singthung
IndoForum Junior E
- No. Urut
- 7164
- Sejak
- 21 Sep 2006
- Pesan
- 1.634
- Nilai reaksi
- 27
- Poin
- 48
SANG BUDDHA BERBICARA TENTANG SUTRA KASIH YANG MENDALAM DARI ORANG TUA DAN KESULITAN UNTUK MEMBALASNYA
(SUTRA BAKTI SEORANG ANAK)
Demikianlah yang kudengar, suatu ketika Sang Buddha berdiam di Shravasti, di Hutan Jeta, di Taman Pelindung Anak-Anak Yatim Piatu dan Para Pertapa, bersama-sama dengan sekumpulan mahabhikshu, yang seluruhnya berjumlah 1250, beserta para bodhisattva, jumlah 38.000 semuanya.
Pada waktu itu, Sang Bhagava memimpin kumpulan besar itu dalam perjalanan menuju selatan. Tiba-tiba mereka menjumpai seonggok tulang manusia di samping jalan. Sang Bhagava berpaling menghampirinya, dan bersikap anjali dengan penuh hormat.
Ananda dengan bersikap anjali kemudian bertanya kepada Sang Bhagava, “Tathagata adalah guru agung dari triloka dan bapak yang terkasih dari makhluk-makhluk yang berasal dari empat jenis kelahiran. Beliau dihormati dan dicintai seluruh umat. Apakah sebabnya kini beliau menghormati seonggok tulang-tulang kering?” Sang Buddha berkata kepada Ananda, “Meskipun engkau adalah siswa-Ku yang utama dan telah cukup lama menjadi anggota Sangha, engkau masih belum mencapai pengertian yang jauh. Onggokan tulang itu mungkin adalah milik para leluhur pada kehidupan lampau. Mereka mungkin adalah orang tua-Ku dalam banyak kehidupan yang telah lalu. Itulah sebabnya sekarang Aku bersujud.” Sang Buddha melanjutkan pembicaran-Nya kepada Ananda, “Tulang-tulang yang kita lihat ini dapatlah dibagi menjadi dua kelompok. Yang satu adalah tulang-tulang lelaki, yang berat dan putih warnanya. Kelompok yang lain adalah tulang-tulang perempuan, yang ringan dan warnanya hitam.”
Ananda berkata kepada Sang Buddha, “Duhai Sang Bhagava, sewaktu para lelaki masih hidup di dunia mereka menghiasi badan dengan jubah, pengikat pinggang, sepatu, topi, dan pakaian-pakaian indah lainnya sehingga mereka jelas-jelas nampak perkasa. Ketika perempuan masih hidup, mereka mengenakan kosmetik, minyak wangi, bedak, dan wangi-wangian yang menarik untuk menghiasi tubuh mereka, sehingga dengan jelas menampakkan kewanitaannya. Namun tatkala para lelaki dan perempuan itu meninggal, semua yang tertinggal adalah tulang-tulang. Bagaimana seseorang dapat membedakannya? Ajarilah kami bagaimana membedakannya?”
Sang Buddha menjawab Ananda, “Ketika para lelaki ada di dunia, mereka memasuki rumah ibadah, mendengarkan penjelasan-penjelasan tentang Sutra-Sutra dan Vinaya, menghormati Sang Triratna dan menyebut nama-nama Buddha. Tatkala mereka meninggal tulang-tulangnya menjadi berat dan putih warnanya. Kebanyakan wanita dalam dunia mempunyai sedikit kebijaksanaan dan dipenuhi emosi. Mereka melahirkan dan membesarkan anak-anak, merasakannya sebagai kewajiban. Setiap anak bergantung pada air susu ibunya demi kehidupan dan makanan, dan susu adalah darah ibunya yang telah berubah. Setiap anak meminum 1200 galon susu ibunya. Oleh karena penghisapan dari badan ibu ini saat sang anak mengambil susu untuk makanannya, ibu menjadi letih dan menderita dan karenanya tulang-tulang mereka berubah menjadi hitam dan ringan.”
Ketika Ananda mendengar kata-kata ini, ia merasakan kepedihan dalam hatinya, karena seolah-olah telah tertusuk pedang dan karenanya ia diam-diam menangis. Ia mengatakan kepada Sang Bhagava, “Bagaimana caranya seseorang dapat membalas kasih dan kebaikan ibunya?”
Sang Buddha mengatakan kepada Ananda, “Dengarkanlah baik-baik, dan Aku akan jelaskan hal ini kepadamu dengan terperinci. Janin tumbuh dalam kandungan selama sepuluh bulan perhitungan Candra Sengkala. Alangkah menderitanya ibu selama janin berada di situ! Pada bulan pertama kehamilan, hidup janin tidaklah menentu seperti titik embun pada daun yang kemungkinan tidak akan bertahan dari pagi hingga sore, tetapi akan menguap pada tengah hari!”
“Pada bulan kedua, janin menjadi kental seperti susu kental. Pada bulan ketiga, ia seperti darah yang mengental. Pada bulan keempat, janin mulai terwujud sedikit seperti manusia. Selama bulan kelima dalam kandungan, kelima anggota badan anak (dua kaki, dua tangan, dan kepala) mulai terbentuk. Pada bulan keenam kehamilan, anak mulai mengembangkan inti keenam alat inderanya yaitu mata, telinga, hidung, lidah, badan, dan pikiran. Selama bulan ketujuh, ke-360 tulang-tulang dan persedian terbentuk, dan ke-84.000 pori-pori rambut juga telah sempurna. Dalam bulan kedelapan kehamilan, kecerdasan dan kesembilan lubang terbentuk. Pada bulan kesembilan, janin telah belajar menyerap berbagai zat makanan. Misalnya janin dapat menyerap sari buah-buahan, akar tanaman tertentu, dan kelima macam padi-padian.”
Bagian dalam tubuh ibu adalah organ yang padat, untuk fungsi menyimpan, dan ia tergantung ke arah bawah, sedangkan organ dalam yang hampa, berguna untuk mengolah, dan ia melingkar ke arah atas. Ini disamakan dengan ketiga gunung yang terbit dari permukaan bumi. Kita boleh menyebut gunung-gunung ini Puncak Sumeru, Gunung Karma, dan Gunung Darah. Gunung-gunung analogi ini bersatu, dan membentuk satu gugusan dengan puncak-puncak ke sebelah atas dan lembah-lembah ke sebelah bawah. Begitu jugalah, pembekuan darah ibu dari organ-organ dalamnya membentuk zat tunggal yang menjadi makanan anak. Selama bulan kesepuluh kehamilan, badan janin disempurnakan dan siap untuk dilahirkan. Bila anak itu sangat berbakti, dia akan lahir dengan telapak tangannya disatukan sebagai tanda menghormat dan kelahiran itu akan aman dan baik. Ibunya tidak akan terluka oleh kelahiran itu dan tidak akan menderita kesakitan. Tetapi, bila anak itu sangat pemberontak sifatnya hingga melakukan kelima perbuatan jahat terberat, maka dia akan merusak kandungan ibunya, mengoyak jantung dan hati ibunya, dan akan tersangkut di tulang-tulang ibunya. Kelahiran itu akan seperti sayatan seribu pisau atau seperti seribu pedang tajam menikam jantungnya. Itulah kesakitan-kesakitan yang terjadi dalam kelahiran anak nakal dan yang pembangkang.
Untuk menjelaskan lebih lanjut, ada sepuluh jenis kebaikan yang diperbuat oleh seorang ibu kepada anaknya:
Pertama, kebaikan di dalam memberikan perlindungan dan penjagaan selama anak dalam kandungan.
Kedua, kebaikan dalam menanggung penderitaan selama kelahiran.
Ketiga, kebaikan untuk melupakan semua kesakitan begitu anak telah dilahirkan.
Keempat, kebaikan dari memakan bagian yang pahit bagi dirinya dan menyimpan bagian yang manis bagi anak.
Kelima, kebaikan untuk memindahkan anak ke tempat yang kering dan dirinya sendiri berbaring di tempat yang basah.
Keenam, kebaikan menyusukan anak pada payudaranya dan memberi makan dan membesarkan anak.
Ketujuh, kebaikan dalam membersihkan yang kotor.
Kedelapan, kebaikan dari selalu memikirkan anak bila dia berjalan jauh.
Kesembilan, kebaikan karena kasih sayang yang dalam dan pengabdian.
Kesepuluh, kebaikan karena rasa welas asih yang dalam dan simpati.
KEBAIKAN DI DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN DAN PENJAGAAN SELAMA ANAK DI DALAM KANDUNGAN
Sebab-sebab dan kondisi-kondisi dari banyak kalpa yang terkumpul bertumbuh menjadi berat, sehingga dalam hidup ini anak berakhir dalam kandungan ibunya.
Dengan berlalunya bulan, kelima organ penting berkembang;
Dalam waktu tujuh minggu, keenam alat indera mulai tumbuh,
Badan ibu menjadi seberat gunung;
Diamnya dan gerakan-gerakan janin adalah laksana bencana angin kalpic.
Baju-baju ibu yang cantik tidak dapat dipakai dengan baik lagi,
Dan begitu juga cerminnya pun berdebu.
KEBAIKAN DALAM MENANGGUNG DERITA SELAMA KEHAMILAN
Kehamilan berlangsung selama sepuluh bulan penanggalan Candra Sengkala,
Dan puncaknya ialah kesulitan dengan semakin dekatnya kelahiran,
Sementara itu, setiap pagi ibu merasa sangat sakit,
Dan sepanjang hari terasa mengantuk dan lamban,
Ketakutannya dan kegelisahannya sukar dilukiskan,
Kesedihan dan air mata memenuhi dadanya,
Dia dengan khawatir mengatakan kepada keluarganya, bahwa ia hanya takut maut akan menimpa dirinya.
KEBAIKAN UNTUK MELUPAKAN SEMUA KESAKITAN BEGITU ANAK TELAH LAHIR
Pada saat ibu akan melahirkan anak,
Kelima organ tubuh terbuka lebar,
Menyebabkan dia sangat letih dalam badan dan pikiran,
Darah mengalir laksana seekor domba yang disembelih;
Tetapi, ketika mendengar anaknya terlahir sehat,
Dia dipenuhi dengan kegembiraan yang melimpah,
Tetapi sesudah kegembiraan, kesedihan datang kembali,
Dan rasa sakit kembali mengaduk-aduk bagian dalam tubuhnya.
KEBAIKAN DARI MEMAKAN BAGIAN YANG PAHIT BAGI DIRINYA DAN MENYIMPAN BAGIAN YANG MANIS UNTUK ANAK
Kebaikan kedua orang tua sangat besar dan dalam,
Penjagaan dan pengabdiannya tidak pernah berhenti.
Tidak pernah beristirahat, ibu senantiasa menyimpan yang manis untuk anak,
Dan tanpa mengeluh menelah yang pahit bagi dirinya.
Cintanya amat besar dan emosinya sukar tertahankan,
Kebaikannya adalah mendalam dan begitu juga kasihnya,
Hanya menginginkan anak mendapat cukup makanan,
Ibu yang kasih tidak membicarakan kelaparannya sendiri.
KEBAIKAN UNTUK MEMINDAHKAN ANAK KE TEMPAT YANG KERING DAN DIRINYA SENDIRI DI TEMPAT YANG BASAH
Ibu rela berada di tempat yang basah agar dengan demikian anak dapat berada di tempat yang kering.
Dengan kedua payudaranya dia memuaskan rasa lapar dan haus sang anak;
Menutupi dengan kainnya, dia melindungi anak dari angin dan dingin,
Dalam kebaikannya, kepala ibu jarang lega di atas bantal,
Dan bahkan ia melakukannya dengan gembira selama anak dapat merasa senang,
Ibu yang baik tidak mencari penghiburan bagi dirinya sendiri.
KEBAIKAN MENYUSUI ANAK PADA PAYUDARANYA DAN MEMBERI MAKAN SERTA MEMELIHARA ANAK
Ibu yang baik adalah bagaikan bumi yang besar,
Ayah yang tegar laksana langit yang mengasihi;
Yang satu melindungi dari atas, yang lainnya menunjang dari bawah,
Kebaikan orang tua adalah sedemikian rupa sehingga
Mereka tidak membenci atau marah terhadap anaknya,
Dan tetap menyukainya, sekalipun anak terlahir lumpuh.
Sesudah ibu mengandung anak dalam kandungannya dan melahirkannya,
Orang tua bersama-sama memelihara dan melindunginya sampai akhir hayatnya.
KEBAIKAN DARI MEMBERSIHKAN YANG KOTOR
Mula-mula ibu mempunyai wajah yang cantik dan tubuh yang indah,
Semangatnya kuat dan bergelora,
Alis matanya seperti daun willow hijau yang segar,
Dan warna kulitnya bagaikan mawar merah jambu.
Tetapi kebaikan ibu begitu mendalam sehingga dia melepaskan wajah yang cantik,
Sekalipun mencuci yang kotor merusak badannya.
Ibu yang baik bertindak hanya demi untuk kepentingannya putra-putrinya.
Dan dengan rela menerima kecantikannya yang memudar.
KEBAIKAN DARI SELALU MEMIKIRKAN ANAK BILA DIA BERJALAN JAUH
Kematian dari orang yang dicintai sukar terlukiskan penderitaannya.
Tetapi berpisah dari yang dikasihi juga sangat menyakitkan.
Bila anak berjalan jauh,
Ibu merasa khawatir di kampungnya,
Dari pagi hingga malam, hatinya selalu bersama anaknya,
Dan air mata berderai jatuh dari matanya,
Seperti monyet menangis diam-diam, demikian dalam cinta seorang ibu pada anaknya.
Sedikit demi sedikit hatinya hancur.
KEBAIKAN KARENA KASIH SAYANG YANG DALAM DAN PENGABDIAN
Alangkah besarnya kebaikan orang tua dan gejolak emosinya!
Kebaikannya mendalam dan sukar membalasnya,
Dengan rela mereka menderita untuk kepentingan anaknya.
Bila anak bekerja berat, orang tua pun merasa tidak senang.
Bila mereka mendengar bahwa dia berjalan jauh,
Mereka khawatir bahwa pada waktu malam sang anak berbaring kedinginan.
Bahkan kesakitan sebentar yang diderita putra-putra atau putri-putrinya,
Akan menyebabkan orang tua lama bersusah hati.
KEBAIKAN DARI RASA WELAS ASIH YANG DALAM DAN SIMPATI
Kebaikan orang tua adalah besar dan penting.
Perhatiannya yang lemah lembut tidak pernah berhenti.
Dari saat mereka bangun tiap pagi, pikiran mereka adalah pada anaknya.
Apakah anak-anak dekat atau jauh, orang tua selalu memikirkan mereka.
Sekalipun seorang ibu hidup untuk seratus tahun.
Dia akan selalu mengkhawatirkan anaknya yang berumur delapan puluh tahun.
Inginkah anda mengetahui bilakah kebaikan dan cinta yang demikian itu berakhir?
Ia bahkan tidak pernah berkurang hingga akhir hidupnya.
Sang Buddha berkata kepada Ananda, “Bila Aku merenung tentang makhluk-makhluk hidup, Aku melihat bahwa sekalipun mereka dilahirkan sebagai manusia, mereka adalah bodoh dan dungu dalam pikiran-pikiran dan tindakan-tindakan mereka. Mereka tidak mempertimbangkan kebaikan dan kebajikan orang tua mereka. Mereka tidak menghormati dan justru melupakan kebaikan dan segala yang benar. Mereka kurang manusiawi dan kurang berbakti ataupun patuh pada orang tua.
Selama sepuluh bulan ibu mengandung anak, dia merasakan kesusahan setiap kali dia bangun, seolah-olah ia mengangkat beban yang berat. Bagai seorang cacat yang parah, dia tak mampu menelan makanan dan minuman. Bila waktu sepuluh bulan telah berlalu dan waktu melahirkan telah datang, dia menderita segala macam kesakitan dan penderitaan supaya anak dapat dilahirkan. Dia takut akan kematiannya, seperti seekor babi atau domba menunggu untuk disembelih. Kemudian darah mengalir di atas tanah. Inilah penderitaan-penderitaan yang dialaminya.
Setelah anak lahir, dia menyimpan bagian yang manis untuk anak dan menelan yang pahit bagi dirinya sendiri. Dia menggendong anak dan membersihkan kotorannya. Tiada pekerjaan atau kesukaran yang tidak bersedia ia kerjakan demi kepentingan anaknya. Dia menahan baik rasa dingin dan panas, dan tiada pernah mengeluh segala yang telah dialaminya. Dia memberikan tempat yang kering untuk anaknya dan ia sendiri tidur di tempat yang lembab, selama tiga bulan dia memberi makan anak dengan susu yang adalah darah badannya sendiri.
Orang tua terus-menerus mengajar dan membimbing anak-anaknya tentang hal yang patut dan bermoral, selama anak tumbuh menjadi dewasa. Mereka mengatur perkawinan bagi anak-anaknya dan menyediakan harta benda dan kekayaan atau mengusahakan cara-cara untuk mendapatkannya bagi anak-anak mereka. Mereka bertanggung jawab dan bersusah-susah sendiri dengan kerja dan semangat yang besar, dan tiada pernah membicarakan kasih sayang dan kebaikan mereka.
Bila putra atau putrinya sakit, orang tua khawatir dan takut sehingga mereka sendiri mungkin jatuh sakit. Mereka berada di samping anak, terus-menerus menjaganya, dan hanya bila anak sembuh orang tua menjadi gembira kembali. Dengan cara ini, mereka menjaga dan membesarkan anak-anaknya dengan harapan yang terus-menerus bahwa keturunan mereka akan segera menjadi dewasa.
Alangkah sedihnya bila acap kali anak-anaknya justru tidak berbakti, sebagai balasannya bila berbicara dengan sanak saudara yang seharusnya mereka hormati, anak-anak tidak mau menunjukkan kepatuhan mereka. Ketika mereka seharusnya bersikap hormat, mereka malah tidak mau bertingkah laku baik. Mereka mendelik kepada orang yang seharusnya mereka segani dan menghina paman-paman dan bibi-bibi mereka. Mereka memarahi saudara-saudaranya dan menghancurkan perasaan kekeluargaan yang ada di antara mereka. Anak-anak seperti itu tidak mempunyai rasa hormat atau perasaan yang patut.
bersambung...
(SUTRA BAKTI SEORANG ANAK)
Demikianlah yang kudengar, suatu ketika Sang Buddha berdiam di Shravasti, di Hutan Jeta, di Taman Pelindung Anak-Anak Yatim Piatu dan Para Pertapa, bersama-sama dengan sekumpulan mahabhikshu, yang seluruhnya berjumlah 1250, beserta para bodhisattva, jumlah 38.000 semuanya.
Pada waktu itu, Sang Bhagava memimpin kumpulan besar itu dalam perjalanan menuju selatan. Tiba-tiba mereka menjumpai seonggok tulang manusia di samping jalan. Sang Bhagava berpaling menghampirinya, dan bersikap anjali dengan penuh hormat.
Ananda dengan bersikap anjali kemudian bertanya kepada Sang Bhagava, “Tathagata adalah guru agung dari triloka dan bapak yang terkasih dari makhluk-makhluk yang berasal dari empat jenis kelahiran. Beliau dihormati dan dicintai seluruh umat. Apakah sebabnya kini beliau menghormati seonggok tulang-tulang kering?” Sang Buddha berkata kepada Ananda, “Meskipun engkau adalah siswa-Ku yang utama dan telah cukup lama menjadi anggota Sangha, engkau masih belum mencapai pengertian yang jauh. Onggokan tulang itu mungkin adalah milik para leluhur pada kehidupan lampau. Mereka mungkin adalah orang tua-Ku dalam banyak kehidupan yang telah lalu. Itulah sebabnya sekarang Aku bersujud.” Sang Buddha melanjutkan pembicaran-Nya kepada Ananda, “Tulang-tulang yang kita lihat ini dapatlah dibagi menjadi dua kelompok. Yang satu adalah tulang-tulang lelaki, yang berat dan putih warnanya. Kelompok yang lain adalah tulang-tulang perempuan, yang ringan dan warnanya hitam.”
Ananda berkata kepada Sang Buddha, “Duhai Sang Bhagava, sewaktu para lelaki masih hidup di dunia mereka menghiasi badan dengan jubah, pengikat pinggang, sepatu, topi, dan pakaian-pakaian indah lainnya sehingga mereka jelas-jelas nampak perkasa. Ketika perempuan masih hidup, mereka mengenakan kosmetik, minyak wangi, bedak, dan wangi-wangian yang menarik untuk menghiasi tubuh mereka, sehingga dengan jelas menampakkan kewanitaannya. Namun tatkala para lelaki dan perempuan itu meninggal, semua yang tertinggal adalah tulang-tulang. Bagaimana seseorang dapat membedakannya? Ajarilah kami bagaimana membedakannya?”
Sang Buddha menjawab Ananda, “Ketika para lelaki ada di dunia, mereka memasuki rumah ibadah, mendengarkan penjelasan-penjelasan tentang Sutra-Sutra dan Vinaya, menghormati Sang Triratna dan menyebut nama-nama Buddha. Tatkala mereka meninggal tulang-tulangnya menjadi berat dan putih warnanya. Kebanyakan wanita dalam dunia mempunyai sedikit kebijaksanaan dan dipenuhi emosi. Mereka melahirkan dan membesarkan anak-anak, merasakannya sebagai kewajiban. Setiap anak bergantung pada air susu ibunya demi kehidupan dan makanan, dan susu adalah darah ibunya yang telah berubah. Setiap anak meminum 1200 galon susu ibunya. Oleh karena penghisapan dari badan ibu ini saat sang anak mengambil susu untuk makanannya, ibu menjadi letih dan menderita dan karenanya tulang-tulang mereka berubah menjadi hitam dan ringan.”
Ketika Ananda mendengar kata-kata ini, ia merasakan kepedihan dalam hatinya, karena seolah-olah telah tertusuk pedang dan karenanya ia diam-diam menangis. Ia mengatakan kepada Sang Bhagava, “Bagaimana caranya seseorang dapat membalas kasih dan kebaikan ibunya?”
Sang Buddha mengatakan kepada Ananda, “Dengarkanlah baik-baik, dan Aku akan jelaskan hal ini kepadamu dengan terperinci. Janin tumbuh dalam kandungan selama sepuluh bulan perhitungan Candra Sengkala. Alangkah menderitanya ibu selama janin berada di situ! Pada bulan pertama kehamilan, hidup janin tidaklah menentu seperti titik embun pada daun yang kemungkinan tidak akan bertahan dari pagi hingga sore, tetapi akan menguap pada tengah hari!”
“Pada bulan kedua, janin menjadi kental seperti susu kental. Pada bulan ketiga, ia seperti darah yang mengental. Pada bulan keempat, janin mulai terwujud sedikit seperti manusia. Selama bulan kelima dalam kandungan, kelima anggota badan anak (dua kaki, dua tangan, dan kepala) mulai terbentuk. Pada bulan keenam kehamilan, anak mulai mengembangkan inti keenam alat inderanya yaitu mata, telinga, hidung, lidah, badan, dan pikiran. Selama bulan ketujuh, ke-360 tulang-tulang dan persedian terbentuk, dan ke-84.000 pori-pori rambut juga telah sempurna. Dalam bulan kedelapan kehamilan, kecerdasan dan kesembilan lubang terbentuk. Pada bulan kesembilan, janin telah belajar menyerap berbagai zat makanan. Misalnya janin dapat menyerap sari buah-buahan, akar tanaman tertentu, dan kelima macam padi-padian.”
Bagian dalam tubuh ibu adalah organ yang padat, untuk fungsi menyimpan, dan ia tergantung ke arah bawah, sedangkan organ dalam yang hampa, berguna untuk mengolah, dan ia melingkar ke arah atas. Ini disamakan dengan ketiga gunung yang terbit dari permukaan bumi. Kita boleh menyebut gunung-gunung ini Puncak Sumeru, Gunung Karma, dan Gunung Darah. Gunung-gunung analogi ini bersatu, dan membentuk satu gugusan dengan puncak-puncak ke sebelah atas dan lembah-lembah ke sebelah bawah. Begitu jugalah, pembekuan darah ibu dari organ-organ dalamnya membentuk zat tunggal yang menjadi makanan anak. Selama bulan kesepuluh kehamilan, badan janin disempurnakan dan siap untuk dilahirkan. Bila anak itu sangat berbakti, dia akan lahir dengan telapak tangannya disatukan sebagai tanda menghormat dan kelahiran itu akan aman dan baik. Ibunya tidak akan terluka oleh kelahiran itu dan tidak akan menderita kesakitan. Tetapi, bila anak itu sangat pemberontak sifatnya hingga melakukan kelima perbuatan jahat terberat, maka dia akan merusak kandungan ibunya, mengoyak jantung dan hati ibunya, dan akan tersangkut di tulang-tulang ibunya. Kelahiran itu akan seperti sayatan seribu pisau atau seperti seribu pedang tajam menikam jantungnya. Itulah kesakitan-kesakitan yang terjadi dalam kelahiran anak nakal dan yang pembangkang.
Untuk menjelaskan lebih lanjut, ada sepuluh jenis kebaikan yang diperbuat oleh seorang ibu kepada anaknya:
Pertama, kebaikan di dalam memberikan perlindungan dan penjagaan selama anak dalam kandungan.
Kedua, kebaikan dalam menanggung penderitaan selama kelahiran.
Ketiga, kebaikan untuk melupakan semua kesakitan begitu anak telah dilahirkan.
Keempat, kebaikan dari memakan bagian yang pahit bagi dirinya dan menyimpan bagian yang manis bagi anak.
Kelima, kebaikan untuk memindahkan anak ke tempat yang kering dan dirinya sendiri berbaring di tempat yang basah.
Keenam, kebaikan menyusukan anak pada payudaranya dan memberi makan dan membesarkan anak.
Ketujuh, kebaikan dalam membersihkan yang kotor.
Kedelapan, kebaikan dari selalu memikirkan anak bila dia berjalan jauh.
Kesembilan, kebaikan karena kasih sayang yang dalam dan pengabdian.
Kesepuluh, kebaikan karena rasa welas asih yang dalam dan simpati.
KEBAIKAN DI DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN DAN PENJAGAAN SELAMA ANAK DI DALAM KANDUNGAN
Sebab-sebab dan kondisi-kondisi dari banyak kalpa yang terkumpul bertumbuh menjadi berat, sehingga dalam hidup ini anak berakhir dalam kandungan ibunya.
Dengan berlalunya bulan, kelima organ penting berkembang;
Dalam waktu tujuh minggu, keenam alat indera mulai tumbuh,
Badan ibu menjadi seberat gunung;
Diamnya dan gerakan-gerakan janin adalah laksana bencana angin kalpic.
Baju-baju ibu yang cantik tidak dapat dipakai dengan baik lagi,
Dan begitu juga cerminnya pun berdebu.
KEBAIKAN DALAM MENANGGUNG DERITA SELAMA KEHAMILAN
Kehamilan berlangsung selama sepuluh bulan penanggalan Candra Sengkala,
Dan puncaknya ialah kesulitan dengan semakin dekatnya kelahiran,
Sementara itu, setiap pagi ibu merasa sangat sakit,
Dan sepanjang hari terasa mengantuk dan lamban,
Ketakutannya dan kegelisahannya sukar dilukiskan,
Kesedihan dan air mata memenuhi dadanya,
Dia dengan khawatir mengatakan kepada keluarganya, bahwa ia hanya takut maut akan menimpa dirinya.
KEBAIKAN UNTUK MELUPAKAN SEMUA KESAKITAN BEGITU ANAK TELAH LAHIR
Pada saat ibu akan melahirkan anak,
Kelima organ tubuh terbuka lebar,
Menyebabkan dia sangat letih dalam badan dan pikiran,
Darah mengalir laksana seekor domba yang disembelih;
Tetapi, ketika mendengar anaknya terlahir sehat,
Dia dipenuhi dengan kegembiraan yang melimpah,
Tetapi sesudah kegembiraan, kesedihan datang kembali,
Dan rasa sakit kembali mengaduk-aduk bagian dalam tubuhnya.
KEBAIKAN DARI MEMAKAN BAGIAN YANG PAHIT BAGI DIRINYA DAN MENYIMPAN BAGIAN YANG MANIS UNTUK ANAK
Kebaikan kedua orang tua sangat besar dan dalam,
Penjagaan dan pengabdiannya tidak pernah berhenti.
Tidak pernah beristirahat, ibu senantiasa menyimpan yang manis untuk anak,
Dan tanpa mengeluh menelah yang pahit bagi dirinya.
Cintanya amat besar dan emosinya sukar tertahankan,
Kebaikannya adalah mendalam dan begitu juga kasihnya,
Hanya menginginkan anak mendapat cukup makanan,
Ibu yang kasih tidak membicarakan kelaparannya sendiri.
KEBAIKAN UNTUK MEMINDAHKAN ANAK KE TEMPAT YANG KERING DAN DIRINYA SENDIRI DI TEMPAT YANG BASAH
Ibu rela berada di tempat yang basah agar dengan demikian anak dapat berada di tempat yang kering.
Dengan kedua payudaranya dia memuaskan rasa lapar dan haus sang anak;
Menutupi dengan kainnya, dia melindungi anak dari angin dan dingin,
Dalam kebaikannya, kepala ibu jarang lega di atas bantal,
Dan bahkan ia melakukannya dengan gembira selama anak dapat merasa senang,
Ibu yang baik tidak mencari penghiburan bagi dirinya sendiri.
KEBAIKAN MENYUSUI ANAK PADA PAYUDARANYA DAN MEMBERI MAKAN SERTA MEMELIHARA ANAK
Ibu yang baik adalah bagaikan bumi yang besar,
Ayah yang tegar laksana langit yang mengasihi;
Yang satu melindungi dari atas, yang lainnya menunjang dari bawah,
Kebaikan orang tua adalah sedemikian rupa sehingga
Mereka tidak membenci atau marah terhadap anaknya,
Dan tetap menyukainya, sekalipun anak terlahir lumpuh.
Sesudah ibu mengandung anak dalam kandungannya dan melahirkannya,
Orang tua bersama-sama memelihara dan melindunginya sampai akhir hayatnya.
KEBAIKAN DARI MEMBERSIHKAN YANG KOTOR
Mula-mula ibu mempunyai wajah yang cantik dan tubuh yang indah,
Semangatnya kuat dan bergelora,
Alis matanya seperti daun willow hijau yang segar,
Dan warna kulitnya bagaikan mawar merah jambu.
Tetapi kebaikan ibu begitu mendalam sehingga dia melepaskan wajah yang cantik,
Sekalipun mencuci yang kotor merusak badannya.
Ibu yang baik bertindak hanya demi untuk kepentingannya putra-putrinya.
Dan dengan rela menerima kecantikannya yang memudar.
KEBAIKAN DARI SELALU MEMIKIRKAN ANAK BILA DIA BERJALAN JAUH
Kematian dari orang yang dicintai sukar terlukiskan penderitaannya.
Tetapi berpisah dari yang dikasihi juga sangat menyakitkan.
Bila anak berjalan jauh,
Ibu merasa khawatir di kampungnya,
Dari pagi hingga malam, hatinya selalu bersama anaknya,
Dan air mata berderai jatuh dari matanya,
Seperti monyet menangis diam-diam, demikian dalam cinta seorang ibu pada anaknya.
Sedikit demi sedikit hatinya hancur.
KEBAIKAN KARENA KASIH SAYANG YANG DALAM DAN PENGABDIAN
Alangkah besarnya kebaikan orang tua dan gejolak emosinya!
Kebaikannya mendalam dan sukar membalasnya,
Dengan rela mereka menderita untuk kepentingan anaknya.
Bila anak bekerja berat, orang tua pun merasa tidak senang.
Bila mereka mendengar bahwa dia berjalan jauh,
Mereka khawatir bahwa pada waktu malam sang anak berbaring kedinginan.
Bahkan kesakitan sebentar yang diderita putra-putra atau putri-putrinya,
Akan menyebabkan orang tua lama bersusah hati.
KEBAIKAN DARI RASA WELAS ASIH YANG DALAM DAN SIMPATI
Kebaikan orang tua adalah besar dan penting.
Perhatiannya yang lemah lembut tidak pernah berhenti.
Dari saat mereka bangun tiap pagi, pikiran mereka adalah pada anaknya.
Apakah anak-anak dekat atau jauh, orang tua selalu memikirkan mereka.
Sekalipun seorang ibu hidup untuk seratus tahun.
Dia akan selalu mengkhawatirkan anaknya yang berumur delapan puluh tahun.
Inginkah anda mengetahui bilakah kebaikan dan cinta yang demikian itu berakhir?
Ia bahkan tidak pernah berkurang hingga akhir hidupnya.
Sang Buddha berkata kepada Ananda, “Bila Aku merenung tentang makhluk-makhluk hidup, Aku melihat bahwa sekalipun mereka dilahirkan sebagai manusia, mereka adalah bodoh dan dungu dalam pikiran-pikiran dan tindakan-tindakan mereka. Mereka tidak mempertimbangkan kebaikan dan kebajikan orang tua mereka. Mereka tidak menghormati dan justru melupakan kebaikan dan segala yang benar. Mereka kurang manusiawi dan kurang berbakti ataupun patuh pada orang tua.
Selama sepuluh bulan ibu mengandung anak, dia merasakan kesusahan setiap kali dia bangun, seolah-olah ia mengangkat beban yang berat. Bagai seorang cacat yang parah, dia tak mampu menelan makanan dan minuman. Bila waktu sepuluh bulan telah berlalu dan waktu melahirkan telah datang, dia menderita segala macam kesakitan dan penderitaan supaya anak dapat dilahirkan. Dia takut akan kematiannya, seperti seekor babi atau domba menunggu untuk disembelih. Kemudian darah mengalir di atas tanah. Inilah penderitaan-penderitaan yang dialaminya.
Setelah anak lahir, dia menyimpan bagian yang manis untuk anak dan menelan yang pahit bagi dirinya sendiri. Dia menggendong anak dan membersihkan kotorannya. Tiada pekerjaan atau kesukaran yang tidak bersedia ia kerjakan demi kepentingan anaknya. Dia menahan baik rasa dingin dan panas, dan tiada pernah mengeluh segala yang telah dialaminya. Dia memberikan tempat yang kering untuk anaknya dan ia sendiri tidur di tempat yang lembab, selama tiga bulan dia memberi makan anak dengan susu yang adalah darah badannya sendiri.
Orang tua terus-menerus mengajar dan membimbing anak-anaknya tentang hal yang patut dan bermoral, selama anak tumbuh menjadi dewasa. Mereka mengatur perkawinan bagi anak-anaknya dan menyediakan harta benda dan kekayaan atau mengusahakan cara-cara untuk mendapatkannya bagi anak-anak mereka. Mereka bertanggung jawab dan bersusah-susah sendiri dengan kerja dan semangat yang besar, dan tiada pernah membicarakan kasih sayang dan kebaikan mereka.
Bila putra atau putrinya sakit, orang tua khawatir dan takut sehingga mereka sendiri mungkin jatuh sakit. Mereka berada di samping anak, terus-menerus menjaganya, dan hanya bila anak sembuh orang tua menjadi gembira kembali. Dengan cara ini, mereka menjaga dan membesarkan anak-anaknya dengan harapan yang terus-menerus bahwa keturunan mereka akan segera menjadi dewasa.
Alangkah sedihnya bila acap kali anak-anaknya justru tidak berbakti, sebagai balasannya bila berbicara dengan sanak saudara yang seharusnya mereka hormati, anak-anak tidak mau menunjukkan kepatuhan mereka. Ketika mereka seharusnya bersikap hormat, mereka malah tidak mau bertingkah laku baik. Mereka mendelik kepada orang yang seharusnya mereka segani dan menghina paman-paman dan bibi-bibi mereka. Mereka memarahi saudara-saudaranya dan menghancurkan perasaan kekeluargaan yang ada di antara mereka. Anak-anak seperti itu tidak mempunyai rasa hormat atau perasaan yang patut.
bersambung...