• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Senjakala Kekuasaan: Antara Soeharto dan Soekarno

talam

IndoForum Senior E
No. Urut
48451
Sejak
16 Jul 2008
Pesan
3.672
Nilai reaksi
25
Poin
48
SUHARTO.jpg

Jakarta, Selasa, 16 Juni 1970. Ruangan intensive care RSPAD Gatot Subroto dipenuhi tentara sejak pagi. Serdadu berseragam dan bersenjata lengkap bersiaga penuh di beberapa titik strategis rumah sakit tersebut. Tak kalah banyaknya, petugas keamanan berpakaian preman juga hilir mudik di koridor rumah sakit hingga pelataran parkir.

Sedari pagi, suasana mencekam sudah terasa. Kabar yang berhembus mengatakan, mantan Presiden Soekarno akan dibawa ke rumah sakit ini dari rumah tahanannya di Wisma Yaso yang hanya berjarak lima kilometer.

Malam ini desas-desus itu terbukti. Di dalam ruang perawatan yang sangat sederhana untuk ukuran seorang mantan presiden, Soekarno tergolek lemah di pembaringan. Sudah beberapa hari ini kesehatannya sangat mundur. Sepanjang hari, orang yang dulu pernah sangat berkuasa ini terus memejamkan mata. Suhu tubuhnya sangat tinggi. Penyakit ginjal yang tidak dirawat secara semestinya kian menggerogoti kekuatan tubuhnya.

Lelaki yang pernah amat jantan dan berwibawa—dan sebab itu banyak digila-gilai perempuan seantero jagad, sekarang tak ubahnya bagai sesosok mayat hidup. Tiada lagi wajah gantengnya. Kini wajah yang dihiasi gigi gingsulnya telah membengkak, tanda bahwa racun telah menyebar ke mana-mana. Bukan hanya bengkak, tapi bolong-bolong bagaikan permukaan bulan. Mulutnya yang dahulu mampu menyihir jutaan massa dengan pidato-pidatonya yang sangat memukau, kini hanya terkatup rapat dan kering. Sebentar-sebentar bibirnya gemetar. Menahan sakit. Kedua tangannya yang dahulu sanggup meninju langit dan mencakar udara, kini tergolek lemas di sisi tubuhnya yang kian kurus.

Sang Putera Fajar tinggal menunggu waktu.

Dua hari kemudian, Megawati, anak sulungnya dari Fatmawati diizinkan tentara untuk mengunjungi ayahnya. Menyaksikan ayahnya yang tergolek lemah dan tidak mampu membuka matanya, kedua mata Mega menitikkan airmata. Bibirnya secara perlahan didekatkan ke telinga manusia yang paling dicintainya ini.

“Pak, Pak, ini Ega…”

Senyap.

Ayahnya tak bergerak. Kedua matanya juga tidak membuka. Namun kedua bibir Soekarno yang telah pecah-pecah bergerak-gerak kecil, gemetar, seolah ingin mengatakan sesuatu pada puteri sulungnya itu. Soekarno tampak mengetahui kehadiran Megawati. Tapi dia tidak mampu membuka matanya. Tangan kanannya bergetar seolah ingin menuliskan sesuatu untuk puteri sulungnya, tapi tubuhnya terlampau lemah untuk sekadar menulis. Tangannya kembali terkulai. Soekarno terdiam lagi.

Melihat kenyataan itu, perasaan Megawati amat terpukul. Air matanya yang sedari tadi ditahan kini menitik jatuh. Kian deras. Perempuan muda itu menutupi hidungnya dengan sapu tangan. Tak kuat menerima kenyataan, Megawati menjauh dan limbung. Mega segera dipapah keluar.

Jarum jam terus bergerak. Di luar kamar, sepasukan tentara terus berjaga lengkap dengan senjata.

Malam harinya ketahanan tubuh seorang Soekarno ambrol. Dia coma. Antara hidup dan mati. Tim dokter segera memberikan bantuan seperlunya.

Keesokan hari, mantan wakil presiden Muhammad Hatta diizinkan mengunjungi kolega lamanya ini. Hatta yang ditemani sekretarisnya menghampiri pembaringan Soekarno dengan sangat hati-hati. Dengan segenap kekuatan yang berhasil dihimpunnya, Soekarno berhasil membuka matanya. Menahan rasa sakit yang tak terperi, Soekarno berkata lemah.

“Hatta.., kau di sini..?”

Yang disapa tidak bisa menyembunyikan kesedihannya. Namun Hatta tidak mau kawannya ini mengetahui jika dirinya bersedih. Dengan sekuat tenaga memendam kepedihan yang mencabik hati, Hatta berusaha menjawab Soekarno dengan wajar. Sedikit tersenyum menghibur.

“Ya, bagaimana keadaanmu, No?”

Hatta menyapanya dengan sebutan yang digunakannya di masa lalu. Tangannya memegang lembut tangan Soekarno. Panasnya menjalari jemarinya. Dia ingin memberikan kekuatan pada orang yang sangat dihormatinya ini.

Bibir Soekarno bergetar, tiba-tiba, masih dengan lemah, dia balik bertanya dengan bahasa Belanda. Sesuatu yang biasa mereka berdua lakukan ketika mereka masih bersatu dalam Dwi Tunggal.

“Hoe gaat het met jou…?” Bagaimana keadaanmu?

Hatta memaksakan diri tersenyum. Tangannya masih memegang lengan Soekarno.

Soekarno kemudian terisak bagai anak kecil.

Lelaki perkasa itu menangis di depan kawan seperjuangannya, bagai bayi yang kehilangan mainan. Hatta tidak lagi mampu mengendalikan perasaannya. Pertahanannya bobol. Airmatanya juga tumpah. Hatta ikut menangis.

Kedua teman lama yang sempat berpisah itu saling berpegangan tangan seolah takut berpisah. Hatta tahu, waktu yang tersedia bagi orang yang sangat dikaguminya ini tidak akan lama lagi. Dan Hatta juga tahu, betapa kejamnya siksaan tanpa pukulan yang dialami sahabatnya ini. Sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh manusia yang tidak punya nurani.

“No…”

Hanya itu yang bisa terucap dari bibirnya. Hatta tidak mampu mengucapkan lebih. Bibirnya bergetar menahan kesedihan sekaligus kekecewaannya. Bahunya terguncang-guncang.

soekarno.jpg

Jauh di lubuk hatinya, Hatta sangat marah pada penguasa baru yang sampai hati menyiksa bapak bangsa ini. Walau prinsip politik antara dirinya dengan Soekarno tidak bersesuaian, namun hal itu sama sekali tidak merusak persabatannya yang demikian erat dan tulus.

Hatta masih memegang lengan Soekarno ketika kawannya ini kembali memejamkan matanya.

Jarum jam terus bergerak. Merambati angka demi angka.

Sisa waktu bagi Soekarno kian tipis.

Sehari setelah pertemuan dengan Hatta, kondisi Soekarno yang sudah buruk, terus merosot. Putera Sang Fajar itu tidak mampu lagi membuka kedua matanya. Suhu badannya terus meninggi. Soekarno kini menggigil. Peluh membasahi bantal dan piyamanya. Malamnya Dewi Soekarno dan puterinya yang masih berusia tiga tahun, Karina, hadir di rumah sakit. Soekarno belum pernah sekali pun melihat anaknya.

Minggu pagi, 21 Juni 1970. Dokter Mardjono, salah seorang anggota tim dokter kepresidenan seperti biasa melakukan pemeriksaan rutin. Bersama dua orang paramedis, Dokter Mardjono memeriksa kondisi pasien istimewanya ini. Sebagai seorang dokter yang telah berpengalaman, Mardjono tahu waktunya tidak akan lama lagi. Dengan sangat hati-hati dan penuh hormat, dia memeriksa denyut nadi Soekarno. Dengan sisa kekuatan yang masih ada, Soekarno menggerakkan tangan kanannya, memegang lengan dokternya. Mardjono merasakan panas yang demikian tinggi dari tangan yang amat lemah ini. Tiba-tiba tangan yang panas itu terkulai. Detik itu juga Soekarno menghembuskan nafas terakhirnya. Kedua matanya tidak pernah mampu lagi untuk membuka. Tubuhnya tergolek tak bergerak lagi. Kini untuk selamanya.

Situasi di sekitar ruangan sangat sepi. Udara sesaat terasa berhenti mengalir. Suara burung yang biasa berkicau tiada terdengar. Kehampaan sepersekian detik yang begitu mencekam. Sekaligus menyedihkan.

Dunia melepas salah seorang pembuat sejarah yang penuh kontroversi. Banyak orang menyayanginya, tapi banyak pula yang membencinya. Namun semua sepakat, Soekarno adalah seorang manusia yang tidak biasa. Yang belum tentu dilahirkan kembali dalam waktu satu abad. Manusia itu kini telah tiada.

Dokter Mardjono segera memanggil seluruh rekannya, sesama tim dokter kepresidenan. Tak lama kemudian mereka mengeluarkan pernyataan resmi: Soekarno telah meninggal.

Soekarno telah menjadi bagian dari sejarah bangsa ini. Ada sejarah yang belum terungkap dan masih diliputi kabut tebal misteri. Ada pula yang secara perlahan kian terang. Rezim Orde Baru pimpinan Presiden Jenderal Soeharto yang didukung Golkar sebagai mesin buldoser pendulang suara rakyat (saat itu tidak mau disebut partai politik) berkuasa selama 32 tahun. Negeri ini (katanya) tengah membangun, namun yang tak disadari oleh semua orang dananya ternyata dari hasil utang luar negeri.

Dengan tega, Soeharto pada November 1967 pun telah mengkavling-kavling wilayah NKRI menjadi bancakan bagi perusahaan-perusahaan asing multinasional. Belum lagi jutaan rakyat Indonesia tak bersalah yang telah dibunuh rezim ini dalam kebiadaban yang tidak terperikan.

Pada 27 Januari 2008, Soeharto telah menutup mata untuk selama-lamanya. Mantan orang nomor satu ini meninggal setelah diberi berbagai fasilitas canggih dari negara. Kontras sekali dengan kondisi ketika Presiden Soekarno wafat. Padahal jasa antara keduanya tak sebanding. Yang satu telah merelakan meringkuk selama 25 tahun di penjara Belanda hanya demi memerdekaan negerinya, sedangkan yang lain—mantan tentara KNIL, pelayan penjajah Belanda—malah merampok banyak kekayaan negeri ini selama puluhan tahun.

Hanya Korban Yang Berhak Memintakan Maaf

Yang menarik, saat Soeharto sakit dan kritis, banyak pihak meminta agar dosa-dosa dan kesalahan Soeharto diampuni dan dimaafkan. Padahal, semua yang meminta itu bukanlah korban politik dari Soeharto. Mereka tidak pernah menderita puluhan tahun dipenjara tanpa pengadilan oleh rezim Soeharto. Mereka tidak pernah kehilangan anggota keluarga gara-gara ditembak mati rezim Soeharto. Mereka tidak pernah mengalami kesulitan hidup puluhan tahun lamanya di masa rezim Soeharto. Tiba-tiba mereka dengan enteng dan enaknya minta agar rakyat Indonesia membukakan pintu maaf bagi orang yang oleh media Barat sendiri disebut sebagai Diktatur, Pinochet-nya Indonesia. Betapa naifnya hal ini!

Budiman Sudjatmiko, eks Ketua PRD yang kini bergiat di PDIP, pernah kesal dengan orang-orang dan kelompok yang tanpa tahu diri menghimbau agar Soeharto dimaafkan. “Hanya mereka, para korban rezim Orde Baru-lah yang berhak mengatakan itu!” tukasnya.

Ini sama saja dengan jutaan orang yang tengah dibantai dan disiksa oleh seorang penguasa, lalu setelah para korbannya bergelimpangan berdarah-darah bahkan banyak yang meninggal, tiba-tiba ada penonton yang sama sekali tidak diapa-apakan lalu berkata, “Wahai semuanya, maafkanlah penguasa itu, ampunilah dia…” Sungguh, benar-benar tidak lucu! Apapun alasannya.

Dosa-dosa Soeharto teramat banyak. Dan Soeharto tentu tidak memikulnya sendirian. Golkar sebagai mesin politik Soeharto, di mana para kroninya berkumpul, juga wajib bertanggungjawab. Jika para korban mereka telah memaafkan, ya itu lebih bersifat masing-masing. Tetapi kejahatan lainnya, perdata, KKN, HAM, dan sebagainya tetap harus diusut tuntas.

Gelar Pahlawan Orde Baru

Ada lagi wacana konyol yang disodorkan para kroni Soeharto agar orang ini diberi gelar Pahlawan Nasional. Ini benar-benar keterlaluan. Selesaikan dulu semua kasus hukum Soeharto, baru nanti diniulai apakah orang ini berhak menyandang gelar mulia itu atau tidak.

Yang paling pas bagi Soeharto mungkin gelar ‘Pahlawan Orde baru’, karena dia memang telah sangat berjasa bagi para kroninya sehingga sekarang ini masih saja tetap jaya dilingkaran pusat kekuasaan. Bahkan banyak media teve dan media cetak nasional yang sekarang dikuasai oleh para kroni Soeharto sehingga dalam pemberitaan kemarin Soeharto diimejkan sebagai seorang yang baik, dekat dengan rakyat, tak bersalah, bak pahlawan pembangunan, dan segala macam julukan lainnya.

Padahal di tahun 1965 sampai dengan 1969, jutaan rakyat Indonesia tidak bersalah telah dibunuh atas perintah darinya. Generasi muda sekarang, generasi MTV, memang tidak pernah tahu akan hal ini karena mereka telah teralienasi dari sejarah bangsanya sendiri. Mereka telah menjadi generasi yang ahistoris, yang tercerabut dari sejarah bangsanya yang selama 32 tahun terus-menerus digelapkan hingga sekarang.

Soekarno memang banyak pula kesalahannya. Tapi bagaimana pun Soekarno adalah orang besar. Namun beda sekali dengan penerusnya. Mudah-mudahan sejarah bangsa besar ini akan terbuka dan menjadi terang-benderang hingga anak-cucu kita bisa menilai dengan jernih mana yang harus ditiru dan mana yang harus dibuang.
 
ane baca aja dulu.. banyak versi cerita yg lainnya
 
cerita sejarah banyak info info yang beda gan , beda beda soalnya info nya :)
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.