Yang Mulia ânanda Mencapai Kesucian Arahatta
Karena pencapaian Kearahattaan Yang Mulia ânanda berhubungan dengan sidang Pertama, kita akan membahas peristiwa tersebut merujuk pada Komentar Sãlakkhandha Vagga (Dãgha Nikàya) tentang topik ini.
Setelah menjalani misi-Nya tanpa mengenal lelah dalam memberikan Pembebasan kepada mereka yang layak, dimulai dari Khotbah Pertama, Dhammacakka, hingga khotbah terakhir kepada Petapa Subhadda, Buddha meninggal dunia di bawah pohon sàla kembar di taman para pangeran Malla di dekat Kusinàrà di tahun 148 Mahà Era. Pelenyapan total Buddha, tanpa menyisakan kelompok-kelompok kehidupan, terjadi pada hari purnama bulan Mei, dini hari. Para Pangeran Malla melakukan upacara pemakaman selama tujuh hari dengan meletakkan bunga dan wewangian di sekitar jenazah Buddha untuk menghormati Beliau. Seminggu ini disebut ‘Minggu Perayaan Pemakaman’.
Setelah perayaan tersebut, jenazah Buddha diletakkan di atas tumpukan kayu pemakaman tetapi tidak dapat terbakar meskipun para Pangeran Malla telah berusaha keras. Hanya pada hari ketujuh, setelah Yang Mulia Mahà Kassapa tiba dan memberi hormat, jenazah Buddha terbakar dengan sendirinya, sesuai kehendak Buddha sebelumnya. Minggu kedua itu disebut ‘Minggu Pembakaran’.
Setelah relik-relik Buddha dihormati oleh para Pangeran Malla selama tujuh hari dengan mengadakan perayaan, mereka menempatkan pengawal bertombak berlapis-lapis untuk mengamankan perayaan tersebut. Minggu ketiga itu disebut ‘Minggu Penghormatan Relik’.
Setelah tiga minggu berlalu, pada tanggal lima bulan deññha (Mei-Juni) dilakukan pembagian relik-relik Buddha (yang dipimpin oleh Brahmana Doõa, seorang guru brahmana). Pada hari itu terdapat kumpulan yang terdiri dari tujuh ratus ribu bhikkhu (di Kusinàrà). Pada pertemuan itu, Yang Mulia Mahà Kassapa teringat kata-kata tidak sopan yang dilontarkan oleh Subhadda, seorang bhikkhu tua yang melakukan perjalanan bersama Yang Mulia Mahà Kassapa dari Pàvà menuju Kusinàrà, pada hari ketujuh setelah Buddha meninggal dunia. Bhikkhu tua itu berkata kepada para bhikkhu yang meratapi kematian Buddha, “Teman-teman, jangan bersedih, jangan meneteskan air mata sia-sia. Karena mulai sekarang kita telah bebas dari kezaliman Bhikkhu Gotama yang selalu memerintah kita, ‘Ya, ini baik bagi seorang bhikkhu’, atau ‘Tidak, ini tidak baik bagi seorang bhikkhu.’ Sekarang kita bebas melakukan apa yang kita inginkan, dan tidak melakukan apa yang tidak kita inginkan.”
Lebih jauh lagi, Yang Mulia Mahà Kassapa melihat bahwa ajaran Buddha yang terdiri dari Tiga Ajaran Baik akan lenyap dengan mudah setelah kematian sumbernya, karena bhikkhu-bhikkhu jahat tidak menghormati sabda-sabda Buddha saat Buddha tidak ada lagi, dan jumlah mereka akan terus bertambah. Baik sekali jika para bhikkhu dikumpulkan dan membacakan semua Dhamma dan Vinaya yang diwariskan oleh Buddha.
Dengan demikian, Tiga Ajaran Baik akan bertahan lama. Demikianlah Yang Mulia Mahà Kassapa merenungkan.
Kemudian ia juga teringat akan pengakuan istimewa Buddha terhadapnya. “Buddha telah bertukar jubah luar-Nya denganku. Ia telah menyatakannya kepada para bhikkhu, ‘Para bhikkhu, dalam hal berdiam dalam Jhàna Pertama, Kassapa sebanding dengan-Ku; dan seterusnya,’ demikianlah ia memuji kekuatanku dalam pencapaian Jhàna dan juga Jhàna-Jhàna yang lebih tinggi, merangkul sembilan pencapaian Jhàna dengan berdiam dalam masing-masing tingkatannya, serta lima kekuatan batin. Juga, Bhagavà sambil berdiri di angkasa, dan melambaikan tangan-Nya, menyatakan, bahwa dalam hal Pembebasan diri dari empat jenis pengikut, Kassapa tidak ada tandingannya,’ dan ‘bahwa dalam hal sikap seimbang, Kassapa berperilaku bagaikan bulan.’ Kata-kata pujian ini sungguh tidak ada bandingnya. Aku harus bertindak sesuai kemuliaan itu dengan mengadakan sidang Saÿgha untuk membacakan Dhamma dan Vinaya untuk melestarikannya.”
“Bagaikan seorang raja yang mengangkat putra tertuanya sebagai pewaris tahta, menganugerahkan perlengkapan kerajaan dan kekuasaannya kepada putranya dengan pandangan untuk melestarikan kedaulatannya, demikian pula, Bhagavà telah memujiku secara berlebihan karena melihat bahwa, aku, Kassapa, akan mampu melestarikan ajaran-Nya.”
Setelah merenungkan demikian, Yang Mulia Mahà Kassapa menceritakan kepada perkumpulan bhikkhu tersebut tentang kata-kata tidak sopan yang dilontarkan oleh Subhadda, si bhikkhu tua (seperti telah disebutkan di atas) dan mengajukan usul:
“Sekarang, teman-teman, sebelum noda-noda moral mendapatkan landasan dan menjadi gangguan bagi Dhamma, sebelum kejahatan mendapatkan landasan dan menjadi gangguan bagi Disiplin, sebelum para penganut noda-noda moral mendapatkan kekuatan, sebelum penganut Dhamma baik menjadi lemah, sebelum para penganut kejahatan mendapatkan kekuatan, sebelum penganut Disiplin menjadi lemah, marilah kita membacakan Dhamma dan Vinaya dengan suara bulat dan melestarikan-Nya.”
Mendengar usulannya itu, kumpulan bhikkhu itu berkata kepadanya, “Yang Mulia Kassapa, silakan Yang Mulia memilih para bhikkhu untuk membacakan Dhamma dan Vinaya.” Yang Mulia Mahà Kassapa kemudian memilih empat ratus sembilan puluh sembilan Arahanta yang telah menghafal Tiga Piñaka, dan kebanyakan mereka juga memiliki empat Pengetahuan Analitis, Tiga Vijjà dan Enam Kekuatan Batin, dan dinyatakan oleh Bhagavà sebagai bhikkhu terbaik.
(Pemilihan empat ratus sembilan puluh sembilan bhikkhu menunjukkan bahwa satu telah disediakan untuk Yang Mulia ânanda. Alasannya adalah bahwa pada saat itu Yang Mulia ânanda belum mencapai kesucian Arahatta, dan masih melatih diri untuk menjadi seorang Arahanta. Tanpa ânanda tidaklah mungkin mengadakan sidang karena ia telah mendengarkan semua sabda Buddha yang terdiri dari Lima Nikàya atau kumpulan, Sembilan Aïga atau bagian, dan istilah-istilah dalam Dhamma yang berjumlah delapan puluh empat ribu.
Mengapa ânanda tidak dimasukkan dalam daftar pembaca oleh Yang Mulia Mahà Kassapa? Alasannya adalah bahwa Yang Mulia Mahà Kassapa ingin menghindari kritik bahwa ia pilih kasih terhadap ânanda karena masih ada Arahanta lain yang memiliki Empat Pengetahuan Analitis seperti ânanda sedangkan ânanda masih seorang sekkha, seorang yang masih melatih diri untuk mencapai Kearahattaan.
Kritik itu mungkin terjadi, mempertimbangkan fakta bahwa Yang Mulia Mahà Kassapa dan ânanda sangat akrab. Yang Mulia Mahà Kassapa memanggil ânanda dengan sebutan ‘anak muda ini’ padahal Yang Mulia ânanda berumur hampir delapan puluh tahun dengan rambut yang sudah memutih. (Baca Kassapa Saÿyutta, Cãvara Sutta, Nidàna Vagga). Lebih jauh lagi, Yang Mulia ânanda adalah seorang pangeran Sakya dan sepupu pertama Buddha. Karena alasan itu, walaupun Yang Mulia Mahà Kassapa mengetahui bahwa ânanda pasti terlibat dalam proyek pembacaan itu, ia menunggu persetujuan umum dari kumpulan itu untuk memilih ânanda.)
Ketika Yang Mulia Mahà Kassapa memberitahu kumpulan itu bahwa ia telah memilih empat ratus sembilan puluh sembilan Arahanta untuk tujuan itu, kumpulan itu sepakat mengusulkan Yang Mulia ânanda meskipun ia masih seorang sekkha. Mereka berkata, “Yang Mulia Mahà Kassapa, walaupun Yang Mulia ânanda masih seorang sekkha, ia bukanlah seorang yang dapat salah menilai. Terlebih lagi, ia adalah bhikkhu yang paling banyak belajar dari Buddha baik dalam hal Dhamma dan Vinaya.” Kemudian Yang Mulia Mahà Kassapa memasukkan ânanda dalam daftar pembaca. Demikianlah ada lima ratus pembaca yang dipilih dengan persetujuan kumpulan itu.
Kemudian mereka mempertimbangkan lokasi pembacaan itu.
Karena pencapaian Kearahattaan Yang Mulia ânanda berhubungan dengan sidang Pertama, kita akan membahas peristiwa tersebut merujuk pada Komentar Sãlakkhandha Vagga (Dãgha Nikàya) tentang topik ini.
Setelah menjalani misi-Nya tanpa mengenal lelah dalam memberikan Pembebasan kepada mereka yang layak, dimulai dari Khotbah Pertama, Dhammacakka, hingga khotbah terakhir kepada Petapa Subhadda, Buddha meninggal dunia di bawah pohon sàla kembar di taman para pangeran Malla di dekat Kusinàrà di tahun 148 Mahà Era. Pelenyapan total Buddha, tanpa menyisakan kelompok-kelompok kehidupan, terjadi pada hari purnama bulan Mei, dini hari. Para Pangeran Malla melakukan upacara pemakaman selama tujuh hari dengan meletakkan bunga dan wewangian di sekitar jenazah Buddha untuk menghormati Beliau. Seminggu ini disebut ‘Minggu Perayaan Pemakaman’.
Setelah perayaan tersebut, jenazah Buddha diletakkan di atas tumpukan kayu pemakaman tetapi tidak dapat terbakar meskipun para Pangeran Malla telah berusaha keras. Hanya pada hari ketujuh, setelah Yang Mulia Mahà Kassapa tiba dan memberi hormat, jenazah Buddha terbakar dengan sendirinya, sesuai kehendak Buddha sebelumnya. Minggu kedua itu disebut ‘Minggu Pembakaran’.
Setelah relik-relik Buddha dihormati oleh para Pangeran Malla selama tujuh hari dengan mengadakan perayaan, mereka menempatkan pengawal bertombak berlapis-lapis untuk mengamankan perayaan tersebut. Minggu ketiga itu disebut ‘Minggu Penghormatan Relik’.
Setelah tiga minggu berlalu, pada tanggal lima bulan deññha (Mei-Juni) dilakukan pembagian relik-relik Buddha (yang dipimpin oleh Brahmana Doõa, seorang guru brahmana). Pada hari itu terdapat kumpulan yang terdiri dari tujuh ratus ribu bhikkhu (di Kusinàrà). Pada pertemuan itu, Yang Mulia Mahà Kassapa teringat kata-kata tidak sopan yang dilontarkan oleh Subhadda, seorang bhikkhu tua yang melakukan perjalanan bersama Yang Mulia Mahà Kassapa dari Pàvà menuju Kusinàrà, pada hari ketujuh setelah Buddha meninggal dunia. Bhikkhu tua itu berkata kepada para bhikkhu yang meratapi kematian Buddha, “Teman-teman, jangan bersedih, jangan meneteskan air mata sia-sia. Karena mulai sekarang kita telah bebas dari kezaliman Bhikkhu Gotama yang selalu memerintah kita, ‘Ya, ini baik bagi seorang bhikkhu’, atau ‘Tidak, ini tidak baik bagi seorang bhikkhu.’ Sekarang kita bebas melakukan apa yang kita inginkan, dan tidak melakukan apa yang tidak kita inginkan.”
Lebih jauh lagi, Yang Mulia Mahà Kassapa melihat bahwa ajaran Buddha yang terdiri dari Tiga Ajaran Baik akan lenyap dengan mudah setelah kematian sumbernya, karena bhikkhu-bhikkhu jahat tidak menghormati sabda-sabda Buddha saat Buddha tidak ada lagi, dan jumlah mereka akan terus bertambah. Baik sekali jika para bhikkhu dikumpulkan dan membacakan semua Dhamma dan Vinaya yang diwariskan oleh Buddha.
Dengan demikian, Tiga Ajaran Baik akan bertahan lama. Demikianlah Yang Mulia Mahà Kassapa merenungkan.
Kemudian ia juga teringat akan pengakuan istimewa Buddha terhadapnya. “Buddha telah bertukar jubah luar-Nya denganku. Ia telah menyatakannya kepada para bhikkhu, ‘Para bhikkhu, dalam hal berdiam dalam Jhàna Pertama, Kassapa sebanding dengan-Ku; dan seterusnya,’ demikianlah ia memuji kekuatanku dalam pencapaian Jhàna dan juga Jhàna-Jhàna yang lebih tinggi, merangkul sembilan pencapaian Jhàna dengan berdiam dalam masing-masing tingkatannya, serta lima kekuatan batin. Juga, Bhagavà sambil berdiri di angkasa, dan melambaikan tangan-Nya, menyatakan, bahwa dalam hal Pembebasan diri dari empat jenis pengikut, Kassapa tidak ada tandingannya,’ dan ‘bahwa dalam hal sikap seimbang, Kassapa berperilaku bagaikan bulan.’ Kata-kata pujian ini sungguh tidak ada bandingnya. Aku harus bertindak sesuai kemuliaan itu dengan mengadakan sidang Saÿgha untuk membacakan Dhamma dan Vinaya untuk melestarikannya.”
“Bagaikan seorang raja yang mengangkat putra tertuanya sebagai pewaris tahta, menganugerahkan perlengkapan kerajaan dan kekuasaannya kepada putranya dengan pandangan untuk melestarikan kedaulatannya, demikian pula, Bhagavà telah memujiku secara berlebihan karena melihat bahwa, aku, Kassapa, akan mampu melestarikan ajaran-Nya.”
Setelah merenungkan demikian, Yang Mulia Mahà Kassapa menceritakan kepada perkumpulan bhikkhu tersebut tentang kata-kata tidak sopan yang dilontarkan oleh Subhadda, si bhikkhu tua (seperti telah disebutkan di atas) dan mengajukan usul:
“Sekarang, teman-teman, sebelum noda-noda moral mendapatkan landasan dan menjadi gangguan bagi Dhamma, sebelum kejahatan mendapatkan landasan dan menjadi gangguan bagi Disiplin, sebelum para penganut noda-noda moral mendapatkan kekuatan, sebelum penganut Dhamma baik menjadi lemah, sebelum para penganut kejahatan mendapatkan kekuatan, sebelum penganut Disiplin menjadi lemah, marilah kita membacakan Dhamma dan Vinaya dengan suara bulat dan melestarikan-Nya.”
Mendengar usulannya itu, kumpulan bhikkhu itu berkata kepadanya, “Yang Mulia Kassapa, silakan Yang Mulia memilih para bhikkhu untuk membacakan Dhamma dan Vinaya.” Yang Mulia Mahà Kassapa kemudian memilih empat ratus sembilan puluh sembilan Arahanta yang telah menghafal Tiga Piñaka, dan kebanyakan mereka juga memiliki empat Pengetahuan Analitis, Tiga Vijjà dan Enam Kekuatan Batin, dan dinyatakan oleh Bhagavà sebagai bhikkhu terbaik.
(Pemilihan empat ratus sembilan puluh sembilan bhikkhu menunjukkan bahwa satu telah disediakan untuk Yang Mulia ânanda. Alasannya adalah bahwa pada saat itu Yang Mulia ânanda belum mencapai kesucian Arahatta, dan masih melatih diri untuk menjadi seorang Arahanta. Tanpa ânanda tidaklah mungkin mengadakan sidang karena ia telah mendengarkan semua sabda Buddha yang terdiri dari Lima Nikàya atau kumpulan, Sembilan Aïga atau bagian, dan istilah-istilah dalam Dhamma yang berjumlah delapan puluh empat ribu.
Mengapa ânanda tidak dimasukkan dalam daftar pembaca oleh Yang Mulia Mahà Kassapa? Alasannya adalah bahwa Yang Mulia Mahà Kassapa ingin menghindari kritik bahwa ia pilih kasih terhadap ânanda karena masih ada Arahanta lain yang memiliki Empat Pengetahuan Analitis seperti ânanda sedangkan ânanda masih seorang sekkha, seorang yang masih melatih diri untuk mencapai Kearahattaan.
Kritik itu mungkin terjadi, mempertimbangkan fakta bahwa Yang Mulia Mahà Kassapa dan ânanda sangat akrab. Yang Mulia Mahà Kassapa memanggil ânanda dengan sebutan ‘anak muda ini’ padahal Yang Mulia ânanda berumur hampir delapan puluh tahun dengan rambut yang sudah memutih. (Baca Kassapa Saÿyutta, Cãvara Sutta, Nidàna Vagga). Lebih jauh lagi, Yang Mulia ânanda adalah seorang pangeran Sakya dan sepupu pertama Buddha. Karena alasan itu, walaupun Yang Mulia Mahà Kassapa mengetahui bahwa ânanda pasti terlibat dalam proyek pembacaan itu, ia menunggu persetujuan umum dari kumpulan itu untuk memilih ânanda.)
Ketika Yang Mulia Mahà Kassapa memberitahu kumpulan itu bahwa ia telah memilih empat ratus sembilan puluh sembilan Arahanta untuk tujuan itu, kumpulan itu sepakat mengusulkan Yang Mulia ânanda meskipun ia masih seorang sekkha. Mereka berkata, “Yang Mulia Mahà Kassapa, walaupun Yang Mulia ânanda masih seorang sekkha, ia bukanlah seorang yang dapat salah menilai. Terlebih lagi, ia adalah bhikkhu yang paling banyak belajar dari Buddha baik dalam hal Dhamma dan Vinaya.” Kemudian Yang Mulia Mahà Kassapa memasukkan ânanda dalam daftar pembaca. Demikianlah ada lima ratus pembaca yang dipilih dengan persetujuan kumpulan itu.
Kemudian mereka mempertimbangkan lokasi pembacaan itu.