• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Sharing Dhamma ala Buddhis

m3tt4

IndoForum Beginner E
No. Urut
103936
Sejak
31 Agt 2010
Pesan
431
Nilai reaksi
10
Poin
18
Bagaimana Mencari Kebenaran
Sebuah rangkuman dari Kalama Sutta (Dasar Penyelidikan Bebas), sebuah panduan untuk mencari Kebenaran secara bijaksana, sebagaimana diajarkan oleh Buddha:

Semasa hidup-Nya, Buddha pernah datang ke desa yang dihuni oleh orang-orang Kalama. Suku Kalama termasuk kelompok orang yang paling cerdas dan cendekia di India. Mereka pergi untuk bertanya kepada Buddha, "Bagaimana kami tahu bahwa apa yang Anda ajarkan itu benar? Semua guru spiritual lain (ada lebih dari 60 kepercayaan agama pada masa itu) datang menyatakan bahwa hanya apa yang mereka ajarkan sajalah yang benar, bahwa semua ajaran lain tidaklah benar."

Menanggapi hal tersebut, Buddha tersenyum lembut dan menjawab:

1. Janganlah percaya begitu saja pada apa yang kalian dengar hanya karena kalian telah mendengar hal itu sejak lama.
2. Janganlah mengikuti tradisi secara membuta hanya karena hal itu telah dipraktikkan sedemikian secara turun-temurun.
3. Janganlah cepat terpancing desas-desus.
4. Janganlah meyakini segala sesuatu hanya karena hal itu sesuai dengan kitab suci kalian.
5. Janganlah membuat asumsi-asumsi secara bodoh.
6. Janganlah tergesa-gesa menarik kesimpulan berdasarkan apa yang kalian lihat dan dengar.
7. Janganlah terkecoh oleh penampakan-penampakan luar.
8. Janganlah berpegang kuat pada pandangan atau gagasan apa pun hanya karena kalian menyukainya.
9. Janganlah menerima segala sesuatu yang kalian pandang masuk akal sebagai fakta.
10. Janganlah meyakini segala sesuatu hanya karena rasa hormat dan segan kepada guru-guru spiritual kalian.

Seyogianya kalian bisa mengatasi pendapat dan kepercayaan. Kalian bisa menolak segala sesuatu yang mana jika diterima dan dijalankan menyebabkan meningkatnya kemarahan (kebencian), keserakahan (nafsu keinginan), dan kegelapan batin (pandangan salah). Pengetahuan bahwa kalian marah, serakah, atau gelap batin tidak bergantung pada kepercayaan atau pendapat. Ingatlah bahwa kemarahan, keserakahan, dan kegelapan batin merupakan hal-hal yang tercela di seluruh dunia. Mereka tidak bermanfaat dan semestinya dihindari.

Sebaliknya, kalian bisa menerima segala sesuatu yang mana jika diterima dan dijalankan membawa pada Cinta Kasih tanpa syarat, kebercukupan, dan Kebijaksanaan. Hal-hal ini memungkinkan kalian pada setiap waktu dan tempat untuk mengembangkan pikiran yang bahagia dan penuh damai. Oleh karena itu, mereka yang bijaksana menjunjung Cinta Kasih tanpa syarat, kebercukupan, dan Kebijaksanaan.

Hal ini seyogianya menjadi kriteria kalian mengenai apa yang merupakan Kebenaran dan apa yang bukan; mengenai apa yang merupakan praktik spiritual dan apa yang bukan."

Mendengar itu, orang-orang Kalama terpuaskan dan dengan hati dan pikiran yang terbuka, menganut semangat penyelidikan bebas, mendengarkan, bertanya, dan menerima ajaran Buddha dengan sepenuh hati.
 
Empat Kebenaran Mulia
Ajaran Buddha didasarkan pada pondasi kokoh Kebenaran dalam Empat Kebenaran Mulia yang dapat diketahui oleh kita semua. Ajaran ini bukanlah kepercayaan tanpa dasar, yang untuk diterima dengan iman belaka. Mereka berawal dari poros pengalaman-pengalaman langsung setiap manusia yang tidak dapat disangkal lagi.
Apakah Empat Kebenaran Mulia Itu?

Buddha hanya tertarik untuk menunjukkan kepada kita jalan langsung menuju Kebahagiaan Sejati. Empat Kebenaran Mulia membentuk jantung ajaran Buddha. Ajaran ini ariya (mulia, suci) karena diajarkan oleh para Ariya, mereka yang memiliki pemahaman langsung akan Kebenaran. Dengan mewujudkan ajaran ini, kita juga akan menjadi mulia.
Kebenaran Mulia Pertama

Kebenaran Tentang Dukkha.
Hidup ini penuh ketidakpuasan.

Kita mengalami banyak ketidakpuasan (dukkha) seperti:
lahir, tua, sakit, mati,
berpisah dengan apa/siapa yang kita sukai,
berada dengan apa/siapa yang tidak kita sukai,
gagal mencapai atau berada dengan apa/siapa yang kita inginkan...
Kebenaran Mulia Kedua

Kebenaran Tentang Asal Dukkha.
Penyebab ketidakpuasan.

Pengalaman yang tidak memuaskan disebabkan oleh:
nafsu keinginan (keserakahan),
ketidaksukaan (kebencian atau tidak ingin), dan
kebodohan (kegelapan, kurangnya Kebijaksanaan).
Kebenaran Mulia Ketiga

Kebenaran Tentang Akhir Dukkha - Nirwana.
Hidup bisa bebas dari ketidakpuasan.

Ada keadaan damai di mana tidak ada pengalaman yang tidak memuaskan:
Pencerahan atau Nirwana (padamnya keserakahan, kebencian, dan kegelapan batin).
Kebenaran Mulia Keempat

Kebenaran Tentang Jalan Menuju Akhir Dukkha
Jalan untuk hidup bebas dari ketidakpuasan.

Ada jalan untuk membawa kita menuju Kedamaian dan Kebahagiaan Sejati:
Jalan Mulia Beruas Delapan.

Mengapa Ada Begitu Banyak "Penderitaan"
Dibahas Dalam Ajaran Buddha?

Pemakaian kata "penderitaan" dalam ajaran Buddha dapat menimbulkan salah pengertian. Ketika kita mendengar Buddha berkata, "Hidup adalah penderitaan," kita jadi bertanya-tanya terhadap apa yang Ia katakan, karena sebagian dari kita tidak mengalami penderitaan yang terlalu berat dalam kehidupan.

Kata yang sesungguhnya dipakai Buddha adalah "Dukkha" yang berarti 'segala sesuatu tidak benar-benar pas dalam hidup kita-banyak terdapat kondisi yang tidak memuaskan dalam keberadaan kita; selalu saja ada sesuatu yang tampaknya tidak pas.' Jadi, "penderitaan" yang dipakai dalam ajaran Buddha merujuk pada segala jenis ketidakpuasan, baik yang besar maupun yang kecil.
Apakah Kebahagiaan Itu?

Dalam hidup ini, sedikit-banyak kita mengalami ketidakpuasan. Buddha tidak pernah menyangkal bahwa ada kesenangan dan kebahagiaan dalam hidup. Namun, masalah yang terus mengusik akibat ketidakpuasan selalu ada, sementara "kebahagiaan" selalu cepat berlalu. Inilah satu-satunya masalah dalam hidup kita, tetapi ini adalah masalah TERBESAR karena hal ini mencakup semua masalah yang kita hadapi. Buddha hanya mengarahkan perhatian kita pada kenyataan bahwa penderitaan merupakan bagian yang tak terhindarkan dari kehidupan, bahwa itu adalah masalah yang dialami oleh kita semua, yang ingin kita hindari, yang itu dapat diatasi dengan pencapaian Nirwana (Kebahagiaan Sejati).
Apakah Empat Kebenaran Mulia Itu Pesimistik?

Sebagian orang mengatakan bahwa ajaran Buddha adalah ajaran yang pesimistik karena selalu membahas tentang penderitaan. Ini jelas tidak benar. Di sisi lain, ajaran Buddha juga bukan ajaran optimistik yang membuta. Sesungguhnya, ajaran Buddha adalah ajaran yang realistik dan penuh harapan karena ajaran ini mengajarkan bahwa Kebahagiaan Sejati dapat dicapai melalui upaya pribadi, seseorang menjadi tuan atas kehidupannya sendiri.

Masalah dan kesulitan selalu ada, entah kita memikirkannya atau tidak. Akan tetapi, pemecahan hanya memungkinkan dengan pengenalan masalah secara apa adanya. Buddha menyatakan Kebenaran yang tak tersangkalkan bahwa hidup ini penuh ketidakpuasan, oleh karenanya Ia mengajarkan kita jalan keluar dari ketidakpuasan menuju Kebahagiaan Sejati!
Seberapa Penting Empat Kebenaran Mulia?

Merealisasikan Empat Kebenaran Mulia adalah tugas utama kehidupan pengikut Buddha karena hal ini membawa pada Kebahagiaan Sejati. Kita akan mendapati bahwa susunan Empat Kebenaran Mulia adalah rumus pemecahan masalah yang sangat sederhana, masuk akal, ilmiah, dan sistematik. Karena kebenaran-kebenaran ini memecahkan masalah pokok penderitaan, oleh karenanya Empat Kebenaran Mulia sangatlah penting.
Bagaimana Empat Kebenaran Mulia Bekerja?

Kebenaran pertama menyatakan adanya masalah penderitaan. Kebenaran kedua menyatakan penyebab masalah. Kebenaran ketiga menyatakan keadaan ideal tanpa masalah, dan Kebenaran keempat menyatakan bagaimana keadaan ideal itu dapat dicapai.
Apa Asal Mula Empat Kebenaran Mulia?

Empat Kebenaran Mulia diajarkan pertama kali oleh Buddha pada pembabaran Dharma yang pertama di Taman Rusa di Isipatana (bagian India kuno, di dekat Benares), setelah Ia mencapai Pencerahan, lebih dari 2.500 tahun yang lalu. Pembabaran itu dikenal dengan Dhammacakkappavattana Sutta (Ceramah Pemutaran Roda Dharma). Seluruh ajaran yang disampaikan Buddha sesudahnya merupakan penjelasan mendalam dari Empat Kebenaran Mulia, ataupun ajaran yang mengarahkan ke Empat Kebenaran Mulia. Buddha menggunakan berbagai cara dan metode yang piawai dalam mengajarkan Empat Kebenaran Mulia kepada berbagai jenis orang.
 
Buddha
Berikut ini adalah beberapa pertanyaan umum mengenai Buddha:
Apakah Buddha Itu?

Kata "Buddha" berarti 'Yang Sadar' atau 'Yang Tercerahkan'. Sesosok Buddha sebelumnya adalah seorang manusia seperti kita, yang berhasil mencapai puncak tertinggi pengembangan spiritual, melalui pemurnian dan pengendalian pikiran, mencapai penyempurnaan tertinggi yang juga dimungkinkan bagi siapa saja. Setelah menyadari Kebenaran, Ia adalah sosok yang telah menemukan Kebahagiaan Sejati dalam menyadari hakikat sejati dari segala sesuatu. Dengan pencapaian Pencerahan (menyadari Kebenaran dari segala sesuatu), Kebijaksanaan dan Welas Asih menjadi sempurna, di samping sifat-sifat positif lain yang tak terhitung jumlahnya. Sesudah menjadi sesosok Buddha, yang bersangkutan melampaui keterbatasan manusia dan menjadi jauh lebih agung daripada seorang manusia, meraih kedamaian dan pembebasan tertinggi.
Dapatkah Kita Menjadi Buddha?

Potensi pencapaian Pencerahan atau Ke-Buddha-an ada pada setiap makhluk (termasuk kita). Kita semua memiliki sifat-sifat sempurna Buddha (benih-benih Ke-Buddha-an) di dalam diri kita, seperti bulan purnama yang terang benderang. Jalan menuju Pencerahan adalah membersihkan awan kelam kekotoran batin (sifat-sifat negatif, yakni ketamakan, kebencian, dan kegelapan batin) yang selalu menyelimuti benih Ke-Buddha-an kita, menghalanginya untuk bersinar cerah. Sudah ada tak terhitung banyaknya Buddha, dan akan lebih banyak lagi selama masih ada mereka yang sungguh-sungguh mencari Kebenaran.
 
Siapakah Buddha Itu?
Buddha adalah karakter terbesar yang pernah muncul dalam sejarah umat manusia-menjadi perwujudan seseorang yang sempurna dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan. Ia merupakan sosok yang paling bijaksana dan penuh Cinta Kasih yang pernah terlahirkan di bumi ini, sebuah teladan bagaimana kita semua bisa menjadi sedemikian mulia. "Buddha" merujuk pada Buddha Sakyamuni yang lahir di India Utara lebih dari 2.500 tahun silam (sekitar 623 SM). Ia adalah pendiri ajaran Buddha dalam dunia kita ini. Ia adalah seorang pangeran Sakya bernama Siddhattha Gotama, pewaris tahta kerajaan yang kaya raya, yang memilih untuk meninggalkan warisan-Nya pada usia 29 tahun dalam usaha pencarian Pencerahan (penyadaran hakikat segala sesuatu sebagaimana adanya dan Kebahagiaan Sejati) karena Welas Asih-Nya kepada semua makhluk.

Suatu peristiwa peninggalan keduniawian yang belum pernah terjadi dalam sejarah; Ia tidak meninggalkan keduniawian pada usia senja, tetapi pada usia kejayaan dalam hidup manusia; bukan dalam kemiskinan, tetapi dalam kelimpahan. Sebagaimana dipercaya pada zaman dahulu bahwa pembebasan tidak akan tercapai kalau tidak menjalani hidup pertapaan yang keras, Ia dengan sungguh-sungguh menjalani semua bentuk penyiksaan diri yang keras. Ia melakukan usaha di luar ambang kemampuan manusia biasa selama enam tahun.

Tubuh-Nya menyusut menjadi seperti kerangka. Semakin Ia menyiksa tubuh-Nya, tujuan semakin jauh dari-Nya. Penyiksaan diri yang menyakitkan dan tanpa hasil yang Ia jalani dengan keras terbukti sia-sia belaka. Melalui pengalaman pribadi, Ia sekarang yakin sepenuhnya akan kesia-siaan menyakiti diri sendiri yang hanya melemahkan tubuh dan mengakibatkan luruhnya semangat.

Dengan mengambil pelajaran dari pengalaman yang berharga ini, Ia akhirnya memutuskan untuk mengambil jalan sendiri, menghindari kedua ekstrem, yaitu pemuasan diri dan penyiksaan diri. Jalan baru yang ditemukan-Nya sendiri adalah "Jalan Tengah", yang kelak menjadi ciri utama dari ajaran Buddha.

Suatu pagi, ketika Ia tengah memasuki meditasi yang mendalam, tak dibantu dan tak dibimbing oleh kekuatan adikodrati apa pun dan semata-mata mengandalkan usaha dan Kebijaksanaan-Nya sendiri, Ia memberantas semua kekotoran batin, memurnikan diri, dan menyadari segala sesuatu sebagaimana adanya, mencapai Pencerahan (ke-Buddha-an) pada penghujung usia 35 tahun. Ia tidak terlahir sebagai Buddha, tetapi Ia menjadi Buddha melalui perjuangan-Nya sendiri.

Sebagai perwujudan sempurna dari semua kebajikan yang Ia babarkan, disertai Kebijaksanaan mendalam yang diimbangi dengan Belas Kasih yang tanpa batas, Ia mencurahkan sisa hidup-Nya untuk melayani semua makhluk, baik melalui teladan maupun ajaran, tanpa didorong oleh motif pribadi apa pun. Setelah pelayanan yang sangat berhasil selama 45 tahun, Buddha, sebagaimana setiap manusia lainnya, terkena hukum alam perubahan yang tak terelakkan dan akhirnya meninggal dalam kedamaian Parinirwana pada usia 80 tahun. Hidup-Nya penuh dengan kisah tentang bagaimana Ia menyentuh banyak orang dari berbagai kalangan dengan Kebijaksanaan dan Welas Asih-Nya.
 
Apa yang Buddha Ajarkan?

Pesan Buddha sungguh menggembirakan. Ia menemukan harta berharga mengenai Kebebasan dalam Kebenaran dan mendorong kita bagaimana mengikuti jalan yang membawa kita pada harta ini. Walaupun Ia mengatakan bahwa kita sedang berada dalam kegelapan, Ia juga mengajarkan kita jalan menuju terang. Ia berharap kita untuk bangun dari kehidupan penuh impian semu ini menuju kehidupan yang lebih tinggi yang penuh dengan Kebijaksanaan di mana semua saling mencintai dan tidak membenci. Pendekatan-Nya bersifat universal, karena Ia melakukan pendekatan akal budi mengenai pencarian semua makhluk akan Kebahagiaan Sejati di dalam diri kita semua. Ia meletakkan Kebenaran untuk diuji melalui pengalaman pribadi, mendorong siapa saja untuk meragukan ajaran-Nya; Ia yakin bahwa penyadaran besar dapat muncul dari lenyapnya keraguan ini. Ia mengajarkan kepada kita untuk berperhatian murni (penuh pengamatan, waspada) akan diri kita sendiri dan untuk menjadi sadar, untuk mencari dan menemukan Kebahagiaan Sejati seperti yang telah Ia lakukan.
 
Bagaimana Buddha Menolong Kita?

Buddha adalah sesosok genius spiritual karena Buddha mencapai tujuan akhir dari pencarian spiritual, Pencerahan, oleh diri-Nya sendiri. Ia mampu melihat bahwa sekalipun kita juga dapat mencapai Pencerahan, berangkali kita memerlukan banyak bantuan. Karena Welas Asih-Nya, Ia mencurahkan sisa hidup-Nya untuk menjadi pembimbing bagi semua yang mau belajar dari-Nya, mengajarkan semua yang harus diajarkan, sebelum mangkat dalam Kebahagiaan abadi. Ia sangatlah piawai dalam menunjukkan kepada kita jalan menuju Kebahagiaan Sejati. Selama kita membuka hati dan pikiran kita, Buddha masih menginspirasi kita melalui ajaran-ajaran-Nya yang berharga.
 
Di Manakah Buddha Sekarang?

Buddha dijabarkan mempunyai tiga tubuh (Tikaya) atau aspek-aspek kepribadian, walaupun itu semua dalam Realita Tertinggi sesungguhnya adalah satu dalam semua dan semua dalam satu:

1. Tubuh Kebenaran Buddha
2. Tubuh Kebahagiaan Buddha
3. Tubuh Penjelmaan Buddha
 
Tubuh Kebenaran Buddha

Tubuh Kebenaran Buddha (Dhammakaya) adalah perwujudan Dharma (Kebenaran itu sendiri) yang senantiasa ada di mana saja, diungkapkan sebagai hukum-hukum alam semesta dan proses bekerjanya hukum-hukum ini. Kadang-kadang kita menangkap sekilas realita yang menakjubkan ini ketika kita ada dalam damai dan menyatu dengan segala sesuatu. Tubuh Kebenaran ini berada dalam segala sesuatu karena tubuh ini melampaui bentuk dan ruang. Tubuh ini digambarkan sebagai Buddha Mahavairocana, Buddha pusat dan universal yang mengajarkan Kebenaran di sini dan saat ini juga. Ia bisa satu sekaligus banyak dalam waktu yang sama karena Ia mampu bermanifestasi dalam berbagai bentuk. Ketidakmampuan kita melihat atau mendengar-Nya disebabkan oleh kekotoran batin kita.

Buddha Sakyamuni mengatakan, "Siapa yang melihat Dharma (Kebenaran), melihat Buddha; siapa yang melihat Buddha, melihat Dharma." Sesosok Buddha, setelah menyadari Kebenaran, menjadi setara dengan Kebenaran. Walaupun ada banyak Buddha, semua Buddha adalah satu dan sama, tidak berbeda antara satu dengan yang lain dalam Dhammakaya, yang merupakan kemanunggalan Kebenaran.

Dhammakaya ada bersamaan dengan Sambhogakaya dan Nimmanakaya (lihat "Tubuh Kebahagiaan" dan "Tubuh Penjelmaan Buddha").

Dengan rembulan sebagai pengibaratan dari Buddha, maka Dhammakaya itu bagaikan cahaya rembulan yang bersinar pada malam hari. Berkas cahaya ini mungkin tidak terlihat oleh mata karena mereka tidak menyinari gelapnya ruang angkasa, tetapi sebenarnya cahaya itu menembus ke mana-mana.
 
Tubuh Kebahagiaan Buddha

Tubuh Kebahagiaan Buddha (Sambhogakaya) atau Buddha Rocana adalah tubuh penuh sukacita yang ada pada Buddha. Ini adalah aspek yang mana setiap Buddha bergembira dalam Kebenaran, dalam mengajarkan Kebenaran, dan dalam membawa makhluk lain pada realisasi Kebenaran. Karena setiap Buddha telah menjalani penyempurnaan melalui masa yang tak terhitung lamanya dan telah mencapai Kebijaksanaan dan Welas Asih nan sempurna, masing-masing mempunyai Kedamaian, Kebajikan, dan Kebahagiaan yang tak terkira, seperti yang diwujudkan dalam Sambhogakaya. Para Buddha biasanya tidak tampak dalam tubuh ini karena kita tidak mampu memahaminya akibat kurangnya pengertian kita. Alih-alih, para Buddha berwujud dalam Nimmanakaya (lihat "Tubuh Penjelmaan Buddha").

Dengan rembulan sebagai perumpamaan dari Buddha, maka Sambhogakaya itu seperti bulan purnama yang tidak terhalang awan, yang bersinar terang dalam kemilaunya.
 
Tubuh Penjelmaan Buddha

Sebuah contoh Tubuh Manifestasi Buddha (Nimmanakaya) di dalam dunia kita adalah tubuh penjelmaan Buddha Sakyamuni. Ini merupakan Buddha dalam wujud manusia. Buddha juga dapat bermanifestasi dalam banyak bentuk yang berbeda pada waktu yang bersamaan untuk membabarkan Kebenaran kepada banyak makhluk. Setelah mencapai Pencerahan, kemampuan sesosok Buddha jauh melampaui manusia biasa. Contohnya, karena Welas Asih untuk membabarkan Dharma pada semua makhluk, Buddha memilih untuk tampak dalam sebuah bentuk (bukan sebagai Sambhogakaya-Tubuh Kebahagiaan Buddha) agar kita dapat berhubungan.

Ketika Buddha Sakyamuni mencapai Parinirwana, hanya tubuh jasmani-Nya saja yang mati. Intisari dari Pencerahan-Nya masih ada dalam bentuk Dhammakaya (Tubuh Kebenaran Buddha). Saat ini, sisa-sisa relik Tubuh Penjelmaan Buddha Sakyamuni disemayamkan dalam berbagai stupa di seluruh dunia.

Dengan rembulan sebagai perumpamaan dari Buddha, maka Nimmanakaya adalah bagaikan pantulan rembulan di telaga, rembulan dapat dipantulkan berbeda-beda di banyak danau pada waktu yang bersamaan.
 
Jalan Mulia Berfaktor Delapan

Apakah Jalan Mulia Berfaktor Delapan Itu?

Jalan Mulia Berfaktor Delapan (Kebenaran Mulia Keempat) adalah suatu rumus yang sistematik dan lengkap untuk lepas dari ketidakpuasan dan mencapai Kebahagiaan Sejati. Jalan ini berisi segala sesuatu yang diperlukan untuk kehidupan yang mulia, kejernihan pemahaman, dan pencapaian kebijaksanaan, yang menghindari ekstrem pemanjaan diri maupun penyiksaan diri. Kedelapan faktor Jalan Mulia Berfaktor Delapan dapat dibagi dalam tiga aspek sebagai berikut:

Disiplin Moral (Sila):

1. Perkataan Benar
2. Perbuatan Benar
3. Penghidupan Benar

Pengembangan Batin (Samadhi):

1. Pengupayaan Benar
2. Penyadaran Benar
3. Pemusatan Benar

Kebijaksanaan (Panna):

1. Pandangan Benar
2. Perniatan Benar

Perkataan Benar

Kita seharusnya berusaha memperhatikan dan menghargai sifat-sifat baik dan pencapaian orang lain alih-alih melepaskan kemarahan atau rasa frustrasi kita kepada mereka. Kita dapat saling memberikan dukungan moral, penghiburan kala duka, dan berbagi Dhamma. Perkataan adalah alat ampuh untuk mempengaruhi orang lain. Ketika ucapan digunakan dengan bijaksana, banyak yang akan mendapat manfaat. Perkataan Benar adalah menghindari:

* Berbohong.
* Memfitnah.
* Berkata kasar.
* Obrolan tak bermanfaat.

Kita seyogianya

* Memberikan pujian dengan tepat.
* Mengkritik hanya yang bersifat membangun.
* Menyebarkan kebenaran.
* Menyampaikan ucapan yang menyembuhkan.
* Bisa tetap diam bila diperlukan.

Perbuatan Benar

Latihan Perbuatan Benar meliputi menghargai kehidupan, kepemilikan, dan hubungan pribadi pihak lain. Latihan ini membantu mengembangkan watak kendali diri dan berperhatian terhadap hak-hak makhluk lain. Perbuatan Benar adalah menghindari:

* Membunuh
* Mengambil yang tidak diberikan
* Melakukan perbuatan asusila

Perbuatan Benar termasuk juga tindakan jasmani yang membawa manfaat bagi pihak lain. Ini termasuk menolong dan menyelamatkan makhluk lain dari bahaya atau penderitaan.
Penghidupan Benar

Penghidupan Benar berarti berpencaharian dengan tidak merugikan makhluk lain. Dalam memilih pekerjaan, kita seharusnya menghargai kehidupan dan kesejahteraan semua makhluk.

Ada lima jenis mata pencaharian yang Buddha anggap sebagai cara-cara yang tidak menghargai kehidupan. Kelimanya seharusnya dihindari karena menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan pihak lain, ataupun menciptakan perpecahan dalam masyarakat. Mata pencaharian yang seharusnya dihindari adalah:

* Berdagang senjata
* Berdagang hewan untuk disembelih
* Berdagang budak dan pelacuran
* Berdagang minuman keras
* Berdagang racun

Pengupayaan Benar

Upaya diperlukan untuk menanam kebajikan atau mengembangkan batin kita, karena kita sering lalai atau tergiur untuk mengambil jalan keluar yang gampang. Buddha mengajarkan bahwa pencapaian Kebahagiaan Sejati dan Pencerahan tergantung pada upaya kita sendiri. Upaya adalah akar dari segala pencapaian. Jadi, tak peduli betapa agung pencapaian Buddha, atau betapa hebatnya ajaran Buddha, kita harus menjalani ajaran tersebut secara nyata untuk mencapai hasil yang diharapkan. Ada empat jenis Pengupayaan Benar yang perlu dijalani:

* Upaya untuk mencegah munculnya pikiran buruk (ketamakan, kebencian, dan kegelapan batin).
* Upaya untuk melepaskan pikiran buruk yang telah muncul.
* Upaya untuk mengembangkan pikiran baik (kedermawanan, cinta kasih, dan kebijaksanaan).
* Upaya untuk memelihara pikiran baik yang telah muncul (sekalipun ketika tidak diperhatikan oleh orang lain).

Penyadaran Benar

Penyadaran murni (sati) adalah faktor penting dalam kehidupan sehari-hari kita. Ini adalah faktor batin yang membuat kita mampu mengingat serta menjaga kesadaran dan perhatian kita pada apa yang bermanfaat dalam hal pikiran, perkataan, dan perbuatan. Sebagai contoh, ketika kita bangun pada pagi hari, kita bisa bertekad, "Hari ini sebisa mungkin aku akan berusaha untuk tidak merugikan makhluk lain dan akan membantu mereka." Penyadaran murni akan membantu mempertahankan pemikiran tersebut dalam pikiran kita sepanjang hari, dan menyadarkan kita apakah perbuatan sehari-hari kita sesuai dengan niat tadi. Pikiran harus selalu sadar akan apa yang terjadi agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Melatih Penyadaran Benar diperlukan untuk mencapai kebijaksanaan dan Pencerahan. Pikiran harus terkendalikan dan terlindungi dari kekacauan. Ketamakan dan kemarahan harus dihindari dengan sadar. Penyadaran diberikan pada pikiran karena melalui pikiran segala sesuatu dicerna, ditafsir, dan dipahami. Untuk mencapai Kebahagiaan Sejati, pikiran yang tidak disiplin pertama-tama harus dikendalikan. Menaklukkan pikiran berarti menaklukkan dunia.
Pemusatan Benar

Meditasi adalah proses bertahap untuk melatih pikiran agar terpusat pada suatu obyek tunggal, dan tak tergoyahkan pada obyek tersebut. Obyek konsentrasi bisa berupa hal materi seperti bunga atau non-materi seperti cinta kasih. Bahkan jika kita berlatih meditasi selama lima belas menit setiap hari, kita akan mulai merasakan manfaatnya. Latihan meditasi yang teratur akan membantu kita untuk mengembangkan pikiran yang tenang dan terpusat, serta menyiapkan kita untuk pada akhirnya mencapai kebijaksanaan dan Pencerahan.
Pandangan Benar

Pandangan Benar atau Pemahaman Benar adalah melihat segala sesuatu sebagaimana adanya, bukannya sebagaimana tampaknya. Untuk melihat segala sesuatu sebagaimana adanya, kita harus mengamati diri kita sendiri dan sekitar dengan cermat, menyelidiki arti sebenarnya dari yang diamati. Pandangan Benar adalah pengetahuan sejati akan segala sesuatu yang direalisasikan oleh diri sendiri melalui praktik.

Sikap menyelidik dan menelaah penting untuk mencapai Pandangan Benar. Buddha mengajarkan kita untuk tidak percaya begitu saja pada desas-desus, tradisi, atau kewenangan sebagai Kebenaran, melainkan untuk menimbang Kebenaran dengan pengalaman kita sendiri yang obyektif dan adil. Buddha mengajarkan, seperti halnya orang bijaksana yang tidak menerima begitu saja bahwa setiap logam yang berkilau keemasan adalah emas, tetapi mengujinya terlebih dahulu. Dengan demikian, kita semestinya tidak menerima begitu saja apa yang didengar tanpa mengujinya dengan pengalaman kita sendiri.

Meskipun demikian, dalam mencari Kebenaran, kita bisa saja menilik ajaran Buddha sebagai acuan bantu. Ini adalah langkah pertama menuju pengembangan Pandangan Benar. Kita seyogianya mendengar dan mempelajari ajaran Buddha dan penjelasan guru-guru yang berkualitas. Akan tetapi, mendengarkan ajaran Buddha saja tidaklah cukup, kita juga harus memperhatikan dan sungguh-sungguh mencoba untuk menjalaninya.

Buddha berkata bahwa mengembangkan Pandangan Benar adalah seperti orang buta yang matanya tercelikkan, seluruh sikapnya terhadap hal-hal yang semula disukai atau tidak disukai akan berubah karena dia telah mampu melihat semuanya dengan tepat.
Perniatan Benar

Niat atau pemikiran akan mempengaruhi perkataan dan perbuatan kita. Jika kita berkata atau bertindak berdasarkan pemikiran yang tamak atau penuh amarah, maka kita akan berkata atau bertindak dengan salah, akibatnya kita akan menderita. Sangatlah penting untuk memurnikan pikiran, jika kita betul-betul berniat memperbaiki tingkah laku kita. Kehendak Benar mengetahui bagaimana menggunakan pengetahuan yang kita miliki untuk kebaikan diri kita sendiri dan semua makhluk.

Perniatan Benar berarti menghindari nafsu keinginan dan niat buruk, dan membangkitkan pikiran tentang melepaskan kemelekatan, mengembangkan cinta kasih dan welas asih. Nafsu keinginan harus dihindari karena tidak akan pernah terpuaskan dan mengarahkan pada tindakan yang keliru. Pikiran yang tidak melekat akan menyingkirkan nafsu keinginan, sementara pikiran cinta kasih dan welas asih akan mengenyahkan niat buruk.
 
Pernaungan dalam Tiga Permata

Ketika kita hendak menjadi umat Buddha secara formal, langkah pertama adalah menyatakan bernaung kepada Tiga Permata (Tiratana): Buddha, Dharma, dan Sangha. Itu adalah suatu ungkapan keyakinan dan tekad untuk menjalani jalan Buddha. Sejak masa kehidupan Buddha, dengan menyatakan Tiga Pernaungan ini, seseorang dikatakan menjadi pengikut Buddha.
Mengapa Bernaung?

Jika kita mengamati dunia ini dengan cermat, kita akan melihat banyak kesakitan, penderitaan, dan keputusasaan yang dialami semua makhluk. Kita akan mencari jalan untuk menghentikan semua kondisi yang menyengsarakan ini, seperti seorang pengelana yang terperangkap dalam badai mencari tempat pernaungan. Jika dia menemukan tempat bernaung yang kokoh dan aman, dia akan memanggil orang lain yang juga bergelut dalam badai untuk turut bernaung. Begitu pula, seseorang memilih menjadi pengikut Buddha ketika dia mengerti siapa Buddha itu dan bagaimana Tiga Permata dapat menyediakan jalan untuk mengakhiri penderitaan. Terdorong rasa Welas Asih, dia juga mendorong orang lain untuk berbuat yang sama.

Buddha, Dharma, dan Sangha dikenal sebagai Tiga Permata karena mereka mewakili sifat-sifat yang luar biasa dan tak ternilai. Begitu kita menyadari sifat-sifat unik ini, setelah melakukan pertimbangan secara hati-hati, dan yakin bahwa Tiga Permata dapat membawa kita pada Kebahagiaan Sejati dan Pencerahan, kita menyatakan bernaung di dalam-Nya. Oleh karena itu, ini bukan hanya keimanan belaka, namun dengan sikap pikiran terbuka dan semangat bertanya, kita mulai menjalankan ajaran Buddha.
Buddha

Kata "Buddha" berarti 'Yang Tercerahkan Sepenuhnya' atau 'Yang Sadar'. Ini adalah julukan yang diberikan kepada mereka yang telah mencapai Pencerahan Sempurna. Pengikut Buddha mengakui Buddha sebagai perwujudan Moralitas tertinggi, Konsentrasi terdalam, dan Kebijaksanaan sempurna. Buddha juga dikenal para pengikut-Nya sebagai "Yang Sempurna" karena Ia telah membasmi segala keserakahan, kebencian, dan kegelapan batin, telah mengatasi semua tindakan buruk, mengakhiri segala penderitaan di dalam dirinya.

Buddha adalah sosok yang tercerahkan sepenuhnya karena Ia telah menyadari Kebenaran dan melihat segala sesuatu sebagaimana adanya. Melalui Kebijaksanaan-Nya yang sempurna, Ia mengetahui apa yang baik dan apa yang tidak baik bagi setiap orang. Karena Welas Asih-Nya, Ia menunjukkan kepada kita jalan menuju Kebahagiaan Sejati.

Perilaku teladan, Kebijaksanaan sempurna, dan Welas Asih tanpa batas Buddha membuat-Nya menjadi guru yang luar biasa. Dengan cara-cara piawai, Ia mampu menggapai para pengikut-Nya sehingga mereka dapat memahami ajaran-Nya.
Buddha Sebagai Dokter

Pernaungan dapat diumpamakan sebagai dokter, obat, dan perawat bagi orang sakit yang perlu disembuhkan. Kita ini ibarat orang sakit karena terjangkit penyakit situasi tidak memuaskan dalam hidup. Untuk mencari pemecahannya, kita berkonsultasi kepada dokter yang piawai, yaitu Buddha, yang mendiagnosis penyebab penyakit kita, sikap pengusik, dan tindakan kacau yang telah ketika perbuat di bawah pengaruh penyakit itu. Kemudian Ia meresepkan obat, yaitu Dharma, ajaran-Nya, mengenai bagaimana mencapai Pencerahan.
 
Dharma

Buddha mengajarkan Dharma (ajaran mengenai Kebenaran segala sesuatu) semata-mata karena rasa Welas Asih-Nya kepada semua makhluk yang menderita dalam siklus kelahiran dan kematian. Oleh karena itu, Dharma diajarkan tanpa motif kepentingan diri. Dharma diajarkan dengan baik, sepenuhnya baik, bersifat murni, dan terang bagai cahaya yang mengenyahkan kegelapan. Dharma yang dipelajari dan dijalankan akan membawa banyak manfaat, baik saat ini maupun masa yang akan datang.

Dharma adalah ajaran tentang sifat-sifat alami kehidupan. Ajaran utama Buddha ini dimuat dalam kumpulan naskah yang disebut Tipitaka. Tipitaka terdiri dari ceramah-ceramah yang disampaikan Buddha (Sutta Pitaka), aturan disiplin monastik (Vinaya Pitaka), serta filsafat dan psikologi Buddhis (Abhidhamma Pitaka).

Kita dapat mengetahui tentang Dharma dengan membaca naskah suci. Kita juga dapat belajar dari tulisan dan penjelasan guru-guru yang berkualitas. Begitu kita telah membiasakan diri dengan Dharma melalui membaca dan mendengar, kita harus merealisasikan Kebenaran tersebut bagi diri kita sendiri dengan jalan mempraktikkannya. Ini berarti memurnikan perilaku dan mengembangkan batin kita sampai ajaran tersebut menjadi bagian dari pengalaman kita sendiri.
Dharma Sebagai Obat

Kita harus mempraktikkan Dharma, yang diumpamakan sebagai obat yang diresepkan Buddha kepada kita untuk mencapai Pencerahan. Tidaklah cukup hanya mendengarkan Dharma, kita harus dengan aktif menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari dan dalam hubungan kita dengan orang lain. Ini berarti kita harus berusaha berperhatian murni dan sadar ketika sikap yang mengganggu muncul. Kemudian, kita menggunakan obat yang membuat kita dapat mengamati situasi yang sesungguhnya. Jika orang sakit punya obat tetapi tidak meminumnya, orang itu tidak akan sembuh. Begitu pula, bisa jadi kita punya tempat pemujaan megah dan perpustakaan lengkap berisi buku Dharma di rumah, tetapi jika kita, misalnya, tidak dapat menerapkan kesabaran ketika bertemu dengan orang yang mengesalkan kita, berarti kita kehilangan kesempatan langsung untuk mempraktikkan Dharma.
Sangha

Sangha adalah komunitas para biarawan dan biarawati yang menjalani kehidupan teladan, yang berlatih pandangan cerah terhadap sifat sejati segala sesuatu. Kehidupan dan pencapaian mereka menunjukkan kepada yang lain bahwa kemajuan dalam jalan Pencerahan adalah suatu hal yang memungkinkan.

Selain itu, umumnya Sangha juga merujuk pada empat kelompok, yaitu biarawan (bhikkhu), biarawati (bhikkhuni), pengikut awam pria (upasaka), dan pengikut awam wanita (upasika), walaupun "Sangha" biasanya dimaksudkan untuk merujuk biarawan dan biarawati yang telah melepaskan kehidupan keduniawian untuk berlatih dan mengajar Dharma sepanjang waktu. Bhikkhu dan bhikkhuni dihormati karena perilaku mereka yang baik dan pengalaman mereka dalam praktik spiritual. Mereka juga dihormati karena ketekunan, perhatian murni, dan ketenangan mereka. Bijaksana dan terpelajar, mereka dapat menjadi guru Dharma, bagai sahabat terpercaya yang mengilhami kita sepanjang jalan praktik.

Pengikut awam menerima Empat Kebenaran Mulia dan ajaran-ajaran Buddha lainnya, serta mencari Kebahagiaan dan Pencerahan sebagai tujuan umum dalam kehidupan mereka. Mereka juga memegang teguh nilai-nilai moral. Oleh karena itu, seorang pengikut Buddha juga dapat meminta bantuan dan saran kepada pengikut lainnya kala diperlukan.
Sangha Sebagai Perawat

Anggota Sangha itu seperti perawat yang membantu kita untuk meminum obat Dharma. Perawat mengingatkan kita ketika kita lupa pil mana yang harus diminum. Jika kita kesulitan menelan pil yang besar, perawat akan memecahkan pil besar menjadi potongan-potongan kecil untuk kita. Begitu pula, ketika kita bingung, Sangha akan membantu kita dalam menjalankan Dharma dengan benar. Praktisi yang lebih berpengalaman dari kita dapat menjadi sahabat spiritual yang dapat membantu kita.
Perjalanan Menuju Pencerahan

Untuk lebih memahami gagasan pernyataan pernaungan, bayangkan seorang pelancong yang ingin mengunjungi sebuah kota yang jauh dan tidak pernah dikunjunginya. Dia akan membutuhkan penunjuk jalan, sebuah jalan untuk ditelusuri, dan bahkan teman seperjalanan. Pengikut Buddha yang berusaha mencapai Kebahagiaan Sejati dan Pencerahan adalah seperti pelancong ini. Buddha adalah penunjuk jalannya, Dharma adalah jalannya, dan Sangha adalah teman seperjalanannya.
Pernyataan Pernaungan

Ungkapan paling sederhana bagi niat seseorang untuk menyatakan Tiga Pernaungan (Tisarana) kepada Tiga Permata adalah dengan mengulang kalimat-kalimat berikut sebanyak tiga kali:

Aku bernaung kepada Buddha.
Aku bernaung kepada Dharma.
Aku bernaung kepada Sangha.

Kalimat-kalimat ini dapat diuncarkan sendirian di depan citra Buddha atau mengulang baris demi baris setelah bhikkhu/bhikkhuni mengucapkannya. Upacara formal ini sangatlah sederhana, tetapi komitmen dalam hati kitalah yang betul-betul bermakna. Seorang pengikut Buddha dapat mengulang Tiga Pernaungan setiap hari untuk mengingatkan dirinya bahwa dia telah membuat komitmen untuk mencapai Kebahagiaan Sejati dan Pencerahan melalui panduan dan inspirasi dari Tiga Permata.
Manfaat Pernyataan Pernaungan

Menyatakan Tiga Pernaungan adalah langkah pertama dalam jalan menuju Pencerahan. Setelah itu, melalui perilaku moral, pengembangan batin, dan kendali diri, Kebijaksanaan dan Welas Asih dapat dicapai. Bahkan jika Pencerahan tidak tercapai dalam kehidupan ini, seseorang yang menyatakan pernaungan kepada Tiga Permata dapat dikatakan memiliki kondisi yang menguntungkan untuk bertemu dengan Tiga Permata lagi, yang akan membantu pencapaian Pencerahan pada kehidupan-kehidupan selanjutnya.
 
Lima Disiplin Moral

Lima Disiplin Moral (Lima Sila) merupakan rekomendasi yang diberikan oleh Buddha, disarankan untuk dijalani oleh kita yang berniat untuk menjalani kehidupan yang damai sembari bersumbangsih bagi kebahagiaan keluarga dan masyarakat. Lima Sila dilaksanakan secara sukarela oleh penganut awam Buddha. Lima Sila bukanlah perintah yang harus dipatuhi dengan membuta. Lima Sila membentuk basis moralitas universal dalam aspek Disiplin Moral (Sila) dari Jalan Mulia Beruas Delapan, yang sangat penting dalam praktik awal jalan Buddhis.
Apakah Sila Merupakan Peraturan Tetap?

Menaati Sila secara membuta tanpa Kebijaksanaan dan pemahaman tidaklah disarankan. Lima Sila seharusnya tidak dilekati secara membuta tanpa mengindahkan keadaan sekitar; kadang ada kejadian-kejadian pengecualian ketika dengan melaksanakan Sila malah akan menciptakan lebih banyak penderitaan bagi pihak lain, jadi tidak bijaksana. Pada keadaan semacam ini, Lima Sila terpaksa "dilanggar". Sebagai contoh, kita mungkin terpaksa berbohong demi menolong seseorang yang berada dalam bahaya. Ini memang jadi "melanggar" Sila Keempat yang menyatakan untuk tidak berbohong. Kapan pun Lima Sila terpaksa "dilanggar", itu semestinya demi kesejahteraan makhluk lain, bukan demi keuntungan egoistis.
Apakah Manfaat Sila Itu?

Buddha pernah mengatakan kepada seorang pendeta bahwa lebih baik "mengorbankan" perilaku buruk kita dengan menjalankan Lima Sila daripada membunuh hewan untuk "dikorbankan kepada dewa-dewa". Ia mengajarkan bahwa dengan menjalankan Lima Sila, tidak saja kita bersyukur atas berkah-berkah yang sekarang diperoleh, tetapi juga meningkatkan kesempatan untuk memperoleh kebahagiaan dan berkah pada masa yang akan datang. Seseorang yang dengan penuh perhatian menjalankan kelima petunjuk latihan ini akan menemukan kedamaian dalam kehidupan sehari-hari dan cenderung tidak akan membawa masalah baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
Apakah Lima Sila Sulit Dijalankan?

Lima Sila tidak pernah dimaksudkan untuk membatasi kebebasan; Lima Sila justru melindungi kita dan makhluk lain sepanjang dijalani dengan baik. Melanggar salah satu dari Lima Sila bukan berarti dosa yang tak terampuni-itu dipandang sebagai tindakan yang kurang piawai karena kurangnya Kebijaksanaan. Pada awalnya, pengikut awam mungkin mengalami kesulitan untuk menjalankan Lima Sila secara lengkap dan sinambung, tetapi hendaknya kita tidak putus semangat. Bahkan jika kita hanya mampu menjalankan satu atau dua Sila dengan baik, kita telah meletakkan pondasi untuk kebahagiaan pada saat ini dan yang akan datang. Setiap hari kita bisa membuat pengingat tekad menjalankan Sila untuk mengingatkan kita akan cara hidup ideal yang seharusnya dijalankan. Kita harus berusaha semampu mungkin untuk mencapai keadaan yang ideal ini. Dengan melakukan hal itu, kita akan menemukan kedamaian batin dan lebih mudah menghadapi dunia ini. Kita harus ingat bahwa sekalipun saat ini kita tidak sempurna, namun kita semua dapat berjuang menuju kesempurnaan.
Bagaimana Cara Menjalankan Lima Sila?

Untuk mengungkapkan tekad kita untuk menjalankan Lima Sila, pengikut Buddha bisa menguncarkan Lima Sila di hadapan citra Buddha atau mengikuti pengucapan bhikkhu atau bhikkhuni. Penerimaan Lima Sila biasanya dilakukan setelah pernyataan Tiga Pernaungan.
Apakah Ada Aturan Moral Lainnya?

Semua aturan moral Buddhis lainnya, termasuk Delapan dan Sepuluh Sila (aturan moral untuk pengikut awam dalam pelatihan dan retret), aturan moral untuk bhikkhu atau bhikkhuni, dan Sila Bodhisatta (aturan moral untuk menolong sebanyak mungkin makhluk lain) adalah perluasan dari Lima Sila.
 
Sila Pertama

Menghargai kehidupan:
tidak membunuh; melindungi kehidupan.

Aku bertekad melatih diri untuk tidak melakukan pembunuhan (jadi aku akan melatih Welas Asih dengan melindungi dan menguntungkan semua kehidupan).

Menyadari penderitaan yang disebabkan oleh penghancuran kehidupan, aku berusaha mengembangkan Welas Asih dan melindungi kehidupan manusia, hewan, dan tanaman (melindungi alam). Aku bertekad untuk tidak membunuh atau menganiaya, untuk tidak membiarkan orang lain melakukan hal itu, dan untuk tidak mendukung tindakan yang melukai jasmani atau batin.

Sila Kedua

Menghargai milik orang lain:
tidak mencuri; bermurah hati.

Aku bertekad melatih diri untuk tidak mengambil yang tidak diberikan (jadi aku akan melatih Kedermawanan dengan berbagi dan memberikan kekayaan materi dan spiritualku).

Menyadari penderitaan yang disebabkan oleh eksploitasi, ketidakadilan, pencurian, dan penindasan, aku berusaha mengembangkan Cinta Kasih demi kesejahteraan semua makhluk. Aku akan melatih Kejujuran dan Kedermawanan dengan berbagi kekayaan, waktu, tenaga, perhatian, memberikan semangat, dan sumber daya lain, khususnya pemberian Kebenaran bagi yang membutuhkannya. Aku bertekad untuk tidak mencuri apa pun (termasuk waktu, misalnya dengan terlambat atau tidak bertanggung jawab saat bekerja) yang menjadi milik orang lain. Aku akan menghargai milik orang lain dan milik umum, dan mencegah orang lain mendapatkan keuntungan di atas penderitaan makhluk lain.

Sila Ketiga

Menghargai hubungan pribadi:
tidak memanjakan indra; berkecukupan.

Aku bertekad melatih diri untuk tidak melakukan perbuatan yang berkaitan dengan pemuasan indria (khususnya perbuatan asusila, jadi aku akan melatih kecukupan hati dan menyalurkan tenagaku untuk pengembangan spiritual)

Menyadari penderitaan yang disebabkan oleh perbuatan asusila, aku berusaha mengembangkan rasa tanggung jawab dan melindungi keamanan dan keutuhan pribadi, pasangan, keluarga, dan masyarakat. Aku bertekad untuk tidak terlibat hubungan seksual tanpa cinta, tanggung jawab, dan komitmen jangka panjang. Untuk memelihara kebahagiaan diriku dan orang lain, aku akan menghargai komitmen orang lain. Aku akan berusaha sekuat tenaga untuk melindungi anak-anak dari penyalahgunaan seksual dan mencegah pasangan dan keluarga dari perpecahan akibat perbuatan asusila.

Menyadari penderitaan yang disebabkan oleh pemanjaan indria, aku juga tidak akan lalai sampai memanjakan indra-indra penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, peraba, dan/atau pemikiran dalam kenikmatan indria (seperti pertunjukan, musik, makanan, seks, dan sebagainya), supaya aku tidak keluar dari jalan pengembangan diri.

Sila Keempat

Menghargai Kebenaran:
tidak berbohong; jujur.

Aku bertekad melatih diri untuk tidak mengatakan ucapan yang tidak benar (dan ucapan tidak berguna lainnya, jadi aku akan melatih untuk berkomunikasi secara positif).

Menyadari penderitaan yang disebabkan oleh ucapan yang tidak terjaga dan ketidakmampuan mendengarkan orang lain, aku berusaha mengembangkan ucapan yang penuh kasih, serta mendengarkan orang lain agar membawa sukacita dan kebahagiaan bagi mereka dan membebaskan mereka dari penderitaan mereka. Aku akan berkata jujur dengan perkataan yang membangkitkan kepercayaan diri, kegembiraan, dan harapan. Aku bertekad untuk tidak menyebarkan berita, mengkritik, atau mengutuk sesuatu yang tidak kuketahui dengan pasti. Aku akan menahan diri tidak mengucapkan perkataan yang dapat menyebabkan perpecahan atau perselisihan dalam keluarga atau masyarakat. Aku akan berusaha mendamaikan dan memecahkan masalah, besar ataupun kecil.

Sila Kelima

Menghargai kesejahteraan batin dan badan:
tidak meminum minuman keras; berperhatian murni.

Aku bertekad melatih diri untuk menghindari minuman keras dan yang dapat menyebabkan lemahnya kesadaran (jadi aku akan lebih sehat dan tidak akan melanggar sila-sila karena hilangnya kesadaran).

Menyadari penderitaan yang disebabkan oleh konsumsi zat yang melemahkan kesadaran, aku berusaha mengembangkan kesehatan badan dan batin bagi diriku, keluargaku, dan masyarakat dengan melatih makan, minum, dan mengkonsumsi dengan berkesadaran. Aku bertekad untuk tidak mengkonsumsi alkohol atau senyawa yang menyebabkan kecanduan, atau mencerna makanan yang mengandung unsur negatif. Aku akan mengembangkan kesadaran, perhatian, dan kejernihan pikiran. Aku menyadari bahwa merusak badan dan batin dengan racun-racun itu akan membawa kemunduran bagi keluarga dan masyarakat. Aku akan berusaha mengubah kekerasan, ketakutan, kemarahan, dan kebingungan dalam diriku dan masyarakat dengan menyeimbangkan badan dan batin. Aku paham bahwa diet yang tepat sangatlah penting bagi perubahan positif pada diriku dan masyarakat, serta kemajuan dalam pengembangan batin.

(Aturan ini kadang ditafsirkan sebagai penghindaran sepenuhnya dari zat yang memabukkan atau sebagai dibolehkannya penggunaan minuman keras sejauh tidak terjadi pemanjaan indria atau kerusakan kesehatan atau kesadaran. Pengamanan terbaik adalah penghindaran sepenuhnya, yang akan menopang kesadaran untuk melakukan empat Sila lainnya).
 
Tiga Corak Umum

Tiga Corak Umum adalah Kebenaran alam semesta yang dikaitkan dengan seluruh kehidupan walaupun berbeda ruang dan waktu. Tiga Corak Umum mengatakan tentang sifat sejati segala sesuatu. Buddha mengajarkan bahwa semua keberadaan yang berkondisi terpengaruh oleh Tiga Corak Umum. Hal ini disebut juga sebagai Tiga Pelindung Hukum (Dharma) sebagaimana yang Buddha ajarkan bahwa setiap ajaran yang berpegang pada ketiga corak ini bisa dikatakan sebagai ajaran sejati. Ajaran apa pun yang tidak mengandung Tiga Corak Umum dan Empat Kebenaran Mulia tidak dapat dikatakan sebagai ajaran Buddha. (Pada ajaran Buddha tradisi Theravada, Dukkha diajarkan sebagai corak umum ketiga; sementara pada ajaran Buddha tradisi Mahayana, Nirwana diajarkan sebagai corak umum ketiga). Untuk mencapai Kebahagiaan Sejati atau Pencerahan, semua Kebenaran ini harus disadari untuk membantu kita menerima kenyataan.

1. Anicca-Ketidakkekalan (Perubahan)
Segala yang terkondisi selalu dalam perubahan.
2. Dukkha-Ketidakpuasan (Penderitaan)
Segala yang terkondisi tidaklah memuaskan.
3. Anatta-Ketiadaan Diri (Tiada Aku)
Segala fenomena adalah tanpa inti/aku yang kekal.
4. Nirwana-Pencerahan (Keheningan Sempurna)
Pencerahan adalah pencapaian Kedamaian Sejati dan Kebahagiaan Sejati.

Hubungan Corak-Corak Umum

Apa pun yang akan selalu dalam perubahan (Anicca) adalah tanpa inti yang kekal (Anatta) dan menyebabkan ketidakpuasan (Dukkha) jika kita melekat pada mereka. Nirwana adalah keadaan damai tanpa terpengaruh oleh ketiga corak di atas.
 
Anicca

Anicca menggambarkan fenomena dari sudut pandang waktu. Segala sesuatu di alam semesta, baik fisik (dari sel terkecil dari tubuh kita sampai bintang terbesar) maupun mental (seperti bentuk-bentuk pikiran yang berkeliaran dalam pikiran kita) selalu mengalami perubahan, tidak pernah tetap sama sekalipun hanya dalam perbedaan detik. Karena segala sesuatu merupakan hasil atau akibat dari sebab-sebab dan kondisi yang berubah, maka segala sesuatu juga terus-menerus berubah.

Komponen terkecil dari benda yang paling padat sekalipun hanyalah gumpalan energi yang mengalir. Pikiran yang tidak terlatih bahkan lebih berkeliaran dan rentan untuk berubah, tidak punya kestabilan. Semua unsur hidup dan tidak hidup adalah subjek pembusukan dan penghancuran. Hukum Anicca bersifat netral dan tidak memihak, tidak diatur oleh hukum apa pun yang lebih tinggi; segalanya berlalu dan terperbarui secara alamiah.
Mengapa Kita Perlu Menyadari Anicca?

Ketika kita menyadari bahwa orang (kepribadian, minat, dan sikap mereka) dan situasi hidup tidaklah tetap dan terus berubah, kita akan menyikapi setiap momen hubungan dengan pikiran terbuka, mampu bereaksi terhadap setiap situasi baru tanpa melekat pada konsepsi yang telah lalu. Dengan demikian hubungan dapat dikembangkan dengan baik.

Kesuksesan dalam hidup tergantung pada kemampuan kita untuk beradaptasi dengan perubahan situasi dan menciptakan kesempatan-kesempatan baru. Kita akan lebih sukses dalam semua upaya kita jika Kebenaran ini disadari. Kita juga akan belajar untuk menghargai kesehatan, kesejahteraan materi, hubungan, dan hidup yang tidak terlalu melekat, menggunakan kesejahteraan kita untuk dengan penuh kesadaran mempraktikkan jalan menuju Kebahagiaan Sejati atau Pencerahan. Juga dengan Anicca, kita dapat mengubah penderitaan menjadi Kebahagiaan.
 
Anatta

Anatta menggambarkan fenomena dari sudut pandang ruang. Segala sesuatu di alam semesta tersusun dari berbagai bagian, yang juga terdiri dari bagian-bagian yang lebih kecil. Setiap bagian selalu berubah, kadang perubahan besar, tapi kebanyakan halus (bagi indra kita). Tak satu pun komponen yang tidak berubah, segalanya selalu berubah. Sesuatu itu ada hanya jika bagian-bagian penyusunnya bergabung. Jadi, tidak ada inti atau diri yang tetap dalam segala sesuatu, inilah yang disebut tanpa-pribadi. Ini juga berarti bahwa segala sesuatu saling berhubungan dan saling bergantungan satu sama lain. Tidak ada sesuatu pun yang berdiri sendiri sebagai diri yang terpisah.

Jika ada suatu diri yang sejati atau permanen, kita harus dapat mengidentifikasikannya. Bagaimanapun juga, tubuh kita berubah tak henti-hentinya dari detik ke detik, dari kelahiran sampai kematian. Pikiran bahkan berubah lebih cepat lagi. Jadi, kita tidak dapat mengatakan bahwa badan, batin, atau gabungan tertentu dari keduanya adalah suatu diri yang berdiri sendiri. Tidak ada yang dapat berdiri sendiri karena badan maupun batin tergantung dari banyak faktor untuk eksis. Karena apa yang dinamakan "diri" ini hanyalah sekumpulan faktor fisik dan mental yang terkondisi dan selalu dalam perubahan, tidak ada unsur yang nyata atau konkrit di dalam kita.

Jika tubuh adalah diri, tubuh seharusnya mampu menghendaki atau mengendalikan dirinya untuk menjadi kuat dan sehat. Namun demikian, tubuh dapat menjadi lelah, lapar, dan jatuh sakit. Begitu pula, jika pikiran adalah diri, seharusnya pikiran dapat melakukan apa pun yang dikehendakinya, tetapi pikiran sering berlarian dari yang benar menjadi salah. Pikiran menjadi terganggu, kacau, dan bertentangan dengan kehendaknya. Oleh karena itu, baik batin maupun badan bukanlah diri.
Mengapa Kita Perlu Menyadari Anatta?

Orang yang tidak menyadari Kebenaran ini akan cenderung mementingkan diri sendiri dan egois. Orang itu tidak hanya merasa terus terancam oleh orang lain dan situasi tertentu, dia juga akan merasa terdorong untuk terus melindungi dirinya, harta bendanya, bahkan pendapatnya, dengan segala cara.

Dengan menyadari Kebenaran ini, kita akan lebih mudah untuk tumbuh, belajar, berkembang, bermurah hati, baik hati, dan berwelas asih karena kita tidak merasa selalu harus membentengi diri. Kita juga akan menghadapi situasi sehari-hari dengan lebih baik, membantu kemajuan menuju Kebahagiaan Sejati atau Pencerahan. Sepanjang kita menganggap kita memiliki diri, sikap "aku-punyaku-milikku" akan menguasai hidup kita dan membawa berbagai macam masalah.
 
Dukkha

Tidak ada sesuatu pun di alam semesta ini yang dapat memberi kita kepuasan yang lengkap dan abadi. Hal ini dikarenakan adanya perubahan terus-menerus pada segala hal (termasuk apa yang kita nilai berharga) dan nafsu keinginan yang selalu berubah dalam pikiran kita yang tidak terlatih. Bahkan selama pengalaman yang paling menyenangkan pun, terdapat kecemasan bahwa momen itu pun tidak akan berlangsung lama. Mencari kebahagiaan abadi dalam perubahan terus-menerus akan mengganggu kedamaian batin, menyebabkan penderitaan. Hal ini juga berakhir dalam penderitaan kelahiran kembali yang terus berulang.
Mengapa Kita Perlu Menyadari Dukkha?

Menyadari bahwa ketidakpuasan bersifat universal dan tak terhindari, memungkinkan kita untuk menghadapi kenyataan hidup dengan ketenangan. Kita akan mampu mengatasi penuaan, kesakitan, dan kematian tanpa merasa kecil hati atau putus asa. Kesadaran ini juga menyemangati kita untuk mencari penyelesaian masalah ketidakpuasan seperti yang Buddha lakukan, serta mencari Kebahagiaan Sejati atau Pencerahan.
 
Nirwana

Nirwana adalah dasar kehidupan, substansi dari segala sesuatu. Contohnya, ombak tidak harus "mati" untuk menjadi air. Air adalah substansi ombak. Ombak merupakan air juga. Kita juga seperti itu. Kita membawa dasar antar-makhluk (saling keterhubungan), Nirvana, "dunia" yang melampaui kelahiran dan kematian, kekal dan tidak kekal, diri dan tiada diri. Nirwana adalah keheningan sejati dari konsep dan fenomena-Kedamaian Sejati. Nirwana adalah dasar dari semua itu, seperti ombak yang tidak akan ada tanpa ada air. Jika Anda tahu bagaimana menyentuh ombak, Anda tahu bagaimana menyentuh air pada saat yang sama. Nirwana tidak berdiri terpisah dari Anicca dan Anatta. Jika Anda tahu bagaimana menggunakan hal itu untuk menyadari kenyataan, Anda bersentuhan dengan Nirwana di sini dan saat ini.

Nirwana adalah punahnya segala konsep pemikiran. Kelahiran dan kematian adalah konsep pemikiran. Jadi dan tidak jadi adalah konsep pemikiran. Dalam kehidupan sehari-hari, kita harus berurusan dengan kenyataan relatif ini. Akan tetapi, jika kita mengamati hidup dengan lebih mendalam, kenyataan akan terungkap dengan sendirinya dalam jalan yang lain. Ketika Anda memahami Anicca dan Anatta, Anda telah terbebas dari penderitaan dan mencapai Nirwana. Nirwana bukanlah sesuatu yang Anda cari-cari untuk masa mendatang. Sebagai pelindung Dharma, Nirwana ada dalam semua ajaran Buddha. Nirwana bukanlah tiadanya kehidupan. Nirwana dapat ditemukan dalam kehidupan ini juga. Nirwana berarti keteduhan, keheningan, atau padamnya api penderitaan. Nirwana mengajarkan bahwa kita telah menjadi apa yang kita inginkan. Kita tidak harus mengejar segala sesuatu lagi. Kita hanya perlu kembali kepada kita sendiri dan memahami hakikat sejati kita. Ketika kita melakukan ini, kita akan berada dalam kedamaian dan sukacita sejati.
Mengapa Kita Perlu Menyadari Nirwana?

Nirwana adalah istilah "teknis" Buddhis untuk Pencerahan-pembebasan dari segala penderitaan atau Kebahagiaan Sejati! Jika kita ingin sungguh-sungguh berbahagia, Nirwana harus kita capai.
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.