• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Hindu ?

Maap saya baru baca /sry

yaitu Sapi. (Lambang Ibu)
tapi itu sebenarnya hanya sugesti aja sih ga boleh makan........... tapi tetep juga ada yang makan. Balik ke orangnya masing2 :)
Balik ke sapi yang boleh dimakan atau tidak, agama Hindu pada intinya jauh dari kekerasan hin=violence du=far. jadi hindu jauh dari kekerasan. Termasuk tidak membunuh. Hindu sendiri berasal dari sanatana dharma. Dan orang-orang sanatana itu tidak pernah membunuh bahkan untuk memasak sayur mereka petik daunnya tidak dicabut karena tanaman memiliki rasa, hewan rasa dan karsa, sedangkan manusia memiliki cipta, rasa, dan karsa. jadi kalo kita patahkan saja daunnya, maka tumbuhan akan mengeluarkan getah sebagai tanda sakit. Begitu mendalamnya ajaran sanatana dharma ini. Sehingga harus disikapi sebaik mungkin.
Dalam manawadharma sastra diterangkan makanan apa saja yang tidak boleh dimakan.
Semoga bermanfaat
 
Mohon penjelasan kepada yang mengerti :

Apa beda agama Hindu dan agama Hindu Bali ?

Sebelumnya Terima kasih.

secara konsep tidak ada beda tetapi karena weda bukan kitab (tetapi pustaka/luas) maka, metode beda dan adat hindu bali (baliwood) dg india (boliwood) juga beda.tetapi semua itu yang menjadi dasar logika tetap sama.
 
Balik ke sapi yang boleh dimakan atau tidak, agama Hindu pada intinya jauh dari kekerasan hin=violence du=far. jadi hindu jauh dari kekerasan. Termasuk tidak membunuh. Hindu sendiri berasal dari sanatana dharma. Dan orang-orang sanatana itu tidak pernah membunuh bahkan untuk memasak sayur mereka petik daunnya tidak dicabut karena tanaman memiliki rasa, hewan rasa dan karsa, sedangkan manusia memiliki cipta, rasa, dan karsa. jadi kalo kita patahkan saja daunnya, maka tumbuhan akan mengeluarkan getah sebagai tanda sakit. Begitu mendalamnya ajaran sanatana dharma ini. Sehingga harus disikapi sebaik mungkin.
Dalam manawadharma sastra diterangkan makanan apa saja yang tidak boleh dimakan.
Semoga bermanfaat

@};-betul. bukan sugesti tetapi agama hindu konsep dasarnya adalah prema/cinta kasih.cinta kasih berkembang kalo keTUHAN kita sebut Bhakti.mungkin alasan yang lain juga aga mirip kenapa umat kristen ada yang berpantang pada saat menjelang paskah.banyak sekali sejarah hindu berhubungan dg sapi sebagai hewan yang paling sabar tetapi kuat dan suka bekerja keras.simple =>kami tidak tega membunuh sapi yang sebelumnya membantu kami disawah membajak memberi beras/susu dan menghidupi banyak orang terus setelah tdk produktif kami potong.sapi adalah binatang yang paling tenang/tdk buas dan akrab dg aktifitas manusia.
 
om swastyastu....
lam kenal nih semua, saya baru gabung di forum ini
to : mikro
mengenai sejarah Hindu ada literatur atau referensi nya ga
tolong kasi tau dong
alnya ada beberapa hal yg baru buat saya
1. tentang Hindu yang berawal dari Brahmanisme ?
2. lalu perincian kitab weda kok ada yg kurang keknya? setau saya Weda dibagi berdasarkan Sruti dan Smerti, lalu dalam catur weda tidak dimuat ada tiga kerangkanya, lalu disinggung tentang wiracarita (itihasa) kok ga disebut adanya Purana ? lalu dimana kedudukan Wedanga ? soalnya Micro langsung lompat ke Bhagavad Gita
mohon penjelasannya dong
Terima kasih
 
Om Swastyastu...
salam kenal semuanya...

btw kk micro n aquaphx memiliki wawasan hindu yg luas bgt...
saya sendiri dr bali ga bisa menjelaskan se-detail itu,

thanks buat info n pencerahannya kk...
 
Sedikit ralat.
Catur Warna bukanlah empat pembagian kasta tapi empat penggolongan masyarakat berdasarkan profesi atau kemampuan. Kalau kasta adalah penggolongan berdasarkan darah atau garis keturunan dan ini sangat menyimpang dari Hindu sebenarnya.


Kenapa ada banyak copy paste di sini. Kalau mau murni jadi Hindu, jelaskan dong Hindu menurut Hindu itu sendiri. Yg pasti Hindu bukan ada karena perpaduan bangsa Indo-Aryan, Dravida, brahmanisme atau apalah. Penjelasan sejarah Hindu berdasarkan itu adalah hal2 yg berasal dari penelitian ilmuwan2 non-Hindu. Kalau dari Hindu itu sendiri, Hindu jelas berasal dari Hyang Widhi, Weda bukan ciptaan manusia. Weda adalah sabda langsung dari Hyang Widhi, jadi dulu ajaran2 Weda menurun hanya melalui lisan. Tapi pada zaman kali Yuga, kita mengalami kemerosotan kecerdasan maka Rsi Wyasa beserta Ganesha menurunkan Weda secara tulis. Jadi tidak ada alasan untuk kita mengakui penellitian yg mengatakan Hindu ada sejak sekian tahun SM, Weda ini sekian tahun SM, Weda itu sekian tahun SM. Tapi Weda ada sejak alam semesta ini ada, entah kapan itu sehingga Hindu disebut tidak berawal dan tidak berakhir.
 
^^ sependapat dengan ini, dan juga sudah mulai beberapa thread diluruskan/ralat dengan memberi keterangan yang benar tentang Agama Hindu tanpa berlebih-lebihan.

Copy-Paste dari menurut teori yang sudah terlanjur dianggap benar itu, sebagian sudah diluruskan seperti pada thread http://indoforum.org/showthread.php?t=72484

Hal ini diakui karena telah terjadi dan dipercaya terjadi alih bahasa pada Weda dari bahasa Sanskerta ke dalam bahasa Inggeris. Yang kemudian menciptakan teori “Legenda Arya” dan “Invasi bangsa Arya ke Dravida.” dengan mendasarkan argumentasi pada terjemahan kitab Rg Veda.
Hingga dapat dijumpai bertebaran buku-buku tentang Hindu dan Weda yang berbahasa Inggeris dan sebagian besar akhirnya mengenal kitab Weda tidak seperti yang diharapkan.

Hindu adalah agama yang perjalanan usianya sangat panjang bahkan dikatakan tertua di dunia. Kitab sucinya disebut Veda yang berisi pengetahuan yang amat luas dan mengandung kebenaran abadi (sanatana dharma).

ananta-sastram bahulasca vidyah
alpasca kalo bahu-vighnata ca
yatsara-bhutam tadupasaniyam
hamso yatha ksiramivambhu madhyat

Ilmu pengetahuan suci tidak ada akhirnya, ilmu pengetahuan Veda terdiri banyak cabang, sedangkan umur manusia pendek dan cobaan alangkah banyaknya. Oleh karena itu, hendaknya pandai-pandai mengambil/mempelajari hanya yang merupakan inti sarinya saja, sebagaimana burung angsa, dalam campuran susu dengan air, yang diminum hanya susunya saja.
 
saya sependapat dgn sdr. @Forumner.

@goesdun.
dengan begitu, apakah tidak seharusnya definisi ini direvisi?

"Hindu adalah sebuah agama dunia. Agama ini merupakan lanjutan dari agama Weda (Brahmanisme) yang merupakan kepercayaan bangsa Indo-Iran (Arya). Agama ini diperkirakan muncul antara tahun 3102 SM sampai 1300 SM."

saya sejak awal kurang sreg dgn definisi yang diberikan IF.
mohon pendapatnya....

suksma
 
@all,
Atas perhatian dan kerjasamanya, mohon masukan definisi yang benar dan diharapkan guna perubahan pada "Description Forum Religi Hindu" yang dimaksud. Hal ini nantinya akan disampaikan ke Admin-IF untuk melakukan perubahan.

Suksma
 
saya sependapat dgn sdr. @Forumner.

@goesdun.
dengan begitu, apakah tidak seharusnya definisi ini direvisi?

"Hindu adalah sebuah agama dunia. Agama ini merupakan lanjutan dari agama Weda (Brahmanisme) yang merupakan kepercayaan bangsa Indo-Iran (Arya). Agama ini diperkirakan muncul antara tahun 3102 SM sampai 1300 SM."

saya sejak awal kurang sreg dgn definisi yang diberikan IF.
mohon pendapatnya....

suksma

Sependapan dengan ini, dan sudah mencoba untuk sebuah definisi yang baru untuk disampaikan sebagai perubahan yaitu :

Sanatana Dharma, yang berarti "Abadi atau Kebenaran Universal" adalah nama asli dari apa yang sekarang popular disebut Hindu. Yang perjalanan usianya sangat panjang bahkan dikatakan tertua di dunia, dengan kitab suci Weda, yang diberikan kepada umat manusia oleh Tuhan pada saat penciptaan jagat raya. Sanatana Dharma memandu manusia menuju keharmonisan semesta “Vasudev Kutumbhkam” yaitu “Semesta adalah Satu Keluarga”.

Mohon pendapatnya!

Suksma
 
Saya setuju Hindu memang Sanatana Dharma,bahkan Hindu adl satu-satunya agama yg sampai detik ini masih menyelenggarakan kurban suci ato yadnya,pdhl di agama lain dlm kitab suci mereka disebutkan Tuhan sering memerintahkan manusia utk mempersembahkan kurban akan tetapi tak satupun dari mereka yg melaksanakan kurban suci utk berkurban tetapi hanya utk memperingati sebuah peristiwa..hanya Hindu yg tetap murni menjalankan ajaran2 Tuhan dari zaman Adam dan Hawa atopun zaman Manu, dan hanya Hindu dan Budha yg ikut serta dlm somya(netralisir) butha kala yg ada di alam semesta,..kalo gak ada umat Hindu dan Budha sekarang ini bumi pasti dihuni butha kala hehehehe,...
 
Hal ini diakui karena telah terjadi dan dipercaya terjadi alih bahasa pada Weda dari bahasa Sanskerta ke dalam bahasa Inggeris. Yang kemudian menciptakan teori “Legenda Arya” dan “Invasi bangsa Arya ke Dravida.” dengan mendasarkan argumentasi pada terjemahan kitab Rg Veda.
Hingga dapat dijumpai bertebaran buku-buku tentang Hindu dan Weda yang berbahasa Inggeris dan sebagian besar akhirnya mengenal kitab Weda tidak seperti yang diharapkan.

Saya setuju dengan ini bos, karena banyak penyimpangan dalam terjemahan dalam bahasa Inggris yang dibuat oleh Max Muller, dll. Dan parahnya lagi kok PHDI juga mengambil dari terjemahan itu yang dimuat dalam situs http://www.parisada.org/
kok bisa-bisanya mengambil dari, http://www.sacred-texts.com/hin/index.htm
padahal didalam link itu banyak terjemahan dari orang yang bukan benar-benar Hindu akan tetapi terjemahan dari umat lain yang notabene (menurut saya) memiliki 'motivasi' tertentu.
contoh:
saya ambil dari artikel oleh Bli Ngakan Putu Putra tentang "ASWAMEDHA (KORBAN KUDA)":
Dalam buku "The Vedic Experience" yang disusun oleh Prof Dr. Raimundo Panikkar, seorang intelektual dan rahib Katolik, dijelaskan yang menjadi dasar dari "aswamedha" adalah dalam Rig Veda Mandala I sukta 163 mantra 1 -13. (hal 376-379), dimana Panikkar mengatakan, setelah selesai melakukan perjalanan keliling selama setahun kuda ini disambut dengan upacara besar-besaran di depan kehadiran raja, dan para undangan yang terhormat, kuda di korbankan dengan dicekik (immolated by suffocation). Mantra yang dirujuknya untuk 'pembunuhan' kuda ini adalah mantra no 12 dan 13, yang masing-masing berbunyi sebagai berikut :

“The fleet-footed Steed, his mind recollected / and thoughts directed godward, advances/to the place of sacrifice. A ram of his kindred/is led before; next come sages and minstrels.” (12)
(Kuda yang berkaki tangkas itu, pikirannya diingatkan kembali/dan pikirannya diarahkan kepada Tuhan, maju/ke tempat upacara korban. Seekor biri-biri jantan dari jenisnya/dituntun sebelumnya, berikutnya datang para orang bijak dan para penyanyi). (terjemahan bebas secara pribadi)

“The Steed has attained the abode supreme/He has gone to place of his Father and Mother./May he find a warm welcome today among the Gods / and thus win good gifts for him who offers!” (13).
(Kuda itu telah mencapai tempat tertinggi/Dia telah pergi ke tempat Bapa dan Ibunya/semoga ia menemukan sebuah tempat yang hangat dan ramah di antara para Dewa/dan dengan demikian memenangkan hadiah-hadiah baik bagi dia yang mempersembahkan)

Nah,.......:)
bandingkan dengan Veda yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Svami Satya Prakash Sarasvati dan Satyakam Vidyalankar. Diterbitkan oleh Veda Pratishthana, New Delhi tahun 1977. Di dalam terjemahan ini, teks bahasa Sansekerta dalam huruf Sansekerta, teks bahasa Sansekerta dalam huruf Latin, dan teks bahasa Inggris dimuat secara berdampingan. Sehingga yang mengerti bahasa Sansekerta dan bahasa Inggris akan dapat melihat akurasi terjemahan. Terjemahan Veda ini terdiri dari 22 jilid, masing-masing jilid ukurannya seperti kamus Inggris-Indonesia susunan John M. Echols dan Hassan Shadily.
Sekarang tentang "Aswamedha" dari mantram yang sama,

“The Swift sun-horse approaches the place of rest, meditating with mind intent upon Nature’s glories. The sun is preceded by an evening dusk as if bound to him. The priests and singers chant their parting hyms at this hour.” 12
(Kuda-matahari yang tangkas mendekati tempat istirahat, melakukan meditasi dengan pikiran terpusat pada kemuliaan Alam. Matahari itu diikuti oleh cahaya samar senja seolah terikat kepadanya. Para pendeta dan penyanyi menyanyikan kidung perpisahan pada jam ini).
Dalam mantra di atas tidak ada disebut soal kambing seperti dalam terjemahan Prof Panikkar.

“The sun-horse reaches the loftiest place, the source of its origin. May he approach Nature’s bounties and cause to bestow prosperity to dedicated worshipper.” 13.
(Kuda-matahari itu mencapai tempat tertinggi, sumber dari asal-usulnya. Semoga ia mendekati karunia Alam dan melimpahkan kemakmuran kepada pemuja yang penuh bakti.)

trus perhatikan kata “sun-horse”. Kata “sun” dan “horse” yang dihubungkan satu sama lain banyak kita temukan di dalam ke 13 mantra, sukta 193, mandala I dari Rig Veda ini.

“The rising sun resembles a horse with a rider on” (Matahari terbit menyerupai seekor kuda dengan seorang penunggang di atasnya) 2; “O, sun, you are the victory horse of the cosmic seremonial” (O, matahari, engkau adalah kuda kemenangan dari upacara kosmik/semesta ini) 5; “O, sun, you look like a charriot with horses attached to it” (O matahari, engkau seperti sebuah kereta dengan kuda-kuda diikatkan padanya) 8; “Your body, O solar horse, is made for motion” (Tubuhmu, O kuda matahari, dibuat untuk gerakan) 11.

Dalam mantra lain selebihnya dari sukta 163, sekalipun tidak menyebut kata “horse” secara eksplisit, “sun” dihubungkan dengan gerak atau bentuk kuda.
Jelas sekali mantra di atas berbicara tentang matahari yang seperti kuda, yang tampak seperti di kendarai oleh Tuhan, dan ia dibuat oleh arsitek semesta (Tuhan) dari satu benda besar yang bersinar.

Kalau membaca seluruh ketigabelas mantra sukta 163 dalam terjemahan Svami Satya Prakash Sarasvati dan Satyakam Vidyalankar, semuanya menggambarkan matahari sejak terbit sampai terbenam. Tidak satupun di temukan kata yang berarti mencekek, menggorok, memukul, menikam, atau kata-kata yang mengandung arti membunuh. Sukta ini adalah puji-pujian pada Surya, yang memberi penerangan dan hidup pada bumi dan manusia. , matahari menjadi subyek sedangkan kuda sebagai metaphora. Tetapi dalam terjemahan Prof Panikkar, kuda yang menjadi subyek dan matahari sebagai metapora.
Kesimpulan saya,
Dalam “The Vedic Experience” hanya teks bahasa Inggris yang dimuat. Dan, bila dibandingkan dengan terjemahan Svami Satya Prakash Sarasvati dan Satyakam Vidyalankar, terlihat Prof Panikkar telah menyusun ulang mantra-mantra Veda ke dalam bentuk puitisasi. Sedangkan terjemahan Svami Satya Prakash Sarasvati dan Satyakam Vidyalankar mengikuti teks asli. Mari kilat lihat mantra 12 dan 13.

Jadi untuk itu alangkah baiknya jika benar-benar mengambil dari sumber yang jelas dan tanpa memiliki motivasi apapun karena ini akdan dapat membingungkan umat padahal sebetulnya Veda sebagai sumber dasar dalam ajaran Hindu memiliki ajaran yang sangat agung.
Apakah dihormati dalam suatu upacara sama dengan dibunuh?...............
Apakah “sacrifice” berarti dibunuh?.................
Gandhi sendiri mengatakan “sacrifice” atau dibuat suci (to be made sacred)?...........
ini yang perlu dipahami karena menurut saya seharusnya segala sesuatu itu berdasarkan sastra yang 'benar' dan bukannya,.........:(
 
2. lalu perincian kitab weda kok ada yg kurang keknya? setau saya Weda dibagi berdasarkan Sruti dan Smerti, lalu dalam catur weda tidak dimuat ada tiga kerangkanya, lalu disinggung tentang wiracarita (itihasa) kok ga disebut adanya Purana ? lalu dimana kedudukan Wedanga ? soalnya Micro langsung lompat ke Bhagavad Gita
mohon penjelasannya dong
Terima kasih
Saya sedikit memiliki informasi yang saya kumpulkan dari beberapa artikel,
Kitab Sruti terdiri atas Veda Samhita (Kelompok:Rig-Veda, Sama-Veda, Yajur-Veda, Atharva-Veda dan sebagai Weda kelima adalah Itihasa (sejarah) dan Purana (cerita: yang terbagi dalam lebih dari 18 Purana besar dan lebih dari 21 purana kecil), plus Bhagawadgita). Kemudian didalam Veda itu juga terdiri dari Brahmanas, Aranyakas, and Upanishad. Disamping itu ada pula Upaweda (weda kategori kecil/yang lain) yaitu Dhanurveda (beladiri dan senjata) Shastrashastra (Politik dan pemerintahan negara), Āyurveda (Kesehatan jasmani & rohani) Gāndharvaveda (seni perang dan menaklukan musuh), Sushruta (ilmu bedah), Bhavaprakasha Sthapatyaveda (arsitektur) dan Shilpa Shastra (seni dan kerajinan tangan), plus Veda Smerti lainnya.

Untuk memahami itu semua diperlukan Wedangga atau alat bantu yang dibagi dalam 6 bagian yaitu
• Siksha (śikṣā): fonetika dan fonologi (sandhi).
• Chanda (chandas): irama.
• Vyakarana (vyākaraṇa): tata bahasa.
• Nirukta (nirukta): etimologi.
• Jyotisha (jyotiṣa): astrologi and astronomi.
• Kalpa (kalpa): Ilmu mengenai upacara keagamaan.
Pada bagian Kalpa saja terdiri dari Shrautasutras (14 kitab), Grhya Sutras( 21 kitab) dan terakhir Dharmasutras(19 kitab).

Nah selanjutnya dalam Veda sendiri;
Untuk memahami struktur Veda, ditulislah Pratisakhya, Siksa dan Anukramanika.
Semua Brahmana berkaitan dengan Veda.
•Aitareya Brahmana dan Kausitaki Brahmana berkaitan dengan Rigveda.
•Brahmana dari cabang Taittiriya dari Yajurveda hitam disebut Taittiriya Brahmana. Satapatha Brahmana adalah Brahmana dari Yajurveda putih.
•Jaiminiya Brahmana adalah Brahmana besar yang berkaitan dengan Samaveda, Brahmana kecilnya disebut Samavidhana,
•Devatadhyayi, Vamsa, and Samhitopanisada Brahmana. Gopatha Brahmana berhubungan dengan Atharva Veda.
Aranyaka mempunyai arti yang berkaitan dengan hutan dan Upanisad berarti duduk dengan dekat. Seperti juga Brahmana, Aranyaka dan Upanisad juga berkaitan dengan Veda.

Aranyaka:
•Aitareya dan Sankhyayana Aranyaka berhubungan dengan Rigveda,
•Tavalkara dan Chandogya Aranyaka dengan Samaveda,
•Taittiriya dan Maitrayani Aranyaka dengan Yajurveda hitam dan
•Brhadranyaka dengan Yajurveda putih.

Upanisad:
•Aiteriya dan Kausitaki Upanisad berkaitan dengan Rgveda,
•Chandogya Upanisad dan Kenopanisad dengan Samaveda
•Kathpanisad, Taittiriya, Maitri dan Svetsvatara Upanisad dengan Yajurveda hitam,
•Brhadaranyaka dan Isa Upanisad dengan Yajurveda putih
•serta Mundaka, Mandukya dan Prasna Upanisad dengan Atharvaveda.

mungkin ini bisa membantu dalam 'pembagian' akan Veda,.......:)
 
Rekan-rekan sedharma saya menemukan sebuah poster yang menarik yang menjelaskan tentang kronologis Veda dan juga poster alam semesta,
Ini saya ambil dari link Saudara Ngarayana,

Veda%20dan%20kronologinya.jpg


Alam-Semesta-Vedanta.jpg


mungkin bisa bermanfaat dan untuk Sdr. Ngarayana saya minta ijin posternya saya muat disini,
untuk lebih detainya silahkan klik di,
http://ngarayana.web.ugm.ac.id/?file_id=40
untuk proses penurunan wahyu, dan
http://ngarayana.web.ugm.ac.id/?file_id=39
untuk poster alam semesta

Semoga bermanfaat,.......:)
 
Om Swastiastu,

Rekan-rekan sedharma ada artikel menarik untuk dibaca,.....:)
dari link yang dibuat oleh Lisa Miller, We Are All Hindus Now, publikasi 15 Agustus 2009, untuk majalah NEWSWEEK edisi 31 Agustus 2009,
http://www.newsweek.com/id/212155
menyebutkan:
Amerika bukanlah negara Kristen.

Benar, kita, negara yang ditemukan oleh orang-orang Kristen, dan menurut survai 2008, 76 persen dari kita mengaku sebagai Kristen (ini persentasi terendah dalam sejarah Amerika).

Tentu saja kita bukan negara Hindu atau Muslim, Yahudi, juga bukan negara perdukunan.

Lebih dari sejuta orang Hindu tinggal di Amerika Serikat, sebagian dari semilyar di dunia. Tetapi data angket baru-baru ini menunjukkan bahwa setidaknya secara konsep, kita pelahan-pelahan makin menjadi seperti orang Hindu dan kurang menjadi kristen tradisional dalam hal pemikiran kita mengenai Tuhan, diri sendiri, sesama manusia, dan kekekalan.

Kitab Suci Hindu tertua Rig Veda, mengatakan:

“Kebenaran itu SATU, namun disebut dalam banyak nama.”

Orang Hindu percaya ada banyak jalan menuju Tuhan. Yesus adalah satu jalan, Quran jalan lainnya, praktek yoga adalah yang ketiga. Tidak satupun lebih baik dari lainnya; semua setara.

Kristen konservatif yang paling tradisional tidak pernah diajar untuk berfikir demikian. Mereka belajar di sekolah minggu bahwa agama mereka benar dan yang lain salah. Yesus berkata,

“Akulah jalan, kebenaran, dan hidup. Tak seorangpun datang kepada Bapa kecuali melalui Aku.”

Orang Amerika tidak lagi membelinya.

Menurut survai Pew Forum di tahun 2008, 65 persen dari kita percaya bahwa “banyak agama dapat membawa kepada kehidupan kekal,” termasuk 37 persen kaum injili berkulit putih, kelompok yang umumnya percaya bahwa keselamatan hanya untuk mereka. Juga, jumlah orang yang mencari kebenaran spiritual diluar gereja bertambah. Tiga puluh persen orang Amerika menyebut diri mereka “spiritual, bukan beragama,” menurut angket Newsweek tahun 2009, naik dari 24 persen di tahun 2005.

Stephen Prothero, profesor agama di Universitas Boston, sudah lama menggambarkan kemakmuran Amerika akan “warung agama yang menyukai yang ilahi” sebagai “sangat sesuai jiwa Hinduisme.” Kamu tidak memungut dan memilih dari agama yang berbeda, karena semuanya sama, ia berkata.

”Ini semua menyangkut ortodoksi. Ini menyangkut apapun yang jalan. Kalau pergi ke yoga jalan, baik – dan kalau pergi ke misa Katolik jalan, baik. Dan kalau pergi ke misa Katolik ditambah yoga ditambah ritrit Buddhis jalan, itu juga baik.”

Maka tidak ada pertanyaan tentang apa yang terjadi bila kamu mati. Orang kristen tradisional percaya bahwa tubuh dan roh itu suci, dan bersama keduanya membentuk ‘diri,” dan pada akhir zaman keduanya akan disatukan dalam kebangkitan. Kamu membutuhkan keduanya, dengan kata lain, kamu membutuhkannya selama-lamanya. Orang Hindu tidak mempercayai hal itu. Dalam kematian, tubuh terbakar diatas api, sedangkan rohnya – dimana berada identitasnya – terlepas.

Dalam inkarnasi, pusat ajaran Hinduisme, diri kembali ke bumi ke tubuh yang lain. Jadi ada jalan lain dimana orang Amerika menjadi makin Hindu: 24 persen orang Amerika percaya akan reinkarnasi, menurut angket Harris ditahun 2008. Jadi kita bersifat agnostik tentang nasib tubuh kita sehingga kita membakar mereka sesudah mati – seperti orang Hindu. Lebih dari sepertiga orang Amerika sekarang memilih kremasi, menurut Asosiasi Kremasi Amerika Utara, naik dari 6 persen ditahun 1975.

“Saya pikir peran rohani yang lebih dari agama cenderung tidak lagi menekankan penafsiran harfiah atas kebangkitan,” diakui Diana Eck, profesor perbandingan agama di Harvard. Karena itu marilah kita semua berkata “om.” (catatan penerjemah: mantra Tuhan dalam Hindu).

======================================================================================================

Lagi-lagi saya harus mengatakan "Banggalah sebagai umat Hindu"
Om Santi Santi Santi Om
 
Ini ada artikel menarik lainnya,.....:)

Catur Veda Sirah

Mungkin belum banyak diantara kita yang mengerti apa itu Catur Veda Sirah. Sebagaimana namanya, kata Sirah yang merupakan bahasa Bali berarti “kepala”. Dengan demikian Catur Veda Sirah adalah merupakan kumpulan mantra-mantra yang dianggap penting/utama dan dikumpulkan kedalam satu kitab/lontar yang selanjutnya disebut sebagai Catur Veda Sirah. Meskipun beberapa sumber menyebutkan bahwa Maha Rsi Agastya yang mendirikan sekta Siva Sidantha yang terletak di Madyapradesh (India Tengah) yang menyusun mantra-mantra Veda yang dianggap penting ini, namun uniknya, Lontar-lontar Catur Veda Sirah hanya dapat dilihat dalam lontar-lontar yang terdapat di Bali.

Lalu bagaimana kedudukan Catur Veda Sirah dalam struktur Veda?

Penelitian untuk mengetahui keberadaan Veda di Bali dilakukan pertama kali oleh sarjana Belanda, R.Freidrich. Dia menjelaskan bahwa terdapat pandita/pedanda memiliki lontar yang terdiri dari 4 buah Samhita, yang aslinya ditulis oleh Rsi Vyasa (Veda Vyasa). Waktu itu Freidrich diijinkan untuk melihat sebuah lontar yang sebenarnya adalah Bramana Purana berbahasa Jawa Kuno.

Kemudian peneliti berikutnya, Burmund dan Kern menemukan kenyataan yang sebenarnya. Mantra yang ditemukan lontar-lontar tersebut adalah mantra yang bercampur dengan bahasa Jawa Kuno adalah mantra ritual dan penjelasannya bersifat mistik dengan latar belakang Sivaisme dengan warna Tantrik. Dan yang mengejutkannya, ternyata mantra-mantra Sanskerta di Bali yang disebut Catur Veda Sirah tidak lain adalah Nârâyanatharvasiropanisad (Narayana Upanisad) yang aslinya terdiri dari 5 bait mantra dan di Bali hanya dikenal 4 bait mantra saja dan kebetulan saja masing-masing bait berakhir dengan : “etadRgveda siro’dhite”.

Sylvain Levi menyatakan: “Apa yang disebut para Pandita di Bali sebagai Catur Veda sujatinya hanya terdiri Narayana Upanishad yang tiap-tiap bagian akhir berisi kata sirah (siro’). Oleh karena itu sering disebut Catur Veda Sirah. Mantra Gayatri yang sumber aslinya adalah Rig Veda 3.62 dan selalu dipetik sesudah kita-kitab Veda, ternyata di Bali sangat berlainan, tidak seorangpun Pedanda yang pernah mendengar dan membaca Mantra Gayatri dari Catur Veda mereka walaupun mereka setiap hari mengucapkan mantra itu dalam upacara Suryasevana”.

Adapun mantram dar Narayana Upanisad yang asli adalah sebagai berikut;

Narayana Upanisad [1]

om atha puruso ha vai narayano ‘kamayata prajah srjeyeti
narayanat prano jayate
manah sarvendriyani ca kham vayur jyotir apah prthivi visvasya dharini narayanad brahma jayate
narayanad rudro jayate
narayanad indro jayate
narayanad prajapatih prajayante
narayanad dvadasaditya rudra vasavah sarvani chandagmsi
narayanad eva samutpadyante
narayanad pravartante
narayane praliyante
ya evam veda
ity upanisat(e)

Narayana Upanisad [2]

om atha nityo narayanah
brahma narayanah
sivas ca narayanah
sakras ca narayanah
kalas ca narayanah
disas ca narayanah
vidisas ca narayanah
urdhvas ca narayanah
adhas ca narayanah
antar bahis ca narayanah
narayana evedag sarvam
yad bhutam yac ca bhavyam
niskalanko niranjano nirvikalpo nirakhyatah
suddho deva eko narayanah
na dvitiyo ‘sti kascit(e)
sa visnur eva bhavati sa visnur eva bhavati
ya evam veda
ity upanisat(e)

Narayana Upanisad [3]

om ity agre vyaharet(e)
nama iti pascat(e)
narayanayety uparistat(e)
om ity ekaksaram
nama iti dve aksare
narayanayeti pancaksarani
etad vai narayanasayastaksaram padam
yo ha vai narayanasyastaksaram padam adhyeti
anapabruvah sarvam ayureti
vindate prajapatyagm rayas posam gaupatyam
tato ‘mrtatvam asnute tato ’mrtatva asnuta iti
ya evam veda
ity upanisat(e)

Narayana Upanisad [4]

om pratyag anandam brahma purusam pranava svarupam
akara ukara makara iti
tanekadha sametad om iti
yam uktva mucyate yogi
janma samsara bandhanat(e)
om namo narayanayeti mantropasakah
vaikuntha bhuvanam gamisyati
tad idam pundarikam vijnana ghanam
tasmad tadidabha matram
brahmanyo devakiputro
brahmanyo madhusudanah
brahmanyo pundarikakso
brahmanyo visnur acyuteti
sarvabhutastham ekam narayanam
karana rupam akaranam param brahma om

Narayana Upanisad [5]

om pratar adhiyano ratrikrtam papam nasayati
sayam adiyano divasa-krtam papam nasayati
madhyahna dinam adityabhimukho ‘dhiyanah
panca maha patakopapatakat pramucyate
sarva veda parayana punyam labhate
narayana-sayujyam avapnoti
narayana-sayujyam avapnoti
ya evam veda
ity upanisat(e)

next,
 
Melihat kenyataan ini, Seorang tokoh Hindu etnis Bali, Made Titib menyatakan perlu pelurusan istilah bahwa para pandita kita telah mengucapkan mantra-mantra Veda, yang sesungguhnya diucapkan adalah mantra Stuti Stava para pandita. Sebab, sampai saat ini belum ada bukti ditemukan satu teks pun yang mengenai Veda, dalam arti sesungguhnya yang berbahasa Sanskrit murni. Bahasa Sanskrit memiliki chanda, guru lagu tersendiri, pemenggalan kata yang belum sepenuhnya dimiliki oleh para pandita di Bali.

Di Bali terdapat sangat banyak lontar. Seorang peneliti Belanda, Van Der Tuuk menggolongkan lontar ke dalam enam klasifikasi, yakni:

1. Kelompok Veda (Mantra/Puja)
2. Kelompok Agama bersikan Etika, Tatasusila, sasana
3. Kelompok Wariga/astrologi, tutur, kandha, usada
4. Kelompok Itihasa, epik, parwa
5. Kelompok Babad/sejarah
6. Kelompok Tantri.

Namun demikian, lontar-lontar ini juga sering dikelompokkan dalam 3 kelompok besar berdasarkan isinya, yaitu lontar yang berisi ajaran tatwa, susila (etika) dan agama (upacara).

Lontar yang bersikian tatwa: bhuwana kosa, bhuwana sang ksepa, wraspati tattwa, siwagama, siwaatattwa, gong besi, purwa bhumi kamulan, tantu pagelaran, tatwa jnana, janan sidhanta, sanghyang Mahajnana dan sebagainya.

Sedangkan Lontar yang berisikan tentang etika atau tata susila adalah siwa sasana, resi sasasana, vrati sasana, putra sesana, slokantara, silakrama, nitisastra.

Lontar yang berisikan upacara agama: Lontar Catur Vedhya, wrahaspati kalpa, devata tattwa, widihi tattwa, sundarigama, yama tatwa, yama purana tattwa, mpu lutuk aben, kramaning madhiksa, yajna samskara, kramaning atiwa-tiwa, indik maligia, pateru saji, dharma kahuripan, eka ratama, janmaprawerti, puja kalapati, puja kalih, ekadasarudra, pancawalikrama, indik caru, puja pali-pali, siwa tattwa purana dan lainnya.

Selain itu juga terdapat beberapa lontar lain lagi yang tidak dapat dimasukkan dalam 3 golongan besar tadi, yaitu antara lain;

1. Lontar Pengayam-Ayam, yang membicarakan masalah sambung ayam, bagaimana memilih ayam aduan, warna ayam dan hari baiknya saat di adu agar menang.
2. Lontar Dharmaweci (Lontar Pengiwa) yang menguraikan masalah ilmu hitam.
3. Lontar Pangeleakan, yang merupakan dasar dari keberadaan leak di Bali.

Bagaimana kedudukan lontar yang menganjurkan himsa karma ini? Apakah masih sejalan dengan ajaran Dharma / Veda? Swami Sivananda pernah mengatakan: “Tidak ada pertapaan yang paling hebat selain melakukan Ahimsa.” Jadi, keberadaan tiga lontar ini dalam ajaran di Bali perlu kita pertanyakan.

Jika kita analogikan bahwa Veda yang universal dan turunannya termasuk ajaran Hindu yang tertuang dalam lontar-lontar di Bali sebagai sebuah undang-undang. Maka Veda dapat dikatakan sebagai Undang Undang Dasar dan lontar-lontar tersebut adalah turunan dan penjelasan detail yang dimaksudkan untuk mengerti Veda secara benar. Undang-undang dan peraturan-peraturan yang diturunkan dari Undang Undang Dasar tidaklah mungkin bertentangan. Tapi bagaimana jika lontar-lontar yang seharusnya merupakan turunan dari Veda ini malahan bertentangan dengan induknya, Veda?

Sejarah munculnya lontar-lontar dan pemahaman Hindu Bali yang sekarang cukup panjang. Mungkin hal ini juga ada kaitannya dengan usaha Mpu Kuturan dalam menyatukan aliran dan bahkan agama yang berbeda di Bali. Waktu itu di Bali terdapat aliran Sivaisme, Vaisnava, Sakti, Bairava dan juga ajaran Buddha dan bahkan Cina. Hal ini ditunjukkan dalam Lontar Bali Pulina 4a yang bunyinya sebagai berikut: “Sutrepti punang Bali Pulina tan hana wiyadi tiling manahnya agagitayan, punang para pandita Siwa, Buda lan para Rsi mwang Mpu setata akarya Homa nguncaraken wedannya mwang sehe. Humung kang swaranya genta ngastiti Hyang Widhi mwang para dewa-dewata. Tetabuhan maler meswara sadesa-desa, siyang latri angaci ring Pura-Pura tan papegatan. Kadulurin kidung kakawin.“

Artinya:

“Damailah keadaan Bali, orang-orang yang hatinya terpusat pada isi kidung. Adapun para pandita Siwa, Budha, para Rsi dan Mpu (berarti Sarwa Sadhaka?) senantiasa melaksanakan Agni Hotra (homa) mengucapklan mantra Weda (maksudnya puja-puja stava/stotra?) dan sehe (mantra memakai bahasa hati nurani). Bergemalah suara genta memuja Tuhan Yang Maha Esa dan para dewata, gamelan berbunyi di setiap desa, siang dan malam, berbakti di Pura-Pura tiada putusnya. Upacara ini disertai kidung dan kakawin”

Mungkinkah usaha ini menyebabkan garis perguruan yang menurunkan Veda dari guru ke murid terputus? Ataukan tindakan Mpu Kuturan waktu itu adalah tindakan yang paling tepat untuk mempertahankan Bali agar solid dalam menghadapi gempuran penyerangan Mataram Islam waktu itu?

Terlepas dari itu semua, perlu kita garis bawahi bersama tentang pentingnya mempelajari Veda dari garis-garis perguruan (sampradaya/parampara) dan dari guru yang benar-benar berkualifikasi sebagaimana petunjuk dalam sastra Veda. Veda tidak cukup dipelajari hanya dari buku-buku atau lontar-lontar tertentu, apa lagi kalau lontar tersebut hanya dijadikan barang tetamian yang sakral dan hanya di taruh di tempat suci tanpa pernah di jamah.

Veda juga tidak bisa dimengerti dengan terpisah-pisah. Kita tidak cukup dapat mengerti hanya dengan menghafal rangkuman mantra-mantra Veda yang dianggap penting, tetapi harus dipahami dengan bantuan Vedangga, yaitu;

1. Siksa (tentang fonetik)
2. Vyakarana (gramatikal)
3. Chanda (tentang irama, lagu dan persajakan sloka-sloka veda)
4. Nirukta (merupakan asal usul dan arti kata)
5. Jyotisa (tentang astronomi dan astrologi)
6. Kalpa (tentang cara melaksanakan upacara).

Berkenaan dengan ini, dalam Kitab Vayu Purana I.20, menyebutkan :

Itihâsa Purânabhyam vedam samupabrmhayet

Bibhetyalpasrutad vedo mamayam praharisyati


Artinya;
“Hendaknya Veda dijelaskan melalui Itihasa dan Purana (Sejarah), Veda merasa takut kalau seseorang yang bodoh membacanya”

Veda juga tidak boleh dipahami terpisah. Kita tidak boleh menganggap bahwa Veda Sruti kedudukannya lebih tinggi dari Veda Smrti, tetapi Veda adalah merupakan satu kesatuan yang utuh. Manava Dharma Sastra 2.10 menyatakan:

Sruthistu wedo wijneyo dharmasastram tu wai smrtih,

te sarwartheswamimasye thabyam dahrmahi nirbabhau


Artinya;
“Sesungguhnya Sruthi adalah Veda dan Smrti adalah Dharmasastra; keduanya tidak boleh diragukan Karena keduanya adalah sumber hukum suci”.

Mungkin pada waktu itu Catur Veda Sirah dapat menjadikan Bali tetap Hindu, namun sekarang jaman sudah berubah. Apakah dengan mempertahankan ajaran Veda yang kurang lengkap ini akan dapat mempertahankan kehinduan pulau Dewata?

Melihat kenyataan ini, jika anda merasa sebagai putra Bali dan bangga pada Hindu di Bali, maka mari kita benahi tatanan pemahaman Hindu yang benar sebelum Hindu Bali menjadi sejarah karena ditinggalkan oleh putra-putra terbaiknya yang kritis atau yang “paid kaung” dan “paid bangkung” akibat kesalahpahaman terhadap pemahaman ajaran Hindu Bali.

Sumber;
1. Tulisan Made Aripta Wibawa SH, M.Ag pada Raditya edisi 123
2. http://www.gosai.com/chaitanya/saranagati/html/vedic-upanisads/narayana-upanisad.html

=====================================================
Ini saya ambil dari artikel sdr. Ngarayana,.....:)
 
Maaf bos, dari sebuah majalah saya menemukan beberapa artikel atau tulisan menarik yang merupakan jawaban dari pertanyaan seseorang, ini saya ambil dari majalah Sarad Bali, dan mungkin bisa menjadi masukan pemahaman yang baik, dan mungkin dapat menjawab pertanyaan yang timbul dalam benak kita sebagai umat Hindu.
Saya post disini agar nantinya bisa tetap ada, karena kebetulan nanti siapa tau artikel ini hilang atau bisa dijadikan rujukan saat memerlukan jawaban dari pertanyaan teman atau siapapun juga, jadi gampang dicarinya.....:)

note: klo salah tempat, tolong dipindahkan ya bos Goes....:)

Perihal Panca Sembah​
Pertanyaan:
Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) telah memutuskan bahwa, untuk keseragaman persembahyangan umat Hindu se-Indonesia, di setiap upacara persembahyangan wajib melaksanakan panca sembah. Untuk memperoleh gambaran lebih pasti, ada beberapa hal yang perlu saya tanyakan kepada pengasuh:
1. Dalam urutan ke berapa dalam persembahyangan panca sembah itu dilaksanakan pada saat kita menghaturkan bakti ke Dewa Pitara (Leluhur)?
2. Mengapa pelaksanaan Tri Sandhya di dalam setiap upacara persembahyangan di Bali umumnya, belum dilaksanakan secara konsisten, padahal warga Hindu kita di Jawa umumnya sangat taat sekali melaksanakan di awal-awal sebelum persembahyangan dengan panca sembah-nya?

Jawaban:
Sebelum menjawab dua pertanyaan dari anda, perlu disampaikan bahwa Tri Sandhya dan kramaning sembah merupakan keputusan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) saat Mahasabha VI tanggal 13 September 1993.
Jadi, pengaturannya baru saja, walaupun pelaksanaan persembahyangan penganut Hindu sudah berlangsung dari dulu, sejak Agama Hindu ada di Bali dan di Jawa. Tuntutan-tuntutan para panglingsir Hindu pasti sudah disampaikan dari sejak itu, walau tak memakai istilah Panca Sembah atau Tri Sandhya.
Penulis mengutip Reg Weda X,4.1, yang artinya sebagai berikut:
Kepada Hyang Widhi kami persembahkan sesajian
Kepada Hyang Widhi kami panjatkan doa kami
Kepada Hyang Widhi yang dipuja dalam doa kami
Kami memuja kemuliaan Tuhan di bumi, di langit, di sorga
Semoga Tuhan memberi kami kedamaian

Berikutnya dalam Reg Weda VI, 86.30 :
Pemuja yang penuh cinta kasih
Memuja Tuhan dengan khusuk
kepadaMu seluruh makhluk berpaling

Reg Weda VIII, 66.13 :
Ya Tuhan, sesungguhnyalah kami adalah milikMu,
Kami pemujaMu di bawah kekuasaanMu
Hanya Engkaulah yang selalu kami puja tidak ada yang lain
Tuhan Yang Maha Kuasa, Yang melimpahkan Rahmat

Reg Weda VII, 94.4 :
Kami memuja Tuhan sebagai Yang Tersuci di antara yang suci
Kami memuja Tuhan sebagai pendobrak dengan kekuatan yang tak tergoyahkan
Kami memuja Tuhan sebagai Pahlawan Utama, kami memuja Tuhan Pemimpin kehidupan bangsa kami

Reg Weda VI, 47.11 :
Tuhan sebagai Penolong, Tuhan sebagai Penyelamat
Tuhan Yang Maha Kuasa yang kami puja dengan gembira dalam setiap pemujaan.
Tuhan Maha Sakti yang selalu dipuja
Kami memohon semoga Tuhan Yang Maha pemurah melimpahkan rahmat kepada kami

Reg Weda VIII, 43.31 :
Kami memuja Dewa yang berbahagia dengan hati yang berbahagia, Yang mencintai semua yang bersinar suci dan menyucikan

Reg Weda VII, 95.7 :
Marilah kita semua memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Suci dengan pujian yang sama. Dia yang dimuliakan dengan lagu-lagu pujian. Semoga Yang Suci dan Yang Pemurah menerima dengan senang.

Reg Weda X, 121.1 :
Dewa apakah yang kami puja dengan persembahan kami ini? Ia Yang Suci dan Yang Ada dalam Permulaan. Yang diwujudkan sebagai Tuhan Sang Pencipta dan Yang Menguasai Bumi dan Langit.

Reg Weda X, 121.2 :
Dewa apakah yang kami puja dengan persembahan kami ini?
Ia Yang memberikan kekuatan jiwa dan tenaga
Yang hukumnya dipatuhi oleh seluruh alam, dipatuhi oleh kekuatan kosmos
Yang bayangannya adalah keabadian dan kematian

Reg Weda X, 89.3 :
Kepada Tuhan kami panjatkan doa suci, terus menerus yang tidak ada taranya di bumi dan di langit.
Kepada Tuhan yang memperhatikan semua mahluk hidup
lanjut,
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.