• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Saya Perempuan & Saya Punya Pilihan

Angela

IndoForum Addict A
No. Urut
88
Sejak
25 Mar 2006
Pesan
41.687
Nilai reaksi
23
Poin
0
Saya Perempuan & Saya Punya Pilihan



Kamu bukan boneka, jangan biarkan mereka menentukan jalanmu

Hidup di lingkungan patriarki menciptakan saya banyak mengalah dengan keadaan. Tuntutan sosial untuk sering jadi begini begitu menciptakan saya mengalami letih fisik maupun mental. Alih-alih mencoba hidup yg saya harapkan, saya merasa hidup jadi boneka kebanggaan keluarga.

Diumur sekarang ini, sudah tak terhitung berapa banyak mimpi mereka yg saya wujudkan. Berulang kali saya meyakinkan bahwa ini adalah bentuk balas budi saya kepada mereka. Namun, semakin dewasa, semakin banyak pengalaman yg didapat, semakin terbuka pikiran saya, akhirnya saya menyadari banyak penyesalan. Terlalu banyak kesempatan yg saya sudah lewatkan karena terlalu memprioritaskan mimpi mereka. Terlalu banyak penyesalan yg saya rasakan hingga saya merasa bersalah pada diri saya sendiri. Disaat saya mencapai satu mimpi, saya kehilangan satu hal yg berharga, yakni diri saya sendiri. Saya terlalu manut, hingga saya rela mengorbankan mimpi saya sendiri untuk mati tenggelam.

Lantas mengapa saya masih bungkam?

Saya tinggal di lingkungan dimana orang tua merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam menentukan nasib si anak. Tak peduli berapa banyak uang yg dihasilkan, prestasi yg didapat, kalau berani menentang kehendak orang tua maka itu tidaklah berguna. Pernah suatu ketika saya membicarakan tentang hak saya sebagai seorang anak. Alih-alih mencoba mendengar suara saya mereka malah membahas berapa rupiah yg sudah mereka keluarkan untuk biaya hidup saya. Mereka menuntut saya untuk sering manut lantaran itu adalah bukti bakti saya sebagai seorang anak kepada orang tua. Setelah kejadian ini saya cuma sanggup bersikap pasrah & meminta pada Sang Maha Kuasa.

Saya kemudian memutuskan untuk keluar dari rumah demi menyembuhkan keadaan fisik & mental saya. Alhamdulillah, saat saya tinggal dilingkungan baru, saya merasa lebih bersyukur & dapat menjalani hidup dengan lebih tenang. Saya tidak perlu mendengar ocehan emak yg membanggakan anak tetangga yg baru kimpoi dengan seorang milyader. Saya tidak perlu mendengar sindiran tetangga yg menyebut saya sebagai perawan tua karena lebih memilih untuk sekolah daripada menikah. Saya juga tidak perlu mendengar gossip ibu-ibu arisan yg menyebut saya seorang lesbian.

Lho, jadi perempuan itu gausah sekolah tinggi-tinggi nduk, nanti gada yg mau sama kamu

Bukan maksud saya untuk menjadikan alasan sekolah sebagai alasan untuk menunda menikah. Saya orang realistis & saya belajar untuk menilai sesuatu dari dua sisi. Sesuai dengan pengalaman, sekolah berkontribusi akbar dalam membentuk saya. Melalui belajar di sekolah, saya belajar bagaimana cara jadi orang tua yg baik. Saya juga belajar bagaimana menghargai keputusan orang lain. Sekolah memberikan apa yg saya mau & saya butuhkan, itulah mengapa saya lebih memilih untuk sekolah daripada menikah di usia yg terbilang muda.

Nikah itu bertujuan untuk menghindari zina lho

Iya, saya paham. Namun, selain menghindari zina, kita juga harus menghindari kemiskinan bukan? Saya tidak mau menikah saat kondisi mental & finansial saya belum stabil. Simplenya begini, menikah itu sekali seumur hidup, so saya tidak mau menikah dengan orang yg salah. Bisa kita bayangkan berapa uang yg sudah orang tua habiskan untuk biaya hidup kita bukan? Ya, jumalahnya tidaklah sedikit, dapat ratusan juta, bahkan milyaran. Karena itu, saya harap jadi orang tua yg mapan secara fisik, mental atau pun finansial supaya anak saya kelak dapat hidup bahagia dengan pilihannya. Anak saya tidak boleh merasakan apa yg saya rasakan saat ini. Anak saya harus jadi manusia bebas yg sanggup bertanggung jawab dengan pilihannya sendiri.

Saya seorang perempuan, saya anak tunggal, & saya memutuskan untuk hidup dengan opsi saya. Saya harap menciptakan orang tua saya bangga atas opsi saya, bukan opsi mereka. Saya memutuskan untuk berhenti jadi boneka, karena saya tau apa yg terbaik untuk saya. Saya harap yg terbaik untuk anak saya kelak, maka saya harus terus berproses dengan belajar. Dalam konteks ini, saya tidak bermaksud mengajak siapa pun untuk menunda menikah, saya cuma mengajak pembaca untuk berpikir lebih kritis dengan konteks yg saya sajikan dalam tulisan ini. Ingat, entah laki-laki atau pun perempuan, kita berhak memilih jalan hidup yg kita harapkan. Kita berhak menolak, so be critical! Hari ini 18:33
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.