yan raditya
IndoForum Addict E
- No. Urut
- 163658
- Sejak
- 31 Jan 2012
- Pesan
- 24.461
- Nilai reaksi
- 72
- Poin
- 48
Tak mudah untuk mencapai Desa Wae Rabo, Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur. Butuh empat jam berjalan kaki di jalan berkelok dan menanjak, menyeberangi Wae (Sungai) Lomba
Di pegunungan yang kerap tertutup kabut, berdiri tujuh buah kecurut yang berwana kehitaman dari kejauhan. Itu adalah rumah adat kuno, yang dalam bahasa setempat disebut Mbaru Niang. Kampung itu diperkirakan sudah berusia lebih dari 1.000 tahun.
Keunikannya tidak hanya menyebar lewat foto di kartu pos yang melintasi samudera dan benua, sebagai bangunan eksotis. Mbaru Niang kini telah mendapat pengakuan dunia.
Pada 27 Agustus 2012, mbaru niang dianugerahi penghargaan tertinggi, Award of Excellence 2012 dari UNESCO. Untuk pelestarian arsitektur warisan budaya. Mengalahkan 42 kompetitor dari 11 negara di Asia Pasifik, antara lain konservasi Masjid Khilingrong di Pakistan, sistem irigasi tua India dan kompleks Zhizhusi di Cina.
Tingginya sekitar 15 meter, kerangka dari bambu, atapnya dari ujuk atau ilalang. Rumah besar itu disangga kayu worok yang kuat dan besar. Mbaru niang yang sempat hampir roboh telah direnovasi menjadi bangunan kokoh.
Setiap rumah terdiri dari lima tingkat, dari yang terbawah sebagai tempat tinggal, hingga yang teratas untuk meletakkan sesaji bagi para leluhur. Saking besarnya, satu mbaru niang bisa dihuni enam sampai delapan keluarga. Segala aktivitas bisa dilakukan di sana. "Total ada 51 kepala keluarga," kata Yos Katup, tokoh adat Wae Rebo pada ANTV.
Karena letaknya yang terpencil, kampung yang bersandar pada pada hasil pertanian itu belum tersentuh pelayanan kesehatan. Padahal, di bidang pariwisata, Desa Wae Rabo telah mendunia. Sudah jadi tujuan orang asing, bahkan sejak tahun 1970-an.
Ia menjadi permata tersembunyi bagi peneliti dan turis mancanegara, namun terpencil dan terpinggirkan di negeri sendiri.
Di pegunungan yang kerap tertutup kabut, berdiri tujuh buah kecurut yang berwana kehitaman dari kejauhan. Itu adalah rumah adat kuno, yang dalam bahasa setempat disebut Mbaru Niang. Kampung itu diperkirakan sudah berusia lebih dari 1.000 tahun.
Keunikannya tidak hanya menyebar lewat foto di kartu pos yang melintasi samudera dan benua, sebagai bangunan eksotis. Mbaru Niang kini telah mendapat pengakuan dunia.
Pada 27 Agustus 2012, mbaru niang dianugerahi penghargaan tertinggi, Award of Excellence 2012 dari UNESCO. Untuk pelestarian arsitektur warisan budaya. Mengalahkan 42 kompetitor dari 11 negara di Asia Pasifik, antara lain konservasi Masjid Khilingrong di Pakistan, sistem irigasi tua India dan kompleks Zhizhusi di Cina.
Tingginya sekitar 15 meter, kerangka dari bambu, atapnya dari ujuk atau ilalang. Rumah besar itu disangga kayu worok yang kuat dan besar. Mbaru niang yang sempat hampir roboh telah direnovasi menjadi bangunan kokoh.
Setiap rumah terdiri dari lima tingkat, dari yang terbawah sebagai tempat tinggal, hingga yang teratas untuk meletakkan sesaji bagi para leluhur. Saking besarnya, satu mbaru niang bisa dihuni enam sampai delapan keluarga. Segala aktivitas bisa dilakukan di sana. "Total ada 51 kepala keluarga," kata Yos Katup, tokoh adat Wae Rebo pada ANTV.
Karena letaknya yang terpencil, kampung yang bersandar pada pada hasil pertanian itu belum tersentuh pelayanan kesehatan. Padahal, di bidang pariwisata, Desa Wae Rabo telah mendunia. Sudah jadi tujuan orang asing, bahkan sejak tahun 1970-an.
Ia menjadi permata tersembunyi bagi peneliti dan turis mancanegara, namun terpencil dan terpinggirkan di negeri sendiri.