• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

svami vivekananda

putu

IndoForum Newbie F
No. Urut
19970
Sejak
6 Agt 2007
Pesan
9
Nilai reaksi
0
Poin
1
Mencapai Keilahian dalam Diri

Judul : Suara Kebangkitan Voice of Vivekananda
Pengarang : Swami Vivekananda
Tebal : 181 + xxvii
Penerbit : PT One Earth Media
Tahun : 2005

---------

BELAJAR DARI SVAMI VIVEKANANDA BAGAIMANA MENJADI HINDU

''SEJARAH dunia adalah sejarah dari segelintir orang yang memiliki keyakinan pada diri mereka sendiri. Keyakinan itulah yang memunculkan kesucian dari dalam diri. Kau dapat melakukan apa saja, kau hanya akan gagal bila tidak cukup berjuang untuk mewujudkan kekuatanmu yang tak terbatas. Dan seketika seseorang atau sebuah negara kehilangan keyakinan dirinya, kematian pun segera datang. Terlebih dulu, percayalah pada diri sendiri, setelah itu baru mempercayai Tuhan''.


Itulah sebagian kecil kalimat-kalimat yang lahir dari seorang spiritualis, Swami Vivekananda. Negarawan sekaliber Bung Karno pun menyebut nama Swami Vivekananda dengan penuh kekaguman. Dialah sang pelopor yang telah menyalakan api keberanian dalam diri banyak orang. Ia yang mengajarkan pada para agamawan untuk melupakan surga dan menemukan Tuhan dalam diri orang-orang yang tertindas.

Kebangkitan sebuah bangsa selalu ditandai dengan menularnya "semangat zaman" dari segelintir pemimpin yang pemberani kepada masyarakat secara kolektif. Itu pula yang terjadi pada dua bangsa yang memiliki akar budaya yang serupa, India dan Indonesia, di awal abad ke-20. India memiliki pemimpin-pemimpin yang berani seperti Nehru dan Gandhi, sementara Indonesia memiliki seorang Soekarno, Hatta, Syahrir, hingga Jendral Sudirman. Mereka mampu mengakhiri cengkraman kolonialisme selama berabad-abad dan mengatakan bangsanya menuju pintu gerbang kemerdekaan dengan gemilang.

Ancaman kapitalisme global dan fundamentalisme agama memaksa kita untuk menengok kembali nasionalisme kita. Menurut Soekarno, manifestasi nasionalisme Indonesia adalah sosialisme Pancasila dengan unsur spiritual yang menjadi ciri pembeda dengan konsep sosialisme lainnya. Tampaknya dari Vivekanandalah proses kontemplasi politik Soekarno terbantu sehingga menghasilkan doktrin budaya Trisakti -- berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi dan berkepribadian di bidang kebudayaan.

Tujuan hidup adalah untuk mewujudkan keilahian di dalam diri dengan jalan mengkontrol sifat-sifat alami di luar dan di dalam diri. Inilah sejatinya agama, segala doktrin segala dogma atau ritual, atau kitab suci tempat ibadah atau bentuk lainnya hanyalah hal-hal lebih rinci yang sifatnya sekunder, karena tujuan utama setiap manusia adalah bersatu dalam Tuhan. Swami Vivekananda sesungguhnya adalah seorang yogi yang melihat dirinya sendiri sebagai keseluruhan alam semesta dan seluruh alam semesta di dalam dirinya. Baginya, "Perluasan adalah kehidupan, pengerutan berarti kematian. cinta kasih adalah hidup dan kebencian adalah mati".
Presiden Soekarno pernah menyatakan perihal "dunia baru" -- di situ akan ada kehidupan yang harmonis dan manusia dengan sesamanya akan hidup dalam semangat kreatif yang sejati. Sementara Vivekananda berkata, "Perlihatkanlah sifat keilahian dalam dirimu dan segala sesuatunya akan berjalan dengan harmonis."

Dalam buku inipun dijelaskan secara gamblang mengenai cara-cara pencapaian keilahian itu. Tidak lain dengan jalan bekerja tanpa pamrih atau disebut karma yoga rahasia atau ilmu tentang bekerja. Sehingga, di situ orang dapat mempelajari bagaimana memanfaatkan semua pekerjaan dengan sebaik-baiknya karena bekerja adalah sebuah keniscayaan dan kita semua harus bekerja tanpa keterikatan. Karena, dasar dari yoga sendiri adalah ketidakterikatan.

"Bangunlah, beranilah dan kuatlah! Pikul semua tanggung jawab di atas pundakmu sendiri dan ketahuilah bahwa kau adalah pencipta nasibmu sendiri. Segala kekuatan dan bantuan yang kau perlukan ada di dalammu. Maka itu ciptakan hari depanmu!" suara Vivekananda sangat jelas bahwa segala sesuatu dalam hidup ini diri kita sendirilah yang menentukan.

Swami Vivekananda adalah salah seorang dari mereka yang memberikan banyak inspirasi kepada Bung Karno. Inspirasi untuk menjadi kuat, inspirasi untuk menjadi hamba Allah, inspirasi untuk menjadi pengabdi tanah air, inspirasi untuk menjadi pengabdi kaum miskin, dan inspirasi untuk menjadi pengabdi umat manusia. Dia pula yang dulu pernah berkata, "Telah cukup lama kita menangis, jangan menangis lagi, tetapi berdirilah dengan tegak dan menjadi manusia sejati! Ajarkan pada dirimu sendiri, ajarkan pada setiap orang tentang sifat-sifatnya yang sejati, bangkitkan jiwa yang tidur dan saksikan bagaimana ia bangkit. Kekuatan akan datang, kemenangan akan datang kesucian akan datang dan segala sesuatu yang indah akan datang ketika jiwa yang tertidur ini bangkit menjadi jiwa yang sadar akan aktivitasnya."

Indonesia adalah warisan leluhur, Bali adalah pewarih budaya luhur yang masih tersisa, yang niscaya akan membawa kebangkitan bagi bangsa Indonesia. Tapi jika ia terjebak dalam konflik politik dan social, ia bisa mati.

Buku-buku koleksi kesayangan Bung Karno sengaja diterbitkan ulang sebagai sebuah upaya untuk menemukan kembali spirit atau semangat bagi kebangkitan kembali Indonesia yang dulu pernah menginspirasikan para pemimpin bangsa kita. Semangat yang benih-benihnya telah ditanamkan oleh Bapak Bangsa kita itu semasa hidupnya yang penuh pengabdian. Pengabdian tanpa akhir...



* putu sripuji astuti w.,
National Integration Movement
 
BELAJAR DARI TOKOH BESAR HINDU MAHATMA GANDHI

Mahatma Gandhi, yang terlahir di India tanggal 2 Oktober 1869 dengan nama Mohandas Karamchand Gandhi, dikenal sebagai figur yang memperjuangkan kemanusiaan dengan konsep ahimsa –tanpa kekerasan-. Melalui perjuangannya, kasta Sudra – yaitu golongan kelas bawah atau budak di India -yang sebelumnya dikucilkan, mulai mendapat perlakuan yang lebih manusiawi. Gandhi juga memperjuangkan hak-hak kaum wanita yang sebelumnya sangat tertindas di India. Melalui perjuangannya yang tak kenal lelah, akhirnya India memperoleh kemerdekaan dari Inggris.
Di samping berjuang di India, Gandhi –sarjana hukum lulusan Inggris- merupakan figur penting di Afrika Selatan tempat ia memulai kariernya sebagai pengacara. Bibit perjuangan persamaan hak bagi semua warga di Afrika Selatan mendapat sambutan dari banyak pihak. Nelson Mandela merupakan salah satu figur penerus perjuangan Gandhi di Afrika Selatan. Pada akhirnya, persamaan hak yang dicita-citakan Gandhi tercapai meski Gandhi sendiri tidak sempat melihatnya pada masa hidupnya.
Bagi pembaca ManDiri, ada banyak pelajaran yang bisa diambil dari kehidupan Gandhi. Keberhasilan Gandhi sebagai pemimpin tak terlepas dari padunya kata dan perbuatan. Memberi teladan nyata adalah bagian dari perjuangan Gandhi.
 Gerakan Satyagraha yang berarti kekuatan kebenaran, benar-benar dipraktekkannya dalam kehidupan sehari-harinya. Ia terkenal sebagai pemimpin yang jujur dan selalu menepati janjinya meski sering lawannya tidak menepati janji. Gandhi sangat fanatik melaksanakan pola hidup sederhana. Gandhi juga memberi teladan nyata untuk mencintai produksi dalam negeri, bahkan ia sendiri selalu menenun kain yang digunakannya. Sebelum mengoreksi orang lain, hendaknya kita merenungkan sikap dan tindakan kita terlebih dahulu. Berpuasa adalah salah satu cara yang sangat ampuh untuk melaksanakan kebijaksanaan tersebut. Gerakan puasa adalah bagian penting dari perjuangan Gandhi.
Perjuangan tanpa kekerasan memang memerlukan kesabaran dan menghabiskan waktu yang tidak sedikit. Bahkan banyak hal yang diperjuangkan Gandhi tidak tercapai dalam masa hidupnya dan juga belum tercapai sampai saat ini. Akhir hidup Gandhi pada tanggal 30 Januari 1948 pun ditandai dengan kekerasan. Gandhi wafat tertembak. Namun demikian, jiwa kasih saying dan tanpa kekerasan yang diperjuangkan Gandhi terus bergema sampai saat ini dan akan terus bergaung selama kekerasan masih melanda dunia ini.
 Swadesi merupakan suatu pokok ajaran yang terkenal dari Gandhi. Swadesi berarti mencukupi diri sendiri, yang penerapannya membantu mengurangi hawa nafsu dan ketergantungan (ketergantungan yang pada gilirannya meningkatkan hawa nafsu). Senjata pasukan Inggris dapat
membunuh tubuh Gandhi, namun tidak untuk pemikiran /ajarannya. Gandhi dengan Swadesinya mampu mengusir penjajah - Inggris - dari bumi India.
Dengan pendekatan politik dan pendidikan seperti inilah kita bisa mengejar ketertinggalan penguasaan teknologi. Secara politik korupsi harus dikurangi.
Maukah kita seperti ini dalam memulai dan menahan diri?
 Ahimsa adalah kekuatan cinta, suatu penghormatan pada semua bentuk kehidupan. Ini adalah ajaran yang dimiliki semua agama, yaitu manusia memiliki kewajiban menghindari kejahatan dengan melakukan perbuatan-perbuatan baik di dunia. Tentang ahimsa Gandhi menyatakan, "Ahimsa...bukan sekadar tingkatan tidak melakukan penyerangan secara negatif tetapi...tingkatan cinta yang positif, berbuat baik bahkan kepada pelaku kejahatan".

[CNT-078 ([email protected]) DARI BERBAGI SUMBER.]
 
Membaca Kembali Svami Vivekananda

Gelombang penerjemahan pemikiran maupun riwayat hidup Swami Vivekananda ke dalam bahasa Indonesia menjadi bukti, betapa pemikir Hindu modern ini tetap berdenyut. Pemikiran dan pemahaman cemerlangnya tentang esensi ke-Hindu-an tetap relevan justru saat perilaku beragama kian formalistik, kini.

Menengok kembali percik permenungan dan pikiran-pikiran Swami Vivekananda, sejumlah pertanyaan bisa saja muncul: apa arti Vivekananda setelah seabad lebih kepergiannya? Tidakkah ia terlalu tua untuk zaman yang terus bergerak kini? Adakah sosok yang dijuluki rsi modern India ini harus dihayati layaknya mesias, di mana, pada satu titik zaman, sang mesias sanggup menjadi inspirasi persaudaraan dunia, menghapus dahaga batin dan keletihan pikiran?


Terlalu naif, memang, memunggungi keunggulan sosok berjubah kuning tua ini. Paling tidak dalam konteks semangat zaman, Vivekananda tak hanya datang sebagai pencerah, namun lebih menunjukkan bahwa ia adalah suara kebangkitan itu. Beribu-ribu cendekiawan, penganut agama yang saleh, boleh meninggalkan dunia fana tanpa meninggalkan warisan rohani, lenyap dilupakan zaman. Tapi tak begitu dengan Vivekandanda: ia meninggalkan semangat, lentera rohani penerang zaman dalam tulisan-tulisan yang berserak.


Jelas, bahwa dalam konteks kezamanan, Vivekananda tak semata penutur kejernihan. Namun jauh lebih daripada itu: ia pembaru serta pelecut semangat bangsa India yang tertatih. Kendati hidupnya terlalu singkat, cuma 39 tahun, toh jejak usianya jadi makin berarti bagi mereka yang memerlukan obor pencerah. Di masa-masa akhir kolonialisme Barat di India, ia tak hanya membebaskan bangsanya dari keterpurukan dan rasa rendah diri, tetapi memberi inspirasi banyak pejuang bagi pemimpin dunia.

Tak kurang dari Bung Karno, satu di antara pendiri bangsa Indonesia ini, memuji Vivekananda sebagai sosok yang hebat. Sukarno tampak terbetot Voice of Vivekananda (Suara Vivekananda), buku yang paling berpengaruh dan meneguhkan semangat hidupnya.


Pada tahun 1963, dalam rangka memperingati 100 tahun Vivekananda, Vioce Of Vivekananda diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Yogamurti menerjemahkan buku ini ke dalam bahasa Indonesia yang memukau. Menyambut terjemahan ini, Bung Karno menuliskan pujian untuk Vivekananda. Dan dengan penuh penghormatan menyatakan, “Swami Vivekanda nama yang hebat. Beliau adalah salah seorang dari mereka yang memberikan demikian banyak inspirasi kepadaku, inspirasi untuk menjadi kuat, inspirasi untuk menjadi hamba Allah, inspirasi untuk menjadi pengabdi tanah air, inspirasi untuk menjadi pengabdi kaum miskin, inspirasi untuk menjadi pengabdi umat manusia.” Kini, oleh penerjemah yang sama, buku kesayangan Bung Karno diterbitkan ulang penerbit One Earth Media (2006).


Voice of Vivekananda, memang telah memberi inspirasi perjuangan Bung Karno. Tentu ratusan anak muda di zamannya sama seperti Sukarno, menjadi pejuang terpelajar yang terhipnotis Vivekananda, dan membaca renungannya penuh semangat. Dari sinilah gelombang terjemahan buku-buku Vivekananda merebak di Indonesia. Bahkan jauh sebelumnya, di Bandung pada tahun 1958, Yogamurti, pelaku yoga keturunan Tionghoa, menerjemahkan Karma Marga karya Vivekananda. Buku yang memberi penjelasan tuntas tentang arti kerja demi kesejahteraan dan pembebasan ini sangat patut dibaca, memang. Belakangan, dengan menyertakan sambutan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu dan Buddha Departemen Agama RI, buku ini dicetak ulang penerbit Anuman Sakti Jakarta. Sayang, cetakan ini tak disertai tahun terbit, sehingga tak mudah dilacak kesejarahannya. Di Bali Voice of Vivekananda terjemahan Yogamurti mendapat sambutan cukup meluas di kalangan terpelajar. Pada tahun 1980-an IHD (Institut Hindu Dharma) Denpasar—kini Universitas Hindu Indonesia (Unhi) memperbanyak buku ini dalam bentuk cetak stensilan. IHD hanya mencetak 300 buku, itu pun untuk kepentingan mahasiswa yang baru pertama kali berkenalan dengan pemikiran Hindu modern. Baru setelah tahun 1989 di bawah Ketua Penerjemah Drs IGBN Pandji, IHD kembali menerbitkan karya Vivekananda dengan judul Kerja dan Rahasianya. Terbitan ini semata dimaksudkan buat mengisi kekosongan literatur pembaharuan pemikiran Hindu di perguruan tinggi. Dengan demikian ia diperuntukkan untuk kalangan terbatas, dengan jumlah terbatas pula. Baru setelah terbit buku Percik Pemikiran Swami Vivekananda, Cendekiawan Hindu Abad Ke-19 tahun 1993, publik memperoleh akses lebih luas memahami pemikiran Vivekananda dalam bahasa Indonesia. Buku ini merupakan kumpulan pidato Vivekananda dalam Kongres Agama-agama Dunia, di Chicago, Amerika Serikat, tahun 1893. Diterjemahkan dan diberi ulasan oleh Nyoman S Pendit, cendekiawan Hindu yang sejak awal sangat tekun dan rajin menulis pemikiran Hindu modern. Yayasan Dharma Sastra Nusantara bekerjasama dengan Forum Cendekiawan Hindu Indonesia memegang peranan penting atas penerbitan buku ini. Dari terbitan anyar ini pembaca tak cuma mendapatkan penyegaran rohani, namun diantarkan bagaimana memahami Hindu dalam konteks perjuangan hidup, persaudaraan, cinta kasih, serta semangat hidup sesuai panggilan Wedanta.


Gelombang penerjemahan karya-karya Vivekananda agaknya mendapat sambutan hangat sidang pembaca di Tanah Air. Pada tahun 1995, penerbit Upada Sastra, Denpasar, menerbitkan buku kecil bertajuk: Bangkit Bangun Maju Terus, Dialog Swami Vivekananda dengan Kita. Buku yang disunting budayawan I Gusti Ngurah Bagus (almarhum) ini menghadirkan serangkaian tulisan Christopher Isherwood mengenai sosok Vivekananda yang penuh vitalitas. Selebihnya merupakan terjemahan dari tema-tema yang sudah lumrah dibaca publik, yakni seputar karma yoga, pengabdian, kebangkitan, dan reformasi sosial. Sajian serangkaian dialog Vivekananda dengan kaum muda India dalam kesempatan ceramah keliling India merupakan hal yang menarik dalam buku ini.


Agaknya terbitan paling berharga memasuki abad ke-21 sekaligus milenium ketiga ini adalah terjemahan Vedanta: Voice of Freedom menjadi Vedanta: Gema Kebebasan yang diterbitkan oleh Paramita, 2001. Menyajikan kumpulan pemikiran Swami Vivekananda seputar prinsip-prinsip ajaran Vedanta, baik menyangkut filsafat, pandangan ketuhanan, praktik hidup, maupun keuniversalannya.

Bagi mereka yang hendak menekuni lebih dalam prinsip-prinsip agama Veda, buku ini penting dipahami tuntas. Di samping karena Vivekananda berhasil membahasakan spirit Vedanta sesuai dengan kebutuhan zaman, ia merupakan bacaan paling praktis untuk tuntunan hidup modern. “Murnikan dirimu, maka dunia akan termurnikan,” inilah intisari Vedanta paling praktis buat diamalkan.


Ulasan seputar Vedanta dan percik-percik renungan Swami Vivekananda kembali bisa dibaca dalam terbitan terbaru buku terjemahan Nyoman S. Pendit (2005). Selain merupakan penyempurnaan pidato Vivekananda terdahulu, yang sempat diterbitkan Yayasan Dharma Nusantara (1993), dihadirkan pula serangkaian artikel terjemahan dari buku The Complete Works of Swami Vivekananda, yang mana di sana-sini temanya sudah dipaparkan dalam Vedanta: Voice of Freedom.


Sebelum terjemahan Nyoman S Pendit ini, terbit pula Hindu Agama Universal yang berisikan terjemahan pemikiran-pemikiran Vivekananda. Buku ukuran kecil dan tipis ini diterbitkan Media Hindu, Jakarta, tahun 2005. Memang dalam membaca Vivekananda senantiasa ada tema-tema yang berulang, namun harus diakui dialah penutur jernih Vedanta yang serta merta menyuntikkan semangat baru bagi etos kerja modern.


Di samping ajaran-ajarannya, serangkaian buku-buku yang menukilkan kisah hidup Vivekananda juga mulai muncul dalam seri penerbitan di Indonesia. Kini para pengagumnya bisa membaca riwayat hidup singkat Vivekananda karya Swami Tejasananda. Di India, buku saku ini telah terbit pada tahun 1940, dicetak penerbit Mayavati. Kisah singkat ini merupakan susulan dari sebuah volume A Short Life of Sri Ramakrisna. Agaknya, di antara kisah pendek Vivekananda, buku ini cukup memberi pesona, menukilkan sosok pengembara spiritual yang terpanggil melayani orang-orang miskin, tersungkur, dan tersingkir. Bagi Vivekananda agama bukan soal meditasi semata. Praktik asketik tidak berarti apa-apa tanpa rasa simpati dan upaya-upaya kemauan baik untuk berempati menolong orang-orang miskin, kaum bodoh, gelandangan, dan golongan yang tertekan.


Memperhatikan gelombang terjemahan buku-buku Vivekananda di Indonesia, membuktikan bahwa sosok ini belum begitu tua bagi pembaca modern. Tidak ada yang usang pada lompatan berpikirnya. Pikiran-pikirannya senantiasa segar, pesan-pesannya senantiasa menyentuh membangkitkan yang lemah dan tak berdaya.


“Kita sudah menangis cukup lama, berhentilah menangis, berdirilah di atas kedua kakimu dan jadilah manusia. Kita menghendaki agama yang dapat membuat manusia. Janganlah karena mendengarkan suara anak-anak anjing menyalak kalian menjadi takut. Negaramu meminta pahlawan-pahlawan sejati. Punyailah kepala yang dingin, sikap nan tenang, jangan pedulikan segala cemoohan yang merendahkanmu,” begitu menyentuh pesan Vivekananda kepada generasi muda. Seabad silam lebih, memang, Vivekananda telah berpulang—namun napasnya tetap berdenyut di antara mereka yang tak takut tantangan.

sumber : I Wayan Westa
 
Filsafat Pembangunan Mahatma Gandhi

Filsafat Pembangunan Mahatma Gandhi

SUDAH menjadi wacana publik bahwa manusia telah terjebak dalam keserakahannya. Dalam tatanan pola pikir, telah berkembang konsep pragmatisme, materialisme, dan kapitalisme. Dalam tatanan sosial telah berkembang konsep yang mementingkan kelompok, golongan, dan bangsanya sendiri-sendiri. Selanjutnya dalam tatanan artefak/fisik/kebendaan, telah banyak diketahui tentang betapa sakitnya bumi dan alam kita.

Adanya ramalan tentang kawasan Bali (Sanur dan Kuta) yang akan tenggelam, ditelan laut mengindikasikan bahwa bumi ini memang sudah rusak, karena ulah manusia yang serakah. Banyak ahli lingkungan yang mengatakan bahwa timbulnya berbagai penyakit yang kini muncul ke permukaan bumi, disebabkan keseimbangan alam lingkungan bumi yang rusak. Penyakit tanaman, hewan, dan manusia yang kini bermunculan (yang sebelumnya tidak banyak dikenal dalam beberapa dekade yang lalu) karena keseimbangan alam kita yang rusak.

Ada catatan pengalaman di Jepang, di mana pada suatu waktu pemerintah melarang petani menanam padi. Tujuannya, agar tidak terjadi produksi berlebihan. Akibatnya, sistem aliran irigasi tidak berjalan sebagaimana biasanya. Berbagai hewan (mungkin di antaranya predator) menjadi mati, karena tidak ada air yang cukup. Hal inilah akhirnya menyebabkan munculnya berbagai macam penyakit di Jepang yang menyerang penduduk. Kasus itu menunjukkan kepada kita, tentang perubahan lingkungan yang kecil sekalipun, ternyata dapat menyebabkan munculnya berbagai penyakit bagi manusia.

Penyakit flu burung yang kini mencuat, tampaknya tak lepas dari kerusakan lingkungan alam. Termasuk di antaranya, karena ada pemaksaan terhadap ayam (bangsa burung) untuk bertelur, beranak, dan berdaging. Dengan demikian genetik ayam akan melemah, dan muncullah penyakit flu burung. Hal yang analogis pernah terjadi pada tanaman jeruk di Bali. Karena ada pemaksaan terhadap tenaman jeruk untuk berbunga dan berbuah, maka genetik tanaman jeruk melemah. Muncullah penyakit CVPD. Hal yang sepadan tampaknya terjadi pada manusia, yang berkait dengan kemunculan penyakit HIV/AIDS, kanker, dan lain-lain.

Dalam berbagai buku sejarah pangan dunia tercatat bahwa negara maju memang sangat serakah, dan makan terlalu banyak. Rakyat di negara maju makan biji-bijian, lima kali lebih banyak dibandingkan dengan rakyat di negara yang sedang berkembang. Namun biji-bijian itu dimakan melalui ternaknya. Ternaknya diberi makan jagung, gandum, kacang-kacangan, jagung, dan lain-lain dengan harapan agar dagingnya menjadi empuk, susunya lebih bergizi, dan lain-lain. Padahal makanan ternak itu sejatinya bisa langsung dimakan oleh manusia.

Catatan sejarah pangan ini tampaknya membuktikan pendapat Mahatma Gandhi bahwa sejatinya secara global penduduk dunia tidak pernah kekurangan pangan. Ketersediaan pangan selalu lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk. Namun, kalau terjadi kekurangan pangan bagi penduduk, jelas hal itu karena keserakahan manusia. Karena penduduk negara maju yang serakah, maka harga pangan akan mahal, dan penduduk yang miskin tidak mampu membelinya. Di samping itu, sarana dan prasarana angkutan yang tidak sepadan menyebabkan pula terjadi banyak kelaparan di dunia.

Berkait dengan bahasan di atas, maka filsafat pembangunan yang lain dari Mahatma Gandhi dan kiranya penting untuk dilaksanakan adalah bahwa pembangunan harus sebesar-besarnya diarahkan pada populasi rakyat yang termiskin (anatonda). Filsafat ini tampaknya sudah banyak dikenal, dan sudah menjadi hiasan bibir bagi tiap pemimpin kita. Namun dalam kenyataannya, penduduk miskin tetap saja banyak. Dalam beberapa kasus jumlahnya makin banyak, meskipun tidak di atas angka standar PBB. Oleh karenanya, pembangunan harus memihak penduduk miskin, dan bukan memihak kaum investor (kalangan berduit).

Karena itu, kita harus segera menghentikan keserakahan kita untuk membabat hutan, mengeksploitasi lahan dan air. Yang paling penting, para pemimpin bangsa dalam semua level, haruslah memberikan keteladanan sebagaimana halnya yang dilakukan oleh Mahatma Gandhi.

Penulis, staf dosen pada Jurusan Sosek Fak. Pertanian Unud.

Source : HDNet
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.