Konsep Avatar dalam Veda
NOW I HAVE A GOOD TRANSLATOR.
Penjelasan dan pengertian Avatar yang disampaikan sebelumnya merupakan konsep yang diyakini oleh sebagian masyarakat Hindu saja, yang disebut kepercayaan Neo Hindu dalam bahasa Pujasri Dayananda Sarasvati Swamiji. Kebanyakan guru dan acharya dari perguruan-perguruan Veda ortodoks dan para siddha yang telah mencapai pencerahan tidak menjelaskannya seperti itu.
Beberapa sarjana yang tidak mengetahui siddhanta Veda yang benar membuat berbagai pernyataan. Ada yang mengatakan bahwa ketika Parabrahman turun ke dunia, Dia bersentuhan dengan maya (kekuatan khayalan duniawi). Saguna-brahma (Brahman beratribut dan bersifat) yang hadir sebagai Avatara bila Dia turun ke dunia, mendapatkan atribut dan sifat-Nya dari maya. Walaupun di dalamnya adalah Brahman, namun tubuh Avatara adalah tubuh duniawi yang dibentuk oleh maya, sehingga kekuatan ilusi duniawi juga mempengaruhi sang Avatara. Bila Parabrahman mengambil rupa, maka itu merupakan ciptaan maya. Mereka mengatakan bahwa begitu rupa ini tidak dibutuhkan lagi, dengan kata lain tugas atau misi sudah diselesaikan, maka akan kembali lagi menjadi nirguna-brahman. Dengan demikian adalah wajar jika ditemukan adanya kekurangan dalam diri Sri Rama atau Sri Krishna. Ada pula yang mengatakan bahwa inilah bukti bahwa Tuhanpun tidak luput dari hukum alam yang menyatakan bahwa tiada yang sempurna di dunia ini. Bila Dia masuk ke dalam dunia, maka Dia harus mengikuti hukum alam ini seperti makhluk lainnya. Di antara kedua pernyataan ini, maupun pernyataan serupa yang diajukan oleh mereka, tak satupun diterima oleh para bhaktivedanta-acharya sebagai kebenaran. Bagaimana mungkin Parabrahman yang merupa-kan sumber segalanya, yang dijelaskan dalam Brahma-sutra, intisari semua Upanishad, sebagai janmadhy-asya-yatah, sumber dan asal-muasal segala keberadaan, menjadi di bawah ciptaan-Nya. Tidakkah maya merupakan kekuatan yang bersumber dari Beliau juga? Orang waras macam apa yang dapat berpikir bahwa Tuhan dapat dikhayalkan oleh maya dan dipengaruhi keduniawian? Ide bahwa Tuhan terpaksa harus mengikuti hukum alam yang diciptakan-Nya adalah pandangan yang tidak sesuai dengan sastra suci, tidak didukung oleh para sadhu, tidak diterima oleh para sad-guru dan acharya, serta tidak mendapat tempat dalam logika yang sehat. Dengan mengatakan bahwa rupa Pribadi Tuhan Yang Maha Esa hadir untuk sementara untuk kemudian musnah, juga tidaklah sesuai dengan kata-kata kitab suci, advaitam-acyutam-anadim-ananta-rupam. Wujud-wujud rohani-Nya adalah tiada berbeda satu dengan yang lainnya, tidak pernah tergagalkan atau terusakkan, tiada awal-Nya dan tiada akhir, tak terbatas. Jelas pula disebutkan parama-tattva visuddha-sattvam, Kebenaran Mutlak Tertinggi sepenuhnya berada dalam kebaikan murni.
Lalu bagaimana kita menjelaskan “sifat-sifat negatif” (seperti sedih, marah, licik, dsb.) atau "kelemahan" (seperti kelelahan, tidur, terluka, dsb.) yang ditunjukkan oleh Sri Rama atau Sri Krishna? Kitab suci sangat jelas mengumandangkan bahwa sifat-sifat Tuhan sepenuhnya mutlak bebas dari segala kelemahan dan kekurangan. Walau demikian sewaktu-waktu Kripa-sakti, kekuatan belas kasih-Nya mengatur kenampakan sifat-sifat kelemahan manusiawi ini sehubungan dengan Sri Rama, Krishna, dan sebagainya. Akan tetapi kekuatan dari Kripa-sakti juga membuat kelemahan ini justru bukan menjadi sesuatu yang buruk, sebaliknya sesuatu yang nampak sebagai kekurangan ini menjadi keagungan rohani. Mereka menjadi kemuliaan-kemuliaan rohani yang mewarnai kepribadian Tuhan. Sebagai contoh kegiatan mencuri adalah suatu kejahatan yang dikutuk oleh semua kitab suci. Lalu kita melihat bagaimana Krishna mencuri mentega dari banyak rumah dan membohongi begitu banyak orang demi mencapai tujuan-Nya. Orang biasa tidak dapat melihat keindahan dari kegiatan mencuri yang dilakukan Krishna, tetapi dengan cahaya pemahaman siddhanta Veda yang benar kita dapat mengetahuinya. Mereka yang rumahnya kecurian pada saat itu tidaklah merasa sedih atau marah. Mungkin di luar tampak demikian, namun sesungguhnya mereka merasa sangat senang dan bahagia karena Krishna mencuri di tempat mereka. Di sisi lain dengan mencuri Krishna menunjukkan betapa berharganya karya para penyembah-Nya. Beliau menunjukkan penghormatan dan penghargaan yang amat sangat besar terhadap persembahan cinta mereka. “Segala sesuatu yang kalian persiapkan bagi-Ku begitu dipenuhi cinta, begitu menggiurkan bagi-Ku, sehingga Aku tidak tahan untuk mengambilnya, entah kalian siap atau tidak.” Sifat seperti ini hadir dalam hubungan yang erat dan intim antara Tuhan dengan hamba-Nya. Secara eksternal itu ditunjukkan oleh kekuatan Kripa-sakti-Nya, yang kemudian hadir sebagai sifat bhakta-vatsalya. “Demi kebahagiaan penyembah-Ku, Aku akan lakukan apa saja”. Maka Iccha-sakti (kekuatan mewujudkan segala kehendak-Nya) menjadikan semua ini mungkin. Tuhan adalah sarvamangala, mahasuci dan mahamenyucikan. Bahkan keburukanpun akan menjadi agung bila bersentuhan dengan-Nya. Inilah penjelasan yang dapat diterima oleh sastra, sadhu, dan guru. Tidak pula bertentangan dengan logika yang sehat, karena kita telah menempatkan Tuhan sebagai yang mahamulia, maka uraian ini tidaklah mengurangi kemuliaan Tuhan, justru sifat-sifat negatif yang diperlihatkan-Nya semakin menambah kemuliaan-Nya.
Kripa-sakti-Nya ini yang menjadikan Tuhan bersedia turun sedemikian rendah. Sifat belas kasih agung-Nya yang mengatasi segalanya inilah yang menjadikan Tuhan begitu dekat dengan kita, yang merupakan satu-satunya penghiburan dan sumber pengharapan kita. Dengan Kripa atau Daya-Nya, Beliau menyisihkan keagungan-Nya yang tiada banding (paratva) dan menerima kedudukan serta peran sebagai Pribadi yang lebih mudah didekati. Maharishi Valmiki sangat menikmati dalam memuliakan sifat-sifat Sri Rama dalam berbagai tempat dalam Srimad Ramayana. Namun terlebih-lebih beliau begitu memuliakan sifat saulabhya (mudah didekati) dan sausilya (bebas bergaul dengan siapapun)-Nya. Dengan kemurahan hati-Nya dan belas kasih-Nya Dia telah berkenan menjadi seperti salah satu dari kita dan bergerak dengan bebas di antara kita. Dia berkenan merendahkan Diri-Nya agar kita tidak takut datang kepada-Nya. Inilah yang ditekankan Valmiki dalam Srimad Ramayananya. Dalam Ayodhya-kanda Valmiki berkata, anrisamsyam anukrosam … raghavam sobhayantyete sadgunah purusottamam, “Betapa indahnya kemuliaan Sang Pribadi Tertinggi Sri Rama (Raghava), penuh belas kasih dan memahami perasaan orang lain.” Kemahakuasaan-Nya ditutupi oleh belas kasih-Nya yang begitu besar dan tak terbatas kepada para hamba-Nya. Sekali lagi ini demi membuat Diri-Nya lebih mudah didekati dan bergerak secara bebas di tengah-tengah ciptaan-Nya.
Kehadiran Tuhan sebagai Avatar adalah karena kasih sayang-Nya kepada para bhakta, termasuk semua jenis siddha-jiva, sattvika-jiva, rajasika-jiva, maupun tamasika-jiva. Dalam sastra suci (anda bisa baca penjelasan lebih lengkap dalam Mahabharata Tatparya Nirnaya) dikatakan bahwa semua yang dilakukan Avatar adalah permainan belaka, seperti permainan seorang aktor dalam drama atau film. Tujuannya adalah memberikan kesempatan langsung kepada ciptaan-Nya untuk berinteraksi ddengan Beliau. Sebagai contoh mungkinkah Draupadi dapat mempersembahkan secarik kain yang dirobeknya dari sareenya sendiri, bila jari Krishna tidak terluka? Bila Sri Rama membunuh Ravana dengan sekali tebas seorang diri, kapankah para Vanara dapat melayani dan bersahabat dengan Beliau? Bila Krishna tidak menjadi seorang anak yang lemah, bagaimana Yasoda Ma bisa mempersembahkan susu dari buah dadanya sendiri kepada Tuhan?
Pertanyaan berikutnya adalah apabila dikatakan bahwa Tuhan turun ke dunia, apakah itu berarti Beliau mengambil wujud yang bersifat sementara? Ada yang meyakini bahwa bentuk Avatara tidaklah Brahman yang kekal dan akan kembali menjadi Brahman setelah menyelesaikan misi-Nya. Benarkah demikian?
Hendaknya dimengerti bahwa sesungguhnya Tuhan Yang Maha Esa Sri Krishna memiliki berbagai rupa atau wujud rohani. Rupa-rupa ini secara tattva tiada berbeda satu sama lain, namun mempertunjukkan berbagai kegiatan rohani yang berbeda dan menikmati pertukaran cintakasih yang beranekawarna bersama para hamba-Nya. Sebagaimana kita ketahui dari Sri Brahma-samhita,
advaitam acyutam anadim ananta-rupam
adyam purana-purusam nava-yauvanam ca
vedesu durlabham adurlabham atma-bhaktau
govindam adi-purusam tam aham bhajami
Hamba memuja Sri Govinda, Pribadi Tuhan yang awal, yang tidak dapat dicapai sepenuhnya oleh Veda, namun dapat dicapai oleh pengabdian cintakasih yang murni dari para jiva, yang adalah tunggal tiada duanya, yang tiada termusnahkan, yang tak memiliki permulaan, yang wujud-Nya tak terbatas, yang adalah pribadi terpurba yang paling awal, namun wujud-Nya senantiasa penuh kesegaran keindahan usia muda. (Brahma-samhita 33).
Di sini disebutkan bahwa Bhagavan yang penuh sempurna akan segala kemuliaan, Sri Govinda, memiliki wujud yang tak terbatas (ananta). Masing-masing rupa atau wujud ini adalah kekal dan tidak pernah mengalami kelapukan (acyutam). Itu berarti bahwa tidak pernah sekalipun rupa ini tidak ada, kemudian menjadi ada, lalu kembali menjadi tidak ada. Semua wujud Beliau yang tak terbatas ini ada untuk selamanya dan tiada permulaannya (anadi). Walau Beliau memiliki berbagai wujud yang tak terbatas namun secara tattva sesungguhnya tiada perbedaan antara satu wujud yang satu dengan wujud yang lain. Semua wujud ini adalah Bhagavan yang tunggal tiada duanya (advaita).
Berbagai rupa Bhagavan ini hadir di berbagai bagian dunia rohani Sri Vaikuntha yang juga tidak terbatas, menikmati berbagai rasa pertukaran cintakasih yang beranekawarna bersama para jiva sempurna, yaitu para hamba-Nya yang murni dan kekal pula. Berbagai rupa ini sekali lagi secara tattva tidaklah berbeda dengan Bhagavan Adipurusa Govinda atau Sri Krishna. Sehingga berbagai bentuk ini dikenal sebagai Vishnu-tattva atau sva-amsa, manifestasi yang tiada berbeda dengan Sri Bhagavan Sendiri. Lebih lanjut dinyatakan dalam Sri Brahma-samhita,
diparcir eva hi dasantaram abhyupetya
dipayate vivrta-hetu-samana-dharma
yas tadrg eva hi ca visnutaya vibhati
govindam adi-purusam tam aham bhajami
Bagaikan satu pelita yang menyalakan banyak pelita-pelita yang lain, sekalipun apinya menyala secara terpisah, namun memiliki sifat yang sama. Hamba memuja Pribadi Tuhan yang awal, yang mewujudkan Diri-Nya dengan kemuliaan-Nya yang sama dalam berbagai manifestasi-Nya yang berbeda-beda. (Brahma-samhita 46).
Berbagai bentuk Sri Bhagavan ini senantiasa berada di dunia rohani secara kekal. Para Avatara seperti Sri Vedavyasa dan juga Sri Narayana Rishi juga merupakan salah satu dari berbagai rupa Bhagavan yang tak terbatas itu. Suatu ketika apabila Sri Bhagavan bersedia oleh belas kasih-Nya memanifestasikan rupa ini di alam duniawi, sehingga dapat dialami oleh makhluk-makhluk di alam duniawi, maka Beliau dikenal sebagai Avatara. Beliau juga memberkati hamba-hamba Beliau yang terpilih, dengan lahir sebagai seorang anak di keluarga mereka atau juga menikmati manisnya pergaulan bersama mereka di dunia ini. Sesuai dengan maksud turun-Nya Beliau ke dunia, maka Beliau juga mempertunjukkan berbagai kegiatan rohani yang bermacam-macam. Setelah misi-Nya di dunia berakhir, maka Beliaupun menutup kegiatan-Nya, sehingga dunia tidak mampu lagi melihat-Nya. Walau demikian rupa Beliau tetaplah berada di dunia rohani, tidak musnah atau menjadi tidak ada lagi. Para Avatara Tuhan adalah bentuk kekal Sri Bhagavan atau Parambrahman yang senantiasa hadir di dunia rohani. Hal ini juga membantah pendapat sebagian orang yang mengatakan bahwa Avatara merupakan roh (atma) yang telah mencapai persatuan dengan Brahman, namun menghadirkan diri kembali ke dunia untuk menjalankan suatu misi. Avatara Tuhan adalah sva-amsa (bagian yang tak terpisah dari Tuhan) sebagaimana dijelaskan dalam Brahma-samhita. Namun jivatma adalah tetap jivatma, dia merupakan vibhinnamsa (bagian yang terpisah dan berbeda dengan Tuhan). Jivatma tidak dapat menjadi Parambrahman Sri Bhagavan. Memang benar insan-insan agung, roh-roh yang mahasempurna, rekan-rekan terdekat dan hamba-hamba Tuhan yang kekal di dunia rohani (dikenal sebagai nityasuri atau nityasiddha) berkat belas kasihnya atau perintah dari Sri Bhagavan Sendiri, juga turun ke alam duniawi ini. Tetapi mereka berbeda dengan Avatara yang merupakan rupa pribadi dari Sri Bhagavan.
Perlu diketahui pula, oleh karena Bhagavan Sri Vishnu tidak terbatas, begitu pula kediaman rohani-Nya, Sri Vaikuntha tidaklah terbatas. Perluasan rohani kediaman suci Beliau juga bisa berada di bagian manapun di alam semesta ini, khususnya di bumi. Sebagai contoh Uttarabadri yang berada di Himalaya juga merupakan perluasan dari tempat kediaman Sri Narayana yang sama, yang berada di Vaikuntha. Bagi jiva-jiva yang telah mencapai kesempurnaan rohani, maka dengan pergi ke Badri di Himalaya, mereka juga dapat melihat dan memasuki kegiatan lila kekal Sri Bhagavan di Vaikuntha. Bagi jiva biasa, Himalaya akan tampak sebagai pegunungan bersalju semata. Namun bagi para penyembah murni seperti Sri Madhvacharya, di Himalaya ini terletaklah Uttarabadri, tempat bersemayam-Nya Sri Vedavyasa dan Sri Narayana Rishi secara kekal.
Ketika Sri Vedavyasa membawa Sri Madhvacharya menemui Avatara Bhagavan yang lain yaitu Sri Narayana Rishi, yang juga bersemayam di Uttarabadri dalam rupa seorang yogi, segera beliau dipenuhi kebahagiaan rohani. Begitu melihat wujud Sri Narayana Rishi, cintakasih yang meluap-luap mebanjiri hati beliau. Seketika itu pula beliau melihat berbagai wujud Avatara Bhagavan yang lainnya beserta semua kegiatan rohani-Nya yang beranekawarna. Srimad Anandatirtha kemudian bersujud lurus bagaikan sebatang tongkat dan menyanyikan doa pujian kepada-Nya dengan sloka ini,
paramatmane satatamekarupine
dasharupine shatasahasrarupine
avikarine sphutamanantarupine
sukhachitsamastatanave namonamah
Sembah sujud hamba kepada Roh Yang Utama, yang tunggal tiada duanya, yang memiliki sepuluh wujud, seratus wujud, seribu wujud, dan wujud-wujud yang tak terbatas, yang senantiasa memberikan kebahagiaan dan kehidupan bagi seluruh alam semesta.
Srimad Anandatirtha pertama-tama melihat Bentuk Pribadi Beliau yang asli. Kemudian tampaklah Beliau dalam Dasarupa-Nya seperti Sri Matsyadeva, Kurma, dan Varaha. Lalu Satarupa, seratus rupa Beliau yang merupakan perbanyakan dari Sri Narayana, seperti Acyuta, Kesava, Janardana, dan sebagainya yang bersemayam di berbagai bagian Vaikunthaloka. Setelah itu beliau melihat Sahasrarupa, seribu wujud yang dimuliakan dalam Vishnu-sahasranama-stotram, seperti Vishva, Yajna, Vibhu, dan sebagainya. Akhirnya beliau melihat berbagai wujud Bhagavan yang tak terbatas, Anantarupa seperti Ajita, Hari, Hamsa, Prsnigarbha, Vibhu, Satyasena, Vaikuntha, Sarvabhauma, Visvaksena, Dharmasetu, Sudhama, Yogesvara, Brhadbhani, Adi-Buddha, Dattatreya, Rsabhadeva, dan lain-lain.
Ada beberapa konsep ketuhanan yang berbeda dalam Hindu, yang bervariasi dari sekte ke sekte dan dari perguruan ke perguruan. Walaupun demikian setiap pendapat dan argumen yang diterima dalam masyarakat penganut Veda ortodoks adalah yang berdasarkan sastra, paling tidak memiliki pramana berdasarkan Prasthanatraya. Konsep Avatar juga merupakan bagian dari teologi Veda, sehingga topik ini sangat sensitif untuk dibahas tanpa pencerahan dan tanpa pramana yang tepat. Agamasastra juga menyatakan bahwa Kebenaran Mutlak Tertinggi memiliki lima aspek yang termanifestasi secara sempurna yaitu Para, Vyuha, Vaibhava, Antaryami, dan Arccha. Para adalah svarupa, yang dijelaskan sebagai Tuhan sebagaimana adanya (As He Is) menyatakan transendensi-Nya, Vyuha merupakan emenasi atau manifestasi lebih lanjut yang berkaitan dengan Tuhan sebagai kausa primordial dalam ciptaan, Vaibhava merupakan perluasan atau emenasi dalam wujud yang tak terbatas sehubungan dengan keinginan rohani Beliau (iccha) dan ekspresi dari sifat parasvatantrya, satyasankalpa, serta bhaktavatsalya-Nya. Rupa ini bila terwujud di dunia adalah dikenal sebagai Avatara (sedikit mirip dengan konsep Nirmanakaya dalam Mahayana). Antaryami adalah manifestasi yang dengannya Tuhan meresapi segala-galanya sebagai ekspresi imanensi Beliau, sedangkan Arccha adalah manifestasi dari Sannidhana-Nya (kehadiran khusus) yang dinyatakan dalam Ikon Suci yang telah menjalani proses prana-pratistha menurut aturan ketat dalam Veda dan Agamasastra.