• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Bakar Kertas Sembahyang

singthung

IndoForum Junior E
No. Urut
7164
Sejak
21 Sep 2006
Pesan
1.634
Nilai reaksi
27
Poin
48
Bakar Kertas
Apakah bermanfaat ???
Oleh : UP. Sudharma SL.


Sering timbul salah pengertian di kalangan masyarakat yang non-Buddhis (bukan beragama Buddha), bahwa tradisi "Bakar Kertas" adalah merupakan bagian dari ajaran Agama Buddha, bahkan sebagian dari umat Buddha pun beranggapan demikian. Terasa seakan kurang lengkap apabila dalam upacara sembahyang tidak dilaksanakan tradisi "Bakar Kertas" ini.


Sejak zaman dulu sebenarnya ada 2 jenis kertas yang digunakan dalam tradisi ini, yaitu kertas yang bagian tengahnya berwarna keemasan (Kim Cua) dan kertas yang bagian tengahnya berwarna keperakan (Gin Cua). Menurut kebiasaan-nya Kim Cua (Kertas Emas) digunakan untuk upacara sembahyang kepada dewa-dewa, sedangkan Gin Cua (Kertas Perak) untuk upacara sembahyang kepada para leluhur dan arwah-arwah orang yang sudah meninggal dunia.


Mereka yang mempercayai tradisi ini beranggapan bahwa dengan membakar kertas emas dan perak itu berarti mereka telah memberikan kepingan uang emas dan uang perak kepada para dewa atau leluhur mereka; sebagaimana diketahui kepingan emas dan perak adalah mata uang yang berlaku pada zaman Tiongkok kuno.


Tetapi ternyata kemajuan zaman telah mempengaruhi pula tradisi ini, sekarang yang dibakar bukan hanya kertas emas dan perak, ada pula sejenis uang kertas dengan nilai nominal aduhai (milyaran), yang bentuknya mirip dengan uang kertas yang digunakan pada zaman sekarang. Yang membedakannya adalah kalau pada uang kertas yang berlaku pada umumnya ada yang bergambar kepala negara atau pahlawan, tetapi pada uang kertas yang akan dikirim kepada para leluhur yang telah meninggal ini bergambar Yen Lo Wang (Giam Lo Ong) yakni Dewa Yama, penguasa alam neraka, dan adanya tulisan "Hell Bank Note" (Mata Uang Neraka). Entah dari mana asal mula timbulnya ide untuk membuat dan membakar uang kertas akhirat seperti itu, mungkin dasar pemikirannya adalah karena sekarang mata uang tidak lagi berupa kepingan emas dan perak, melainkan uang kertas; tentunya di alam sana juga perlu penyesuaian.


Apakah benar tradisi "Bakar Kertas" ini berdasarkan ajaran Agama Buddha ? Apakah ada manfaatnya ?, dan bagaimanakah sesungguhnya pandangan Agama Buddha mengenai tradisi ini ? Pembicaraan mengenai hal ini cukup menarik, ada yang pro dan ada pula yang kontra, bahkan anti sama sekali.


Agama Buddha adalah agama yang penuh dengan toleransi, dalam arti agama Buddha dapat menerima pengaruh tradisi atau budaya manapun selama hal itu tidak bertentangan dengan prinsip dasar ajaran Agama Buddha (Buddha Dharma). Dan dalam hal ini tentu perlu pula dipertimbangkan apakah hal itu bermanfaat bagi kemajuan batin kita atau tidak. Begitu pula dengan tradisi "Bakar Kertas" ini apakah hal ini bertentangan atau tidak dengan prinsip dasar ajaran Buddha Dharma ? Marilah kita tinjau lebih lanjut.


Asal-Usul Tradisi "Bakar Kertas"
Konon tradisi "Bakar Kertas" ini baru dimulai pada zaman pemerintahan Kaisar Lie Sie Bien (Lie She Min) dari Kerajaan Tang di Tiongkok. Lie Sie Bien adalah seorang kaisar yang adil dan bijaksana, sehingga beliau dicintai oleh rakyatnya.


Pada suatu hari tersebar kabar bahwa Kaisar menderita sakit yang cukup parah, mendengar kabar ini rakyat menjadi sedih. Beberapa hari kemudian secara resmi keluar pengumuman dari Kerajaan bahwa Kaisar Lie Sie Bien meninggal dunia. Rakyat benar benar berduka-cita karena merasa kehilangan seorang Kaisar yang dicintai, sebagai ungkapan rasa duka-cita ini penduduk memasang kain putih di depan pintu rumahnya masing-masing tanda ikut berkabung atas mangkatnya Sang Kaisar.


Sebagaimana tradisi pada waktu itu, jenazah Kaisar tidak langsung dikebumikan, melainkan disemayamkan selama beberapa minggu untuk memberi kesempatan pada para pejabat istana dan rakyat untuk memberikan penghormatan terakhir.


Alkisah, setelah beberapa hari kemudian Kaisar Lie Sie Bien hidup kembali atau bangkit kembali dari kematiannya. Dan kemudian beliau bercerita mengenai perjalanan panjangnya menuju alam neraka, yang dialaminya selama saat kematiannya.


Dimana salah satu cerita beliau, adalah ketika beliau dalam perjalanan menuju alam neraka, sang Kaisar bertemu dengan ayahbunda, dan sanak keluarga, serta teman-temannya yang telah lama meninggal dunia. Dimana dikisahkan bahwa kebanyakan dari mereka berada dalam keadaan menderita kelaparan, kehausan, dan serba kekurangan walaupun dulu semasa hidupnya mereka hidup senang dan mewah. Keadaan mereka sangat menyedihkan, walaupun saat ini anak-anak dan keturunannya yang masih hidup berada dalam keadaan senang dan bahagia. Makhluk-makhluk yang menderita ini berteriak memanggil Lie Sie Bien untuk minta pertolongan dan bantuannya untuk mengurangi penderitaan mereka. Menurut Kaisar mereka ini sangat mengharapkan bantuan dan pemberian dari keturunan dan sanak-keluarganya yang masih hidup.


Lalu sang Kaisar menghimbau dan menganjurkan agar keturunan dan sanak keluarga yang masih hidup jangan sampai melupakan leluhur dan keluarganya yang telah meninggal. Kita yang masih hidup wajib mengingat dan memberikan bantuan kepada mereka yang menderita di alam sana, sebagai balas budi kita kepada leluhur kita itu. Untuk itu keluarga yang masih hidup dianjurkan untuk mengirimkan bantuan dana/ uang kepada mereka yang berada di alam penderitaan itu. Dan dana bantuan itu adalah berupa "Kertas Emas dan Perak" yang dibakar dan kemudian akan menjelma menjadi kepingan uang emas dan perak di alam sana, sehingga dapat dipergunakan oleh ayahbunda, leluhur, dan sanak keluarga yang berada di alam sana untuk meringankan penderitaan mereka.


Karena yang berkisah ini adalah seorang Kaisar yang sangat dihormati dan dicintai segenap rakyatnya, maka tentu saja cerita ini dipercayai, dan himbauan kaisar langsung mendapatkan tanggapan yang baik dari para pejabat, bangsawan, dan seluruh rakyat kerajaan Tang.


Tetapi sekarang persoalannya, siapakah yang akan membuat "kertas emas dan perak" itu, untuk kemudian dijual kepada yang mau membakarnya atau mengirimkannya kepada leluhur dan sanak keluarganya yang telah meninggal ?


Lie Sie Bien adalah seorang yang cerdas, beliau tahu betul bahwa dari sekian luas wilayah kerajaan Tang (Tiongkok), tidak semua daerah tersebut sama kesuburan tanahnya, ada daerah-daerah yang gersang dan tandus, yang hanya dapat ditumbuhi pohon bambu yakni bahan baku untuk pembuat kertas pada waktu itu. Nah, penduduk daerah inilah yang dikerahkan untuk membuat "kertas emas dan perak" untuk keperluan sembahyang kepada para leluhur itu.


Apakah sesungguhnya yang terjadi ? Betulkah Kaisar Lie Sie Bien meninggal dunia dan melakukan perjalanan ke alam neraka ? Benarkah kisah perjalanan yang diceritakan oleh sang Kaisar ? Banyak orang yang percaya bahwa Kaisar Lie Bie Bien benar-benar pernah meninggal dan melakukan perjalanan ke alam neraka, dan apa yang dikisahkannya itu sungguh-sungguh terjadi. Tetapi tidak sedikit pula yang berpendapat bahwa kejadian "mati suri" nya Kaisar Lie Sie Bien dan kisah perjalanannya ke neraka hanya rekayasa sang Kaisar untuk tujuan politis.


Dimana penggambaran alam neraka seperti yang diceritakan beliau diambil dari penggambaran alam neraka dalam kitab-kitab suci Agama Buddha, karena Kaisar Lie Sie Bien adalah seorang Buddhis (beragama Buddha) yang cukup banyak mendalami ajaran-ajaran Agama Buddha (Buddha Dharma).


Seperti kita ketahui, bahwa di zaman itu di Tiongkok berlaku sistim feodal, dimana terjadi jurang perbedaan yang sangat nyata antara tuan-tuan tanah, bangsawan, dan pedagang yang kaya raya dengan segala kemewahan yang berlimpah ruah, dengan kaum petani, buruh dan rakyat jelata yang hidup miskin, melarat, penuh kesengsaraan dan serba kekurangan. Orang-orang kaya ini sama sekali tidak punya kepedulian terhadap orang-orang miskin, bahkan mereka menindas kaum miskin ini.


Sebagai seorang kaisar yang adil dan bijaksana, tentu saja Lie Sie Bien tidak setuju dengan keadaan ini, tetapi beliau juga tidak bisa sewenang-wenang memaksa kaum kaya ini untuk mempunyai kepedulian dan mau membantu kaum miskin. Maka terpaksalah beliau menggunakan taktik untuk menciptakan pemerataan kehidupan dan menolong kaum miskin itu, yakni dengan merekayasa peristiwa kematian beliau dan perjalanannya ke alam neraka.


Barisan terdepan dari mereka yang mengikuti himbauan dan ajuran Kaisar Lie Sie Bien untuk membakar "Kim Cua dan Gin Cua" untuk di kirimkan sebagai dana bantuan kepada leluhur dan sanak keluarga yang telah meninggal sudah tentu adalah orang-orang kaya yang punya banyak uang untuk membeli "kertas emas dan perak" yang dibuat oleh orang-orang miskin; sehingga dengan demikian rakyat jelata yang miskin ini jadi terbantu dan punya penghasilan, terjadilah pemerataan pendapatan.


Secara keagamaan pun tradisi ini pada mulanya bermanfaat, yaitu agar anak dan sanak keluarga yang masih hidup senantiasa ingat pada leluhur/ keluarga yang telah mendahului sekaligus sebagai ungkapan balas budi atas jasa dan kebaikan mereka, dan selalu berdoa serta mengharapkan kebahagiaan mereka di alam sana.


Bagaimana pada zaman sekarang ?
Zaman terus berubah, tradisi yang tadinya sengaja dicetuskan oleh Kaisar Lie Sie Bien dengan maksud dan tujuan yang baik, yakni membantu dan menolong kaum miskin, sekarang masalahnya menjadi lain. "Kertas Emas dan Perak" yang dulunya di produksi oleh home industry (industri rumah tangga) orang-orang miskin, sekarang sudah di produksi secara massal oleh pabrik-pabrik yang tentunya milik pengusaha kaya. Sehingga maksud dan tujuan untuk pemerataan penghasilan sudah tidak bermakna lagi.


Kalau dulu upacara "Bakar Kertas" itu selalu diiringi dengan doa dan harapan untuk kebahagiaan para leluhur dan sanak keluarga yang telah meninggal, saat ini makna ini sudah semakin kabur karena tidak banyak lagi orang yang tahu asal mula, maksud dan tujuan sesungguhnya dari tradisi "Bakar Kertas" ini. Malah sekarang ada anggapan bahwa semakin banyak "kertas emas dan perak" ini dibakar adalah semakin baik, dan membuat leluhur dan sanak keluarga semakin kaya dan semakin senang di alam sana.


Ditambah lagi dengan berbagai ide yang menyesatkan, seperti membuat uang kertas "Hell Bank Note", peralatan-peralatan modern/ canggih dari kertas (seperti pesawat televisi, hand phone, mobil mewah, televisi, parabola, dll) untuk dibakar guna dikirimkan pada leluhur dan sanak keluarga di alam sana, tentunya akan semakin mengaburkan maksud dan tujuan tradisi "Bakar Kertas" ini.


Bagaimanakah pandangan Agama Buddha ?
Agama Buddha adalah agama yang penuh dengan toleransi, walaupun bukan berarti bahwa agama Buddha bersikap menerima tradisi apapun dalam ritual agama Buddha. Tradisi "Bakar Kertas" yang masih dilaksanakan pada saat ini jelas tidak sesuai dengan ajaran agama Buddha.


Alangkah baik dan bijaksana bilamana uang yang tadinya akan digunakan untuk pembelian "kertas emas dan perak" itu dipergunakan untuk membantu orang-orang yang memerlukan bantuan/ pertolongan, atau membeli sesuatu yang dapat diberikan/ disumbangkan pada mereka yang membutuhkannya; misalnya : disumbangkan ke Vihara, Panti Asuhan, Panti Jompo, Panti Anak Cacat, memberikan dana pada anggota Sangha (Bhikkhu/ Bhikkhuni), atau disumbangkan pada pengemis, orang-orang miskin, korban bencana alam, dan lain sebagainya. Bantuan dan sumbangan tersebut kita berikan dengan mengenang dan mengatasnamakan orangtua/ leluhur dan sanak keluarga kita yang telah meninggal itu. Inilah yang di dalam agama Buddha dinamakan "Upacara Pelimpahan Jasa (Pattidana)", sehingga uang kita tidak menjadi sia-sia untuk membakar kertas dan segala sesuatu yang tidak bermanfaat itu.


Tetapi dalam hal ini agama Buddha tidak mengambil sikap menentang keras atau anti terhadap tradisi tersebut, karena menyadari bahwa melaksanaan tradisi tersebut hanya semata-mata karena ketidaktahuan, kurangnya pengertian, dan kepatuhan pada tradisi secara membabi buta, bukan karena tujuan untuk menentang atau melanggar ajaran agama Buddha.


Jika masih ada generasi tua yang melaksanakan tradisi "Bakar Kertas" itu, kita tidak perlu menentang, mengejek, menghina, atau pun melecehkan apa yang mereka lakukan; tetapi seharusnya kewajiban kita adalah untuk memberikan pengertian dan penjelasan secara bijaksana tentang tradisi tersebut, sehingga mereka berangsur-angsur jadi mengerti dan menyadari kekeliruannya dan mau dengan ikhlas dan sukarela untuk memperbaiki/ merubahnya. Sungguhpun harus diakui bahwa tidaklah mudah untuk merubah suatu tradisi yang sudah mendarah-daging, meski pun demikian kita tetap harus mencobanya; syukur jika berhasil, tetapi bila tidak berhasil kita tidak perlu kecewa, putus asa, atau pun memaksakannya pada mereka.



"Ajaran Buddha merupakan petunjuk spiritual,
dan Beliau tidak pernah memaksakannya".​
 
mantap2, bagus kali artikelmu, terus post yang berguna om, nambah wawasan
 
ternyata bakar kertas itu tradisi yang biasa dijalankan orang tiong hua di Indo....kk...saya ingin tanya bagaimana dengan dupa yang biasa digunakan saat sembahyang....apakah itu juga termasuk tradisi...??
 
ternyata bakar kertas itu tradisi yang biasa dijalankan orang tiong hua di Indo....kk...saya ingin tanya bagaimana dengan dupa yang biasa digunakan saat sembahyang....apakah itu juga termasuk tradisi...??

menurut saya sih tradisi jg :P

bahkan patung Sang Buddha yang di tempatkan di vihara jg tradisi untuk menghormati Sang Buddha yah? :-/
 
Menjalankan dan mempraktekan Dhamma dan Vinaya yang diajarkan oleh Sang Buddha merupakan bentuk penghormatan tertinggi kepada Sang Buddha.

Umat Buddha tanpa dupa maupun rupang Buddha juga bisa melakukan kebaktian, kalau ada umat Buddha berpatokan harus ada rupang Buddha dan dupa baru bisa melakukan kebaktian, sudah termasuk pandangan salah.
 
ini jg thread yang bagus

kemarin temen saya ( buddhist awam) menghampiri paranormal untuk bertanya ciam si.setelah bertanya,dianjurkan oleh paranormal untuk membakar kertas sembahyang sebanyak 10.000 lembar untuk dipersembahkan kepada dewa.nyatanya temen saya cuma bakar sebanyak 5.365 lembar.setelah itu temen saya kembali menghampiri paranormal itu.

kata temen saya

"saya sudah bakar kertas sembahyang sebanyak 10.000 lembar untuk dewa,bagaimana perihal keberuntungan nasib saya? "

paranormal itu bilang "kamu baru bakar sebanyak 5.365 lembar.itu belum lagi termasuk yang rusak/sobek saat dilipat sebanyak 45 lembar."bagaimana mungkin km bilang sudah bakar 10.000 lembar?

teman saya langsung TERDIAM...

nah gimana tanggapan temen2 se-dharma..

ditunggu kommentnya..

salam damai ^^
 
ini jg thread yang bagus

kemarin temen saya ( buddhist awam) menghampiri paranormal untuk bertanya ciam si.setelah bertanya,dianjurkan oleh paranormal untuk membakar kertas sembahyang sebanyak 10.000 lembar untuk dipersembahkan kepada dewa.nyatanya temen saya cuma bakar sebanyak 5.365 lembar.setelah itu temen saya kembali menghampiri paranormal itu.

kata temen saya

"saya sudah bakar kertas sembahyang sebanyak 10.000 lembar untuk dewa,bagaimana perihal keberuntungan nasib saya? "

paranormal itu bilang "kamu baru bakar sebanyak 5.365 lembar.itu belum lagi termasuk yang rusak/sobek saat dilipat sebanyak 45 lembar."bagaimana mungkin km bilang sudah bakar 10.000 lembar?

teman saya langsung TERDIAM...

nah gimana tanggapan temen2 se-dharma..

ditunggu kommentnya..

salam damai ^^

Kalau kita memahami hukum kamma dan Vipaka kamma(akibat perbuatan) maka hal seperti diatas tidak perlu terjadi. Justru yang harus kita lakukan adalah berdana,beramal,banyak berbuat kebajikan,menjalankan Pancasila dsbnya sesuai dengan Dhamma.

Belenggu yang III
Kemelekatan pada suatu kepercayaan bahwa hanya dengan melaksanakan aturan-aturan dan upacara keagamaan seseorang dapat mencapai kebebasan (silabbata-parãmãsa).

Berkah Dan Nasib



1. Bagaimana pendapat agama Buddha mengenai jimat dan ramalan nasib?

Sang Buddha menganggap praktik seperti peramalan nasib, pemakaian jimat perlindungan, pernujuman, penentuan hari baik, penentuan lokasi bangunan secara magis, dan sebangsanya, sebagai ketakhayulan yang tak bermanfaat. Beliau tidak pernah menganjurkan para siswa-Nya untuk melakukan praktik semacam itu. Beliau menamakan hal-hal di atas sebagai "Seni Rendah".

"Banyak orang beragama mengandalkan penghidupannya dari budaya-budaya rendah, dengan mata pencaharian yang salah, seperti meramalkan nasib orang, meramalkan pertanda-pertanda, menafsirkan mimpi... membawa nasib baik atau nasib buruk..., memohon-mohon pada dewi keberuntungan..., menentukan tempat keberuntungan untuk mendirikan bangunan, pertapa Gotama menolak seni rendah semacam ini, menilainya sebagai cara penghidupan yang salah"(DI 9-12)


2. Mengapa orang kadang-kadang mempraktikkan, bahkan mempercayai hal-hal tersebut?

Karena ketamakan, ketakutan dan kebodohan batin. Begitu seseorang memahami ajaran Buddha, dia akan sadar bahwa kesucian pikiran dapat menjadi pelindung yang lebih baik dibandingkan secarik kertas, sebutir peluru, serangkaian tulisan, dan dia tidak lagi menggantungkan nasibnya pada hal-hal semacam itu. Dalam ajaran Buddha, adalah ketulusan, kebajikan, pengertian, kesabaran, kemurahan hati, kesetiaan, dan kebijaksanaan, yang benar-benar dapat memberikan kesejahteraan sejati.


3. Tapi ada jimat keberuntungan yang terbukti khasiatnya.

Saya tahu ada orang yang pencahariannya menjual jimat keberuntungan. Dia bilang bahwa jimatnya dapat membawa berkah dan kemakmuran. Tapi kalau yang dikatakannya benar, mengapa dia tidak menjadikan dirinya sendiri seorang multi jutawan? Kalau jimatnya benar berkhasiat, mengapa dia tidak menang undian setiap minggu? Keberuntungan yang dia miliki hanyalah bahwa ternyata ada orang-orang bodoh yang mau membeli jimatnya.


4. Tadi, apakah ada yang disebut keberuntungan?

Keberuntungan didefinisikan sebagai kepercayaan bahwa apapun yang terjadi pada seseorang dalam suatu peristiwa baik atau buruk disebabkan karena kebetulan, nasib atau untung-untungan. Sang Buddha sama sekali menyangkal kepercayaan tersebut. Segala sesuatu yang terjadi pasti ada mempunyai satu atau lebih penyebab, dan pasti ada hubungan antara penyebab dan akibatnya. Sebagai contoh, jatuh sakit pasti punya sebab tertentu, salah satu kemungkinan seseorang telah dimasuki kuman dan tubuhnya harus cukup lemah bagi si kuman untuk bisa berkembang di situ. Ada hubungan tertentu antara penyebab (kuman dan tubuh yang lemah) dan akibat (jatuh sakit). Kita tahu bahwa kuman menyerang bagian tubuh orang itu dan menimbulkan sakit. Tapi bukankah tidak ada hubungan sebab-akibat antara penggunaan selembar kertas yang bertulisan di atasnya (kertas jimat) dan keadaan menjadi kaya atau lulus ujian.

Agama Buddha mengajarkan bahwa apapun yang terjadi pasti karena suatu sebab atau sebab-sebab, dan tidak disebabkan karena kebetulan, nasib, atau untung-untungan. Orang yang tertarik pada keberuntungan selalu mencoba untuk mendapatkan sesuatu, biasanya banyak rezeki atau kesehatan. Sang Buddha mengajarkan bahwa mengembangkan hati dan pikiran adalah jauh lebih bermanfaat. Dalam salah satu kotbahNya yang terkenal, Sang Buddha melantunkan:

"Memiliki pengetahuan luas dan kepiawaian,
terlatih baik dalam tata tertib,
ramah tamah dalam berucap;
inilah Berkah Utama.

Merawat ayah ibu,
menyokong anak dan istri,
bekerja tak terbengkalai;
inilah Berkah Utama.

Berdana, berperilaku sesuai dengan Dhamma,
menyokong sanak keluarga,
berkarya tanpa cela;
inilah Berkah Utama.

Berpantang berbuat kejahatan,
menghindari barang memabukkan,
bertekun melaksanaan Dhamma;
inilah Berkah Utama.

Menghormat, bersikap rendah hati,
merasa puas, tahu kebajikan orang lain,
mendengarkan Dhamam tepat pada waktunya;
inilah Berkah Utama.

Bersemangat, menjalani hidup suci,
melihat Kesunyataan Mulia,
menembus Nibbana;
inilah Berkah Utama.

Kendati berhubungan dengan hal-hal duniawi,
batin tak tergoyahkan,
batin tak bersedih, tak bernoda, merasa aman;
inilah Berkah Utama.

Dengan melaksanakan hal-hal ini
makhluk hidup tak akan terkalahkan di manapun,
dan pergi kemanapun niscaya selamat;
inilah Berkah Utama bagi mereka



 
kukira tentang kertas sembahyang itu...

gunanya supaya pada waktu setelah sembahyang pada leluhur...

NAh sambil menanti... supaya saat ngobrol2 dengan sesama saudara semua ada yang dikerjakan dan tidak berpikir2 yang macam2..

maka melipat kertas sambil ngobrol2..

jadi menurut saya itu adalah salah satu cara untuk melekatkan tali silaturahmi... :)

klo tentang uang2an kertas versi baru.... no comment d... :) gw juga ngrasa itu ga ada gunanya... :D :Peace:
 
ternyata bakar kertas itu tradisi yang biasa dijalankan orang tiong hua di Indo....kk...saya ingin tanya bagaimana dengan dupa yang biasa digunakan saat sembahyang....apakah itu juga termasuk tradisi...??

Yg saya tau ,, itu mrupakan salah satu tindakan "puja" ...

"puja" dlam agma budha,,bda artinya dgn arti bhsa indo,,

"Puja" dlam agma budha berarti "menghormat" .

Sperti yg ad di dlm kitab Manggala Sutta :

"Puja ca pujaniyanam etammangalamuttamam" <-- "Menghormat yg patut dihormat"


Ada 2 macam puja :

1.Amisa Puja

Amisa puja merupakan penghormatan dgn materi atau benda..,sperti dupa,lilin,air dsb..

2.Patipati Puja

Patipati puja merupakan memuja dgn melaksanakan ajaran (Dhamma),sperti mempraktekkan panna,sila , de el el..


Nah,mempersembahkan dupa mrupakan slah satu penghormatan,brupa amisa puja..


:D:D:D:D:D:D
 
Tidak mudah untuk men'judge' apakah sesuatu itu adalah ajaran sang buddha atau bukan..
karena itu tergantung kepada patokan yang digunakan..

Lebih tidak mudah pula untuk memutuskan apakah suatu perbuatan adalah bermanfaat atau tidak... karena ada terlalu banyak faktor yang perlu dipertimbangkan.

Yaap.. bakar kertas sembahyang tidak ada dijamannya sang Buddha.
tapi terlalu banyak hal yang kita terbiasa lakukan saat ini juga tidak ada di zamannya sang Buddha. Indo forum juga ngak ada dizamannya sang Buddha, lalu ngapain kita ngumpul-ngumpul disini.
Perpustakaan juga ngak ada dizamannya sang Buddha, lalu mengapa sekarang ada...

Tradisi Buddhis di masing-masing negara berbeda-beda.
Ada baiknya kita pandang dengan sikap apresiasi dan bukannya mengkritisi.

tentang membakar kertas sembahyang
tentu saja dapat menjadi positif ataupun negatif, tergantung kepada terlalu banyak faktor dan sudut pandang kita. Bermanfaat atau tidak tergantung kepada pendekatan latihan kita...

Sekedar untuk sharing.....

Ada tradisi Buddhis tertentu yang melakukan upacara mempersembahkan makanan kepada makhluk yang terlahir di alam Preta (hantu kelaparan)...
Lalu apakah kita harus juga mempertanyakan keabsahan dan manfaat dari upacara ini..

Dalam tradisi Buddhis Tibet, Mereka membuat / membangun Mandala dari pasir (Sama seperti Borobudur yang juga merupakan mandala) .. bagi mereka ini adalah bagian dari Latihan mereka.
Lalu apakah kita yang tidak mempunyai tradisi ini harus mempertanyakan keabsahan dan manfaat dari kegiatan ini..

Jika kita mempunyai mata yang apresiatif dan menghormati orang lain (latihan orang lain) selalu akan ada hikmah yang dapat diambil.
Hikmahnya kita simpan sebagai masukan penting...
apa yang tidak cocok untuk Latihan kita .. ya ngap apa-apa kita kesampingkan..

Dan dengan demikian semoga semua makhluk dapat melanjutkan latihannya dalam keharmonisan.
 
kenapa harus takut dikritik kalau itu memang benar? kalau kita takut dikritik maka kita tidak akan maju-maju alias keras kepala. Justru kita dikritik apa kita ini benar atau salah,kadang-kadang menurut kita ini benar ,belum tentu bagi orang lain benar kecuali kita sudah mencapai Arahat.^_^
 
Ada yang mengatakan "Arahat sebagai bibit yang tidak pernah akan mencapai kebuddhaan" bagaimana pendapat saudara ttg phrase ini????
 
@Netralman.
Mungkin Anda perlu keluar dari apa yang selama ini Anda ketahui dan telah pelajari untuk dapat memahami phrase di atas dgn sempurna...
Semoga satu hari Anda bisa...
 
@Netralman.
Mungkin Anda perlu keluar dari apa yang selama ini Anda ketahui dan telah pelajari untuk dapat memahami phrase di atas dgn sempurna...
Semoga satu hari Anda bisa...

Seorang Buddha adalah mereka yang telah mencapai kesucian, dan ia juga disebut sebagai Arahat. Dalam pengertian sehari-hari, orang yang telah mencapai kesucian dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:

1. Sammasambuddha: ia yang telah mencapai kesucian karena perjuangannya sendiri dan mampu mengajarkan Dhamma (Buddha Dhamma) sehingga orang lain mencapai kesucian yang sama. Kelompok pencapaian kesucian inilah, yang biasa hanya disebut sebagai Buddha.

2. Savakabuddha: adalah para murid Sammasambuddha, yang setelah mendengar pelajaran Beliau, mereka juga mencapai kesucian yang sama, dan mereka juga mampu mengajarkan Dhamma. Kelompok pencapaian inilah yang sering hanya disebut sebagai Arahat.

3. Paccekabuddha: adalah mereka yang melaksanakan Dhamma dan mencapai kesucian, namun tidak memiliki kemampuan untuk mengajarkan Dhamma kepada orang lain sehingga mencapai kesucian.


Buddha dengan Arahat, yang sama adalah musnahnya kekotoran batin secara total. Sedangkan perbedaannya banyak sekali, misalnya:
Paramita yang dihimpun berbeda lamanya.
Ketika pertama kali Bodhisatta bertekad menjadi Buddha, ia telah memiliki potensi untuk menjadi Arahat.
Tanda istimewa tubuh fisiknya, untuk Buddha ada 32 tanda manusia agung.
Buddha sebagai penemu kembali Dhamma, sedangkan Arahat bukan menemukan kembali melainkan merealisasi ke-Arahatan dengan mengikuti ajaran Buddha.
Buddha pasti memiliki tevijja, sedangkan Arahat belum tentu memilikinya.
Buddha pasti sebagai manusia, sedangkan Arahat tidak harus manusia, bisa deva, bisa brahma.
dan masih banyak lagi perbedaannya.


makanya kenapa Sang Buddha meletakan Pandangan benar atau Pengertian benar pada urutan pertama dalam Delapan Jalan Ariya . Kalau kita sudah Pandangan salah atau pengertian salah maka otomatis selanjutnya bisa salah juga.
 
Konsep Buddha,Arahat,Bodhisatva dan Pacceka Buddha bisa berbeda-beda dalam Theravada dan Mahayana.
Yang seperti kk Netralman sebutkan di atas adalah konsep dalam Theravada. Tetapi dalam Mahayana memiliki konsep yang berbeda dimana, Arahat msh bisa dilahirkan kembali karena msh memiliki keegoan dan cinta kasih yang belum sempurna. Arahat memiliki kearifan/kebijaksanaan sempurna tetapi cinta kasih mereka msh lemah. Dlm Mahayana, Bodhisatva adalah makhluk yang juga telah mencapai kesucian, memiliki kebijaksanaan dan cinta kasih sempurna. Seorang Bodhisatva melampaui para Arahat dan Pacceka Buddha
dalam hal berikut, ia mencapai Nirvana, namun ia keluar lagi darinya, karena cinta kasih yang selalu ingin menolong umat manusia. Inilah yang membedakannya dengan Para Sravaka (Arahat) dan Pacceka Buddha.
 
Konsep Buddha,Arahat,Bodhisatva dan Pacceka Buddha bisa berbeda-beda dalam Theravada dan Mahayana.
Yang seperti kk Netralman sebutkan di atas adalah konsep dalam Theravada. Tetapi dalam Mahayana memiliki konsep yang berbeda dimana, Arahat msh bisa dilahirkan kembali karena msh memiliki keegoan dan cinta kasih yang belum sempurna. Arahat memiliki kearifan/kebijaksanaan sempurna tetapi cinta kasih mereka msh lemah. Dlm Mahayana, Bodhisatva adalah makhluk yang juga telah mencapai kesucian, memiliki kebijaksanaan dan cinta kasih sempurna. Seorang Bodhisatva melampaui para Arahat dan Pacceka Buddha
dalam hal berikut, ia mencapai Nirvana, namun ia keluar lagi darinya, karena cinta kasih yang selalu ingin menolong umat manusia. Inilah yang membedakannya dengan Para Sravaka (Arahat) dan Pacceka Buddha.

Kalau sudah mencapai Nibbana sudah tidak dilahirkan kembali.
 
hebat om singthung thanks infonya,saya baru tau sejarah bakar kertas kim cua
tradisi ini msh dipake lho dikeluarga besar aku
apalagi kalo ce it sm cap go pasti akong aku sembahyang tuapekong terus diakhiri dgn bakar kertas kim cua n yg perak jg
trs kalo pas sincia kertasnya jd banyak jenisnya
ada yg kuning,perak trs ada yg kertas warna merah gambar naga gitu tebel n musti disusun dulu
ada jg yg kecil gitu,gak tau deh namanya
trs pembakaran dilakukan 2 kali
kalo aku sih biasa nyebut sembahyang buah
sembahyangnya pagi2 gitu,semua keluarga ikut sembahyang
pemimpinnya my grandpa,tp dah 2 taon aku gak pernah ikut sembahyang buah lagi /sob
eh maaf ya jd cerita gini
ya intinya cm bilang thanks aja atas infonya /no1
 
hebat om singthung thanks infonya,saya baru tau sejarah bakar kertas kim cua
tradisi ini msh dipake lho dikeluarga besar aku
apalagi kalo ce it sm cap go pasti akong aku sembahyang tuapekong terus diakhiri dgn bakar kertas kim cua n yg perak jg
trs kalo pas sincia kertasnya jd banyak jenisnya
ada yg kuning,perak trs ada yg kertas warna merah gambar naga gitu tebel n musti disusun dulu
ada jg yg kecil gitu,gak tau deh namanya
trs pembakaran dilakukan 2 kali
kalo aku sih biasa nyebut sembahyang buah
sembahyangnya pagi2 gitu,semua keluarga ikut sembahyang
pemimpinnya my grandpa,tp dah 2 taon aku gak pernah ikut sembahyang buah lagi /sob
eh maaf ya jd cerita gini
ya intinya cm bilang thanks aja atas infonya /no1


KTP Buddha tetapi jiwa Kong Hu Cu /Taoisme.... sama deh.^_^
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.