Ngajak boleh, kalau yang diajak gak suka ya gak boleh maksa apalagi sampe ngancem, ngintimidasi, nyerang, ngerusak, nganiaya sampai ada yang mati lagi nauzubillah......
Kaum muslim lagi diuji watak keadilan dan toleransinya. Menurut Gue sendiri peristiwa yang nimpa Ahmadiyah ada hikmahnya buat kita semua sebagai bahan belajar buat semua baik muslim ahmadi maupun yang bukan ahmadi untuk menjunjung KEADILAN dan TOLERANSI.
Peace buat semua. Gua jadi ahmadiyah dengan kesadaran sendiri sesuai dengan pengetahuan yang gua terima ampe saat ini, dan gua juga paham kalau yang gak mau nerima ahmadiyah juga bebas untuk tetap pada keyakinannya sesuai dengan pengetahuan yang diterima saat ini.
Karena kesadaran ini gua merasa lebih terbuka menjalani hidup, kenapa gue mesti benci sama yang keyakinannya berbeda? Toh masih banyak hal-hal yang sama yang bisa diperjuangin bareng. Kalau mau tukeran informasi ya bisa DIALOG. Kalau abis dialog masih juga deadlock ya sepakat untuk tidak sepakat napa si...
Gua juga terus belajar soal islam dan ahmadiyah. Gua juga terus belajar tentang paham yang lain seperti HT, Ikhwanul Muslimin, Jamaah Tabligh, LDII, Syiah, Darul Arqam, Salafi, Empat Mazhab, NU, Muhamadiyah, Mutazilah dll. Dari antara mereka semuanya gue lihat banyak yang samanya (kan sama-sama islam) walaupun banyak juga yang bedanya (ada yang menurut gue prinsipil ada juga yang cuma masalah kecil).
Kalau misalnya sekarang gua masih cenderung ama ahmadiyah lah masa orang laen terus maksain jangan ikut ahmadiyah....kan gak lucu.
Walaupun sangat disesalkan, namun kalau enggak ada kejadian begini mungkin kita umat islam gak bakal sadar ada potensi merusak yang masih terpendam dalam dirinya. Potensi ini harus segera diperbaiki apalagi di era informasi dimana dunia sudah menjadi sempit dan semua kejadian dalam sekejap sudah sampai ke seantero bumi. Pikiran gue berita ini akan segera nyebar ke seantero indonesia. Kemudian dari ahmadiyah bikin klippingnya dikirim ke Seluruh dunia ke 200 juta anggota ahmadiyah di seluruh dunia. Selain itu juga dikirim ke komisi HAM PBB dan Lembaga Internasional lainnya, ke LBH Indonesia, Ke Komisi DPR ke Presiden dll. Apa gak malu tuh yang namanya tercantum dalam berita tsb sebagai tokoh perusak langsung maupun tidak langsung?
DURI (RP) - Markas Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Jalan Petani RT 3/RW 5 Kawasan Puncak, Desa Sebanga, Kecamatan Mandau (sekitar 18 kilometer dari Duri, red) ''diserbu'' warga anti Ahmadiyah, Kamis (28/6) petang, usai pengajian dan Salat Asar di Musala Al Furgan kawasan setempat. Masjid Al Mubarak dan rumah mubaligh milik Jemaat Ahmadiyah yang menjadi sasaran diobrak-abrik.
Awalnya, pergerakan massa tertahan beberapa meter dari halaman masjid. Danramil 06 Mandau Kapten (Art) Sudiyono yang turun ke lapangan meminta massa tak terlalu mendekat. Pasalnya, Camat H Rozali Saidun SH dan aparat terkait lainnya sedang mengupayakan jalan untuk berdialog dengan pemimpin Ahmadiyah setempat.
Karena tidak sabar menunggu, tak berselang lama massa yang mengusung berbagai poster anti Ahmadiyah itu, merangsek masuk ke halaman masjid. Poster-poster yang mereka bawa ditempelkan di depan masjid tersebut. Tak lama kemudian, situasi makin tak terkendali dan massa akhirnya masuk ke masjid. Suara cukup gaduh terdengar kala itu.
Massa yang menerobos masuk ke masjid merebahkan papan pembatas dalam rumah ibadah itu. Beberapa brosur dan pamflet yang ditempel di papan partisi juga diambil. Tak hanya itu, massa juga sempat membalikkan podium di mihrab masjid yang tak memakai plang nama itu.
Pimpinan Ahmadiyah yang diharapkan kehadirannya pun tak kunjung muncul. Massa pun makin leluasa. Bangunan tempat mengaji anak-anak yang terletak terpisah di depan mihrab masjid juga dimasuki warga. Tak lama kemudian, pintu depan dan samping masjid itu pun dipalang warga dengan kayu.
Rumah mubaligh Ahmadiyah yang terletak persis disamping Utara masjid Al Mubarak pun tak luput dari tangan massa. Rumah yang sedang tidak ada penghuni itu pun menjadi sasaran dalam waktu hampir bersamaan. Pengobrak-abrikan pun tak terelakkan. Isi rumah terutama buku-buku dan arsip milik Jemaat Ahmadiyah dibawa keluar lalu ditumpukkan di halaman.
Di sela-sela tumpukan arsip yang digeletakkan begitu saja terlihat beberapa figura foto. Dengan marah, figura-figura itu pun diremukkan warga hingga hancur. Disitu terlihat foto Mirza Ghulam Ahmad serta para khalifahnya. Sesaat kemudian, seluruh buku dan arsip Ahmadiyah yang ada dalam rumah itu pun digelandang ke luar.
Pada awalnya, tumpukan arsip tersebut hendak dibakar massa, namun tidak jadi dilakukan. Akhirnya, buku-buku dan berbagai arsip itu diamankan pihak Satpol PP Mandau. Satu-dua dari arsip tersebut juga dibawa berbagai pihak untuk kepentingan penyelidikan lebih lanjut terhadap paham Ahmadiyah yang dinilai menyimpang itu. Kini sebagian buku dan arsip Ahmadiyah itu disimpan di markas Satpol PP Mandau.
Kendati terlambat, anggota Jemaat Ahmadiyah yang ada di tempat itu pun berupaya menyelamatkan sisa-sisa arsip dan beberapa barang milik mubaligh Ahmadiyah di rumah tersebut. Diantaranya Quran terbitan Ahmadiyah yang tiga jilid. Satu diantaranya sempat dipinjam seorang ibu dari Duri kepada remaja putri pengikut Ahmadiyah yang menyelamatkannya.
Tidak Ada Perlawanan
Dalam aksi ini tidak ada bentrok fisik. Puluhan aparat Satpol PP terlihat berjaga-jaga di TKP. Upika Mandau yang terdiri dari Camat H Rozali Saidun SH serta Danramil 06 Kapten (Arh) Sudiyono maupun pejabat instansi terkait seperti Kepala KUA Drs H Syamsir JS juga turun ke lapangan untuk mengantisipasi keadaan.
Ketika massa sampai dan akhirnya memalang pintu masjid serta mengobrak-abrik rumah mubalighnya, tak satu pun anggota Jemaat Ahmadiyah yang datang untuk memberikan perlawanan. Mereka tampaknya memasrahkan nasib pada Tuhan saja. Kala itu mubalih Ahmadiyah Harun Alrasyid mengaku sedang berada di AMIK Mitragama, Duri.
Anggota Ahmadiyah, Kasbi (70) serta Suroso (37) yang sempat ditemui Riau Pos menjelang ''penyerbuan'' ke tempat itu mengaku bahwa Jemaat Ahmadiyah tidak akan memberikan perlawanan. Kendati demikian, mereka sangat berharap agar kejadian seperti pembakaran Musala Ahmadiyah tahun 1990-an silam tak terulang kembali. Namun harapan mereka tak kesampaian walaupun aksi main bakar tidak terjadi.
Dialog Upika Mandau dan instansi terkait diikuti para tokoh agama juga sempat berlangsung di jalan, depan komplek Masjid Ahmadiyah. Kesimpulan akhir pembicaraan itu memutuskan akan diadakan dialog dengan pihak Ahmadiyah yang akan diatur Kepala KUA Mandau dalam waktu dekat.
Sebelum itu di halaman Masjid Ahmadiyah, perwakilan massa yang hadir juga sempat membacakan tiga tuntutan berkaitan dengan keberadaan Ahmadiyah di tempat ini.
Di antaranya, usir mubalig Ahmadiyah dari Desa Sebangar, bubarkan Ahmadiyah serta minta aparat untuk melindungi ketua RT 6 RW 5 Desa Sebangar yang terancam jiwanya. Tak disebut terancam oleh apa kala itu.
Akan Menuntut Secara Hukum
Mubaligh Ahmadiyah Harun Alrasyid yang dikontak malam tadi mengaku, pihaknya akan menempuh jalur hukum.
''Harapan kami satu-satunya adalah jalur hukum. Kami minta pihak berwajib untuk mengusut kasus ini sebagaimana mestinya," kata dia dengan nada tinggi akan kami tuntut secara hukum,'' tegasnya. Langkah konkret tuntutan tersebut tengah dikoordinasikannya secara internal.
Menurut Harun, mereka yang terlibat dalam aksi itu sudah melanggar hukum positif yang berlaku di negara ini. Apalagi mereka telah dengan sengaja melakukan pengrusakan, penjarahan dan memasuki rumah orang lain tanpa izin. Mereka pun dinilainya telah melakukan perampasan terhadap hak asasi kalangan Ahmadi sebagai warga negara yang sah.
Sehubungan dengan fatwa sesat dan menyesatkan, menurut Harun, MUI sendiri belum memberikan bukti dimana letak kesesatan mereka. ''MUI mengatakan ada sembilan buku yang mereka jadikan sebagai rujukan. Buku yang mana?'' tanyanya.
Dia pun menegaskan bahwa aksi massa yang mengobrak-abrik tempat mereka, sebagai pertanda awal bagi kebangkitan Ahmadiyah di wilayah ini. ''Demi Tuhan, ini awal kebangkitan bagi kami di daerah ini,'' ujarnya yakin.
Tokoh mubalig Ahmadiyah ini pun menegaskan garis perjuangan kalangan Ahmadi. Kami, katanya, tidak akan melawan dengan tangan kami sendiri. Tuhan sudah berjanji bahwa mereka-mereka yang memusuhi kami itu akan mendapat kehinaan di dunia dan di akhirat, tambahnya.
Sementara itu, praktisi hukum Syaiful Jailani SH yang dikontak mengaku turut menyayangkan insiden yang memiliki konsekuensi hukum ini. Menurutnya, alangkah baiknya perbedaan paham ini bisa diselesaikan secara baik-baik. Syaiful mengaku, pihaknya baru sebatas dimintai konsultasi hukum saja oleh kalangan Ahmadiyah, belum sebagai kuasa hukum.(sda)
Menurut Gue MUI boleh-boleh saja percaya Ahmadiyah bukan islam. Tapi ternyata masyarakat muslim kebanyakan di Indonesia masih mudah diprovokasi (ini yang gue maksud potensi negatif). Mereka punya logika "Kalau gue bilang ahmadiyah bukan islam (enggak bener/sesat) maka ahmadiyah boleh diapa apain aja boleh dihancurin".....Logika keblinger. Ini adalah LOGIKA KAUM QURAISY yang menganiaya Umat Islam dan Nabi MUhammad saw di Mekkah, LOGIKA KAUM ISRAEL yang menganiaya ISA as dan Kaum HAWARY. Kalau semua orang pake LOGIKA kayak begini bisa dibayangin dunia bakalan mundur lagi ke belakang......
Cuman yang gua gak abis pikir, Mungkinkah ada kongkalikong antara anggota MUI dan para penyerang? Untuk pikiran yang kayak gini gue gak mau ngasi komentarlah karena emang kagak jelas. Tapi kok hati gue terus aja nyorongin kayaknya ada apa-apa deh.........who knows? Just God knows.
Atau harusnya MUI bikin fatwa juga kalau Nyerang Ahmadiyah itu Dilarang, tapi jadi lucu juga yah. Menurut Gue sih emang lucu kalau soal keyakinan udah diformalkan jadi produk hukum yang maksa.
Jum'at, 29 Juni 2007 16:44
Sesalkan Penyerangan,
Ketua MUI Riau Sebut Ahmadiyah Bukan Islam
http://www.riauterkini.com/sosial.php?arr=14942
Ketua MUI Provinsi Riau Mahdini menyesalkan penyerangan warga terhadap jemaah Ahmadiyah di Duri. Berdasarkan fatwa MUI pusat, Ahmadiyah bukan Islam.
Riauterkini-PEKANBARU- Aksi penyerangan yang dilakukan sejumlah warga terhadap jemaah Ahmadiyah di Duri, Kecamatan Mandau, Bengkalis disesalkan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Riau Mahdini. Menurutnya, mestinya persoalan seperti tak perlu diselesaikan dengan kekerasan, namun melalui jalan dialog.
"Saya merasa prihatin adanya tindak kekerasan yang dilakukan warga terhadap jemaah Ahmadiyah di Duri. Mestinya tak perlu kekerasan. Cukup dengan dialog," ujarnya saat dihubungi riauterkini, Jumat (29/6).
Dijelaskan Mahdidi, keberadaan jemaah Ahmadiyah memang menjadi persolan sensitif bagi umat Islam. Berdasarkan fatwa MUI pusat tahun 2005 silam, Ahmadiyah dinilai sesat dan bahkan telah dinyatakan bukan bagian dari agama Islam.
"MUI pusat telah menyatakan kelompok ini sesat dan keluar dari Islam, sebab mereka memiliki kitab suci selain Al Qur'an dan memiliki nabi terakhir, selain Nabi Muhammad," paparnya.
Dalam situasi seperti itu, mestinya Ahmadiyah melepas lebel Islam dalam jemaahnya dan membuat agama baru. "Kalau mereka menyatakan bukan Islam, selesai persoalan. Masalahnya mereka mengaku Islam, tapi kitab sucinya bukan Al Qur'an dan nabi terakhirnya bukan Nabi Muhammad. Itu yang membuat umat Islam tersinggung. Sebab bagi umat Islam, persoalan Al Qur'an dan Nabi Muhammad sudah final. Tidak bisa ditawar-tawar lagi. Itu akidah," tegasnya.
Lebih lanjut Mahdini mengatakan, mestinya setelah MUI mengumumkan Ahmadiyah sebagai kelompok sesat, kejaksaan harus tanggap dan langsung melakukan penertiban. "Karena terlambat ditertibkan, kemudian muncul reaksi dari masyarakat," tukasnya.
Dijelaskan Mahdini, selain di Duri, Jemaah Ahmadiyah juga berada di sejumlah derah di Riau, seperti di Kecamatan Pujud, Rokan Hilir dan di Pekanbaru.***(mad)