singthung
IndoForum Junior E
- No. Urut
- 7164
- Sejak
- 21 Sep 2006
- Pesan
- 1.634
- Nilai reaksi
- 27
- Poin
- 48
SAMADHI-BENAR( Samma-Samadhi )
SILA –> SAMADHI –> PANNA
TRITUNGGAL-JALAN-PEMBEBASAN
SILA –> SAMADHI –> PANNA
TRITUNGGAL-JALAN-PEMBEBASAN
Ajaran Sang Buddha sesungguhnya terangkum dalam : SILA, SAMADHI, dan PANNA. Tritunggal-Pengetahuan inilah Jalan-Pembebasan, menuju berakhirnya ratap-tangis, berakhirnya dukkha, akhir perjalanan samsara semua makhluk alam semesta, merupakan satu-satunya jalan menuju “Nibbana”.
Ketiga-tiganya ini adalah Satu, artinya kita harus menempuh ketiganya, tidak bisa salah satu diantaranya. Inilah mengapa SILA, SAMADHI, dan PANNA merupakan “TRITUNGGAL”.
SILA yang sempurna, akan menghasilkan Konsentrasi sempurna yang berguna bagi pencapaian kesuksesan (samapati) SAMADHI, yaitu berupa empat Rupa-Jhana dan empat Arupa-Jhana dan vipassanannana ( pandangan-terang ), dan Samadhi-Sempurna ini akan menghasilkan pengetahuan tertinggi, Kebijaksanaan-Sempurna ; PANNA.
Melatih Samadhi tujuan utamanya adalah mengembangkan sifat-sifat mulia dan demi pembebasan dari samsara. Seseorang yang mempraktekkan Samadhi haruslah mempunyai keteguhan hati ( ajjhasaya ), tidak mempunyai sifat kasar serta tanpa ‘kehausan’ ( kehausan akan keindriyaan ).
Seorang yogi harus memiliki SILA / moralitas yang sempurna tanpa noda. SILA ini adalah ‘akar’ bagi kehidupan Samadhi yang benar. Dengan memiliki SILA yang sempurna, batin seorang Yogi akan menjadi tenang dan damai. Ia tidak akan mempunyai peraaan resah-gelisah, pikiran-pikiran yang kacau, takut, dan lain-lain. Apalagi yang harus ditakuti bila kita telah bertindak benar dan bajik ? Tidak akan ada orang yang menghujat kita karena kita menjadi seorang pembohong, tidak akan ada debt-collector yang mengejar-ngejar kita karena kita melarikan sejumlah uang, dan lain-lain ‘mimpi-buruk’. Bagi seorang yang memegang teguh SILA, batinnya akan jauh dari ketakutan-ketakutan tersebut. Bila seseorang tidak memiliki SILA atau mengurangi SILA jangan pernah berharap ia akan berhasil mencapai ‘kesuksesan’ dalam samadhinya.
Seorang yogi yang telah memiliki sila yang sempurna dan belum mencapai tingkat Arahat harus mempraktekkan vipassana-bhavana untuk mencapai pembebasan ; Arahat ( catatan ; tingkat kesucian Arahat hanya bisa dicapai dengan hidup sebagai seorang petapa yang melepaskan keduniawian ( dalam terminology Buddhis disebut : kebhikkhuan ), sedang tiga tingkatan dibawahnya : Sotapanna, Sakadagami, Anagami, bisa dicapai oleh umat non-Bhikkhu. Saat seseorang mencapai Arahat, tetapi tidak hidup mem-Bhikkhu, maka ia akan ‘meninggal’, karena batin yang ‘halus’ menuntut tubuh / cara hidup yang halus pula ).
Bila seseorang yang baru menempuh ‘kehidupan’ Samadhi dan ingin mempraktekkan ‘vipassana’ ( Samadhi ‘pandangan-terangan’ ), maka ia harus bisa mencapai ketenangan pertama (Jhana I). Kekuatan vipassana ini dapat memotong hawa-nafsu dan segala bentuk kekotoran batin. Jika seorang siswa / yogi belum mencapai Jhana I maka ia belum berhasil dalam Samadhi, ini merupakan hukum mutlak.
Jalan Pembebasan
Ada dua ( 2 ) jalan menuju kesucian, yaitu :
1. Sukha-vipassako.
2. Melalui pencapaian Jhana dari Jhana I hingga Jhana VIII kemudian turun tahap demi tahap sampai Jhana I untuk kemudian masuk ke vipassana bhavana.
Cara yang kedua tersebut dipakai untuk membuktikan adanya ‘kesaktian’, atau ditempuh oleh Yogi yang memang ingin mempunyai kesaktian.
Sukha vipassako adalah ajaran khusus yang diberikan Sang Buddha bagi orang-orang yang kesulitan mencapai Jhana yang disebabkan oleh karena kurangnya atau tidak adanya jasa paramita dari orang tersebut pada kehidupan yang lampau. Tidak semua orang bisa mencapai Jhana hingga Jhana IV ( empat Rupa-Jhana ) apalagi hingga Jhana VIII ( empat Arupa-Jhana ).
Sukha vipassako adalah praktek yang mudah untuk menuju pembebasan dan seorang yogi yang melaksanakan sukha-vipassako tidak tertarik pada ‘kesaktian’. Seandainya ia mencapai Jhana, hanya Jhana I saja.
Dalam mempraktekkan vipassana ( pandangan terang ), sukha-vipassako menggunakan pencapaian ketenangan ( Jhana-samapati ) sebagai dasar untuk mengetahui ketenangan yang muncul dalam batin atau dapat dikembangkan menuju vipassana bila batin (citta) ini menuju Samadhi-tetangga ( upacara-samadhi ).
Hal mendasar yang perlu diketahui dalam praktek sukha-vipassako yaitu :
1. Menjaga sila dengan baik.
2. Melaksanakan ‘vipassana-samadhi’ dengan dasar Jhana pertama.
Orang yang melaksanakan Samadhi ( baik sukha-vipassako maupun yang melalui proses Jhana hingga Jhana VIII ) harus berdisiplin tinggi sehingga ia akan mencapai Kebebasan. Seorang yogi yang mempraktekkan sukha-vipassako akan mencapai kebebasan tanpa ‘kekuatan batin istimewa’. Ia hanya akan menjadi seorang Arahat, orang yang telah sempurna.
Pada kesempatan ini saya akan membahas Jhana-Jhana dan keistimewaan yang dihasilkan olehnya, yaitu yang berupa ‘kekuatan-batin’ / kesaktian.
Enam ( 6 ) Kekuatan Batin ( Abhinna )
Enam kekuatan batin ( abhinna ) merupakan dhamma yang istimewa, bagi para yogi yang melatih diri secara khusus untuk memperolehnya. Lima kekuatan batin yang pertama diperoleh dari hasil praktik ‘Rupa-Jhana’, yaitu Jhana I hingga Jhana IV. Kelima kekuatan batin tersebut adalah sebagai berikut :
1. Iddhividdhi : Berbagai jenis kekuatan batin , seperti : menciptakan diri sendiri menjadi banyak dalam rupa yang sama dan merubah diri kembali dari banyak menjadi satu, berjalan diatas air, berjalan di udara, melayang di udara, melunakkan batu, mendatangkan hujan di daerah tandus / kemarau panjang, menciptakan api, menciptakan sinar untuk melihat dalam gelap, melihat jarak jauh siang maupun malam, menghangatkan cuaca di tempat yang dingin, meringankan tubuh sehingga dapat mengikuti arus angin, mendatangkan angin ditempat yang ‘kurang-angin’, melihat benda-benda yang terhalang oleh sekat seperti tembok, melihat barang-barang yang ditutupi dalam suatu tempat ( penglihatan tembus ruang ), dan lain-lainnya.
2. Dibbasota : Mendengar suara dari jarak jauh, tidak terhalang batas ruang dan waktu, termasuk mendengar suara-suara dari alam lain, baik alam surga maupun neraka.
3. Cutupata Nana : Mengetahui kelahiran dan kematian semua makhluk hidup.
4. Cetopariya Nana : Dapat membaca pikiran / hati orang dan makhluk lain.
5. Pubbenivasanussati : Mengingat kehidupan lampau.
6. Adapun kekuatan batin yang keenam adalah kekuatan ‘pandangan-terang’ ( vipassanannana ), yaitu kemampuan mengikis habis kekotoran batin ( asavakayanana ).
KETEGUHAN HATI ( AJJHASAYA )
Seseorang yang mempraktekkan Samadhi-Buddhis, menjadi seorang Yogi-Buddhis, harus mempunyai “Keteguhan-Hati”, dan tidak boleh mempunyai sifat kasar, tanpa ‘kehausan’ terhadap ‘keindriyaan’. Seperti yang sudah diterangkan pada paragraph-paragraf awal/pendahuluan, seseorang harus memiliki SILA, yang terawat sempurna dan tanpa-noda. Teguh dalam pengembangan Sila dan Samadhi, inilah sikap-mental yang harus dijaga, dirawat, dikembangkan. Kita tidak boleh tergoda oleh kesenangan-kesenangan indriya.
Setelah anda bertekun dalam Sila dan Samadhi, anda tidak akan lagi melihat keduniawian dengan penuh kemelekatan, kegiuran, karena, bagi anda, semua hal keduniawian itu tidak berarti lagi. Ini akan terjadi secara alamiah. Mengapa ? Karena anda telah menemukan yang lebih tinggi daripada itu semua.
KETEGUHAN HATI DALAM TIGA PENGETAHUAN ( AJJHASAYA TEVIJJO )
Ketika seseorang Yogi telah mampu mencapai Jhana IV, ia akan memiliki keteguhan hati dalam tiga pengetahuan sebagai berikut :
1. Pubbenivasanussati nana ; mengetahui kelahirannya yang lampau.
2. Cutupapata nana ; mengetahui tumimbal lahir dari makhluk2 hidup, darimana sebelum dilahirkan dan akan terlahir dimana setelah kematiannya.
3. Asavakhaya nana, mengetahui jalan melenyapkan nafsu kekotoran batin.
Orang yang memiliki tiga pengetahuan ini dapat melihat / mengetahui sebab-musabab kehidupan yang lalu dan kehidupan yang akan datang dari makhluk hidup. Ia mampu melihat sesosok makhluk ( baik itu manusia atau bukan ) dulunya terlahir dimana sebagai apa, kemudian nanti ketika meninggal akan terlahir dimana dan sebagai apa, seperti membuka dan menutup benda –benda saja, mengetahui isi-isi benda tersebut.
Setelah mengetahui dengan jelas tumimbal-lahir yang berulangkali terjadi tersebut, maka timbul rasa bosan dan jenuh mengenai kelahiran dan kematian yang berulang-ulang. Setelah memahami dan menyadari dan memahaminya, maka ia akan berusaha berhenti dari kelahiran yang berulang-ulang dan berusaha menuju pembebasan.
Seorang Yogi yang memiliki tiga pengetahuan ini dapat mengetahui segala sesuatu dengan alamiah / otomatis, karena ia dapat membuktikannya. Yogi tersebut lebih suka membuktikan bukan HANYA-PERCAYA saja.
DISIPLIN DIRI UNTUK MENCAPAI TIGA PENGETAHUAN ( TEVIJJO )
Bagaimanakah cara untuk mencapai tevijjo ? Berikut adalah langkah-langkah yang perlu diambil untuk bisa memperoleh ‘tevijjo’ tersebut :
1. Menjaga SILA dengan baik ( Bagi umat perumah-tangga, maka PANCASILA yang harus dijaganya, namun bisa dan alangkah lebih baik jika meningkatkan disiplin dengan mendapatkan, menjaga dan merawat ATTHASILA ( Delapan Sila ). Bagi seorang Yogi Buddhis, prinsip “Lebih baik mati daripada melanggar Sila” sangatlah dijunjung tinggi.
2. Melatih Samadhi sampai memperoleh ketenangan dengan memakai objek kasina ( salah satu dari sepuluh objek kasina. Kasina terdiri dari 10 simbol latihan pemusatan pikiran. Enam Kasina, yang cocok untuk Saddha Carita, yaitu : Pathavi (tanah), apo (air), tejo (api), vayo (udara), akassa (angkasa), dan aloka (symbol-sinar). Empat Kasina, yang cocok bagi dosa carita, yaitu : Nila (biru kehijauan), pita (kuning), lohita (merah), dan odata (putih) ).
DIBBACAKKHU ( Mata-Dewa )
Untuk dapat memiliki “Tiga-Pengetahuan” ( Tevijjo ), anda harus mempunyai “Dibbacakkhu” / “Mata-Dewa”. Cara melatih dan memperoleh “Dibbacakkhu” adalah dengan melatih tiga objek kasina :
1. Tejo Kasina ( Objek Api ), missal nyala lilin.
2. Alo Kasina ( Objek Sinar ), missal Matahari.
3. Odata Kasina ( Objek Warna Putih ).
Diantara ketiga objek ini, yang paling efektif adalah objek-sinar ( Alo-Kasina ), demikian menurut Kitab Visudhi Magga.
Bila kita sudah mahir melatih Dibbacakkhu dan Manomayiddhi (kekuatan batin, bila seseorang telah mampu memisahkan batin dengan tubuh/jasmani, dan batin dapat ‘diajak’ pergi kemana-mana (kealam-alam lain). Manomayidhi ini termasuk salah satu abhinna pada seseorang yang telah memiliki tiga pengetahuan (tevijjo). Bila seorang Yogi telah mencapai Jhana keempat dalam meditasi dengan memakai salah satu objek kasina, maka ia dapat mencapai Manomayiddhi seperti pencapaian dibbacakkhu ) , akan memperoleh berbagai pengetahuan ( nana ) sebagai berikut :
1. Cutupata Nana : Mengetahui kehidupan dan kematian semua makhluk hidup sesuai dengan karmanya masing-masing.
2. Cetopariya Nana : Membaca pikiran orang lain dan makhluk-makhluk lain.
3. Pubbenivasa Nussati Nana : Kehidupan / tumimbal lahir yang lampau.
4. Atitansa Nana : Mengetahui masa yang lalu.
5. Anagatansa Nana : Mengetahui masa yang akan datang.
6. Paccuppannansa Nana : Mengetahui masa sekarang.
7. Yathakammuta Nana : Dapat mengetahui sebab akibat karma suatu makhluk baik itu manusia, dewa, Brahma, dan lain-lain. Karma apa yang menyebabkan mereka bahagia dan menderita.
PATISAMBHIDAPPAPATTO
Seorang Yogi yang telah sempurna pengetahuannya ( patisambhidappapatto ) jauh lebih istimewa dari seorang yogi yang memiliki tevijjo. Keistimewaannya adalah sebagai berikut :
1. Dapat mengetahui sepenuhnya Dhamma yang sempurna. Pokok-pokok Dhamma dapat diketahui dengan sempurna dan dapat menguraikannya seperti yang diajarkan Sang Buddha, walaupun ia baru sehari saja menjadi pengikut Sang Buddha, ia dapat mengetahui dan menguraikan Dhamma dengan sempurna. Dalam kitab suci dinyatakan bahwa orang seperti ini setelah mendengar ajaran Sang Buddha dengan langsung dapat mencapai tingkatan-tingkatan kesucian, karena mengetahui / menyelami setiap bagian yang Sang Buddha ajarkan.
2. Mahir dalam menguraikan Dhamma, seorang yang telah mencapai patisambhidappapato sanggup mengembangkan Dhamma yang Sang Buddha ajarkan. Walaupun Dhamma itu singkat, ia mampu menguraikannya menjadi panjang dan istimewa serta tidak mengubah isi ajaran tersebut. Ini akan menyebabkan pendengarnya senang dan tidak merasa bosan.
3. Pandai dalam merangkum Dhamma, seseorang yang telah mencapai patisambhidappapatto dapat merangkum ajaran Sang Buddha dengan tidak mengubah makna yang terdapat dalam Dhamma itu sendiri, rangkumannya sangat menarik dan istimewa.
4. Pandai dalam banyak bahasa. Selain dapat menggunakan bahasa manusia juga dapat menggunakan bahasa binatang, Dewa, dan bahasa makhluk-makhluk lainnya.
PATISAMBHIDANANA PATIPATTI
Patisambhidanana merupakan vijja ( pengetahuan ) yang lebih istimewa dari tiga (3) pengetahuan / ‘tevijjo’ dan enam (6) Abhinna. Untuk memperoleh patisambhidanana harus mempraktekkan Samadhi dengan objek sepuluh ( 10 ) Kasina.
Untuk mendapatkan keenam abhinna, Yogi hanya perlu mempraktekkan Samadhi dengan objek kasina hingga Jhana IV saja. Sedangkan untuk mendapatkan patisambhidanana ini bukan hanya tuntas empat ‘rupa-jhana’ saja, tapi harus sampai empat ‘arupa-jhana’ atau sampai Jhana VIII. Keempat arupa Jhana tersebut adalah :
1. Akasanancayatana : Kesadaran moral yang berada di “Ruang-yang-Tidak-Terbatas
2. Vinnanacayatana : Kesadaran moral yang berada di “Kesadaran-yang-Tidak Terbatas”
3. Akincannayatana : Kesadaran moral yang berada di “Kehampaan”
4. N’eva sanna ‘asannayatana : Kesadaran moral dimana “Tidak-ada-Pencerapan bukan pula Ada-Pencerapan “.
LIMA RINTANGAN BATIN ( PANCA-NIVARANA )
Ada lima hal yang merintangi kemajuan samadhi seorang Yogi. Jika kita telah memutuskan untuk menempuh kehidupan ‘samadhi’, demi kesuksesan pencapaian kita, maka kita seyogyanya melenyapkan kelima hal yang merintangi ini. Lima hal tersebut dikenal sebagai “Lima-Rintangan-Batin ( Panca-Nivarana ) “.
Lima rintangan batin ( Panca Nivarana ) merupakan ‘AKUSALA-DHAMMA”, yaitu Dhamma yang dapat melenyapkan Kusala Dhamma ( Dhamma yang Baik ) pencapaian tingkat Samadhi.
Lima rintangan batin ini adalah :
1. Kamacchanda, yaitu nafsu-nafsu indriya, keinginan dan kegiuran terhadap bentuk-bentuk ( tubuh, material ( rupa ) ), suara, bau-bauan, rasa, sentuhan, dan bentuk-bentuk pikiran. Nafsu sexual, kesenangan pada tontonan-tontonan ( seperti acara TV, pertunjukan musik, drama, tari, dan lain-lain termasuk kamacchanda yang seyogyanya dilenyapkan. Jika anda perumah-tangga dan sulit melenyapkan kamacchanda ini, sebaiknya dilemahkan, dikurangi ‘kegiuran’nya ).
2. Byapada, yaitu keinginan jahat atau itikad jahat / dendam. Jika kita membawa dendam dari masa lampau, ini pun akan menghalangi kesuksesan pencapaian samadhi kita. Dendam dan keinginan jahat akan selalu menghalang-halangi pemusatan batin kita pada objek samadhi.
3. Thinamiddha, yaitu kemalasan dan kelambanan. Seringkali kita malas untuk bersamadhi, merasa lebih baik jalan-jalan ke mall, kumpul dengan teman-teman, atau bercumbu dengan kekasih. Kemalasan, dan juga kelambanan kita dalam mempraktekkan samadhi, juga merupakan penghalang tercapainya pemusatan batin pada objek samadhi.
4. Uddhaccakukkucca, yaitu kegelisahan atau kekhawatiran. Sering timbul dalam batin kita perasaan gelisah dan khawatir ketika kita sedang bersamadhi. Apalagi bila kita bersamadhi dalam ketiga tempat yang dianjurkan oleh Sang Buddha = didalam hutan, dibawah pohon besar, atau didalam rumah kosong yang sudah lama tidak ditempati. Maka akan timbul perasaan takut, gelisah, khawatir, yang luar biasa hebatnya. Perasaan-perasaan ini harus kita lenyapkan. Ini akan menghalangi pemusatan batin kita pada objek samadhi.
5. Vicikiccha, yaitu keragu-raguan. Pada tengah perjalanan kita sebagai seorang Yogi, bila kita merasakan tidak menemukan kemajuan-kemajuan yang berarti, terutama dalam pencapaian Jhana I hingga VIII, maka akan mulai timbul keragu-raguan. Apakah aku mampu ? Apakah ini Jalan yang benar ? Keragu-raguan ini merupakan bentuk halus dari kekotoran batin. Karena, hasil dari keragu-raguan yang kuat, anda akan melepaskan kehidupan samadhi anda dan anda akan menempuh jalan lain, atau paling parah anda akan kembali lagi menempuh hidup keduniawian, tanpa seberkas kerohanian sedikitpun.
Kelima rintangan batin ini sesungguhnya merupakan ‘teman-teman’ dekat kita selama rentang pengembaraan kita dalam samsara ini. Jhana akan mengatasi nivarana sementara waktu dan jhana merupakan teman baru bagi kita. Sifat teman baru ini sangat halus dan baik, bertentangan dengan teman lama kita, panca nivarana. Sebagai umumnya teman dekat, ia akan berusaha menghalang-halangi kedekatan kita dengan teman baru kita, Jhana.
Yang menyebabkan kita tidak dapat mencapai ketenangan dan memegang objek adalah karena kita selalu ingin ‘berjumpa’ dengan ‘teman-teman-lama’ kita tadi ; panca-nivarana. Hal ini merupakan corak hukum alam.
Bila kita telah mencapai Jhana I maka kita harus rajin berlatih hingga mahir, supaya batin tidak goyah, jangan mundur dalam melatih Jhana dari latihan satu jam, dua jam, satu hari, dua hari, sampai dapat berlatih selama tujuh hari, dengan demikian kita dapat memegang Jhana dengan kuat.
PENCAPAIAN / KESUKSESAN SAMADHI ( SAMAPATI )
1. Kanika Samadhi
Artinya adalah ‘sedikit-perhatian’. Seringkali seseorang yang praktek samadhi dengan menggunakan salah satu objek, saat batin menjadi tenang, tiba-tiba pikiran mengembara kesana-kemari, kadang-kadang mengkhayal, tidak terlalu lama kemudian tenang kembali. Timbul rasa kegiuran terhadap objek samadhi, timbul kebahagiaan, tapi ia akan mengkhayal lagi, dan seterusnya. Kadang-kadang juga timbul rasa malas, singkatnya batin belum mantap. Kualitas samadhi yang seperti inilah yang disebut kanika-samadhi, bukan samapati, bukan merupakan suatu pencapaian kesuksesan samadhi. Intinya, anda belum mencapai apapun dalam samadhi anda.
2. Jhana
Jhana berarti terpusatnya pikiran dengan objek. Kaitannya dengan samapati, Jhana kesatu disebut Pathama-samapati, Jhana kedua disebut Dutiya-Samapati, Jhana ketiga disebut Tatiya-Samapati, demikian seterusnya sampai dengan Jhana VIII, yang disebut “Nevasannana sannayatana samapati”.
MEMASUKI JHANA
Upacara Samadhi ( Meditasi Tetangga )
Setelah perjuangan hebat kita, kita akan melalui masa-masa anda bergulat dalam ‘kanika-samadhi’. Kemudian anda mulai tenang, mulai bisa mencerap objek samadhi, saat inilah anda mulai memasuki Upacara Samadhi.
Upacara Samadhi ini disebut juga Upacara Jhana. Upacara Jhana adalah samadhi yang sudah mantap karena mendekati Jhana Pertama. Dalam tingkat Upacara Jhana ini seseorang sudah dapat memegang objek dalam waktu cukup lama, batin tenang dan merupakan dasar untuk melatih dibbacakkhu ( mata-dewa ). Ciri-ciri Upacara samadhi adalah terdapatnya unsur-unsur berikut ini :
1. Vitaka, yaitu saat dimana batin kita berusaha memegang objek meditasi. Bila objek meditasi kita adalah napas, misalnya, maka kita dapat memegang objek ini cukup lama dan pikiran tidak mengembara lagi kesana dan kesini.
2. Vicara, yaitu saat batin kita semakin dalam memegang / mencerap objek meditasi. Biasanya disini muncul gambaran-gambaran batin ( nimitta ) dari objek meditasi kita. Nimitta berubah-ubah atau muncul warna yang dapat menjadi besar atau kecil dan sebagainya tergantung dari nimitta kita. Bagaimana bentuk nimitta itu, tinggi atau rendahnya gambaran nimitta, batin tetap mengetahuinya, dan tidak terlepas dari kesadaran meditasi. Pada saat kita mengetahui dalam kasina atau mengetahui napas panjang dan napas pendek itulah yang disebut vitaka.
3. Piti, atau kegiuran batin. Batin tergiur dalam kesenangan, kegembiraan, batin kita merasa tenang dan menemukan kepuasan, seolah-olah batin menjadi terang, tubuh terasa ringan dan gembira. Kadang-kadang kita melihat warna yang muncul sepintas-sepintas atau kilat yang tidak begitu lama.
Tanda-tanda ‘piti’ ada lima (5) macam :
1. Bulu roma kita berdiri ( merinding )
2. Keluar air mata tanpa sebab.
3. Tubuh menjadi seperti bergoncang.
4. Tubuh seperti melayang-layang terangkat naik, bahkan kadang-kadang bisa benar-benar terbang / melayang.
5. Kadang-kadang tubuh serasa menjadi besar, kecil, tinggi dan tubuh terasa ‘kosong’.
Salah satu dari kelima tanda tersebut dapat menjadi ciri-ciri piti. Saat muncul piti, meditasi kita akan semakin mantap.
4. Sukha, yaitu kebahagiaan yang dalam , kebahagiaan yang halus dan sukar ditemukan dalam kehidupan biasa dan tidak menimbulkan penderitaan. Kebahagiaan ini tidak disebabkan oleh sesuatu yang pernah kita alami, seperti misalnya kenangan-kenangan bersama orang yang dicintai, melainkan kebahagiaan tanpa penderitaan yang merupakan hasil dari meditasi, hasil dari tenang dan damainya batin kita yang telah mencerap objek samadhi dengan mantap.
Keempat hal diatas tersebut merupakan ciri bahwa kita telah mencapai ‘upacara-samadhi’.
Tingkat upacara samadhi ini adalah tingkat sebelum kita memasuki Jhana pertama. Dalam upacara-samadhi, kita hampir memasuki Jhana, telah tiba di pintu gerbang Jhana. Namun ini belum bisa disebut Jhana, karena belum lengkap untuk memenuhi syarat-syarat Jhana.
bersambung...