• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Forum Buddha The Lounge

:-bd:-bd:-bd

berbahagialah orang yang tidak di buat2...dan berbahagialah orang yang sewajarnya......

walaupun ada atau tidaknya pandangan yang kuat....tetaplah pada keyakinanmu.....sebab keyakinan mu lah yang akan membawa u pada kesuksesan atau ketidak suksesan.....:D:D
oke bro,
>:D<

baik saja gan..:)

bagaimana dengan bro sinthung, marcedes, akiong, kodokbuduk, roughtorer.. masi aktifkah di if sini? :P

salam bro :D
iya,
salam kenal juga. :D
 
baik saja gan..:)

bagaimana dengan bro sinthung, marcedes, akiong, kodokbuduk, roughtorer.. masi aktifkah di if sini? :P




salam bro :D

Sie-SIe
bro...Sin Thung dah lama gak muncul..Si Kodok juga dah lama gak naik kepermukaan..........lebih-lebih Mantan MOMOD....sama sekali tidak muncul sejak pengunduran dirinya...
.....
Akiong masih aktif...skrg dah ganti AREAL...FLAME ARENA .../heh
Sosok yang pro antagonis ini selalu aja gak kehabisan akal BUAT KERAMAIAN!!!
Rindu ama dia ...brada ????tuh ..main ke Threadnya ..book of esoterik...
atau mo yang panas dan sengit ada di FA..../heh
.....Masih di MAINLAND...saudaraku ????

walaupun ada atau tidaknya pandangan yang kuat....tetaplah pada keyakinanmu.....sebab keyakinan mu lah yang akan membawa u pada kesuksesan atau ketidak suksesan

wew..ajakaan terselubung.......
Bhante mulai nakal yaaaa /heh
 
24890_1145272290993_1803106176_290595_5470919_n.jpg




Empat asaïkhyeyya dan seratus ribu kappa yang lalu, terdapat sebuah kota yang makmur bernama Amaravatã. Sebuah kota yang sempurna dalam segala hal. Indah dan menyenangkan. Dikelilingi oleh pohon-pohon hijau dan taman yang indah, memiliki persediaan makanan dan barang-barang kebutuhan yang cukup. Kaya akan barang-barang berharga untuk dinikmati oleh masyarakatnya. Kota ini menghangatkan hati para dewa dan manusia.

Di kota ini selalu terdengar suara-suara dari sepuluh macam suara seperti, suara gajah, kuda, kereta, suara genderang besar, genderang kecil, harpa, nyanyi-nyanyian, tiupan kulit kerang, tepuk tangan, dan undangan-undangan pesta. (Di kota-kota lain penuh dengan suara yang tidak menyenangkan, teriakan-teriakan dan tangisan yang menyakitkan).

Kota ini teranugerahi dengan semua karakteristik dari sebuah kota metropolitan. Tidak kekurangan mata pencaharian untuk mencukupi kebutuhan hidup seperti: berlian, emas, perak, mata kucing, mutiara, zamrud, dan selalu didatangi oleh pengunjung-pengunjung dari luar. Lengkap dengan segala barang-barang seperti di alam surga. Di sini adalah alam di mana orang-orang menikmati buah dari perbuatan-perbuatan baik.



Di kota Amaravatã ini hiduplah seorang Brahmana bernama Sumedhà. Ibunya adalah keturunan dari keluarga Brahmana dari generasi ke generasi, demikian pula dengan ayahnya. Sehingga, ia adalah seorang Brahmana murni karena kelahiran, baik dari pihak ayah maupun pihak ibu. Ia terlahir dari seorang ibu yang kaya raya dan baik. Ia tidak dapat dicemooh karena kelahirannya dengan mengatakan, “Orang ini lahir dari golongan rendah sampai tujuh generasi leluhurnya.” Ia adalah orang yang tak dapat diremehkan atau dicela. Ia adalah seorang dengan darah Brahmana murni dengan fisik yang menarik perhatian setiap orang.

Sehubungan dengan kekayaannya: Ia memiliki harta yang tersimpan dalam gudang harta dalam jumlah yang sangat besar dan sejumlah besar hasil panen serta barang-barang kebutuhan untuk hidup sehari-hari. Ia memelajari tiga Kitab Veda: Iru, Yaju, dan Sàma. Menguasai kitab-kitab ini dan dapat menghafalnya tanpa cacat. Tanpa kesulitan ia menguasai:

1. Nighandu, buku yang menjelaskan berbagai istilah,

2. Ketubha, buku mengenai literatur-literatur yang berisi bermacam literatur yang ditulis oleh para peneliti terpelajar,

3. Vyakarana (Akkharapabheda), buku Tata Bahasa yang berhubungan dengan analisis kata-kata dan menjelaskan aturan-aturan tata bahasa dan istilah-istilah seperti alphabet, konsonan, dll,

4. Itihasa (juga disebut Påraõa) yang merupakan Veda kelima yang menceritakan tentang legenda-legenda dan kisah-kisah kuno.

Ia juga ahli dalam Lokayata, karya filosofis yang menentang perbuatan-perbuatan yang dapat memperpanjang saÿsàra dan juga karya yang berhubungan dengan orang-orang besar seperti: Buddha yang akan datang, Pacceka Buddha yang akan datang. Ia juga seorang guru yang mengajarkan cerita-cerita Brahmanis yang diajarkan dari generasi ke generasi.

Orangtua Sumedhà meninggal dunia sewaktu ia masih sangat muda. Penjaga harta keluarga, membawa daftar harta, membuka gudang harta yang penuh dengan emas, perak, batu delima, mutiara, dan lain-lain, dan berkata, “Tuan muda, sebanyak inilah harta yang engkau warisi dari pihak ibu, dan sebanyak ini dari pihak ayah, dan sebanyak ini dari leluhurmu.” Ia memberitahukan Sumedhà tentang kekayaan yang diwarisinya dari tujuh generasi leluhurnya, dan berkata, “Lakukan apa pun yang engkau inginkan dari kekayaan ini.” Kemudian menyerahkannya kepada Sumedhà.

Sumedhà Pergi Bertapa

Suatu hari Sumedhà naik ke teras atas istananya, duduk bersila dalam keheningan, timbul pikiran berikut ini dalam dirinya:

“Sungguh menyedihkan kelahiran sebagai makhluk hidup; Demikian pula kehancuran dari badan jasmani; Sungguh menyedihkan mati dalam tekanan kebodohan dan di bawah kekuasaan usia tua.”

“Karena harus mengalami kelahiran, usia tua, dan sakit, aku akan mencari Nibbàna di mana usia tua, kematian, dan ketakutan padam.”

“Betapa menyenangkan seandainya aku dapat bebas dari tubuh ini secara total, karena tubuh ini penuh dengan benda-benda kotor seperti: air seni, kotoran, darah, ludah, dahak, nanah, lendir, empedu, keringat, dan lain-lain.”

“Pasti ada jalan menuju Nibbàna yang penuh dengan kedamaian. Tidak mungkin tidak ada. Aku akan mencari Jalan menuju Nibbàna sehingga aku dapat terbebas dari lingkaran kehidupan.”

“Misalnya saja, di mana ada penderitaan (dukkha), di sana juga ada kebahagiaan (sukha). Demikian pula, di mana ada lingkaran kelahiran yang merupakan timbulnya dukkha, disana juga ada Nibbàna yang merupakan padamnya dukkha.”

“Demikian pula, jika ada panas, juga ada dingin; jika ada tiga api nafsu, keserakan, kebencian, dan kebodohan, pasti juga ada Nibbàna yang merupakan padamnya tiga api ini.”

“Di mana ada perbuatan jahat, di sana juga ada perbuatan baik: Demikian pula, di mana ada kelahiran kembali, di sana juga ada Nibbàna di mana energi kelahiran kembali dipadamkan.”

Setelah munculnya pikiran-pikiran ini, ia merenungkan dalam-dalam:

“Misalnya, seseorang yang telah terjatuh ke dalam kotoran atau yang tergelincir ke dalam kubangan yang kotor dan melihat dari jauh sebuah kolam yang jernih yang dihiasi oleh lima macam bunga teratai; Jika setelah melihat kolam ini, ia tidak berusaha untuk mencari jalan dan pergi menuju kolam itu; ini bukanlah kesalahan kolam tersebut, tetapi kesalahan orang tersebut; Demikian pula, ada sebuah kolam besar Nibbàna di mana seseorang dapat mencuci kotoran batinnya, jika seseorang itu tidak mencari kolam besar Nibbàna itu, ini bukanlah kesalahan Nibbàna.”

“Seperti seseorang yang dikepung oleh musuh dan tidak berusaha untuk meloloskan diri walaupun di sana ada jalan untuk melarikan diri, itu bukanlah kesalahan jalan itu; Demikian pula jika seseorang yang ditawan oleh musuh yang berbentuk kotoran batin, tidak berusaha untuk melarikan diri walaupun telah ada jelas sekali jalan besar menuju kota emas Nibbàna di mana seseorang aman dari musuh-musuh yang berbentuk kotoran batin, ini bukanlah kesalahan jalan besar tersebut.

“Seperti, seseorang yang menderita penyakit, tidak dapat sembuh walaupun ada dokter yang ahli. Dokter itu tidak dapat disalahkan; Demikian pula jika seseorang yang sangat menderita penyakit kotoran batin tidak mencari seorang guru untuk menyembuhkan penyakit itu, meskipun di sana ada seorang yang ahli dalam melenyapkan kotoran batin, guru tersebut tidak dapat disalahkan.”

Kemudian Sumedhà lebih jauh merenungkan sebagai berikut untuk terbebas dari jasmani:

“Seperti seseorang yang dibebani oleh mayat seekor binatang yang tergantung di lehernya dan membebaskan diri dari bangkai busuk tersebut dan pergi ke mana pun yang ia inginkan dengan bebas dan bahagia. Demikian pula Aku akan pergi menuju Kota Nibbàna dan meninggalkan jasmani yang busuk ini yang bukan lain hanyalah kumpulan benda-benda menjijikkan.”

“Seperti mereka yang meninggalkan kotoran mereka di kakus tanpa pernah menengok ke belakang. Demikian pula Aku akan pergi ke Kota Nibbàna setelah meninggalkan jasmani ini yang penuh dengan benda-benda menjijikkan.”

“Seperti seorang pemilik perahu tua, bocor, dan rusak, meninggalkan perahunya dengan muak. Demikian pula Aku akan pergi ke Kota Nibbàna setelah meninggalkan tubuh ini, yang dari sembilan lubang pada tubuh di mana kotoran yang menjijikkan mengalir keluar.”

“Seperti seseorang yang membawa banyak harta yang kebetulan melakukan perjalanan dengan para perampok, meninggalkan para perampok itu dan melanjutkan perjalanan dengan aman ketika ia menyadari bahaya hartanya dirampok. Demikian pula, karena pikiran bahwa “harta kebajikanku dapat dirampok” membuat aku takut, aku akan meninggalkan jasmani ini yang seperti kepala perampok dan akan pergi mencari jalan menuju Nibbàna yang tidak diragukan lagi memberikan keamanan dan kebahagiaan bagiku.”

Mahàdàna

Setelah merenungkan hal-hal tadi, sekali lagi Sumedhà Sang Bijaksana berpikir, “Dengan memiliki banyak kekayaan ini, ayahku, kakakku, dan para leluhurku serta saudara-saudaraku selama tujuh generasi bahkan tidak mampu membawa hanya satu keping uang pun pada saat mereka meninggal dunia. Namun aku harus dapat menemukan cara untuk membawa kekayaanku ke Nibbàna.” Kemudian ia menghadap raja dan berkata, “Yang Mulia, karena pikiranku sangat terganggu oleh bahaya besar akan penderitaan yang ditimbulkan oleh kelahiran, usia tua, dan lain-lain, maka aku akan pergi meninggalkan kehidupan rumah tangga dan menjadi petapa. Aku mempunyai banyak harta kekayaan. Ambillah hartaku itu.”

“Aku tidak menginginkan harta kekayaanmu. Kamu dapat melepaskannya dengan cara yang engkau inginkan” jawab Raja. “Baiklah, Yang Mulia” jawab Sumedhà Sang Bijaksana. Kemudian dengan tabuhan genderang besar, ia mengumumkan di seluruh kota Amaravatã, “Kepada siapa pun yang menginginkan kekayaanku, silakan datang dan ambil.” Dan ia mendanakan kekayaannya dalam suatu mahàdàna kepada semua orang tanpa membedakan status miskin atau kaya.

Melepaskan Keduniawian

Setelah melakukan mahàdàna, Sumedhà yang Bijaksana, Bakal Buddha, melepaskan keduniawian dan pergi menuju Pegunungan Himalaya dengan tujuan ke Gunung Dhammika pada hari itu juga. Dewa Sakka melihat Sumedhà mendekati Pegunungan Himalaya, memanggil Vissukamma dan berkata, “Pergilah, Vissukamma, Sumedhà, Sang Bijaksana telah melepaskan keduniawian dan bermaksud menjadi petapa. Buatkan sebuah tempat tinggal untuknya.”

“Baiklah Yang Mulia,” jawab Vissukamma. Kemudian ia membuat rancangan sebuah pertapaan yang di dalamnya terdapat sebuah bangunan gubuk beratap daun-daunan dan dilengkapi jalan setapak yang nyaman dan tanpa cacat. (Penulis menjelaskan bahwa jalan ini tanpa cacat karena bebas dari lima macam cacat yaitu
1.gif


(1) jalan yang kasar dan tidak rata,

(2) ada pohon-pohonan di jalan tersebut,

(3) tertutup oleh semak-semak,

(4) terlalu sempit, dan

(5) terlalu lebar.

(Penulis kemudian menggambarkan jalan setapak itu dan memberikan ukuran: panjangnya enam puluh lengan (1 lengan = 45-55cm), terdiri dari tiga lajur, lajur utama di tengah dan dua lajur yang lebih sempit di kiri dan kanannya, lajur utama lebarnya satu setengah lengan, sedangkan dua lajur lainnya masing-masing lebarnya satu lengan. Keseluruhan jalan ini dibuat di atas tanah yang datar dan rata yang dilapisi oleh pasir putih.) (Gubuk yang dibangun berisi bermacam perlengkapan petapa seperti: penutup kepala, jubah, tempat air, dan lain lain. Vissukamma kemudian menulis di dinding bagian dalam gubuk, sebuah tulisan, “Kepada siapa pun yang ingin menjadi petapa, boleh menggunakan perlengkapan ini.” Kemudian ia kembali ke alam Dewa.)

Mulai Bertapa

Sesampainya di kaki Pegunungan Himalaya, Sumedhà, Sang Bijaksana berjalan di sepanjang perbukitan dan mencari tempat yang sesuai di mana ia dapat tinggal dengan nyaman. Di sana, di lekukan sungai di wilayah Gunung Dhammika, ia melihat sebuah pertapaan yang indah yang dibangun oleh Vissukamma atas perintah Dewa Sakka. Kemudian ia berjalan perlahan-lahan menuju jalan setapak, namun ia tidak melihat jejak kaki di atas jalan setapak itu, ia berpikir, “Mungkin, para penghuni pertapaan ini sedang beristirahat di dalam pondoknya setelah mengumpulkan dàna makanan yang melelahkan di pemukiman sana.” Dengan pikiran seperti itu ia menunggu beberapa saat.

Namun tidak terlihat tanda-tanda keberadaan orang di sana setelah waktu yang cukup lama. “Aku telah menunggu cukup lama, aku akan menyelidiki apakah tempat ini ada penghuninya atau tidak.” Ia membuka pintu dan masuk ke gubuk, melihat ke sana kemari, kemudian terlihat tulisan di dinding dan berpikir, “Perlengkapan ini cocok untukku. Aku akan menggunakannya dan menjadi petapa.” Setelah memutuskan demikian, dan setelah merenungkan sembilan kerugian memakai pakaian orang biasa dan dua belas keuntungan memakai jubah, kemudian ia mengganti pakaiannya dengan memakai jubah tersebut.

Meninggalkan Gubuk dan Tinggal di Bawah Pohon

Setelah ia menanggalkan pakaiannya yang mewah, Sumedhà, Sang Bijaksana, mengambil jubah yang berwarna merah seperti bunga amoja yang ditemukannya terlipat rapi di atas pasak bambu, siap untuk dipakai, ia melilitkan jubah itu di sekeliling pinggangnya. Di atasnya ia memakai jubah lain yang berwarna emas, yang juga menutupi bahu kirinya. Ia memakai penutup kepala dan mengencangkannya menggunakan penjepit rambut berwarna putih, mengambil sebuah pikulan untuk membawa perlengkapan yang di satu ujungnya digantungkan jaring tempat ia meletakkan tempat air berwarna batu karang, dan di ujung lainnya digantungkan gancu panjang (dipakai untuk memetik buah-buahan dari pohon), sebuah keranjang, tongkat, dan lain lain. Kemudian ia menggantungkan pikulan perlengkapan itu di bahunya yang sekarang penuh dengan perlengkapan petapa. Dengan memegang tongkat di tangan kanannya, ia berjalan keluar dari gubuknya. Sewaktu berjalan mondar mandir sepanjang jalan setapak sepanjang enam puluh lengan, ia mengamati dirinya dengan penampilan baru dan merasa gembira dengan pikiran:

“Keinginanku telah terpenuhi,

Indah sekali kehidupan bertapaku ini,

Kehidupan bertapa sangat dipuja oleh para bijaksana,

seperti para Buddha dan Pacceka Buddha,

Penjara rumah tangga telah ditinggalkan,

Aku telah keluar dengan selamat dari alam kenikmatan duniawi,

Aku telah memasuki kehidupan menjadi seorang petapa,

Aku akan berusaha melatih kehidupan suci,

Aku akan berusaha mendapatkan hasil dari latihan-latihan suci ini.”

Kemudian ia menurunkan pikulan perlengkapan dari bahunya, duduk diam seperti patung emas di atas batu di tengah jalan setapak, ia melewatkan hari itu di sana.

Pada waktu malam ia masuk ke gubuk, berbaring di atas papan di pinggir dipan, ia menggunakan jubah sebagai selimut dan tidur. Ketika ia bangun keesokan paginya, ia merenungkan alasan mengapa ia ada di sana:

“Karena melihat bahaya dari hidup berumah tangga, dan karena telah melepaskan harta kekayaan, aku masuk ke hutan dan menjadi petapa dengan tujuan untuk mencari jalan yang dapat membebaskan aku dari perangkap nafsu. Mulai saat ini, aku tidak boleh lalai. Ada tiga jenis pikiran salah, yaitu yang berasal dari nafsu (kàma vitakka) yang mengarah kepada kenikmatan indra, yang berasal dari kebencian (vyàpàda vitakka) yang mengarah kepada pembunuhan, perusakan, mencelakai; yang berasal dari kekejaman (vihiÿsa vitakka) yang mengarah kepada melukai dan menyakiti makhluk-makhluk lain. Pikiran-pikiran ini seperti lalat liar yang diberi makanan oleh mereka yang malas dan tidak mau melatih batin agar terbebas dari kotoran batin dan kemelekatan fisik terhadap nafsu indra. Sekaranglah waktunya bagiku untuk secara total melatih ketidak-terikatan (paviveka).”

“Sebenarnyalah, setelah melihat bahaya dari hidup berumah tangga yang menghalangi, merintangi, dan merugikan latihan-latihan ini, aku melepaskan keduniawian. Gubuk dari dedaunan ini sebenarnya sangat indah. Tanah yang baik ini kuning cerah seperti buah yang matang. Dindingnya putih keperakan. Atap dedaunan ini indah kemerahan seperti warna kaki merpati. Dipan rotan ini memiliki corak bagaikan alas tempat tidur yang mewah. Tempat tinggal ini sangatlah nyaman untuk ditempati. Kupikir, kemewahan yang dimiliki petapa sebelumku di sini tidak dapat melebihi kemewahan dari gubuk ini.” Dengan perenungan ini, ia melihat delapan cacat dalam sebuah gubuk dedaunan dan sepuluh keuntungan dari tinggal di bawah pohon. Karena itu, hari itu juga ia meninggalkan gubuk itu dan mencari pohon yang memiliki sepuluh manfaat.

Bermeditasi Dengan Hidup Hanya dari Buah-buahan

Keesokan paginya, ia memasuki perkampungan untuk mengumpulkan dàna makanan. Para penduduk menyediakan berbagai macam makanan. Setelah selesai makan, ia kembali ke tempatnya di hutan, kemudian duduk dan berpikir:

“Aku menjadi petapa bukan karena kekurangan makanan. Makanan yang lezat cenderung menambah kesombongan dan keangkuhan seseorang. Kesulitan yang timbul dari kebutuhan mempertahankan hidup dengan makanan tak akan berakhir. Baik sekali jika aku dapat menghindarkan dari memakan makanan yang berasal dari hasil pertanian dan hidup hanya dari buah-buahan yang jatuh dari pohon.”

Sejak saat itu, ia hidup hanya dari memakan buah-buahan yang jatuh dari pohon. Tanpa berbaring sama sekali, ia berlatih meditasi terus-menerus tanpa putus hanya dalam tiga postur: duduk, berdiri, dan berjalan, hingga pada hari ketujuh, ia mencapai Delapan pencapaian (delapan tingkat Jhàna) dan lima kekuatan batin tinggi (Abhi¤¤à).

Buku Buddhavaÿsa menceritakan kisah Sumedhà Sang Bijaksana, Bakal Buddha, mulai sejak ia melakukan mahàdàna, sampai kepada saat ia menjadi petapa dan mencapai kekuatan batin dan Jhàna.

__________________
| OlapX Application 4.1 | HelpBuilder 4.00.007 | vdocapture network video server 3.5 | Access To MySQL Database Converter 2.0.1.5 | WinPing 1.6.3989
 
kayak kuburan daaaaaaaa.............:D:D
sepi bangeeeeeeeeet.....
pada pindah tempat daaaaaaaa
 
kalau boleh tau pada pindah ke mana ya ?
boleh donk ikutan. :-/
Biasa
Tempatnya adu jotos pake kata-kata dan tulisan.......................>:D<
Sebaiknya brada....jangan ikutan daaaaaaaaaa........gak baek nantinya.....
soalnya main di sana bakal mengubah karakter kita...
banyak kuperhatikan...pribadi-pribadi yang main di areal tsb....berubah karakter....yang tadinya memiliki karakter yang cukup baik menjadi beringas....
sangat jarang ditemukan pribadi yang adem.....tetap pada pendirianya...walaupun diserang abis2an..tetap aja konsisten alias tidak mengulangi kesilapan rekan sehabitatnya.........INI PRIBADI yang pantas diacungkan jempol........
...................
housie bukanlah pribadi yang baik setelah main di areal tsb....karakter berubah total........
Baru nyadar nih...kalo pembinaan diri housie tidak sesuai harapan......
harus kembali dari awal neh /gg/sob
 
^
nice info taneda,
sekiranya saya sudah ada bayangan di mana tempat mereka pindah.
Saya selalu ingin ikut posting di sana tapi karena saya merasakan hal tentang "perubahan karakter" tadi, maka saya tetap di sini dulu deh.
 
Kok sepi sekaliiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii
ayo kita ramein lagi.............
kayaknya HS sudah mengurangi aktivitas di ruang adu jotos
..........
Balek ke sini...haw-haw sie TAO.....:D:D
 
forum buddha ini udh sepi sekali .. org2 pada kemana? sinthung maen di forum apa nah?
 
Kok sepi sekaliiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii
ayo kita ramein lagi.............
kayaknya HS sudah mengurangi aktivitas di ruang adu jotos
..........
Balek ke sini...haw-haw sie TAO.....:D:D

forum buddha ini udh sepi sekali .. org2 pada kemana? sinthung maen di forum apa nah?

iya nih,
yanto, dkk juga sudah jarang update.
:(
 
Nammo Buddhaya,salam kenal saya member baru disini,kalau boleh tau apa yang dimaksud ruang "adu jotos" yang kalian bicarakan?

mohon bimbingannya
 
wow.........
dah sampe...tuh kan!!:D
Flame Arena..............
............
waspada main di sana.....
pemain-pemainnya udah kawakan.....mereka sengaja muter-muter untuk mencari celah menghujat....bukan mencari solusi.........dan penjelasan yang bisa di terima.........akan mereka abaikan...mereka hanya cari HUJAT bukan makna....
 
Nammo Buddhaya,salam kenal saya member baru disini,kalau boleh tau apa yang dimaksud ruang "adu jotos" yang kalian bicarakan?

mohon bimbingannya
salam kenal kalau begitu,
selamat bergabung di mari. >:D<

wow.........
dah sampe...tuh kan!!:D
Flame Arena..............
............
waspada main di sana.....
pemain-pemainnya udah kawakan.....mereka sengaja muter-muter untuk mencari celah menghujat....bukan mencari solusi.........dan penjelasan yang bisa di terima.........akan mereka abaikan...mereka hanya cari HUJAT bukan makna....
iya nih.
:(
 
nice thread, ada yang suka bukunya ajahn brahm gak? :D
 
Selamat Pagi all :)

Wa member baru nig ,
Mohon bimbingannya yag ;)
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.