• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Renungan Kasih Harian [ Every Day Update ]

GloryFrench

IndoForum Newbie A
No. Urut
2045
Sejak
10 Jun 2006
Pesan
380
Nilai reaksi
7
Poin
18
Tuhan, Berilah Kekuatan!

Suasana di lapangan sungguh meriah siang itu. Rupanya sedang diadakan lomba mobil balap mainan dan babak finalnya akan dimulai sebentar lagi. Hanya tersisa empat orang peserta dan masing-masing anak pun memamerkan mobil mainan buatan sendiri. Memang begitulah aturan permainannya, mobil harus buatan sendiri.

Di antara peserta itu ada seorang anak yang mobilnya sama sekali tidak istimewa, namun ia termasuk dalam empat anak yang berhasil memasuki babak final. Dibanding semua lawannya, mobilnyalah yang paling tak sempurna. Beberapa anak menyangsikan kekuatan mobil itu bisa berpacu melawan mobil lainnya.

Yah, memang, mobil tak begitu menarik. Dengan kayu sederhana dan sedikit lampu kedip di atasnya, tentu tak sebanding dengan hiasan mewah yang dimiliki mobil mainan lainnya. Namun, pemiliknya bangga dengan itu semua, sebab mobil itu buatan tangannya sendiri.

Tibalah saat yang dinantikan. Final kejuaraan mobil balap mainan. Setiap anak mulai bersiap di garis start, untuk mendorong mobil mereka kencang-kencang. Di setiap jalur lintasan, telah siap 4 mobil “kebanggaan”, lengkap dengan “pembalap” kecilnya. Lintasan itu berbentuk lingkaran dengan 4 jalur terpisah di antaranya.

Namun, sebelum pertandingan dimulai, salah seorang anak yang memiliki mobil yang paling ‘antik’ dan ‘beda’ dari mobil lainnya meminta waktu sebentar, Ia tampak berkomat-kamit seperti sedang berdoa. Matanya terpejam, dengan tangan dirangkup sambil memanjatkan doa. Semenit kemudian ia pun berkata,”Ya, aku siap!” Dorr! Perlombaan pun dimulai ……..

Dengan satu hentakan kuat, mereka mulai mendorong mobilnya kuat-kuat. Semua mobil itu pun meluncur dengan cepat. Setiap orang bersorak-sorai, bersemangat menjagokan mobilnya masing-masing. “Ayo .. ayo… cepat … cepat, maju .. maju,” begitu teriak mereka.

Tali lintasan finish telah terlambai. Dan ternyata pemenangnya adalah mobil yang kurang begitu bagus dan paling diragukan kemampuannya. Semuanya senang .. terutama anak pemilik mobil juara. Ia berucap dan berkomat-kamit lagi dalam hati. “Terima kasih, Tuhan!”

Saat pembagian piala tiba. Sang juara maju ke depan untuk menerima piala kebanggaan. Sebelum piala diserahkan, ketua panitia bertanya,”Hai jagoan, kamu pasti tadi berdoa kepada Tuhan agar kamu menang, bukan?” Sang juara terdiam sejenak.

“Bukan, Pak, bukan itu yang aku panjatkan,” kata anak tersebut. Ia lalu melanjutkan “Sepertinya tak adil untuk meminta pada Tuhan untuk menolongku mengalahkan orang lain. Aku hanya bermohon pada Tuhan, supaya aku tak menangis, jika aku kalah.” Semua hadirin terdiam mendengar itu. Setelah beberapa saat, terdengarlah gemuruh tepuk tangan para hadirin memenuhi arena.

Seberapa sering kita berdoa kepada Tuhan supaya permintaan kita dikabulkan? Pernahkah kita menyadari bahwa permohonan kita kepada Tuhan mungkin saja merupakan sesuatu yang tidak diharapkan orang lain? Misalkan kita berdoa demi kemenangan dan sesuatu yang bisa menguntungkan kita, pada saat itu tentu ada pihak yang harus kalah dan dirugikan. Lalu pantaskah kita bersorak di atas kegembiraan bahwa Tuhan telah menjawab doa dan harapan kita, sementara ada orang lain yang harus kecewa dan menderita? Padahal ada hal lain yang lebih berarti dari sekedar meraih kemenangan ataupun bergembira tetapi harus di atas penderitaan orang lain. Bukankah akan lebih baik apabila kita berdoa memohon kekuatan dari Tuhan untuk menerima apapun yang direncanakan-Nya? Percaya kepada kasih dan kehendak-Nya untuk kemudian mensyukurinya?


Kisah Sang Maitreya bersama Ibu dan Anak Kelinci

Berkalpa masa yang lalu, hiduplah seorang Buddha dengan nama kesucian Maitreya. Sang Maitreya senantiasa mengajarkan metta, karuna, sukacita, dan rela berkorban untuk membimbing umat manusia. Pada masa itu juga, ada seorang pembina yang bernama Orang Suci Prajna Cemerlang. Pembina ini berkemampuan tinggi dan memiliki kearifan yang luar biasa. Dalam suatu kesempatan beliau dibimbing oleh Sang Maitreya. Dengan penuh ketulusan, beliau mengamalkan ajaran yang disampaikan dan meneguhkan tekad bahwa suatu saat nanti, kalau dirinya mencapai kesempurnaan maka nama kesuciannya juga Maitreya. Kehidupan duniawi pun ditinggalkan dan pergilah ia ke rimba belantara untuk membina diri. Orang-orang di sekitar memanggilnya dengan sebutan ‘Pembina Suci’.

Tibalah pada suatu tahun, hutan tempat Pembina Prajna Cemerlang ini membina dilanda banjir yang dahsyat. Semua tetumbuhan dan palawija rusak dilanda banjir. Dalam keadaan demikian semua orang dan binatang di sekitar hutan tersebut amat kekurangan makanan. Demikian juga dengan Sang Pembina, sudah tujuh hari beliau tak mendapat makanan apapun untuk mengisi perut.

Saat itu dalam hutan hiduplah lima ratus ekor kelinci hutan. Ratu kelinci melihat Sang Pembina sudah hampir mati kelaparan, ia langsung terpanggil untuk berkorban diri demi kelangsungan hidup Sang Pembina dan mempertahankan roda dharma agar dapat terus berputar di dunia. Ratu kelinci pun mulai meninggalkan pesan kepada kelinci-kelinci yang sebentar lagi harus ditinggalkannya, “Aku akan mengorbankan raga demi Buddha Dharma, nanti setelah kita semua berpisah, jagalah diri baik-baik!” Pada waktu yang sama dewa hutan dan dewa pohon langsung datang membantu menyiapkan api unggun. Untuk terakhir kali ratu kelinci meninggalkan pesan kepada anaknya, “Sebentar lagi mama akan meninggalkanmu, anakku. Biarlah aku mati demi kelangsungan hidup Pembina dan kelanjutan penyebaran Buddha Dharma. Semoga dengan demikian akan semakin banyak umat manusia yang diberkahi dan mencapai pencerahan. Anakku, jagalah dirimu baik-baik!” Tak disangka anak kelinci menjawab, “Mama, berkorban diri demi seorang Pembina dan Buddha Dharma, sungguh ini adalah perbuatan yang mulia, aku pun ingin melakukannya.”

Tiba-tiba datanglah dewa hutan dan dewa pohon untuk menyampaikan bahwa api unggun telah siap dan api telah berkobar. Di luar dugaan, anak kelinci langsung, “Wuubb!” Ternyata ia mendahului induk kelinci melompat ke dalam api yang berkobar itu. Induk kelinci segera menyertainya melompat ke dalam kobaran api juga. Tak berapa lama daging dua ekor kelinci pun terbakar matang. Dewa hutan segera pergi menyampaikan peristiwa ini kepada Sang Pembina dan mempersilakan beliau menyantap daging kelinci bakar.

Begitu mendengar penyampaian dewa hutan, sedih pilu tak terkira dalam hati Sang Pembina. Detik itu juga Sang Pembina berdiri dan meneguhkan ikrar suci yang menggugah semesta, “Biarlah ragaku luluh lantak, biarlah sakit derita menyayat diriku, selama-lamanya aku tak akan tega melahap daging makhluk hidup manapun juga.” Yang dimaksud di sini adalah walaupun diri sendiri menderita bahkan kehilangan nyawa, selamanya tetap tak tega melahap daging makhluk hidup manapun. Selanjutnya beliau juga berikrar, “Semoga aku selama berkalpa-kalpa kehidupan tak pernah timbul niat pembunuhan dan selamanya tak melahap daging makhluk hidup. Selamanya aku akan mengamalkan sila pantang daging. Demikianlah aku berjuang memancarkan mahakasih hingga mencapai kesempurnaan.” Setelah meneguhkan ikrar yang mahaluhur ini, Sang Pembina langsung melompat ke dalam kobaran api dan wafat bersama kedua ekor kelinci. Sang Buddha Sakyamuni bersabda, “Saat itu induk kelinci adalah diriku sendiri. Anak kelinci itu adalah anakku Rahula, dan Sang Pembina yang penuh kasih adalah Bodhisatva Maitreya sekarang ini.”

Dari kisah ini jelaslah bahwa selama berkalpa kehidupan yang lalu Sang Maitreya membina diri dengan cara tidak melahap daging makhluk hidup. Beliau menjunjung tinggi dan mengamalkan cinta kasih hingga disebut sebagai Maitreya Sang Pengasih. Dengan mahakasih inilah Sang Maitreya membawakan kebahagiaan universal kepada semua makhluk. Manusia yang bercinta kasih tak akan tega menyakiti dan melukai semua makhluk dan benda di dunia. Sampai sekuntum bunga, sebatang rumput, sebatang pohon tetap akan dikasihi bagai mengasihi diri sendiri. Dengan kelembutan kasih memberikan kesempatan kepada semua makhluk dan benda untuk hidup sesuai hakekat di alam semesta.


Hidup Bukanlah Suatu Lomba

Seorang ibu duduk disamping seorang pria dibangku dekat Taman main CJ di West Coast Park pada suatu minggu pagi yang indah cerah.
"Tuh.., itu putraku yang disitu," katanya, sambil menunjuk kearah seorang anak kecil dalam T-shirt merah yang sedang meluncur turun dipelorotan.

"Wah, bagus sekali bocah itu," kata bapak itu. "Yang sedang main
ayunan di bandulan pakai T-shirt biru itulah anakku," sambungnya.
Lalu, sambil melihat arloji, ia memanggil putranya.
"Ayo Jack, gimana kalau kita sekarang pulang?"
Jack, setengah memelas, "Kalau lima menit lagi, boleh yahhh, sebentar lagi, ayah, boleh kan?"
"Cuma tambah lima menit kok, yaaa...?"
Pria itu mengangguk dan Jack meneruskan main ayunan memuaskan hatinya.

Menit menit berlalu, sang ayah berdiri, memanggil anaknya lagi.

"Ayo, ayo, sudah waktunya berangkat?" Lagi2 Jack memohon,
"Ayah, lima menit lagilah. Cuma lima menit tok, ya?"
Pria itu bersenyum dan bilang, "OK lah, iyalah..."
"Wah, bapak pasti seorang ayah yang sabar," ibu itu menanggapinya.
Pria itu tersenyum, lalu berkata, "Putraku yang lebih tua, John, tahun lalu terbunuh selagi bersepeda dekat2 sini. Oleh sopir mabuk. Aku tak pernah memberikan cukup waktu untuk bersama John, sekarang apapun ingin kuberikan demi dan asal saja saya bisa bersamanya biarpun hanya untuk lima menit lagi. Aku bernazar tidak akan mengulangi kesalahan yang sama lagi terhadap Jack. Ia pikir ia dapat lima menit ekstra tambahan untuk berayun. Padahal, sebenarnya, sayalah yang memperoleh tambahan lima menit memandangi dia bermain."

Hidup ini bukanlah suatu lomba. Hidup ialah masalah membuat prioritas.
Prioritas apa yang anda miliki saat ini? Berikanlah pada seseorang
yang kau kasihi, lima menit saja dari waktumu, dan engkau pastilah tidak akan menyesal selamanya.
 
Bakti Seorang Gadis Kecil

(dengan penuh keberanian menolong ayahnya yang sedang di cengkram oleh harimau)

Pada Masa dinasti chin di sebuah desa yang terpencil hiduplah seorang gadis kecil yang bernama Yang Siang, ayahnya bernama Yang Feng adalah seorang petani miskin, ibunya meninggal dunia saat melahirkan Yang Siang, dengan demikian sejak kecil Yang Siang menjalani kehidupan yang susah bersama ayahnya.
Yang Siang seorang anak yang sangat berbakti, cerdas dan cekatan dalam membantu ayahnya. Melihat ayahnya yang makin hari makin lemah karena usia tua, maka Yang Siang setiap hari selain membereskan pekerjaan rumah tangga, juga membantu ayahnya dalam bercocok tanam, dan seringkali menggantikan ayahnya mengerjakan pekerjaan yang berat di sawah ladang. Ayah dan anak mulai bekerja saat matahari terbit dan barulah kembali ke rumah waktu matahari terbenam di balik gunung.
Pada suatu hari, saat umurnya sekitar 14 tahun, waktu itu Yang Siang dan ayahnya sedang sibuk bekerja di ladang dan mendadak terdengar suara auman yang keras sekali yang begitu mengejutkan mereka, tiba- tiba dari semak belukar melompat keluar seekor harimau yang sangat besar dan menerjang maju menuju ayah Yang Siang.
Sang ayah yang terguncang ketakutan ditambah usia yang sudah tua dan letih bekerja seharian, tanpa bisa menghindar diterkam harimau lapar itu lalu terkapar ditanah, dicengkeram dan ditindih oleh kaki depan harimau. Yang Siang begitu mendengar auman keras, segera pula berpaling melihat kearah suara itu, seketika itu pula ia sudah melihat sang raja hutan menerkam dan mencengkeram ayahnya dan dalam waktu singkat kelihatannya harimau itu sudah menggigit ayahnya, hendak dibawa pergi kebalik gunung untuk dijadikan santapannya, dalam keadaan yang amat genting sang gadis kecil langsung tergerak hatinya untuk menyelamatkan ayah yang begitu disayangi dan entah dari mana datangnya keberanian yang mengalahkan ketakutannya, tidak terpikirkan dirinya yang masih seorang gadis kecil maka tiba-tiba pula Yang Siang yang tanpa senjata apapun, hanya dengan kedua tangan kosong yang kecil dan tanpa keraguan sedikitpun maju mengejar dan menerjang kearah harimau dengan berani dan segera saja Yang Siang menduduki punggung harimau, dengan tangan kanannya Yang Siang berusaha menekuk leher harimau dan tangan kirinya menarik-narik dan memelintir kuping harimau dengan sekuat tenaga, kemudian sesudah tangan kirinya mencengkeram dan terus menarik-narik kuping harimau dengan kuatnya, lalu dengan tangan kanannya melepaskan tekukan pada leher harimau dan langsung dengan kepalan kecilnya memukul mukul kepala harimau sekeras-kerasnya….sambil berteriak dengan sekeras-kerasnya, ”harimau jahat, ayo lepaskan ayah…., lepaskan kalau tidak saya bersumpah selamanya tidak turun dari punggungmu, dengar tidak! Cepat lepaskan…..!”. Mendapat serangan Yang Siang yang bertubi tubi harimau malahan bertambah ganas dan mengaum dengan kencangnya, sambil berusaha mencoba melemparkan Yang Siang dari badannya, tapi si gadis kecil yang sudah berubah begitu berani tanpa rasa takut sedikitpun, dan bahkan bertambah nekad, tidak kalah kalapnya mencengkeram sambil menarik-narik kuping harimau lebih kuat lagi, dan tangan satunya bertambah keras dan bertubi tubi memukul kepala harimau dengan kepalannya.
Sang harimau kelaparan yang mulanya begitu ganas kaget juga mendapatkan perlawanan dan serangan dari Yang Siang, juga merasakan kesakitan yang sangat pada kupingnya yang ditarik dan kepalanya yang dipukuli terus menerus, maka akhirnya sang raja hutan itupun melepaskan tindihan dan cengkraman kakinya pada ayah Yang Siang sehingga ayahnya dilepaskan harimau maka Yang Siang pun berhenti memukul dan turun dari badan harimau dan seketika itu harimau lari menuju kedalam hutan.
Demikianlah si gadis kecil berhasil menyelamatkan ayah dan dirinya sendiri dari serangan harimau ganas, betapa tidak masuk akal bahwa seorang gadis kecil yang belasan tahun, bisa begitu berani menyerang harimau yang begitu ditakuti oleh lelaki yang gagah dan berani sekalipun.
Ini tidak lain karena rasa bakti yang begitu tulus dan kasih sayang yang begitu besarnya, sehingga memberikan suatu tekad kekuatan yang tidak terbayang sebelumnya dan sangat mungkin menggugah para Malaikat yang secara diam-diam memberikan bantuan dan perlindungannya, karena bakti adalah hal yang paling mulia dari segala kebajikan yang didunia ini.

Kasih adalah sumber kekuatan kita…dengan kasih kita mengatasi segala ketakutan dan mendapatkan keberanian yang tak terduga karena dengan kasih kita hidup dalam kebenaran dan kita berjuang untuk kebenaran.


Langit Hatiku

seorang petani membutuhkan bibit. Walaupun ia memiliki tanah yang luas, irigasi yang baik, pupuk yang bagus, dan tubuh yang kuat untuk siap-siap menghasilkan panen yang berlimpah.

Seorang tukang besi membutuhkan besi. Walaupun ia memiliki api yang panas, palu yang berat, peralatan yang lengkap, dan tenaga seperti banteng untuk membuat sebuah pedang yang bagus.

Seorang penjahit membutuhkan benang. Walaupun ia memiliki jarum, kain, dan ketrampilan yang luar biasa untuk membuat pakaian yang indah.

Seorang penulis membutuhkan HATI. Walaupun ia memiliki pulpen yang mahal, meja, kursi, bahkan benak dan angan yang melambung tinggi di awan, untuk sekedar mengisi buku kehidupan.....

Sobat, ketika kita mengalami banyak hal yang membuat kita hampir putus asa, ketika kita menilik kembali bahwa kita tidak membawa bibit untuk modal, tidak memiliki besi untuk berlindung, tidak punya benang untuk menambal lobang kepedihan dan duka yang mendalam...seperti seorang penulis, kita tidak membutuhkan pulpen yang mahal, kursi, meja, bahkan benak dan angan yang melangit...karena kita menulis dengan Hati, di atas lembaran Hati...

Dulu ketika seorang teman bercerita tentang hidupnya yang terlunta-lunta. Bahkan sampai anjingpun enggan menggonggong, kasihan melihat dirinya yang terlampau hina. Lalu suatu saat ketika ia melihat ke langit biru nan luas, di balik angkasa yang tak terbatas,
tiba-tiba dia melihat seluruh isi dunia dengan jelas!
Dari sebuah gunung yang tinggi dan kokoh, sampai ke seekor cacing tanah yang sedang bertelur di dalamnya...semua manusia sama-sama berada dalam lautan dukka.

Lalu teman itu berkata kepadaku..."Tak salah orang tua kita dulu bilang Tuhan ada di langit. Sering-seringlah menatap langit, temukan Tuhan yang sedang menatapmu dengan penuh kasih."

Sobat, kini kusampaikan kepadamu," Tataplah langit, karena Hatimu sedang membentang luas tak terbatas!" Semoga kita semakin dekat....
 
Gratis

Pada suatu sore, seorang anak menghampiri ibunya di dapur, yang sedang menyiapkan makan malam, dan ia menyerahkan selembar kertas yang sudah ditulisnya. Setelah ibunya mengeringkan tangannya pada celemek, ia membacanya dan inilah tulisan si anak:
Untuk memotong rumput $ 5.00
Untuk membersihkan kamar minggu ini $ 1.00
Untuk pergi ke toko menggantikan Mama $ 0.50
Untuk menjaga adik waktu Mama belanja $ 0.25
Untuk membuang sampah $ 1.00
Untuk rapor yang bagus $ 5.00
Untuk membersihkan dan menyapu halaman $ 2.99
Jumlah utang $ 14.75

Si ibu memandang si anak yang berdiri di situ dengan penuh harap. Kemudian ia mengambil bolpen, membalikkan kertasnya, dan inilah yang dituliskannya.
Untuk sembilan bulan ketika Mama mengandung kamu selama kamu tumbuh di dalam perut Mama, Gratis.
Untuk semua malam ketika Mama menemani kamu, mengobati kamu, dan mendoakan kamu, Gratis.
Untuk semua saat susah, dan semua air mata yang kamu sebabkan selama ini, Gratis.
Untuk semua malam yang dipenuhi rasa takut dan untuk rasa cemas di waktu yang akan datang, Gratis.
Untuk mainan, makanan, baju, dan juga menyeka hidungmu, Gratis, Anakku.
Dan kalau kamu menjumlahkan semuanya, harga cinta sejati Mama adalah Gratis.
Kemudian kertas yang ditulisnya diberikan kepada anaknya. Ketika anak itu membaca yang ditulis ibunya, air matanya berlinang, dan ia menatap wajah ibunya dan berkata, “Ma, aku sayang sekali sama Mama.” Dan kemudian ia mengambil bolpen dan menulis huruf besar-besar:”LUNAS.”

Begitulah kasih seorang Mama kepada anaknya, Mama bisa memberikan seluruh hidup dan jiwanya bagi anaknya. Karena anak adalah buah hati Mama. Kasih Mama sudah ada sejak kita berada dalam kandungan Mama sampai selama-lamanya. Kasih Mama adalah begitu tulus dan sejati tanpa ada pertimbangan untung rugi, tanpa menuntut pamrih dan imbalan. Sebaliknya kita sebagai anak, dalam melakukan sesuatu kita selalu mengharapkan pamrih dan imbalan, kita selalu merasa kita telah berkorban maka harus ada imbalannya. Marilah kita berpaling dan menilik diri, teladanilah pribadi kasih Mama kita. Terima kasih Mama atas kasihmu yang tiada pamrih kepada kami. Terima kasih Mama atas kasihmu yang tulus dan sejati kepada kami. Semoga di hari Ibu, semua Mama di dunia bisa berbahagia.

Kasih Mama yang tiada pamrih adalah sama dengan kasih Tuhan kepada kita; tanpa pernah berhenti dan berakhir. Sekalipun kita tidak mengenal Tuhan, sekalipun kita tidak pernah mengucapkan syukur kepada-Nya, tetapi Tuhan tetap memberikan kasih-Nya kepada kita. Buktinya, Tuhan masih memberikan nafas dan kehidupan bagi kita, kita masih bisa menikmati indahnya sinar mentari pagi, kita masih menikmati sejuknya angin yang bertiup, sejuknya air yang diminum, segarnya udara yang masih dihirup, pemandangan alam yang begitu indah ……. Inilah kasih Tuhan yang abadi, yang sejati, yang tulus, tanpa pamrih dan imbalan. Terima kasih Tuhan, Bunda semua makhluk dan kehidupan.
 
Gak ada renungan baru kk?
Renungan kk bagus2, boleh gak buat dijadiin bahan mading Vihara g?
 
ok tar g usahain hidupin lagi renungannya soalnya belakangan ini agak sibuk kerja dan sekolah.
 
1 Dollar 11 Sen

Sally baru berumur delapan tahun ketika dia mendengar ibu dan ayahnya sedang berbicara mengenai adik lelakinya, Georgi. Ia sedang
menderita sakit yang parah dan mereka telah melakukan apapun yang
bisa mereka lakukan untuk menyelamatkan jiwanya. Hanya operasi yang sangat mahal yang sekarang bisa menyelamatkan jiwa Georgi... tapi mereka tidak punya biaya untuk itu.

Sally mendengar ayahnya berbisik, "Hanya keajaiban yang bisa menyelamatkannya sekarang."

Sally pergi ke tempat tidur dan mengambil celengan dari tempat
persembunyiannya. Lalu dikeluarkannya semua isi celengan tersebut kelantai dan menghitung secara cermat...tiga kali. Nilainya harus benar-benar tepat.

Dengan membawa uang tersebut, Sally menyelinap keluar dari
apartemennya dan pergi ke toko obat di sudut jalan. Ia menunggu
dengan sabar sampai sang apoteker memberi perhatian... tapi dia
terlalu sibuk dengan orang lain untuk diganggu oleh seorang anak
berusia delapan tahun. Sally berusaha menarik perhatian dengan
menggoyang-goyangkan kakinya, tapi gagal.

Akhirnya dia mengambil uang koin dan melemparkannya ke kaca
etalase. Berhasil !

"Apa yang kamu perlukan ?" tanya apoteker tersebut dengan suara
marah. "Saya sedang berbicara dengan saudara saya."

"Tapi, saya ingin berbicara kepadamu mengenai adik saya," Sally
menjawab dengan nada yang sama. "Dia sakit...dan saya ingin membeli keajaiban."
"Apa yang kamu katakan ?," tanya sang apoteker.

"Ayah saya mengatakan hanya keajaiban yang bisa menyelamatkan
jiwanya sekarang... jadi berapa harga keajaiban itu ?"

"Kami tidak menjual keajaiban, adik kecil. Saya tidak bisa menolongmu."

"Dengar, saya mempunyai uang untuk membelinya. Katakan saja berapa harganya."

Seorang pria berpakaian rapi berhenti dan bertanya, "Keajaiban
jenis apa yang dibutuhkan oleh adikmu?"

"Saya tidak tahu," jawab Sally. Air mata mulai menetes dipipinya.
"Saya hanya tahu dia sakit parah dan mama mengatakan bahwa ia
membutuhkan operasi. Tapi kedua orang tua saya tidak mampu
membayarnya... tapi saya juga mempunyai uang."

"Berapa uang yang kamu punya ?" tanya pria itu lagi.

"Satu dollar dan sebelas sen," jawab Sally dengan bangga. "dan
itulah seluruh uang yang saya miliki di dunia ini."

"Wah, kebetulan sekali," kata pria itu sambil tersenyum. Satu dollar dan sebelas sen... harga yang tepat untuk membeli keajaiban yang dapat menolong adikmu. Dia mengambil uang tersebut dan kemudian
memegang tangan Sally sambil berkata : "Bawalah saya kepada adikmu. Saya ingin bertemu dengannya dan juga orang tuamu."

Pria itu adalah Dr. Carlton Armstrong, seorang ahli bedah terkenal..
Operasi dilakukannya tanpa biaya dan membutuhkan waktu yang tidak lama sebelum Georgi dapat kembali ke rumah dalam keadaan sehat.

Kedua orang tuanya sangat bahagia mendapatkan keajaiban tersebut."Operasi itu," bisik ibunya, "adalah seperti keajaiban. Saya tidak dapat membayangkan berapa harganya"

Sally tersenyum. Dia tahu secara pasti berapa harga keajaiban tersebut... satu dollar dan sebelas sen... ditambah dengan keyakinan
seorang anak kecil.


Ketika Gubukku Terbakar

Satu-satunya orang yang selamat dari kecelakaan sebuah kapal, terdampar di pulau yang kecil dan tak berpenghuni. Pria ini segera berdoa supaya Tuhan menyelamatkannya, dan setiap hari dia mengamati langit mengharapkan pertolongan, tetapi tidak ada sesuatupun yang datang.
Dengan capainya, akhirnya dia berhasil membangun gubuk kecil dari kayu apung untuk melindungi dirinya dari cuaca, dan untuk menyimpan beberapa barang yang masih dia punyai.

Tetapi suatu hari, setelah dia pergi mencari makan, dia kembali ke gubuknya dan mendapati gubuk kecil itu terbakar, asapnya mengepul ke langit. Dan yang paling parah, hilanglah semuanya. Dia sedih dan marah. "Tuhan, teganya Engkau melakukan ini padaku?" dia menangis

Pagi- pagi keesokan harinya, dia terbangun oleh suara kapal yang mendekati pulau itu. Kapal itu datang untuk menyelamatkannya.
"Bagaimana kamu tahu bahwa aku di sini?" tanya pria itu kepada penyelamatnya. "Kami melihat tanda asapmu", jawab mereka.

Mudah sekali untuk menyerah ketika keadaan menjadi buruk. Tetapi kita tidak boleh goyah, karena Tuhan bekerja di dalam hidup kita, juga ketika kita dalam kesakitan dan kesusahan. Ingatlah, ketika gubukmu terbakar, mungkin itu "tanda asap" bagi kuasa Tuhan.

Ketika ada kejadian negative terjadi, kita harus berkata pada diri kita sendiri bahwa Tuhan pasti mempunyai jawaban yang positif untuk kejadian tersebut.


Imbalan Yang Setimpal

Pada suatu hari, ayahku menyewa tiga orang pemuda untuk membantunya menyimpan panen jerami. Sorenya, dia mengumpulkan ketiganya untuk memberikan upah.

"Berapa yang harus dibayar, John?" tanya ayah kepada pemuda
pertama yang dipekerjakannya. "55 dolar, pak Burres," jawab John.
Ayah menuliskan cek senilai 55 dolar untuknya.

"Berapa yang harus kubayar, Michael?" tanya ayah kepada pemuda kedua, yang jumlah jam kerjanya sama dengan John.

"Anda harus membayar 75 dolar," kata Michael.
Dengan terkejut, ayahku bertanya perlahan,
"Bagaimana cara menghitung sampai jumlahnya sebegitu,Michael?"
"Begini," kata Michael. "Saya menghitung sejak saya masuk ke dalam mobil untuk berangkat ke tempat kerja, sampai saya tiba di rumah, ditambah bensin dan uang makan."
"Uang makan - meskipun makanan sudah disediakan?"
"Yep," jawab Michael.
"Oh, begitu," kata ayahku sambil menuliskan cek senilai dolar yang diminta.

"Kalau kau bagaimana, Nathan?" tanya ayah.
"Berapa yang harus kubayar?"
"Bapak bayar 38 dolar dan 50 sen, pak Burres," kata Nathan.
Sekali lagi ayahku kaget pada perbedaan jumlah yang diminta.
Pemuda ketiga ini, seperti dua yang lain, dipekerjakan untuk pekerjaan yang sama dan telah bekerja sejumlah waktu yang sama
(dan berasal dari kota kecil yangsama). Ayahku meminta penjelasan.
"Dan bagaimana kau menghitung sampai jumlahnya sebegitu, Nathan?"
"Yah," kata Nathan. "Saya tidak minta upah untuk waktu istirahat siang, karena istri bapak memasak dan menyiapkan makan siang.
Saya tidak bayar bensin karena saya datang bersama teman-teman saya. Jadi jumlah jam kerja saya cukup untuk diberi upah 38,50 dolar."

Ayahku lalu menuliskan cek senilai 100 dolar. Ayah lalu memandang ketiga pemuda itu, yang terdiam oleh perbuatan ayahku, semua agak bingung dengan jumlah yang berbeda dalam cek mereka masing-masing.

"Saya selalu membayar orang sesuai dengan nilainya, nak. Dari tempat asalku, kami menyebutnya imbalan yang setimpal.
" Dia memandang ketiga pemuda dihadapannya dengan bijak, dan dalam gaya kebapakannya yang khas menambahkan, "Nilai-nilai dalam diri seseorang menciptakan nilai orang tersebut."
 
Anggur penuh Hikmah

Ada satu suku pedalaman yang dipimpin oleh seorang kepala suku yang bijaksana. Bapak kepala suku tak hanya memimpin sukunya namun juga sering memberikan bimbingan kebenaran yang nyata.

Pada suatu hari yang indah bapak kepala suku mengumpulkan semua kepala keluarga yang mewakili keluarga masing-masing. Semua diundang ke rumah kepala suku untuk makan bersama. Satu yang istimewa, kepala suku berpesan kepada setiap undangan untuk masing-masing membawa segelas anggur. Semua anggur ini akan dituangkan ke dalam sebuah kendi besar, nanti akan diminum bersama.

Sampai pada waktu yang ditetapkan, setiap undangan pun hadir mewakili keluarga masing-masing dengan membawa segelas anggur. Begitu tiba di halaman rumah kepala suku, sudah terlihat sebuah kendi yang disiapkan untuk menampung anggur yang dibawa para undangan. Dengan tertib setiap yang hadir datang menuangkan anggur yang dibawanya baru kemudian masuk ke dalam rumah dan makan bersama. Selesai makan, kepala suku mempersilakan para undangan minum anggur yang diambil dari kendi di halaman tadi.

Satu per satu mereka minum, begitu minum semua menampakkan wajah yang resah penuh tanda tanya. Apa yang terjadi? Sampai ke dalam rumah, kepala suku bertanya,"Enakkah anggur yang diminum tadi?" Seorang yang lugu segera menjawab,"Oh, kepala suku, tadi yang saya minum bukan anggur melainkan air putih". Mengapa jadi demikian? Ternyata semua yang hadir dalam hati berpikir, "Saya bawa segelas air putih saja, toh nanti dituang dan dicampur dengan anggur yang dibawa orang lain. Tentu takkan ada yang tahu kalau saya bawa segelas air putih. Ini takkan mempengaruhi rasa anggur dalam kendi."

Semua punya pikiran yang sama dan melakukan hal yang sama. Apa yang terjadi? Ya, semua minum air putih, bukan anggur yang lezat. Inilah bimbingan tak terlupakan dari kepala suku. Kita sering beranggapan, saya sendiri berbuat begitu toh tak ada yang tahu, toh tak memperngaruhi yang lain. Padahal tak ada seorang pun yang tidak penting di dunia ini. Tak ada satu pun yang tidak mempengaruhi yang lain. Keluarga, masyarakat, dan dunia terbentuk karena ada saya, kamu, dia, dan mereka. Pepatah dulu menyampaikan"Jangan karena menganggap kebaikan itu kecil maka tak dilakukan. Jangan karena menganggap kejahatan itu kecil maka dilakukan".
 
Gw copy - paste aja dulu ke word, kapan2 kalo sempat gw baca.
Ni gw lagi males baca.
 
Proses Pembuatan Cangkir (Inspiration Story)

Sepasang kakek dan nenek pergi belanja di sebuah toko suvenir untuk mencari hadiah buat cucu mereka. Kemudian mata mereka tertuju kepada sebuah cangkir yang cantik. "Lihat cangkir itu," kata si nenek kepada suaminya. "Kau benar, inilah cangkir tercantik yang pernah aku lihat," ujar si kakek.

Saat mereka mendekati cangkir itu, tiba-tiba cangkir yang dimaksud berbicara "Terima kasih untuk perhatiannya, perlu diketahui bahwa aku dulunya tidak cantik. Sebelum menjadi cangkir yang dikagumi, aku hanyalah seonggok tanah liat yang tidak berguna. Namun suatu hari ada seorang pengrajin dengan tangan kotor melempar aku ke sebuah roda berputar.

Kemudian ia mulai memutar-mutar aku hingga aku merasa pusing. Stop ! Stop ! Aku berteriak, Tetapi orang itu berkata "belum !" lalu ia mulai menyodok dan meninjuku berulang-ulang. Stop! Stop ! teriakku lagi. Tapi orang ini masih saja meninjuku, tanpa menghiraukan teriakanku. Bahkan lebih buruk lagi ia memasukkan aku ke dalam perapian. Panas ! Panas ! Teriakku dengan keras. Stop ! Cukup ! Teriakku lagi. Tapi orang ini berkata "belum !" Akhirnya ia mengangkat aku dari perapian itu dan membiarkan aku sampai dingin. Aku pikir, selesailah penderitaanku. Oh ternyata belum. Setelah dingin aku diberikan kepada seorang wanita muda dan dan ia mulai mewarnai aku. Asapnya begitu memualkan. Stop ! Stop ! Aku berteriak.

Wanita itu berkata "belum !" Lalu ia memberikan aku kepada seorang pria dan ia memasukkan aku lagi ke perapian yang lebih panas dari sebelumnya! Tolong! Hentikan penyiksaan ini ! Sambil menangis aku berteriak sekuat-kuatnya. Tapi orang ini tidak peduli dengan teriakanku.Ia terus membakarku. Setelah puas "menyiksaku" kini aku dibiarkan dingin. Setelah benar-benar dingin, seorang wanita cantik mengangkatku dan menempatkan aku dekat kaca. Aku melihat diriku. Aku terkejut sekali. Aku hampir tidak percaya, karena di hadapanku berdiri sebuah cangkir yang begitu cantik. Semua kesakitan dan penderitaanku yang lalu menjadi sirna tatkala kulihat diriku.

Renungan :

Seperti inilah Tuhan membentuk kita. Pada saat Tuhan membentuk kita, tidaklah menyenangkan, sakit, penuh penderitaan, dan banyak air mata.Tetapi inilah satu-satunya cara bagi-Nya untuk mengubah kita supaya menjadi cantik dan memancarkan kemuliaan-Nya.

"Anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai pencobaan, sebab Anda tahu bahwa ujian terhadap kita menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang supaya Anda menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun." Apabila Anda sedang menghadapi ujian hidup, jangan kecil hati, karena Dia sedang membentuk Anda. Bentukan-bentukan ini memang menyakitkan tetapi setelah semua proses itu selesai, Anda akan melihat betapa cantiknya Tuhan membentuk Anda
 
mana nieh renungan baru nya

glory french mana renunggan baru nya?
 
Semangkuk Mie

Pada malam itu, Ana bertengkar dengan ibunya. Karena sangat marah, Ana segera meninggalkan rumah tanpa membawa apapun. Saat berjalan di suatu jalan, ia baru menyadari bahwa ia sama sekali tdk membawa uang.

Saat menyusuri sebuah jalan, ia melewati sebuah kedai bakmi dan ia mencium harumnya aroma masakan. Ia ingin sekali memesan semangkuk bakmi, tetapi ia tdk mempunyai uang.

Pemilik kedai melihat Ana berdiri cukup lama di depan kedainya, lalu berkata, "Nona, apakah engkau ingin memesan semangkuk bakmi?" "Ya, tetapi aku tidak membawa uang." jawab Ana dengan malu-malu.

"Tidak apa-apa, aku akan mentraktirmu." jawab si pemilik kedai. "Silahkan duduk, aku akan memasakkan bakmi untukmu."

Tidak lama kemudian, pemilik kedai itu mengantarkan semangkuk bakmi. Ana segera makan beberapa suap, kemudian air matanya mulai berlinang. "Ada apa nona?" tanya si pemilik kedai. "Tidak apa-apa. Aku hanya terharu." jawab Ana sambil mengeringkan air matanya.

"Bahkan, seorang yang baru kukenal pun memberi aku semangkuk bakmi! Tetapi ibuku sendiri, setelah bertengkar denganku, mengusirku dari rumah dan mengatakan kepadaku agar jangan kembali lagi ke rumah." "Kau, seorang yang baru kukenal, tetapi begitu peduli denganku dibandingkan dengan ibu kandungku sendiri." katanya kepada pemilik kedai.

Pemilik kedai itu setelah mendengar perkataan Ana, menarik nafas panjang dan berkata, "Nona, mengapa kau berpikir seperti itu? Renungkanlah hal ini, aku hanya memberimu semangkuk bakmi dan kau begitu terharu. Ibumu telah memasak bakmi dan nasi untukmu saat kau kecil sampai saat ini, mengapa kau tidak berterima kasih kepadanya? Dan kau malah bertengkar dengannya."

Ana terhenyak mendengar hal tersebut. "Mengapa aku tidak berpikir tentang hal tersebut? Untuk semangkuk bakmi dari orang yang baru kukenal, aku begitu berterima kasih, tetapi kepada ibuku yg memasak untukku selama bertahun-tahun, aku bahkan tidak memperlihatkan kepedulianku kepadanya. Dan hanya karena persoalan sepele, aku bertengkar dengannya."

Ana segera menghabiskan bakminya, lalu ia menguatkan dirinya untuk segera pulang ke rumahnya.

Saat berjalan ke rumah, ia memikirkan kata-kata yang harus diucapkan kepada ibunya. Begitu sampai di ambang pintu rumah, ia melihat ibunya dengan wajah letih dan cemas. Ketika bertemu dengan Ana, kalimat pertama yang keluar dari mulutnya adalah, "Ana, kau sudah pulang. Cepat masuklah! Aku telah menyiapkan makan malam dan makanlah dahulu sebelum kau tidur. Makanan akan menjadi dingin jika kau tidak memakannya sekarang." Pada saat itu Ana tidak dapat menahan tangisnya dan ia menangis di hadapan ibunya.

Sekali waktu, kita mungkin akan sangat berterima kasih kepada org lain di sekitar kita untuk suatu pertolongan kecil yang diberikan kepada kita. Tetapi kepada orang yang sangat dekat dengan kita (keluarga)
khususnya orang tua kita, kita harus ingat bahwa kita berterima kasih kepada mereka seumur hidup kita.

RENUNGAN:

BAGAIMANAPUN KITA TIDAK BOLEH MELUPAKAN JASA ORANG TUA KITA. SERINGKALI KITA MENGANGGAP PENGORBANAN MEREKA MERUPAKAN SUATU PROSES ALAMI YANG BIASA SAJA, TETAPI KASIH DAN KEPEDULIAN ORANG TUA KITA ADALAH HADIAH PALING BERHARGA
YANG DIBERIKAN KEPADA KITA SEJAK KITA LAHIR. PIKIRKANLAH HAL ITU!!
APAKAH KITA MAU MENGHARGAI PENGORBANAN TANPA SYARAT DARI ORANG TUA KITA?

HAI ANAK-ANAK, TAATILAH ORANG TUAMU DALAM SEGALA HAL, KARENA ITULAH YANG INDAH DI HADAPAN TUHAN...


MEMBERI PADA SAAT DIBUTUHKAN

Ketika saya masih seorang sukarelawan yang bekerja di sebuah rumah sakit, saya berkenalan dengan seorang gadis kecil yang bernama Liz, seorang penderita satu penyakit serius yang sangat jarang. Kesempatan sembuh, hanya ada pada adiknya, seorang pria kecil yang berumur 5 tahun, yang secara mujizat sembuh dari penyakit yang sama. Anak ini memiliki antibodi yang diperlukan
untuk melawan penyakit itu.
Dokter kemudian mencoba menerangkan situasi lengkap medikal tersebut ke anak kecil ini, dan bertanya apakah ia siap memberikan darahnya kepada kakak perempuannya. Saya melihat si kecil itu ragu-ragu sebentar, sebelum mengambil nafas panjang dan berkata, "Baiklah... Saya akan melakukan hal tersebut.... Asalkan itu bisa menyelamatkan kakakku".
Mengikuti proses tranfusi darah, si kecil ini berbaring di tempat tidur, di samping kakaknya. Wajah sang kakak mulai memerah, tetapi wajah si kecil mulai pucat dan senyumnya menghilang. Si kecil melihat ke dokter itu, dan bertanya dalam suara yang bergetar... katanya, "Apakah saya akan langsung mati dokter?" Rupanya si kecil sedikit salah pengertian. Ia merasa, bahwa ia harus menyerahkan semua darahnya untuk menyelamatkan jiwa kakaknya. Lihatlah... bukankah pengertian dan sikap adalah segalanya?
 
3 Pendekar

Apakah mereka yang terbelakang dan bodoh merupakan rahmat Tuhan atau sebuah kecelakaan sejarah? Barangkali, cerita saya ini bisa menjadi salah satu kacamata untuk melihat, bahwa ternyata apapun yang diciptakan Tuhan memang menjadi rahmat bagi dunia.

Saya lahir tahun 78 dan dua tahun kemudian ibu saya meninggal karena suatu penyakit. Apalah yang dimiliki seorang anak umur 2 tahun ketika ditinggal ibunya kecuali tangis ketidaktahuan. Ketidaktahuan karena belum bisa berpikir tetapi telah diberi Tuhan perasaan sepi dan kehilangan.

Di sebelah utara rumah saya, tinggal seorang pemuda idiot. Dia kira-kira berumur 12 tahun ketika ibu saya meninggal. Selain itu, di sebelahnya tinggal pula seorang pemuda lain berumur 20-an tahun yang belum pernah bersekolah, tidak bisa membaca dan bekerja sebagai kusir andong(kereta/bendi). Sementara di sebelah barat rumah saya, tinggal pemuda yang juga berumur 20-an tahun, terbelakang, bodoh dan harus keluar dari kelas I SD karena tak bisa mengikuti pelajaran sedikitpun.

Sebagai anak berumur 2 tahun, tentu saja saya belum begitu mengenal mereka. Tetapi seiring waktu, saya mulai tahu bahwa merekalah sahabat terbaik dalam hidup saya. Akal saya yang semakin terasah ketika berumur 5 tahun dan ingatan yang semakin kuat mematri kenangan saya dengan 3 orang hebat dalam hidup saya tersebut. Merekalah yang saya sebut sebagai 3 pendekar dalam hidup saya. Tiga orang yang sama-sama terbelakang, tidak bisa membaca dan sering dianggap "agak kurang" (bahasa halus untuk sedikit gila) oleh tetangga-tetangga, tenyata merupakan penyelamat hidup saya.

Pemuda pertama, anak belasan tahun yang saya tahu dipanggil Adek, idiot dan selalu mengeluarkan air liur dari mulutnya. Karena tak pernah memiliki teman bermain, saya lah yang selalu dipandangnya dari jendela rumah. Ketika semua orang mengusir dan anak-anak lain takut untuk mendekat, dia mencoba mengenal saya. Dialah yang kemudian merawat saya, karena ketiadaan ibu dan ayah yang terlalu jarang di rumah. Anak idiot itulah yang mengajari saya bermain, membuatkan wayang suket, mencari kodok di sawah, berendam di kali atau menonton karnaval 17 Agustus yang tiap tahun diadakan di kota kecamatan.

Pemuda dua puluhan tahun yang menjadi kusir andong tadi bernama Gandul. Keterbelakangannya justru menjadi sumber kebaikan hati. Setiap hari, begitu pulang dari bekerja, dia selalu menyisihkan uang Rp 50-100 di bawah jok andongnya. Uang itu khusus disediakan untuk saya, anak SD yang tak pernah lagi menerima uang saku dari ayahnya. Selama bertahun-tahun, Gandul melakukan itu karena tahu bahwa saya tak pernah bisa jajan jika dia lupa menyisihkan. Dia juga yang mengajak saya jalan-jalan, menjadi kernet andong atau bersuka dengan kudanya.

Pemuda ketiga bernama Darsio, karena tak juga bisa melakukan apa yang dilakukan kawan-kawannya, dia dikeluarkan dari sekolah. Mulai itulah dia mendekati saya, mengajak saya bermain di kebunnya yang luas. Mencarikan buah apapun yang saya inginkan. Jika saya lagi kepingin pisang, dia akan mencarinya. Begitu pula ketika saya minta kelapa muda di satu siang yang panas, dia akan mengajak saya ke kebun dan memetikkan beberapa. Darsio mengajari saya berenang, kadang berpetualang seharian ke tempat-tempat yang jauh, berjalan kaki dan melatih keberanian saya. Karena sebelumnya saya memang terlalu penakut dan mudah menangis. Agar tubuh saya kuat, dia juga
memberi segelas susu kedelai dari pabrik tahu milik orang tuanya hampir setiap hari.

Ketiga orang itu, 3 pendekar yang mengisi hidup masa kecil saya. Menemani dengan tulus sehingga kini saya bisa berpikir bahwa Tuhan memang mengambil ibu saya, tetapi Dia mengirimkan 3 orang hebat dalam hidup saya. Ketiganya terbelakang, tidak sekolah, tak bisa membaca, bahkan dua diantaranya sampai kini tak punya istri. Tetapi merekalah yang mengajari saya banyak hal, menemani tahun-tahun sepi, membantu saya siap untuk mandiri.

Kini saya 24 tahun dan akan segera menyelesaikan kuliah. Karena pengalaman hidup itulah saya bisa bertahan hingga sekarang, merantau, mandiri, dan memiliki pandangan positif terhadap makluk ciptaan Tuhan seperti apapun adanya. Untunglah saya dibesarkan oleh 3 orang idiot dan bukannya 3 orang profesor, 3 orang kaya, atau 3 bisnisman. Sehingga saya bisa memaknai hubungan antar manusia, bukan karena kapasitas intelektual, materi atau kesuksesan. Bagi saya, ketulusan untuk memberi dan sikap menjadi manusia seutuhnya itu lebih penting. Berkah dari 3 pendekar hebat, dan karena itulah saya selalu beranggapan, seperti apapun kondisinya, hidup kita diciptakan Tuhan sangat indah. Kalau mata kita memandangnya dengan indah pula.


Cinta Sejati

Seorang ibu yang baru melahirkan penuh kebahagiaan bertanya kepada dokter, " Bisa saya melihat bayi saya ?"

Ketika gendongan itu berpindah ke tangannya dan ia membuka selimut yang membungkus wajah bayi lelaki yang mungil itu, ibu itu menahan nafasnya. Dokter yang menungguinya segera berbalik memandang ke arah luar jendela rumah sakit.

Bayi itu dilahirkan tanpa kedua belah telinga !

Waktu membuktikan bahwa pendengaran bayi yang kini telah tumbuh menjadi seorang anak itu bekerja dengan sempurna. Hanya penampilannya saja yang tampak aneh dan buruk. Suatu hari anak lelaki itu bergegas pulang ke rumah dan membenamkan wajahnya di pelukan sang ibu yang menangis. Ia tahu hidup anak lelakinya penuh dengan kekecewaan dan tragedi.

Anak lelaki itu terisak-isak berkata, " Ma, seorang anak laki-laki besar mengejek saya. Katanya, saya ini makhluk aneh."

Anak lelaki itu tumbuh dewasa. Ia cukup tampan dengan cacatnya. Ia pun disukai teman-teman sekolahnya. Ia juga mengembangkan bakatnya di bidang musik dan menulis. Ia ingin sekali menjadi ketua kelas.

Ibunya mengingatkan, " Bukankah nantinya kamu akan bergaul dengan remaja-remaja lain ?" Namun dalam hati ibu merasa kasihan dengannya. Suatu hari ayah anak lelaki itu bertemu dengan seorang dokter yang bisa mencangkokkan telinga untuknya.

Dokter itu berkata, " Saya percaya saya bisa memindahkan sepasang telinga untuknya. Tetapi harus ada seseorang yang bersedia mendonorkan telinganya." Kemudian, orangtua anak lelaki itu mulai mencari siapa yang mau mengorbankan telinga dan mendonorkannya pada mereka. Beberapa bulan sudah berlalu. Dan tibalah saatnya mereka memanggil anak lelakinya.

Sang ayah berkata, " Nak, seseorang yang tak ingin dikenal telah bersedia mendonorkan telinganya padamu. Kami harus segera mengirimmu ke rumah sakit untuk dilakukan operasi. Namun, semua ini sangatlah rahasia."

Operasi berjalan dengan sukses. Seorang lelaki baru pun lahirlah. Bakat musiknya yang hebat itu berubah menjadi kejeniusan. Ia pun menerima banyak penghargaan dari sekolahnya. Beberapa waktu kemudian ia pun menikah dan bekerja sebagai seorang diplomat.

Ia menemui ayahnya, " Pa, saya harus mengetahui siapa yang telah bersedia mengorbankan ini semua pada saya. Orang itu telah berbuat sesuatu yang besar namun saya sama sekali belum membalas kebaikannya."

Ayahnya menjawab, " Papa yakin kamu takkan bisa membalas kebaikan hati orang yang telah memberikan telinga itu." Setelah terdiam sesaat ayahnya melanjutkan, " Sesuai dengan perjanjian, belum saatnya bagi kamu untuk mengetahui semua rahasia ini."

Tahun berganti tahun. Kedua orangtua itu tetap menyimpan rahasia. Hingga suatu hari tibalah saat yang menyedihkan bagi keluarga itu. Di hari itu ayah dan anak lelaki itu berdiri di tepi peti jenazah ibunya yang baru saja meninggal. Dengan perlahan dan lembut, sang ayah membelai rambut jenazah ibu yang terbujur kaku itu, lalu menyibaknya sehingga tampaklah bahwa sang ibu tidak memiliki telinga.

Sang ayah berbisik, " Mama kamu pernah berkata bahwa Mama senang sekali bisa memanjangkan rambutnya. Dan tak seorang pun menyadari bahwa Mama telah kehilangan sedikit kecantikannya bukan ?"

Kecantikan yang sejati tidak terletak pada penampilan tubuh namun di dalam batin.
Harta karun yang hakiki tidak terletak pada apa yang bisa terlihat, namun pada apa yang tidak dapat terlihat.
Cinta yang sejati tidak terletak pada perbuatan kasih yang telah
dikerjakan dan diketahui, namun pada perbuatan kasih yang telah dikerjakan namun tidak diketahui.
 
Gak ada renungan baru kk?
Renungan kk bagus2, boleh gak buat dijadiin bahan mading Vihara g?

JARA DHAMMOMHI
JARAM ANATITO
BYADHIDHAMMOMHI
BYADHIM ANATITO
MARANA DHAMMOMHI
MARANAM ANATITO
SABBEHI ME PIYEHI MANAPEHI NANABHAVO VINABHAVO.

KAMMASSAKOMHI
KAMMADAYADO
KAMMAYONI
KAMMABANDHU

KAMMAPATISARANO
YAM KAMMAM KARISSAMI
KALYANAM VA PAPAKAM VA
TASSA DAYADO BHAVISSAMI
EVAM AMHEHI ABHINHAM PACCAVEKKHITABBAM



Aku akan menderita usia tua,
Aku belum mengatasi usia tua.
Aku akan menderita sakit,
Aku belum mengatasi penyakit.
Aku akan menderita kematian,
Aku belum mengatasi kematian.
Segala milikku yang kucintai dan kusenangi
akan berubah, akan terpisah dariku.

Aku adalah pemilik karmaku sendiri
Pewaris karmaku sendiri
Lahir dan karmaku sendiri
Berhubungan dengan karmaku sendiri

Terlindung oleh karmaku sendiri
Apa pun karma yang kuperbuat Baik atau buruk
Itulah yang akan kuwarisi.
Hendaklah ini kerap kali direnungkan.
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.