• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Sharing Dhamma ala Buddhis

Cinta Kasih

Cinta kasih adalah pengharapan agar semua makhluk, tanpa terkecuali, berbahagia. Cinta kasih menangkal niat buruk (kebencian). Sikap Cinta Kasih adalah seperti perasaan yang ada pada seorang ibu terhadap bayi yang baru dilahirkannya. Ia berharap agar anaknya beroleh kesehatan yang baik, memiliki teman-teman yang baik, pandai, dan sukses dalam segala usahanya. Pendeknya, ia berharap dengan tulus agar anaknya berbahagia. Kita dapat memiliki sikap Cinta Kasih yang sama kepada seorang teman atau orang lain di kelas, komunitas, atau negara kita.

Cinta Kasih yang meluas dalam contoh di atas terbatas pada orang-orang yang mana kita masih memiliki keterikatan atau kepedulian. Akan tetapi, meditasi Cinta Kasih menuntut kita untuk meluaskan Cinta Kasih bukan hanya kepada orang-orang yang kita merasa dekat, tetapi juga kepada orang-orang yang hanya kita kenal sekilas atau bahkan tidak kita kenal sama sekali. Akhirnya, Cinta Kasih kita diperluas meliputi semua makhluk di seluruh alam kehidupan. Hanya dengan begitulah sikap Cinta Kasih universal yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari bisa mencapai tataran yang luhur atau tak terbatas.
 
Welas Asih

Welas Asih atau Belas Kasihan adalah pengharapan agar semua makhluk hidup terbebas dari penderitaan. Ini adalah kehendak dan kemampuan untuk membebaskan dan mengubah penderitaan dan meringankan kesengsaraan ketika menghadapi kekejaman. Ketika seorang ibu, misalnya, melihat anaknya sakit serius, secara alami ia akan tergerak oleh rasa Welas Asih dan berharap dengan sungguh-sungguh dan bertindak sedemikian rupa supaya anaknya dapat terbebas dari penderitaan akibat penyakitnya. Begitu pula, kebanyakan orang telah mengalami perasaan Welas Asih ketika menyaksikan penderitaan kerabatnya, teman sekolahnya, bahkan hewan peliharaannya. Welas Asih harus melampaui batas-batas kelompok atau individu yang kita cintai atau pedulikan. Welas Asih harus diperluas meliputi semua makhluk hidup di segenap alam kehidupan agar menjadi tak terbatas.
 
Kegembiraan Simpatik

Kegembiraan Simpatik adalah sikap ikut bergembira akan kebahagiaan dan kebajikan semua makhluk hidup. Sikap ini berlawanan dengan iri hati dan mengurangi keterpusatan pada diri sendiri.

Kegembiraan Simpatik dapat dialami oleh seorang ibu yang bersukacita karena anaknya sukses dan bahagia dalam hidupnya. Demikian pula, hampir setiap orang pada suatu saat pernah mengalami perasaan sukacita atas nasib baik temannya. Hal-hal ini merupakan bentuk-bentuk Kegembiraan Simpatik pada umumnya. Dengan melakukan meditasi Kegembiraan Simpatik, kita memancarkan sukacita kepada semua makhluk dan tidak hanya kepada orang-orang yang dicintai. Hanya dengan demikian kita mengalami Kegembiraan Simpatik sebagai suatu keadaan pikiran yang luhur dan tak terbatas.
 
Keseimbangan Batin

Keseimbangan Batin adalah sikap menganggap semua makhluk hidup adalah setara, terlepas dari hubungan mereka dengan diri sendiri. Keseimbangan Batin menetralkan ketamakan dan kebencian, Keseimbangan Batin tidak dingin atau tidak acuh-Keseimbangan Batin adalah kasih yang tidak terbagi dan tanpa prasangka.

Ketika seorang anak yang bertumbuh dewasa tinggal bersama keluarganya, ia mulai menjalani kehidupan yang mandiri dan bertanggung jawab kepada diri sendiri. Meskipun ibunya masih memiliki perasaan Cinta Kasih, Welas Asih, dan Kegembiraan Simpatik kepadanya, ketiga perasaan tersebut sekarang tergabung dengan sebuah perasaan baru akan Keseimbangan Batin. Sang ibu mengenali posisi baru anaknya dalam kehidupannya yang mandiri dan bertanggung jawab, dan tidak mengikat dia erat-erat.

Bagaimanapun juga, untuk mencapai keadaan pikiran yang luhur, sikap Keseimbangan Batin harus diperluas mencakup semua makhluk. Untuk melakukan hal ini, kita perlu ingat bahwa hubungan kita dengan para keluarga, teman, bahkan orang yang memusuhi adalah akibat dari karma lampau kita. Dengan demikian, seyogianya kita tidak melekat erat pada keluarga dan teman sementara memandang yang lain dengan tak acuh atau kebencian. Lebih jauh, keluarga dan teman kita dalam kehidupan sekarang mungkin pernah menjadi lawan dalam suatu kehidupan lampau dan mungkin menjadi lawan lagi pada kehidupan yang akan datang, sedangkan lawan kita dalam kehidupan sekarang bisa jadi adalah keluarga dan teman kita dalam suatu kehidupan lampau, dan mungkin akan menjadi keluarga dan teman kita lagi dalam kehidupan yang akan datang.
 
Musabab yang Saling Bergantung

Buddha sering mengajarkan perihal Musabab yang Saling Bergantung. Melalui pemahaman tentang Musabab yang Saling Bergantung, Buddha mencapai Pencerahan. Buddha berkata, "Sungguh dalam, Musabab yang Saling Bergantung ini. Dikarenakan tidak menyadari prinsip inilah, semuanya jadi ruwet seperti sebuah bola benang, tak mampu menghentikan penderitaan dan Kelahiran Berulang."
Hukum Musabab yang Saling Bergantung

Dasar Musabab yang Saling Bergantung adalah bahwa kehidupan dan dunia ini dibangun oleh serangkaian hubungan, yang mana kemunculan dan lenyapnya suatu faktor tergantung pada beberapa faktor lain yang mengondisikannya:
Bila ini ada, itu ada.
Ini muncul, itu muncul.
Bila ini tidak ada, itu tidak ada.
Ini lenyap, itu lenyap.

"Ini" + Kondisi Tertentu = "Itu"

Pada prinsip ketergantungan dan relativitas, terletak kemunculan, keberlanjutan, dan kelenyapan berbagai keberadaan. Hal ini dinamakan Hukum Musabab yang Saling Bergantung. Di sini ditekankan bahwa segala fenomena di alam semesta merupakan keadaan yang terkondisi secara relatif dan tidak muncul sendiri tanpa kondisi-kondisi yang mendukung. Suatu fenomena muncul karena adanya kombinasi dari berbagai kondisi yang mendukung kemunculan fenomena itu. Fenomena tersebut akan lenyap jika kondisi dan komponen pendukung kemunculannya telah berubah dan tidak dapat menopangnya lagi. Keberadaan kondisi-kondisi pendukung ini juga tergantung pada faktor-faktor lain untuk kemunculan, keberlanjutan, kelenyapan, dan kemungkinan kemunculannya kembali. Dalam hal ini, segala sesuatu adalah sunya (mempunyai karakteristik kekosongan) dari suatu sifat diri yang terpisah. Hukum ini juga menjelaskan bagaimana Kelahiran Berulang bisa terjadi.
 
Sebuah Contoh Musabab yang Saling Bergantung

Untuk menggambarkan sifat saling bergantungnya segala sesuatu di sekitar kita, kita umpamakan sebuah lampu minyak. Nyala api dalam sebuah lampu minyak tergantung pada udara, minyak, panas, dan sumbu. Ketika semua faktor ini ada, api akan menyala. Jika salah satu atau lebih dari faktor-faktor ini tidak ada, nyala api akan padam. Demikianlah, kemunculan semua fenomena tergantung pada sejumlah faktor penyebabnya, tidak berdiri sendiri. Inilah prinsip Musabab yang Saling Bergantung.
Musabab yang Saling Bergantung dan Relativitas

Hukum Musabab yang Saling Bergantung adalah cara yang realistik untuk memahami alam semesta. Kenyataan bahwa segala sesuatu tak lebih dari serangkaian hubungan yang kompleks, konsisten dengan pandangan ilmiah modern (seperti Teori Relativitas Einstein dan Teori Kuantum). Karena segala sesuatu adalah terkondisi, relatif, dan saling tergantung, di dunia ini tidak ada sesuatu yang bisa dipandang sebagai sebuah sosok yang permanen dengan identitas yang permanen pula. Segala sesuatu adalah seperti apa adanya, hanyalah terkondisi oleh hal-hal lainnya.

Sebagai contoh, seseorang tidak dapat dengan sendirinya atau begitu saja menjadi seorang ayah-dia menjadi ayah karena hubungannya dengan anaknya. Seseorang yang menjadi ayah bagi anaknya, juga menjadi anak bagi ayahnya. Identitasnya bersifat relatif dan tergantung pada hubungannya dengan orang lain. Istilah-istilah seperti panjang dan pendek, tinggi dan rendah, ayah dan anak, dan sebagainya bersifat relatif dan hanya akan berarti dalam kaitannya dengan yang lain. Relativitas berarti bahwa dikarenakan setiap hal tidak ada secara mandiri, dengan sendirinya hal itu tidak memiliki suatu sifat yang ajek secara intrinsik.

Dunia ini dibangun oleh sekumpulan hubungan yang saling terkait, namun lumrahnya pikiran kita menciptakan gambaran-gambaran semu akan kekekalan suatu hal dikarenakan kegelapan batin dan nafsu kita. Sebagai contoh, sudah lazim bagi kita untuk melekat pada apa yang kita anggap cantik dan kita sukai, serta menolak apa yang buruk dan tidak kita sukai. Karena takluk oleh kekuatan ketamakan dan kebencian, kita disesatkan oleh kegelapan batin. Kita tidak menyadari bahwa ini semua sesungguhnya tidak nyata. Seperti sebuah bola api yang diputar dengan cepat, pada suatu momen dapat menciptakan ilusi sebuah lingkaran cahaya.
 
Sebuah Percakapan Menarik Tentang Musabab yang Saling Bergantung

Cuplikan berikut ini disunting dari sebuah ceramah Dharma di National University of Singapore Buddhist Society. (YM: Yang Mulia Thubten Chodron; PM: Pemirsa)

Di Mana Biskuitnya?

YM: (Memegang sebuah biskuit) Sebuah biskuit kelihatan seperti biskuit nyata karena ada beberapa "sifat biskuit" padanya-sepertinya biskuit ini eksis betulan, terpisah dari pemikiran kita. Jika biskuit ini benar-benar ada seperti itu, lalu ketika kita menganalisis dan mencari apa sebenarnya biskuit ini, kita seharusnya mampu menemukannya. (Biskuit tersebut dipatahkan dan sepotong diperlihatkan ke pemirsa). Apakah potongan ini sebuah biskuit?

PM: Ya.

YM: (Mengangkat potongan lainnya) Apakah ini biskuit?

PM: Ya.

YM: (Meremukkan potongan biskuit) Apa ini sekarang?

PM: Remah-remah.

YM: Jadi sekarang tidak ada lagi biskuit? Apa yang terjadi pada biskuit yang kita lihat sebelumnya? Jika biskuit itu memiliki sifat kebiskuitan di dalamnya, di manakah sifat itu sekarang? Apa yang kita punyai sekarang adalah atom dan molekul yang sama dengan sebelumnya, tetapi sekarang kita menyebutnya remah-remah, bukan biskuit!

Jika ada biskuit yang intrinsik di sana, kita seharusnya mampu menemukannya, entah di antara bagian-bagiannya ataupun terpisah dari bagian-bagiannya-tetapi ia tidak ada di mana pun. Ini berarti tidak ada biskuit yang intrinsik sejak awalnya.

PM : Sebuah biskuit adalah kumpulan atom dan molekul. Biskuit merupakan kesemua bagiannya yang menjadi satu.

YM : Namun suatu kumpulan hanyalah sekelompok dari bagian-bagiannya. Jika tidak ada satu bagian pun yang memang dengan sendirinya adalah sebuah biskuit, bagaimana mungkin beberapa bagian yang bersatu itu lantas menjadi sebuah biskuit yang berdiri sendiri dengan sifat kebiskuitannya? Jika Anda mengumpulkan serangga yang bukan kupu-kupu, misalnya belalang, apakah itu akan membentuk seekor kupu-kupu? Bagaimana mungkin sekelompok non-biskuit atau remah-remah bisa membentuk sebuah biskuit yang nyata?

PM: Kalau begitu tidak ada biskuit sama sekali? Lalu apa yang saya makan ini?

YM: Apa yang tengah kita bahas adalah biskuit yang tidak tergantung pada bagian-bagian penyusunnya. Biskuit yang nyata berdiri sendiri tidak dapat ditemukan karena ia memang tidak ada. Tetapi biskuit yang keberadaannya tergantung pada hal-hal lain, itu ada! Apa yang Anda makan masih tetap sebuah biskuit!

Biskuit ada karena sekumpulan atom dan molekul bersatu dalam pola tertentu. Pikiran kita melihatnya dan mencerapnya sebagai sebuah benda dan menyebutnya biskuit-benda itu menjadi biskuit karena kita semua telah memahaminya dengan cara yang senada dan setuju, dengan kesepakatan bersama, untuk menyebutnya "biskuit".

Biskuit itu ada bergantung pada faktor-faktor penyebab dan kondisinya: tepung, air, pembuat roti, dan sebagainya. Ia bergantung pada pikiran kita mencerapnya sebagai suatu benda dan menamakannya "biskuit". Terpisah dari biskuit yang keberadaannya bergantung pada faktor lain, tidak ada lagi biskuit yang lain. Jadi benda ini sunya atau kosong dari sifat biskuit yang intrinsik dan terpisah. Ia ada, tetapi tidak sama dengan cara kita melihatnya. Ia tampaknya berdiri sendiri, padahal sebenarnya tidak demikian.
 
Di Manakah Diri Itu?

YM: Hal yang sama juga berlaku bagi "diri" atau "aku". Ingat saat Anda sedang marah. Bagaimana "aku" muncul kemudian? Ia tampak sangat solid-seolah-olah ada aku yang nyata yang sedang dihina orang lain. "Aku" itu merasa nyata, seakan berdiri sendiri, tetapi masih di suatu tempat di dalam batin dan badan kita. Kita menjadi marah untuk mempertahankan "aku" yang tampak begitu nyata. Jika "aku" yang solid dan berdiri sendiri itu ada sebagaimana tampak oleh kita, kita harus mampu menemukannya, entah di dalam batin
atau badan kita, ataupun terpisah dari mereka. Tidak ada tempat lain di mana "aku" dapat berada. Mari kita lihat, apakah "Anda" adalah badan Anda?

PM: Ya.

YM: Bagian mana dari badan Anda yang merupakan "Anda"? Apakah "Anda" lengan Anda? Dada Anda? Ujung kaki Anda? Otak Anda? Jelas bahwa kita bukan bagian apa pun dari badan kita. Mari kita coba lagi. Apakah "Anda" adalah batin Anda?

PM: Mestinya demikian.

YM: Batin yang manakah "Anda"? Apakah "Anda" adalah kesadaran penglihatan Anda? Kesadaran pendengaran Anda? Kesadaran batin Anda? Apakah Anda adalah suatu perangai tertentu? Jika Anda adalah sifat marah Anda, kelau begitu Anda akan selalu marah!

PM: "Aku" adalah yang pergi dari satu kehidupan ke kehidupan selanjutnya.

YM: Tetapi, apa yang pergi dari satu kehidupan ke kehidupan selanjutnya terus-menerus berubah. Dapatkah Anda menunjukkan suatu momen pikiran Anda yang telah menjadi dan selalu akan menjadi "Anda"? Apakah Anda adalah pikiran yang kemarin? Pikiran hari ini? Ataukah pikiran besok?

PM: "Aku" adalah mereka semua.

YM: Namun itu merupakan kumpulan bagian-bagian, yang tak satu pun merupakan "aku". Menyebutnya sebagai "aku" adalah seperti menyebut kumpulan belalang sebagai seekor kupu-kupu. Bisa jadi Anda benar-benar terpisah dari batin dan badan Anda. Kalau benar begitu, dapatkah Anda membawa pergi batin dan badan Anda sementara "Anda" ("aku") tetap tinggal terpisah? Jika "aku" terpisah dari batin dan badan, batin dan badan saya bisa di sini dan "aku" bisa berada di seberang ruangan sana. Mungkinkah itu?

"Aku" atau "diri" tidak berdiri terlepas dari batin dan badan. Dia bukan batin dan dia bukan badan; bukan pula gabungan batin dan badan. Dengan kata lain, "aku" yang solid yang kita rasakan ketika kita marah ini, tidak ada. Inilah yang dimaksud dengan "tiada diri": tidak ada diri yang mutlak eksis atau terpisah keberadaannya. Ini tidak berarti bahwa "aku" ini tidak ada sama sekali. Yang kita tiadakan adalah keberadaannya yang kekal dan lepas terpisah. Secara konvensional, keberadaan "aku" yang marah itu ada, tetapi "aku" itu tidak eksis secara terpisah.

"Aku" bergantung pada sebab-sebab dan kondisi-kondisi: bertemunya sperma dan sel telur orang tua kita, kesadaran kita dari kehidupan sebelumnya, dan lain-lain. "Aku" juga bergantung pada bagian-bagian penyusunnya: batin dan badan kita. "Aku" juga bergantung pada konsep dan penamaan, yaitu dengan bergabungnya batin dan badan kita, kita mencerap seseorang dan menamainya "aku". Kita ada hanya karena "diberi label" dengan dasar penyusunnya-batin dan badan kita.
Bagaimana Pemahaman Tentang Musabab yang Saling Bergantung Dapat Membantu Kita?

PM: Bagaimana pemahaman tentang kaidah ini dapat membantu kita?

YM: Ketika kita menyadari Kesunyaan, kita mampu melihat bahwa tidak ada sosok nyata yang marah. Tidak ada sosok nyata yang perlu dipertahankan reputasinya. Tidak ada seseorang atau sebuah objek indah yang berdiri sendiri, yang harus kita miliki. Dengan menyadari Kesunyaan, kemelekatan kita, kemarahan, iri hati, kesombongan, dan sifat-sifat tak terpuji lainnya akan musnah, karena tidak ada sosok nyata yang mutlak harus dilindungi dan tidak ada objek nyata yang mutlak harus dilekati.

Ini tidak berarti kita menjadi lembam dan tidak bergairah, dengan berpikiran, "Tidak ada aku yang nyata, tidak ada tujuan yang nyata, lalu buat apa repot-repot berbuat ini dan itu?" Menyadari ketiadaan diri (Kesunyaan) memberikan kita ruang gerak yang luas. Alih-alih menghabis-habiskan energi untuk kemelekatan, amarah, dan kegelapan batin, kita bebas menggunakan Kebijaksanaan dan Welas Asih kita yang besar, dengan berbagai cara untuk membantu makhluk lain.
 
Kesunyaan

Kesunyaan (Sanskerta: sunyata), yang merupakan salah satu kebenaran yang paling mendalam di dalam ajaran Buddha, sering disalahpahami. Sunya adalah istilah yang paling tepat, meskipun tidak pas diterjemahkan sebagai 'kekosongan'. Kesunyaan merupakan kebenaran praktis yang sangat membantu kita dalam kehidupan sehari-hari.

Contoh-Contoh Kesunyaan

Sebuah analogi untuk menjelaskan Kesunyaan adalah sebuah sungai. Sebuah sungai tidak sungguh-sungguh eksis karena sungai itu merupakan banyak arus air yang datang dan pergi, yang merupakan penyusunnya. Setiap arus ini tidak substansial, masing-masing tersusun dari kumpulan arus-arus yang lebih kecil lagi di dalamnya. Tidak ada sungai yang substansial atau "riil"-yang ada hanya aliran. Kita mengatakan bahwa sungai itu kosong dari sifat nyata yang pasti-inilah Kesunyaan. Segala sesuatu di alam semesta (fenomena fisik dan mental) menunjukkan karakteristik Kesunyaan.

Contoh lain adalah sebuah air terjun. Sebuah air terjun yang dilihat dari jauh tampak seperti ujud utuh helaian yang berkilau. Namun, ketika diamati lebih dekat, kita melihat dengan jelas bahwa "helaian" itu tak lain adalah sebuah arus air yang mengalir secara sinambung. Pada hakikatnya, tidak ada "air terjun" yang riil-yang ada hanyalah tetes air yang terjun.
 
Dua Sisi Kesunyaan

Berikut adalah sebuah ungkapan yang berguna untuk mengingat konsep pokok Kesunyaan:

Kesunyaan menerima Keberadaan dari Keberadaan;
Kesunyaan menolak Inti Diri dalam Keberadaan.

Ini berarti bahwa Kesunyaan TIDAK menyangkal keberadaan segala sesuatu, tetapi menyangkal adanya suatu diri yang tetap dan tidak berubah di dalam atau di balik segala sesuatu.

Kembali memakai perumpamaan sebuah sungai, kita dapat mengatakan bahwa keberadaan sebuah sungai (yang tersusun dari banyak arus kecil) tergantung pada atau terkondisi oleh arus-arus kecil tersebut-ini menjelaskan aspek pertama dari ungkapan di atas. Karena sungai terus mengalir (terus mengalami perubahan), kita mengatakan bahwa sungai tidak eksis secara bebas lepas atau tidak terkondisi (karena ia tidak memiliki hakikat atau diri yang tidak mengalami perubahan)-ini menjelaskan aspek kedua dari ungkapan di atas.
 
Kesunyaan dan Jalan Tengah

Kedua aspek Kesunyaan di atas harus disadari secara bersama karena keduanya secara bersama-sama menunjukkan Jalan Tengah yang mengatasi segala ekstrem.

Menyadari aspek Kesunyaan pertama tanpa menyadari aspek yang kedua dapat menyebabkan kita menjadi serakah dan mementingkan diri sendiri, secara keliru percaya bahwa segala kenikmatan dan materi adalah "nyata" dan abadi.

Menyadari aspek kedua tanpa menyadari aspek yang pertama dapat membuat kita menjadi pesimistik, pasif, atau amoral, berpandangan salah bahwa tidak ada apa pun yang layak diperjuangkan karena segala sesuatu itu hampa dan tak berarti.

Karena itu, sangatlah penting untuk melihat kedua aspek ini secara bersama untuk difungsikan dengan Kebijaksanaan dalam suatu cara yang seimbang dalam kehidupan sehari-hari. Kita harus belajar memandang segala sesuatu sebagaimana adanya sembari mengetahui sifat sejati keberadaan mereka. Seseorang yang menyadari Kesunyaan dapat hidup dengan positif dalam ketenteraman dan kebebasan, menghargai segala sesuatu tanpa kemelekatan.
 
Kesunyaan Bukan Berarti Tidak Ada Apa-Apa

Kesunyaan TIDAK berarti kehampaan fisik atau mental-ini adalah kaidah keterbukaan total dan kemungkinan-kemungkinan tanpa batas. Kesunyaan, bagaikan langit luas nan cerah yang membiarkan awan-awan, burung-burung, pesawat-pesawat terbang, dan lain-lain datang dan pergi, membiarkan segala fenomena terjadi di dalamnya. Dengan demikian, Kesunyaan jauh melampaui segala sesuatu yang dapat dicerap oleh makhluk yang belum tercerahkan. Karena Kesunyaan, segala sesuatu-termasuk kita-dapat terus berubah ke arah yang lebih baik. Apa pun dapat berubah menjadi sesuatu yang lain jika ada perpaduan sebab dan kondisi yang tepat. Demikian pula, siapa saja dapat menjadi tercerahkan jika dia berkembang secara spiritual. Dengan demikian, Kesunyaan merupakan ajaran yang penuh harapan.
 
Kesunyaan Mental dan Materi

Kesunyaan berlaku untuk semua entitas fisik/materi. Jauh lebih halus lagi, Kesunyaan juga berlaku untuk semua entitas mental (keadaan pikiran). Dalam pemeriksaan yang terperinci, semua entitas fisik hanyalah fluktuasi molekul, atom, elektron, netron, proton, partikel, partikel sub-atom, dan energi yang tiada hentinya. Semua hanyalah manifestasi energi yang tiada batasnya.

Dalam pemeriksaan yang terperinci, semua entitas mental hanyalah proses-proses yang berubah dengan hampir tidak kentara sepanjang waktu. Misalnya, kita tahu bahwa kita memiliki gagasan, tetapi bagaimana suatu gagasan mengalir dari satu gagasan ke gagasan yang lain adalah hal yang paling tidak kentara bagi pikiran yang tidak terlatih.
 
Pesona Kesunyaan

Segala sesuatu semata-mata adalah seperti apa yang tampak, di balik itu... tidak ada "apa-apa".

Di depan kita ada segala sesuatu, tetapi di belakang segala sesuatu itu tidak ada sesuatu yang substansial (karena semuanya adalah perubahan abadi). Namun segala sesuatu yang ada di sini sesungguhnya ADA di sini! Dan "ketiadaan" di balik mereka sesungguhnya ADA di sini, sekaligus di tempat dan waktu yang sama!

Segala sesuatu adalah sama, sekaligus berbeda.

Segala sesuatu adalah sama dalam pengertian bahwa semuanya sama-sama kosong. Bagaimanapun juga, segala sesuatu jelas berbeda karena mereka bermanifestasi dalam berbagai bentuk yang tak terhingga banyaknya. "Segala sesuatu" juga merujuk pada semua kepemilikan kita, keluarga, kesehatan, kekayaan, ketenaran, dan lain-lain.

Sebagaimana dalam perumpamaan sungai, sungai adalah di sini sekaligus tidak di sini pada tempat dan saat yang sama. Hal ini berlaku untuk segala sesuatu. Seluruh jagad raya yang kita ketahui adalah "nyata tapi tidak nyata" pada saat yang sama. Ini adalah "tipuan sulap" yang terhebat, yang mana orang yang belum tercerahkan tidak mampu melihatnya, sehingga terpikat padanya.
 
Manfaat Menyadari Kesunyaan

Kegelapan batin kita melihat ilusi sebagai sesuatu yang "begitu nyata". Kita melihat perubahan yang terus-menerus sebagai sesuatu yang tidak berubah dan menjadi melekat pada hal-hal yang tidak substansial. Ketidak-mampuan melihat ketidak-nyataan diri menciptakan penderitaan yang terpusat di sekitar pandangan kita yang salah tentang diri. Tidak ada petunjuk tentang suatu diri yang kekal di dalam segala sesuatu, baik fisik maupun mental. Tidak ada "saya, kamu, milik saya, milik kamu...". Jika diri disadari sebagai kosong dan tidak nyata, segala perbedaan yang bertentangan akan sirna, semuanya tampak sebagaimana adanya dalam realitas mereka yang telanjang tanpa label-label kosong, penghakiman, atau prasangka.

Kemampuan menerapkan Kesunyaan dalam kehidupan sehari-hari membawa kemudahan dan kebahagiaan yang tak terkira karena kita menjadi terbebaskan dari belenggu kemelekatan. Menyadari Kesunyaan adalah mencapai Kebijaksanaan tentang ketiadaan diri (melihat hakikat tiada inti diri dalam segala sesuatu). Berfungsinya ketiadaan inti diri adalah Welas Asih. Jadi, Kebijaksanaan sejati adalah Welas Asih dan Welas Asih sejati adalah Bijaksana-keduanya saling berkaitan. Kesempurnaan Kebijaksanaan dan Welas Asih membentuk puncak ganda pengembangan spiritual atau Pencerahan.

Jika kita membiasakan diri kita dengan Kesunyaan, secara berangsur-angsur kita membuka pikiran kita dan membebaskan diri kita dari belenggu ketidaktahuan yang memahami realita secara salah. Pada waktunya, kita akan mengenyahkan segala kegelapan batin, kemarahan, kemelekatan, keangkuhan, iri hati, dan sikap-sikap negatif lainnya dari pikiran kita. Dengan berbuat demikian, kita tidak lagi menciptakan tindakan-tindakan merusak yang termotivasi oleh semua ketidakbaikan itu. Selanjutnya kita akan terbebaskan dari semua masalah. Dengan kata lain, menyadari Kesunyaan mendatangkan Kebahagiaan Sejati.

Sebagai rangkuman, sebuah penerapan praktis Kesunyaan dalam kehidupan sehari-hari adalah:

Hargailah segala sesuatu (pada saat ini)
karena semuanya adalah sementara;
Janganlah melekat pada segala sesuatu (pada saat ini)
karena semuanya adalah sementara.
 
Ketuhanan dalam Ajaran Buddha
Yang Tak Terkondisi

Buddha telah mencapai Pencerahan Sempurna, dengan demikian Buddha menghayati dan memahami Ketuhanan dengan sempurna pula. Buddha bersabda bahwa ada Yang Tidak Terlahir, Yang Tidak Terjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak (Udana VIII:3). Yang Mutlak itu Esa adanya, disebut Asamkhata-Dharma, Dharma Yang Absolut, Yang Tak Terkondisi. Dengan adanya Yang Mutlak, Yang Tak Terkondisi, maka manusia yang terkondisi (samkhata) dapat mencapai kebebasan mutlak dari lingkaran kehidupan-kematian (samsara).

Ketuhanan Yang Maha Esa dapat dihayati melalui hukum-hukum Dharma yang berlaku di alam semesta. Hal ini ibarat udara. Apakah udara itu ada? Ya, tentu saja. Akan tetapi, mana udara itu? Bisakah dipegang? Bisakah dilihat? Bisakah didengar? Tentu saja tidak. Walau demikian, kita bisa memastikan bahwa udara itu ada dari gejala-gejalanya, seperti nyiur yang melambai, asap yang bergerak, debu yang beterbangan, dan lain-lain.

Dengan adanya hukum-hukum Dharma, unsur imanen dari Ketuhanan Yang Maha Esa tidak lenyap sama sekali, namun ajaran Buddha menekankan unsur transenden dari Ketuhanan Yang Maha Esa. Semua yang bersifat transenden adalah tidak terkonsepkan. Mereka harus dipahami secara langsung (intuitif) melalui pencerahan, bukan melalui konsep. Akan tetapi, hal itu sulit dilakukan. Karena kesulitan itu, ada yang berusaha memahami dengan pendekatan konseptual. Tidak terelakkan, ketika manusia berbicara mengenai konsep Ketuhanan, diperlukanlah nama. Salah satu nama yang digunakan dalam ajaran Buddha adalah "Adi-Buddha". Dalam kitab-kitab Buddhis berbahasa Kawi (Jawa Kuno), nama-nama lain dari Adi-Buddha adalah Advaya, Diwarupa, dan Mahavairocana. Sebutan lain Adi-Buddha adalah Vajradhara (Tibet-Kargyu dan Gelug), Samantabhadra (Tibet-Nyingma), dan Adinatha (Nepal).

Adi-Buddha merupakan Realitas Absolut atau Kebenaran Mutlak, bukan suatu personifikasi. Adi-Buddha tak lain adalah Dhammakaya, Tubuh Dharma Yang Absolut. Dhammakaya bersifat kekal, meliputi segalanya, tidak terbatasi oleh ruang dan waktu, ada dengan sendirinya, bebas dari pasangan yang berlawanan, bebas dari pertalian sebab-akibat.

Konsep Ketuhanan menurut ajaran Buddha ini perlu dipahami dengan benar, mengingat masih banyak yang mencampuradukkan dengan konsep Ketuhanan menurut agama-agama lain.
 
Keyakinan Umat Buddha

Pengikut Buddha yakin bahwa setiap makhluk hidup adalah bernilai dan penting, setiap makhluk memiliki potensi untuk mencapai ke-Buddha-an-tingkat kesempurnaan suatu makhluk. Pengikut Buddha yakin bahwa setiap orang akan mampu mengatasi kegelapan batin, serta melihat segala sesuatu sebagaimana adanya; kebencian, keserakahan, dan kejahatan dapat digantikan oleh cinta kasih, kemurahan hati, dan kebajikan. Semua ini ada dalam jangkauan setiap orang jika kita mau berusaha, mengendalikan diri, bersemangat, dan meneladani jejak Buddha. Seperti yang dikatakan-Nya dalam Dhammapada 165:

Oleh diri sendiri kejahatan dilakukan,
oleh diri sendiri pula seseorang ternoda.
Oleh diri sendiri kejahatan tak dilakukan,
oleh diri sendiri pula seseorang menjadi suci.

Suci atau tidak suci tergantung diri sendiri,
tak seorang pun dapat menyucikan orang lain.
Kita sendirilah yang harus menjalaninya,
para Buddha hanyalah penunjuk jalan.
 
Meditasi

Meditasi adalah pengembangan Batin. Melalui meditasi, batin dan seluruh kehidupan kita bertumbuh secara spiritual-karena kesadaran kita menjadi semakin berkembang. Kita menjadi semakin sadar akan diri kita, orang lain, dan lingkungan kita, dan akhirnya menyadari realitas itu sendiri. Kesadaran yang meningkat ini membantu kita untuk berurusan dengan situasi kehidupan sehari-hari dengan lebih tenang dan bijak.

Meditasi sebagaimana dialami dan diajarkan oleh Buddha memiliki dua aspek: Ketenangan (Konsentrasi) dan Pandangan Cerah (Kebijaksanaan). Karena pikiran menjadi semakin tenang, dan kesadaran kita menjadi semakin jernih, kita mulai memperoleh "kilatan" pandangan cerah akan sifat sejati segala sesuatu-yang membangkitkan Kebijaksanaan. Karena Ketenangan dan Pandangan Cerah berjalan bergandengan, meditasi menjadi lengkap hanya setelah kita mencapai Ketenangan dan Pandangan Cerah.
 
Bagaimana Meditasi Dapat Membantu Kita?

Dengan membangun kebiasaan pikiran yang baik dalam meditasi, tingkah laku kita dalam kehidupan sehari-hari berangsur-angsur berubah. Dengan redanya sifat pemarah, kita akan mampu membuat keputusan yang lebih baik dan kita menjadi semakin jauh dari ketidakpuasan dan kegelisahan. Hasil-hasil meditasi ini dapat dialami saat ini juga. Namun, kita harus selalu mencoba untuk memiliki motivasi bermeditasi dengan cakupan yang lebih luas dan lebih jauh daripada sekadar demi kebahagiaan kita sendiri pada saat ini. Kita dapat membangkitkan motivasi untuk bermeditasi dalam rangka membuat persiapan untuk kehidupan-kehidupan yang akan datang, atau untuk mencapai kebebasan dari siklus berbagai masalah, atau untuk mencapai Pencerahan penuh demi kepentingan semua makhluk.
 
Apakah Meditasi Penting Bagi Kita?

Menjalankan latihan meditasi secara teratur adalah sangat bermanfaat, bahkan jika latihan itu hanya berlangsung sejenak saja setiap harinya. Tidaklah tepat untuk berpikir, "Aku ini orang kerja. Hari-hariku begitu sibuk dengan karier, keluarga, dan tanggung jawab sosial, sehingga saya tidak dapat bermeditasi." Jika meditasi itu sangat bermanfaat bagi kita, kita seharusnya menyisihkan waktu untuknya. Bahkan jika kita tidak bermeditasi, penting sekali menyisihkan suatu waktu hening untuk kita sendiri setiap hari-suatu waktu untuk merenungkan apa yang kita lakukan dan mengapa, atau belajar mengenai Dharma.

Adalah sangat penting bahwa kita belajar menyayangi diri kita dan bahagia dalam kesendirian. Menyisihkan sejenak waktu hening, pada pagi hari sebelum memulai kegiatan harian atau pada penghujung hari, adalah perlu-khususnya di masyarakat modern di mana setiap orang begitu sibuk. Kita selalu punya waktu untuk memberi makanan kepada badan kita; kita tidak pernah melewatkan makanan karena kita memandang hal itu penting. Demikian pula, kita semestinya menyediakan waktu untuk memberikan makanan kepada batin kita, karena batin pun begitu penting. Di atas semua itu, bukan badan kita, tetapi batin kitalah yang berlanjut dalam kehidupan yang akan datang. Mempraktikkan Dharma bermanfaat bagi sesama dan diri kita sendiri. Karena Dharma menjabarkan bagaimana menciptakan sebab bagi Kebahagiaan Sejati, dan karena kita semua mendambakan Kebahagiaan Sejati, sudah semestinya kita mempraktikkan Dharma semampu-mampunya kita.
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.