup yang sudah ada dalam rahim seorang ibu.

Syarat yang harus dipenuhi terjadinya makhluk hidup :

a) Mata utuni hoti : masa subur seorang wanita

b) Mata pitaro hoti : terjadinya pertemuan sel telur dan sperma

c)Gandhabo paccuppatthito : adanya gandarwa, kesadaran penerusan dalam siklus kehidupan baru (pantisandhi-citta) kelanjutan dari kesadaran ajal (cuti citta), yang memiliki energi karma

Dari penjelasan diatas agama Buddha menentang dan tidak menyetujui adanya tindakan aborsi karena telah melanggar pancasila Buddhis, menyangkut sila pertama yaitu panatipata. Suatu pembunuhan telah terjadi bila terdapat lima faktor sebagai berikut :

a) Ada makhluk hidup (pano)
b) Mengetahui atau menyadari ada makhluk hidup (pannasanita)
c) Ada kehendak (cetana) untuk membunuh (vadhabacittam)
d) Melakukan pembunuhan ( upakkamo)
e) Makhluk itu mati karena tindakan pembunuhan ( tena maranam)

Apabila terdapat kelima faktor dalam suatu tindakan pembunuhan, maka telah terjadi pelanggaran sila pertama. Oleh karena itu sila berhubungan erat dengan karma maka pembunuhan ini akan berakibat buruk yang berat atau ringannya tergantung pada kekuatan yang mendorongnya dan sasaran pembunuhan itu. Bukan hanya pelaku saja yang melakukan tindak pembunuhan, ibu sang bayi juga melakukan hal yang sama. Bagaimanapun mereka telah melakukan tindak kejahatan dan akan mendapatkan akibat di kemudian hari, baik dalam kehidupan sekarang maupun yang akan datang.

Dalam Majjhima Nikaya 135 Buddha bersabda "Seorang pria dan wanita yang membunuh makhluk hidup, kejam dan gemar memukul serta membunuh tanpa belas kasihan kepada makhluk hidup, akibat perbuatan yang telah dilakukannya itu ia akan dilahirkan kembali sebagai manusia di mana saja ia akan bertumimbal lahir, umurnya tidaklah akan panjang".

Bagi mereka yang menyediakan jasa aborsi tidak resmi dan ketahuan tentu akan mendapat ganjaran menurut hukum negara, setelah melalui proses peradilan berdasarkan bukti-bukti yang ada. Ini juga sebagai akibat dari perbuatan (karma) buruk yang dilakukan saat ini.

Hendaknya kasus aborsi yang sering terjadi menjadi pelajaran bagi semua pihak. Bagi para remaja tidak menyalahartikan cinta sehingga tidak melakukan perbuatan salah yang melanggar sila. Bagi pasangan yang sudah berumah tangga mengatur kelahiran dengan program yang ada dan bagi pihak-pihak lain yang terkait tidak mencari penghidupan dengan cara yang salah sehingga melanggar hukum, norma dan ajaran agama.

Mudah-mudahan masyarakat luas dan umat Buddha pada khususnya dapat memahami hal ini sehingga tidak terjerumus pada perbuatan buruk yang merugikan diri sendiri dan makhluk lain.

Sabbe Satta Bhavantu Sukkhitata - Semoga semua makhluk berbahagia
 
jadi kepikiran baru gw..

kalo telur ayam dimakan gimana tuh?

kan kalo di panasin masih bisa menetas....apa termasuk melanggar sila-1 ??? mohon penjelasan...
 
Ada teman gw, dia ingin hamil dan setelah kandungannya berumur 5 bulan sewaktu diperiksa dokter ternyata kandungannya terserang virus toxoplasma sehingga janin dalam kandungan mengalami cacat fisik berat dan kemungkinan juga cacat mental. Dokter menyarankan agar JANIN DIGUGURKAN.

Bagaimana pendapat saudara sekalian. Ini peristiwa yang benar2 terjadi bukan rekaan.
 
Suatu pembunuhan telah terjadi bila terdapat lima faktor sebagai berikut :

a) Ada makhluk hidup (pano)
b) Mengetahui atau menyadari ada makhluk hidup (pannasanita)
c) Ada kehendak (cetana) untuk membunuh (vadhabacittam)
d) Melakukan pembunuhan ( upakkamo)
e) Makhluk itu mati karena tindakan pembunuhan ( tena maranam)



Punya niat/ada kehendak gak?,harus memenuhi 5 syarat diatas.
 
jadi kepikiran baru gw..

kalo telur ayam dimakan gimana tuh?

kan kalo di panasin masih bisa menetas....apa termasuk melanggar sila-1 ??? mohon penjelasan...

Syarat yang harus dipenuhi terjadinya makhluk hidup :

a) Mata utuni hoti : masa subur seorang wanita

b) Mata pitaro hoti : terjadinya pertemuan sel telur dan sperma

c)Gandhabo paccuppatthito : adanya gandarwa, kesadaran penerusan dalam siklus kehidupan baru (pantisandhi-citta) kelanjutan dari kesadaran ajal (cuti citta), yang memiliki energi karma
 
hmm..pernah aku dengar dhammadesana begini:
begitu makhluk hidup mati ( cuti ),langsung lahir pula, dalam hal ini tidak ada jeda waktu.
pertanyaan nya :
apa waktu mati (cuti) dan langsung lahir,entah itu dalam bentuk janin,patinsanddhi citta blom ikut? atau gimana? tolong penjelasan...bung singtung ,demi kemajuan dhamma bersama^^
 
Ada teman gw, dia ingin hamil dan setelah kandungannya berumur 5 bulan sewaktu diperiksa dokter ternyata kandungannya terserang virus toxoplasma sehingga janin dalam kandungan mengalami cacat fisik berat dan kemungkinan juga cacat mental. Dokter menyarankan agar JANIN DIGUGURKAN.

Bagaimana pendapat saudara sekalian. Ini peristiwa yang benar2 terjadi bukan rekaan.

Kalau kejadiannya seperti itu, saya pribadi menganjurkan untuk di aborsi.
Karena kalau tidak diaborsi, maka akan kasiahn anak tsb, lahir akan cacat dan akan berasa malu. Kita sebagai org tua tidak akan tega untuk melihatnya

Salam
 
hmm..pernah aku dengar dhammadesana begini:
begitu makhluk hidup mati ( cuti ),langsung lahir pula, dalam hal ini tidak ada jeda waktu.
pertanyaan nya :
apa waktu mati (cuti) dan langsung lahir,entah itu dalam bentuk janin,patinsanddhi citta blom ikut? atau gimana? tolong penjelasan...bung singtung ,demi kemajuan dhamma bersama^^

Dalam proses kelahiran kembali atau rebirth (bahasa Inggris), tidak terjadi suatu perpindahan roh/jiwa/kesadaran ke dalam jasmani yang baru. Yang terjadi dalam proses kelahiran kembali adalah adanya proses berkesinambungan dari kesadaran (citta) pada kehidupan lampau dengan kesadaran (citta) kehidupan baru yang merupakan suatu aksi-reaksi. Oleh karena itu proses kelahiran kembali sangatlah berhubungan dengan proses kematian itu sendiri. Dan kedua proses yang berhubungan dengan batin ini sangatlah kompleks.

Guru Buddha menjelaskan dalam Satta Sutta; Radha Samyutta; Samyutta Nikaya 23.2 {S 3.189} bahwa makhluk hidup pada umumnya dan manusia pada khususnya merupakan perpaduan dari lima kelompok (Panca Khandha), yang kelimanya dikelompokkan menjadi dua bagian. Pertama yaitu jasmani atau fisik dan yang kedua adalah batin. Baik fisik maupun batin ini tidak terlepas dari hukum perubahan, suatu saat muncul dan saat kemudian mengalami pemadaman/mati. Batin sendiri terdiri dari perasaan, pencerapan, bentuk-bentuk pikiran, dan kesadaran. Unsur-unsur batin ini disebut dalam bahasa Pali sebagai citta. Citta juga sering disebut dengan kesadaran. Citta/kesadaran ini mengalami kemunculan, pemisahan dan pemadaman/mati.

Pada saat seseorang mengalami kematian, jasmani tidak lagi bisa berfungsi untuk mendukung citta/kesadaran. Citta/kesadarannya pun akan mengalami pemadaman/kematian dan secara otomatis ia meneruskan kesan apapun yang tertanam padanya kepada Citta/kesadaran penerusnya yang tidak lain merupakan Citta/kesadaran pada kehidupan yang baru. Penerusan Kesadaran (Patisandhi Vinnana) ini terjadi dengan adanya peran dari Kamma yang pernah dilakukan.

Ketika jasmani mengalami kematian, dalam pikiran orang yang sekarat muncul kesadaran yang bernama Kesadaran Ajal (Cuti Citta). Ketika Kesadaran Ajal mengalami pemadaman juga, maka orang tersebut dikatakan sudah meninggal. Tetapi pada saat yang bersamaan pula (tanpa selang/jeda waktu) Citta/kesadaran kehidupan baru muncul. Dan saat itulah seseorang telah dilahirkan kembali, sudah berada dalam kandungan dengan jasmani yang baru berupa janin. Keseluruhan proses ini terjadi dalam waktu yang singkat.
 
Kalau kejadiannya seperti itu, saya pribadi menganjurkan untuk di aborsi.
Karena kalau tidak diaborsi, maka akan kasiahn anak tsb, lahir akan cacat dan akan berasa malu. Kita sebagai org tua tidak akan tega untuk melihatnya

Salam

Seseorang dilahirkan cacat atau tidak cacat akibat/tergantung dari buah kammanya sendiri.
 
SABBE SATTA
KAMMASSAKA
KAMMADAYADA
KAMMAYONI
KAMMABANDHU
KAMMAPATISARANA
YAM KAMMAM KARISSANTI
KALYANAM VA PAPAKAM VA
TASSA DAYADA BHAVISSANTI

Semua makhluk:
Memiliki karmanya sendiri
Mewarisi karmanya sendiri
Lahir dari karmanya sendiri
Berhubungan dengan karmanya sendiri
Terlindung oleh karmanya sendiri.
Apa pun karma yang diperbuatnya
Baik atau buruk,
Itulah yang akan diwarisinya.
 
kenapa harus takut jika dilahirkan walaupun anaknya cacat?Harus menjadi tanggung jawab Orang Tua.

mungkin orang tua bersangkutan malu gara-gara lahirin anak cacat demi egonya mereka bukan pada anak cacat,ada sih orang tua buang anaknya yang cacat demi tutup aibnya alias malu takut dicap lahirin anak cacat kali.
 
mungkin orang tua bersangkutan malu gara-gara lahirin anak cacat demi egonya mereka bukan pada anak cacat,ada sih orang tua buang anaknya yang cacat demi tutup aibnya alias malu takut dicap lahirin anak cacat kali.

itulah manusia,maunya yang bagus-bagus saja,giliran dapat yang jelek mau dibuang.hehehe
 
@sinthung.
Trim's jawabannya.
Namun lebih mudah mengomentari-menjawab sesuatu saat kita tidak terlibat didalamnya.

Semoga semua makhluk mencapai upekha-nya.
Sekali lagi trim's
 
hmmm....ini sesuatu yang sangat berattttttttt..........gw juga bingung nih musti gimana???
memang ini posisi yang sangat sulit buat stiap kita....gw turut prihatin...

di dalam diri umat manusia itu sungguh punya rasa cinta kasih yang sangat dalam...walaupun disaranin untuk digugurin...menurut saya pasti ibunya akan sangat berat juga untuk menggugurinnya.....tidak ada seorang ibu pun yang tega menggugurin anak kandungnya sendiri.....gw yakin itu...

selagi ada harapan hidup buat sang buah hati dan tidak mengancam nyawa ibu yang mengandungny akan lebih baik jika dilahirkan...tapi gw ga sanggup ngebayangin nasibnya kelak apakah dia akan dihina atau dikucilkan karena kondisi tubuhnya yang kurang.....
smoga dia dapat mensyukuri dan mampu menghargai dirinya sendiri......


kk singthung...
saya sebenarny bingung... sang buddha sendiri juga pernah terlahir sebagai burung, sebagai bangau ya menurut cerita riwayatnya klo ga salah...klo salah maap ya^^ itu sebenarnya kenapa ya??? apa karena karmanya juga??
 
kk singthung...
saya sebenarny bingung... sang buddha sendiri juga pernah terlahir sebagai burung, sebagai bangau ya menurut cerita riwayatnya klo ga salah...klo salah maap ya^^ itu sebenarnya kenapa ya??? apa karena karmanya juga??

Benar,bisa lihat dari Jataka-Jataka dalam menyempurnakan paramita sebelum menjadi Buddha.

Kutipan:

tentang Kemurahan Hati (Dana)
Kisah kelahiran kelinci hutan.
Jataka nomor 316.

Sakka berkata padanya, “Kelinci bijaksana, semoga keluhuranmu diberkahi selama beribu-ribu tahun.”
Setelah berkata demikian, Sakka mengambil sebuah gunung, memerasnya, mengambil sarinya, lalu mengoleskannya pada bulatan bulan membentuk bayangan kelinci. Kemudian ia memberi hormat kepada Bodhisatta, meletakkannya kembali dalam sarangnya di hutan belukar dan kembali ke alam dewa. Keempat ekor binatang bijaksana ini, hidup dalam harmoni dan rukun, terus melaksanakan Disiplin Moral Bulan Purnama, menerima buah sesuai dengan karmanya masing-masing.
Sang Guru, setelah membabarkan ajaran dan memberikan contoh kebenaran, menjelaskan Kisah Kelahiran itu. Kata-Nya, “Pada masa itu, Ananda adalah berang-berang, Moggallana adalah rubah, Sariputta adalah kera, dan Saya sendiri adalah kelinci bijaksana.”
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.