• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Renungan Harian

Selasa, 10 Nopember 2009 :
Peringatan Wajib St. Leo Agung. Paus & Pujangga Gereja (P).

“Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?"

Bacaan Pertama: Kebijaksanaan (6:2-11)

2 Condongkanlah telinga, hai kamu yang memerintah orang banyak dan bermegah karena banyaknya bangsa-bangsamu. 3 Sebab dari Tuhanlah kamu diberi kekuasaan dan pemerintahan datang dari Yang Mahatinggi, yang akan memeriksa segala pekerjaanmu serta menyelami rencanamu, 4 oleh karena kamu yang hanya menjadi abdi dari kerajaan-Nya tidak memerintah dengan tepat, tidak pula menepati hukum, atau berlaku menurut kehendak Allah. 5 Dengan dahsyat dan cepat Ia akan mendatangi kamu, sebab pengadilan yang tak terelakkan menimpa para pembesar. 6 Memang yang bawahan saja dapat dimaafkan karena belas kasihan, tetapi yang berkuasa akan disiksa dengan berat. 7 Sang Kuasa atas segala-galanya tidak akan mundur terhadap siapapun, dan kebesaran orang tidak dihiraukan-Nya. Sebab yang kecil dan yang besar dijadikan oleh-Nya, dan semua dipelihara oleh-Nya dengan cara yang sama. 8 Tetapi terhadap yang berkuasa akan diadakan pemeriksaan keras. 9 Jadi perkataanku ini tertuju kepada kamu, hai pembesar, agar kamu belajar kebijaksanaan dan jangan sampai terjatuh. 10 Sebab mereka yang secara suci memelihara yang suci akan disucikan pula, dan yang dalam hal itu terpelajar akan mendapat pembelaan. 11 Jadi, hendaklah menginginkan serta merindukan perkataanku, maka kamu akan dididik."

Bacaan Injil: Luk 17:11-19

“Dalam perjalanan-Nya ke Yerusalem Yesus menyusur perbatasan Samaria dan Galilea. Ketika Ia memasuki suatu desa datanglah sepuluh orang kusta menemui Dia. Mereka tinggal berdiri agak jauh dan berteriak: "Yesus, Guru, kasihanilah kami!" Lalu Ia memandang mereka dan berkata: "Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam-imam." Dan sementara mereka di tengah jalan mereka menjadi tahir. Seorang dari mereka, ketika melihat bahwa ia telah sembuh, kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring, lalu tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya. Orang itu adalah seorang Samaria. Lalu Yesus berkata: "Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu? Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?" Lalu Ia berkata kepada orang itu: "Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau.”(Luk 17:11-19), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Martinus dari Tours, Uskup, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Ketika mau minta sumbangan atau pinjaman dengan bergairah orang berkomunikasi, tetapi begitu sumbangan atau pinjaman diterima langsung diam seribu bahasa terhadap yang memberi sumbangan atau pinjaman. Sikap mental macam itu kiranya masih menjiwai banyak orang. Kepada penyumbang atau pemberi pinjaman ketika disampaikan ucapan ‘terima kasih’ atas sumbangan atau pinjaman yang diberikan, mereka pasti akan gembira dan puas. Sabda Yesus hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk senantiasa menghaturkan ‘terima kasih’ atas aneka kebaikan yang telah kita terima kepada mereka yang memberikan. St.Martinus yang kita kenangkan hari ini dikenal sebagai orang yang dengan senang hati, iklas hati dan gembira dalam memberi bantuan atau sumbangan pada orang lain, lebih-lebih kepada mereka yang miskin dan berkekurangan, yang memang dari pihak penerima hanya memperoleh tanggapan ‘terima kasih’. Pengalaman saya pribadi dalam berbagai kesempatan pelayanan menunjukkan bahwa orang-orang yang miskin dan berkekurangan akan lebih cepat dan mudah berterima kasih ketika menerima sesuatu, sementara itu orang-orang kaya pada umumnya lebih banyak menuntut pelayanan daripada berterima kasih. Cukup menarik juga jika mencermati peristiwa bencana alam, seperti gempa bumi atau tsunami: orang-orang asing lebih berpartisipasi meringankan beban penderitaan para korban daripada saudara-saudari sebangsa dan se tanah air. Birokrasi dalam pelayanan sosial rasanya begitu berbelit-belit, dan mungkin yang terjadi sebenarnya adalah pemotongan sumbangan sosial. Kami berharap agar anak-anak di dalam keluarga dibiasakan sedini mungkin untuk berterma kasih kepada siapapun yang telah berbuat baik kepada mereka.
· Condongkanlah telinga, hai kamu yang memerintah orang banyak dan bermegah karena banyaknya bangsa-bangsamu. Sebab dari Tuhanlah kamu diberi kekuasaan dan pemerintahan datang dari Yang Mahatinggi, yang akan memeriksa segala pekerjaanmu serta menyelami rencanamu”(Keb 6:2-3). Kutipan ini kiranya baik menjadi permenungan atau refleksi bagi siapapun yang merasa harus memerintah atau memiliki kekuasaan, entah itu di dalam keluarga, tempat kerja, masyarakat, bangsa, Negara maupun kehidupan beragama. Sebagai pimpinan atau atasan diharapkan lebih banyak mendengarkan dari yang dipimpin daripada berkata-kata, dengan kata lain menghayati kepemimpinan partisipatif dan melayani. Dengarkanlah aneka dambaan, keluhan, pujian, kritik, saran, dst.. dari mereka yang harus kita pimpin atau layani, dan kemudian olahlah dalam Tuhan alias jadikan bahan doa aneka masukan tersebut untuk mohon pencerahan dan kekuatan dari Tuhan dalam rangka menanggapi masukan-masukan tersebut. Tanggapan pemimpin atau atasan dapat bersifat reaktif mapun pro-aktif, tergantung dari situasi dan kondisi yang ada maupun perkara yang muncul. Ingat dan sadari bahwa Allah, Yang Mahatinggi, yang akan memeriksa segala pekerjaan kita dan menyelami rencana kita, dan Allah tak mungkin dikelabuhi atau ditipu dan dibohongi. Marilah kita doakan para pemimpin Negara maupun Agama kita agar mereka dengan rela hati dan penuh pengorbanan berani mendengarkan mereka yang harus dilayani atau dipimpin, dan semoga para pemimpin tidak tumbuh berkembang menjadi diktator, tetapi tumbuh berkembang sebagai pelayan bagi semuanya. Semoga semakin tinggi jabatan atau kedudukan juga semakin rendah hati, tidak sombong; semoga semakin kaya akan harta benda juga semakin beriman dan rendah hati, bukan sombong dan serakah.

“Berilah keadilan kepada orang yang lemah dan kepada anak yatim, belalah hak orang sengsara dan orang yang kekurangan! Luputkanlah orang yang lemah dan yang miskin, lepaskanlah mereka dari tangan orang fasik!" (Mzm 82:3-4)


Jakarta, 11 November 2009

Ign Sumarya, SJ
 
Kamis, 12 November 2009

Pw. St Yosafat, Uskup, Martir


“Sesungguhnya Kerajaan Allah ada di antara kamu."
(Keb 7:22-8:1; Luk 17:20-25)

“Atas pertanyaan orang-orang Farisi, apabila Kerajaan Allah akan datang, Yesus menjawab, kata-Nya: "Kerajaan Allah datang tanpa tanda-tanda lahiriah, juga orang tidak dapat mengatakan: Lihat, ia ada di sini atau ia ada di sana! Sebab sesungguhnya Kerajaan Allah ada di antara kamu." Dan Ia berkata kepada murid-murid-Nya: "Akan datang waktunya kamu ingin melihat satu dari pada hari-hari Anak Manusia itu dan kamu tidak akan melihatnya. Dan orang akan berkata kepadamu: Lihat, ia ada di sana; lihat, ia ada di sini! Jangan kamu pergi ke situ, jangan kamu ikut. Sebab sama seperti kilat memancar dari ujung langit yang satu ke ujung langit yang lain, demikian pulalah kelak halnya Anak Manusia pada hari kedatangan-Nya. TetapiIa harus menanggung banyak penderitaan dahulu dan ditolak oleh angkatan ini” (Luk 17:20-25), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Yosafat, Uskup dan Martir, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Kerajaan Allah berarti Allah yang meraja, yang berkarya terus-menerus dalam ciptaan-ciptaanNya di dunia ini. Segala sesuatu yang ada di dunia ini ada, hidup, tumbuh dan berkembang hanya karena dan oleh Allah, tanpa Allah tidak ada kehidupan di dunia ini. Maka ketika Yesus ditanyai oleh orang-orang Farisi perihal tanda-tanda Kerajaan Allah datang, Ia antara lain menjawab: “Kerajaan Allah datang tanpa tanda-tanda lahiriah, juga orang tidak dapat mengatakan: Lihat, ia ada di sini atau ia ada di sana! Sebab sesungguhnya Kerajaan Allah ada di antara kamu.". Marilah kita imani Allah yang meraja dalam ciptaan-ciptaanNya, dalam diri kita sebagai manusia, ciptaan terluhur di dunia ini, dalam aneka tanaman maupun binatang serta peristiwa kehidupan di sekitar kita. Menghayati karya Allah di dunia, dalam ciptaan-ciptaanNya, pada masa kini rasanya boleh dikatakan juga sebagai salah satu bentuk penghayatan kemartiran atau kesaksian iman, antara lain secara konkret senantiasa melihat dan mengimani apa-apa yang baik, indah, luhur dan mulia dalam ciptaan-ciptaanNya dan tentu saja pertama-tama dan terutama dalam sesama manusia. Dengan kata lain kita dipanggil untuk berpikiran positif (‘positive thinking’) . Jika kita cermat dan jujur melihat apa-apa yang terjadi di lingkungan hidup kita, hemat saya lebih banyak apa yang baik, indah, luhur dan mulia daripada apa yang buruk, amburadul, jorok dan remeh. Memang untuk senantiasa berpikiran positif kita akan menghadapi tantangan maupun hambatan, mengingat dan memperhatikan cukup banyak orang cenderung berpikiran negatif, lebih suka melihat dan memberitakan kelemahan, kekurangan dan dosa orang lain, sebagaimana terjadi dalam ‘ngrumpi’.
· Di dalam dia ada roh yang arif dan kudus, tunggal, majemuk dan halus, mudah bergerak, jernih dan tidak bernoda, terang, tidak dapat dirusak, suka akan yang baik dan tajam, tidak tertahan, murah hati dan sayang akan manusia, tetap, tidak bergoyang dan tanpa kesusahan, mahakuasa dan memelihara semuanya serta menyelami sekalian roh, yang arif, murni dan halus sekalipun” (Keb 7:22-23). Yang dimaksudkan dengan ‘dia’ adalah kebijaksanaan. Mungkin di antara kita tidak ada satupun yang bijaksana, melainkan hanya ‘bijak’, sesuatu yang terbatas. Dari ciri-ciri kebijaksanaan di atan mungkin yang baik kita renungkan atau refleksikan masa kini adalah ‘murah hati dan sayang akan manusia’. Murah hati berarti hatinya dijual murah, memberi perhatian kepada siapapun, dan tentu saja pertama-tama kepada sesama manusia. Perhatian itu dapat berupa sapaan, sentuhan, kehadiran, kebersamaan atau pemberian entah harta benda, uang atau tenaga, dengan kata lain memboroskan waktu dan tenaga bagi yang harus diperhatikan. Kita diingatkan pentingnya pemborosan waktu dan tenaga bagi manusia, dan tentu saja pertama-tama mereka yang dekat dengan kita, entah suami atau isteri, anak-anak, kakak/adik atau rekan kerja, mereka yang hidup dan bekerja bersama dengan kita. Pada masa kini ada kecenderungan orang jual mahal waktu dan tenaga bagi anak-anak kecil selama masa balita, usia 0 s/5 tahun, dimana anak-anak dititipkan pada nenek atau pembantu atau perawat dan orangtua, lebih-lebih ibu, sibuk bekerja demi karier. Aneka pengamatan dan pengalaman menunjukkan bahwa ketika anak-anak pada usia balita kurang perhatian dari orangtua, alias kurang menerima pemborosan waktu dan tenaga dari orangtua, maka perkembangan dan pertumbuhan kepribadiannya tidak wajar, dan ketika mereka dewasa lebih mudah ‘kurang ajar’. Maka dengan ini sekali lagi kami mengingatkan agar anak-anak selama masa balita sungguh memperoleh perhatian dan kasih dari orangtua, terutama dari ibunya, yang telah mengandung dan melahirkannya. Bertindak demikian pada masa kini, lebih-lebih di kota besar, boleh dikatakan sebagai bentuk penghayatan kemartiran.

“Untuk selama-lamanya, ya TUHAN, firman-Mu tetap teguh di sorga. Kesetiaan-Mu dari keturunan ke keturunan; Engkau menegakkan bumi, sehingga tetap ada” (Mzm 119:89-90)


Jakarta, 12 November 2009

Ign Sumarya, SJ
 
Kau yang Berjanji, Kau yang Mengingkari

Suatu hari ada seorang pedagang berjalan bersama kudanya pulang dari pasar. Barang dagangan dimuat oleh kuda jantan itu. Barang-barang itu akan dijual kembali di desa, tempat pedagang itu tinggal

Di tengah jalan, di daerah yang sepi dan jauh dari desa-desa lain, tampaklah dari kejauhan segerombolan perampok bergerak maju mendekatinya. Melihat pertanda yang membahayakan itu, dengan gugup pedagang itu berkata kepada kudanya, “Ayo, kita lari ke desa yang paling dekat di depan kita. Jika tidak, perampok-perampok itu akan menyiksa kita dan menjarah barang dagangan kita.”

Kuda itu tidak mempedulikan kata-kata tuannya. Tetapi kemudian ia menjawab, “Maafkanlah hambamu ini, tuan. Mengapa kita harus lari tunggang langgang menjauhi perampok-perampok itu?”

Pedagang itu semakin panik. Lantas ia berkata dengan nada keras, “Ah, kamu tolol. Jika kita tidak lari, kita pasti akan ditangkap oleh perampok-perampok itu. Aku akan mereka lukai dan barang dagangan kita akan dirampas. Sedangkan kamu sendiri akan mereka bawa.”

Kuda itu malah berhenti. Ia sulit sekali ditarik oleh pedagang itu. Kemudian ia berkata, “Jadi masalahnya hanya soal ganti tuan? Selama bebannya masih sama dan harus hamba pikul di punggung hamba, tak soal bagi hamba siapa orang yang menjadi tuan hamba."

Pemilik kuda itu tertegun sejenak lantas mulai lari menjauhi para perampok. Sementara kuda itu berlari di belakangnya dengan santai.

Begitu banyak pemimpin sudah yang kita miliki dalam hidup kita. Ada pemimpin pemerintah dari ketua RT hingga presiden. Ada juga para pemimpin kelompok-kelompok tertentu yang juga silih berganti memangku jabatan. Pertanyaannya, apakah para pemimpin itu sungguh-sungguh membawa perubahan bagi kehidupan masyarakat atau para anggotanya?

Menjelang pemilukada atau pemilu legislatif yang lalu di berbagai daerah di Indonesia kita mendengar janji-janji. Misalnya, kalau nanti terpilih menjadi bupati atau walikota atau gubernur, ia akan menciptakan ribuan lapangan kerja. Kesejahteraan masyarakat akan ditingkatkan. Macam-macam janji dilontarkan kepada para calon pemilih.

Tetapi apakah janji-janji itu ditepati? Kita tidak menyangsikan janji-janji itu. Tetapi adalah fakta bahwa kehidupan ekonomi masyarakat kita tidak semakin membaik. Ada BLT dari pemerintah untuk rakyat miskin. Tetapi utang negeri ini semakin menggunung. Seorang ahli ekonomi di negeri ini mengatakan bahwa selama emopat tahun terakhir ini utang luar negeri kita bertambah empat ratus triliun. Ini siapa yang harus bayar? Buat apa utang sebesar itu?

Hal yang jelas adalah semakin banyak orang yang merasakan bahwa hidup ini semakin sulit. Ada orang yang hanya bisa makan kenyang satu hari sekali. Meski sudah ganti pemimpin, tetapi bebannya tetap sama. Bahkan beban hidup masyarakat semakin berat. Lalu di mana janji-janji itu?

Sebagai orang beriman, kita ingin agar kita berani menepati janji yang kita buat. Ingat janji apa pun yang kita buat itu merupakan utang yang mesti kita bayar. Karena itu, mari kita belajar untuk menepati janji-janji kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang atau kunjungi inspirasi-renunganpagi.blogspot.com
Kode Renungan: 177
 
Sabtu, 14 November 2009
Hari Biasa Pekan XXXII


“Adakah Ia mendapati iman di bumi?"
(Keb 18:14-16; 19:6-9; Luk 18:1-8)

“Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu. Kata-Nya: "Dalam sebuah kota ada seorang hakim yang tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorang pun. Dan di kota itu ada seorang janda yang selalu datang kepada hakim itu dan berkata: Belalah hakku terhadap lawanku. Beberapa waktu lamanya hakim itu menolak. Tetapi kemudian ia berkata dalam hatinya: Walaupun aku tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorang pun, namun karena janda ini menyusahkan aku, baiklah aku membenarkan dia, supaya jangan terus saja ia datang dan akhirnya menyerang aku." Kata Tuhan: "Camkanlah apa yang dikatakan hakim yang lalim itu! Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka? Aku berkata kepadamu: Ia akan segera membenarkan mereka. Akan tetapi, jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?" (Luk 18:1-8), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:


· Hidup beriman atau beragama tanpa doa bagaikan makanan tanpa rasa alias hambar. Doa merupakan dimensi hidup beriman atau beragama yang tak dapat dilupakan atau diabaikan. Di dalam warta gembira hari ini kita diingatkan pentingnya hidup doa. Berdoa berarti berwawancara atau berdialog dengan Allah dalam dan oleh kasih. Karena Allah adalah kasih yang sempurna dan kita adalah hina dina, maka dari pihak kita berdoa berarti lebih banyak membuka diri dan mendengarkan daripada berbicara atau omong. Dengan kata lain agar kita dapat berdoa dengan baik dan benar, kita harus hidup dan bertindak dalam dan dengan rendah hati. Untuk itu kiranya sabda-sabda Allah sebagaimana tertulis di dalam Kitab Suci dapat membantu kita berdoa, karena “segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.”(2Tim 3:16). Mendengarkan, merenungkan dan melaksanakan sabda-sabda Allah merupakan salah satu cirikhas hidup beriman atau beragama. Selain apa yang tertulis di dalam Kitab Suci kita juga dapat menggunakan teks-teks doa terpilih yang telah dicetak dalam bentuk buku-buku doa. Bacakan untuk diri anda sendiri dan dengarkan isi doa tersebut, kemudian resapkan dalam hati. Dengan kata lain hendaknya doa-doa tidak hanya manis dan merdu di mulut saja, melainkan terutama dan pertama-tama manis dan merdu di hati dan jiwa sehingga menjiwai seluruh pribadi kita. Warta Gembira hari ini mengajak dan mengingatkan kita untuk menghayati nasehat ini: ”menemukan Allah dalam segala sesuatu atau menghayati segala sesuatu dalam Allah”.


· Sungguh seluruh ciptaan dalam jenisnya dirubah kembali sama sekali oleh karena taat kepada perintah-perintah-Mu, supaya anak-anak-Mu jangan sampai mendapat celaka” (Keb 19:6). Ada seorang filsuf yang mengatakan bahwa ‘yang abadi di dunia ini adalah perubahan’, artinya apa-apa yang ada di dunia ini senantiasa berubah, maka barangsiapa tidak siap sedia untuk berubah akan celaka atau menderita. Kita semua dipanggil untuk berubah, tidak hanya tubuh dan anggotanya yang berubah, tetapi juga hati, jiwa dan akal budi; perubahan yang diharapkan adalah yang mengarah semakin taat kepada perintah-perintah Allah, sehingga kita semakin layak disebut sebagai anak-anak Allah, artinya orang yang senantiasa melaksanakan kehendak dan perintah Allah di dalam hidup dan kerja serta kesibukan sehari-hari. Kita hendaknya tidak hidup dan bertindak hanya mengikuti selera atau keinginan pribadi agar tidak celaka dan menderita. Kehendak dan perintah Allah dapat kita hayati dengan setia dan taat pada janji-janji yang pernah kita ikrarkan. Suami-isteri hendaknya setia dan taat dalam saling mengasihi baik dalam untuk maupun malang, sehat maupun sakit, agar hidup bersama dalam keluarga selamat dan damai sejahtera; para pelajar maupun mahasiswa hendaknya setia dalam belajar, sehingga sukses dalam tugas belajar, selesai pada waktunya; para pekerja hendaknya setia dalam bekerja sehingga terampil dalam kerja dan dengan demikian berguna bagi kehidupan bersama dan dapat membahagiakan sesama, dan kita sendiri pasti akan selamat, bahagia dan damai sejahtera. Taat pada perintah, disiplin dalam melaksanakan aneka tatanan dan aturan hidup bersama merupakan cara agar kita tidak mendapat celaka dan dengan demikian kita selamat, damai sejahtera dan bahagia.

“Bernyanyilah bagi-Nya, bermazmurlah bagi-Nya, percakapkanlah segala perbuatan-Nya yang ajaib! Bermegahlah di dalam nama-Nya yang kudus, biarlah bersukahati orang-orang yang mencari TUHAN!”
(Mzm 105:2-3)

Jakarta, 14 November 2009


Ign Sumarya, SJ



 
Minggu, 15 November 2009
Hari Minggu Biasa XXXIII

Dan 12:1-3; Mzm 16: 5.8-11; Ibr 10:11-14.18; Mrk 13:24-32.

Inilah Injil Yesus Kristus menurut Markus (13:24-32)

"Ia akan mengumpulkan orang-orang pilihan-Nya dari keempat penjuru dunia."

24 Sekali peristiwa dalam khotbah-Nya tentang akhir zaman, Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, "Pada akhir zaman, sesudah siksaan itu, matahari akan menjadi gelap dan bulan tidak bercahaya 25 dan bintang-bintang akan berjatuhan dari langit, dan kuasa-kuasa langit akan goncang. 26 Pada waktu itu orang akan melihat Anak Manusia datang dalam awan-awan dengan segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya. 27 Dan pada waktu itupun Ia akan menyuruh keluar malaikat-malaikat-Nya dan akan mengumpulkan orang-orang pilihan-Nya dari keempat penjuru bumi, dari ujung bumi sampai ke ujung langit. 28 Tariklah pelajaran dari perumpamaan tentang pohon ara. Apabila ranting-rantingnya melembut dan mulai bertunas, kamu tahu, bahwa musim panas sudah dekat. 29 Demikian juga, jika kamu lihat hal-hal itu terjadi, ketahuilah bahwa waktunya sudah dekat, sudah di ambang pintu. 30 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya angkatan ini tidak akan berlalu, sebelum semuanya itu terjadi. 31 Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu. 32 Tetapi tentang hari atau saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa saja."

Renungan


MEMBARUI KEMANUSIAAN

Karangan ini membicarakan Mrk 13:24-32 yang dibacakan pada hari Minggu Biasa XXXIII tahun B. Ada dua pokok yang disampaikan dalam petikan dari Injil Markus ini. Yang pertama mengenai kedatangan Anak Manusia yang didahului "zaman edan" (ay. 24-27). Yang kedua mengajak orang memperhatikan kapan saat itu tiba (ay. 28-32).

KEDATANGANNYA KEMBALI
Murid-murid yang masih mengenal Yesus dari dekat mewartakan bahwa ia telah bangkit dari kematian dan naik ke surga dan kini menyiapkan tempat bagi mereka. Ia akan datang kembali dengan mulia dan orang-orang yang percaya kepadanya akan ikut serta dalam kebesarannya. Saat itu seluruh alam semesta akan menyaksikan peristiwa ini. Yang paling membuat generasi pertama murid-murid ini bergairah ialah kebangkitannya. Karena itu, pewartaan Injil yang paling awal ialah "Tuhan telah bangkit!" Semua hal lain, termasuk kedatangannya kembali, ialah kelanjutan peristiwa itu. Namun demikian, bagi murid-murid dari generasi yang tidak mengenal Yesus sendiri, kebangkitannya sudah jadi hal yang diandaikan. Minat mereka lebih terarah pada kedatangannya kembali. Di situlah letak daya tarik komunitas Kristen awal ini. Seluruh Injil Markus ditulis bagi kalangan mereka. Kepada mereka diperkenalkan siapa Yesus yang akan datang kembali itu lewat ingatan akan hal-hal yang diajarkan dan dilakukannya semasa hidupnya. Kedatangannya kembali nanti dikontraskan dengan suasana yang menggelisahkan - suasana zaman edan dan bumi gonjang-ganjing.

KERAJAAN ALLAH SUDAH TIBA
TANYA: Markus, bila begitu latar belakangnya, apa warta Yesus yang paling pokok yang Anda rekam?

MARKUS: Orang-orang di sana dulu terusik dengan pertanyaan-pertanyaan tentang akhir zaman. Kepada orang-orang ini Yesus mengajarkan bahwa akhir zaman sudah tiba dalam wujud "Kerajaan Allah". Ini kutuliskan pada awal Mrk 1:15.

TANYA: Lha, apa yang terjadi bila Kerajaan Allah sudah datang?

MARKUS: Dalam Mrk 1:15a, kuceritakan Yesus berseru "Me*tanoeite!", yang artinya lebih luas daripada "Bertobatlah!" Orang-orang diminta agar berubah haluan dari hanya ngutak-utik perkara betul atau salah menurut Taurat menjadi orang yang berpikir lapang, yang tidak membiarkan diri terganjal huruf. Begitulah ada kemerdekaan batin. Ini perlu agar warta Injil bisa diterima dengan mantap.

TANYA: Lalu?


MARKUS: Langkah berikutnya, ya mendengarkan, memandangi, mengikuti Yesus yang mengajar, menyembuhkan orang sambil berjalan ke Yerusalem meskipun sadar di sana bakal kena susah. Jadi, kayak Bartimeus si buta yang melihat kembali.

TANYA: Maksudnya, satu ketika orang bakal menyadari Yesus sebagai Mesias yang diutus Allah.

MARKUS: Benar. Tapi Yesus sendiri sebenarnya memakai ungkapan Anak Manusia untuk menjelaskan ke-Mesias-annya. Ia mendekatkan kembali manusia dengan Allah, ia bukan Mesias politik. Karena itu juga, seperti dalam Injilku (Mrk 13:26), ia me*makai gambaran Anak Manusia dengan memanfaatkan Dan 7:13.

TAFSIR DANIEL 7:13 - KEMANUSIAAN YANG BARU
Kedatangan kembali Yesus dalam kemuliaannya digambarkan oleh Markus (juga oleh Matius dan Lukas) dengan memakai gambaran dari Dan 7:13, yakni tokoh Anak Manusia yang datang menghadap Allah untuk memperoleh anugerah kuasa atas seluruh alam semesta. Dalam Kitab Daniel, kedatangan Anak Manusia ini terjadi segera sesudah Allah memunahkan kekuatan-kekuatan jahat yang mengungkung alam semesta. Zaman yang dikuasai kekuatan edan itu kini digantikan dengan zaman Anak Manusia. Siapakah Anak Manusia dalam Daniel itu? Tafsiran bisa bermacam-macam. Namun demikian, bila dicermati, Anak Manusia di situ dipakai melukiskan kemanusiaan baru yang hidup merdeka di hadapan Allah. Di situlah kebesarannya. Bila diterapkan kepada Yesus, kedatangannya kembali mewujudkan kemanusiaan yang baru ini.

MARKUS: Setuju dengan catatan di atas. Kemanusiaan baru itulah wujud utuh Kerajaan Allah. Manusia tidak lagi buta, tidak lagi lumpuh, tidak lagi sakit, tidak kerasukan roh jahat, tapi yang merdeka di hadapan Allah, seperti Yesus sendiri di hadapan Allah, Bapa yang maharahim itu. Seperti dalam Kitab Daniel tadi, kehadiran manusia baru itu berkontras dengan zaman edan yang mendahuluinya.

TANYA: Kok dipakai ibarat pohon ara bersemi segala. Pusing!

MARKUS: Aku sendiri juga belum seratus persen ngerti. Tapi pohon ara yang bersemi itu kan tanda yang pasti mengenai musim panas sudah di ambang pintu. Nah, kepastian seperti inilah yang boleh kalian pegang bila kalian mengalami macam-macam kegelisahan di zaman edan.

PERTANDA ZAMAN
Agar pembicaraan tafsir di atas agak lebih membumi, marilah kita sekadar menengok angka-angka statistik penduduk "miskin" dari Maret 2006 hingga Maret 2009 berdasarkan Berita Resmi Statistik terbitan dari Biro Pusat Statistik dari tahun-tahun itu. Kemiskinan dapat dipakai sebagai salah satu pertanda yang mendahului "kedatangan kemanusiaan baru" yang dibicarakan di atas.

- "Garis Kemiskinan" per bulan per kapita dan pada bulan Maret 2006 Rp.151.997,- per bulan per kapita (jumlah itu diukur dengan beaya untuk memenuhi bahan pokok pangan dan papan yang minimum dan menanjak tiap tahun). Atas dasar perhitungan garis itu, pada tahun 2006 terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin yang cukup drastis, yaitu dari 35,10 juta orang (15,97 persen) pada bulan Februari 2005 menjadi 39,30 juta (17,75 persen) pada bulan Maret 2006. Peningkatan jumlah dan persentase penduduk miskin selama Februari 2005-Maret 2006 terjadi karena harga barang-barang kebutuhan pokok selama periode tersebut naik tinggi, yang digambarkan oleh inflasi umum sebesar 17,95 persen. Akibatnya penduduk yang tergolong tidak miskin namun penghasilannya berada di sekitar garis kemiskinan banyak yang bergeser posisinya menjadi miskin.

- Ada perbaikan selama tiga tahun belakangan ini. Dengan Garis Kemiskinan pada bulan Maret 2009 sebesar Rp.200.262,-, maka penduduk miskin berjumlah 32,53 juta jiwa (14,15 persen) .Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Bulan Maret 2008 (Garis Kemiskinan Rp. 182.636) yang berjumlah 34,96 juta (15,42 persen), jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,43 juta. Perbaikan ini kelanjutan dari keadaan sebelumnya. Dibandingkan dengan penduduk miskin pada bulan Maret 2007 (Garis Kemiskinan Rp 166.697) yang berjumlah 37,17 juta orang (16,58 persen), jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,21 juta orang. selama periode Maret 2007-Maret 2008.

Sekadar rincian. Selama periode Maret 2008-Maret 2009 (Garis Kemiskinan pada Bulan Maret 2009 seperti di atas ialah Rp.200.262,-) penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 1,57 juta, sementara di daerah perkotaan berkurang 0,86 juta orang. Namun demikian proporsi persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah dibanding tahun sebelumnya. Pada Bulan Maret 2009, sebagian besar (63,38 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan. Peranan komoditi makanan (beras, gula pasir, telur, mie instan, tahu dan tempe) terhadap Garis Kemiskinan adalah 73,57 persen, jadi jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, biaya listrik, angkutan, minyak tanah, sandang, pendidikan, dan kesehatan).

Adanya perubahan di atas menjadikan harapan akan perbaikan mulai tampak sebagai kenyataan. Berarti zaman edan dan kekuatan yang jahat sudah atasi? Perbaikan keadaan sudah mantap? Boleh jadi terlalu dini membuat kesimpulan ke sana. Namun ada pertanda bahwa perbaikan itu dapat menjadi kenyataan. Iman injili menyangkal kekuatan yang memiskinkan kemanusiaan. Injil mengabarkan zaman seperti itu bisa diakhiri dan digantikan dengan kemanusiaan yang semakin utuh. Ada dua cara ikutserta memperbaiki kemanusiaan yang masih mengalami "kemiskinan". Yang pertama ialah membantu dengan bantuan material yang langsung dibutuhkan. Cara ini cocok dalam keadaan darurat, tetapi tidak banyak membantu dalam menghadapi kemiskinan kronik dan perbaikan ke depan. Jenis ini lebih cocok dihadapi dengan cara kedua, yakni menggugah orang-orang yang berkekurangan agar mengusahakan perbaikan diri dan mengajak mereka maju terus. Dalam benak terpikir, inilah caranya untuk membumikan eksegese Anak Manusia dalam Dan 7:13 dan Mrk 13:26 bagi negeri ini. Kedatangannya juga demi perbaikan nasib kaum lemah ekonomi di bumi ini.



Salam hangat,

A. Gianto
 
Rabu, 18 November 2009
Hari Biasa Pekan XXXII



  • Bacaan Pertama: 2Makabe 7:1.20-31
  • Mazmur: 17:1.5-6.8.15
  • Injil: Lukas 19:11-28

“Setiap orang yang mempunyai kepadanya akan diberi”
(2Mak 7:1.20-31; Luk 19:11-28)

“Untuk mereka yang mendengarkan Dia di situ, Yesus melanjutkan perkataan-Nya dengan suatu perumpamaan, sebab Ia sudah dekat Yerusalem dan mereka menyangka, bahwa Kerajaan Allah akan segera kelihatan. MakaIa berkata: "Ada seorang bangsawan berangkat ke sebuah negeri yang jauh untuk dinobatkan menjadi raja di situ dan setelah itu baru kembali. Ia memanggil sepuluh orang hambanya dan memberikan sepuluh mina kepada mereka, katanya: Pakailah ini untuk berdagang sampai aku datang kembali. Akan tetapi orang-orang sebangsanya membenci dia, lalu mengirimkan utusan menyusul dia untuk mengatakan: Kami tidak mau orang ini menjadi raja atas kami. Dan terjadilah, ketika ia kembali, setelah ia dinobatkan menjadi raja, ia menyuruh memanggil hamba-hambanya, yang telah diberinya uang itu, untuk mengetahui berapa hasil dagang mereka masing-masing…..Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, dari padanya akan diambil, juga apa yang ada padanya. Akan tetapi semua seteruku ini, yang tidak suka aku menjadi rajanya, bawalah mereka ke mari dan bunuhlah mereka di depan mataku." Dan setelah mengatakan semuanya itu Yesus mendahului mereka dan meneruskan perjalanan-Nya ke Yerusalem.”(Luk 19:11-15.26-28), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Mendekati Yerusalem berarti mendekati akhir tugas pengutusan atau penyempurnaan tugas pengutusan, yang bagi Yesus harus mempersembahkan diri dengan wafat di kayu salib. Memang menjelang berakhirnya suatu tugas pengutusan pada umumnya orang mengenangkan kembali apa yang telah dikerjakan alias membuat evaluasi. Hemat saya tidak hanya menjelang berakhirnya tugas pengutusan saja orang membuat evaluasi, tetapi setiap hari, yaitu akhir hari atau menjelang istirahat/tidur malam. Evaluasi lebih ditekankan pada apa yang telah kita kerjakan secara pribadi sesuai dengan tugas pengutusan atau pekerjaan kita. Kutipan Warta Gembira hari ini mengingatkan bahwa “Setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, dari padanya akan diambil, juga apa yang ada padanya”. Yang dimaksudkan dengan “mempunyai’ disini hemat saya adalah melaksanakan tugas pengutusan atau mewujudkan rahmat atau anugerah Tuhan dalam hidup sehari-hari. Misalnya saya diberi anugerah atau bakat ‘menulis atau mengarang’: jika saya berusaha terrus menerus menulis atau mengarang berarti saya akan semakin terampil menulis dan mengarang, semakin lama semakin kaya akan tulisan dan karangan. Maka dengan ini kami mengingatkan kita semua: rahmat atau karunia macam apa yang dianugerahkan Tuhan kepadaku? Bakat, keterampilan atau kecerdasan macam apa yang dianugerahkan kepadaku? Kami harapkan anugerah atau karunia, bakat, keterampilan atau kecerdasan tersebut tidak ‘disimpan di almari es’ , melainkan diteruskan kepada yang lain atau sesama dalam kegiatan atau kesibukan sehari-hari, atau dalam melaksanakan tugas pengutusan yang diserahkan kepada kita. Setiap hari kita mawas diri apakah kita telah meneruskan anugerah atau karunia Tuhan tersebut kepada saudara-saudari atau sesama kita dengan baik sebagaimana diharapkan.

· "Aku tidak tahu bagaimana kamu muncul dalam kandungku. Bukan akulah yang memberi kepadamu nafas dan hidup atau menyusun bagian-bagian pada badanmu masing-masing! Melainkan Pencipta alam semestalah yang membentuk kelahiran manusia dan merencanakan kejadian segala sesuatunya. Dengan belas kasihan-Nya Tuhan akan memberikan kembali roh dan hidup kepada kamu, justru oleh karena kamu kini memandang dirimu bukan apa-apa demi hukum-hukum-Nya.”(2Mak 7:22-23), demikian kata seorang ibu kepada tujuh anaknya yang akan mati karena siksaan penguasa. Kata-kata ibu ini kiranya baik menjadi permenungan atau refleksi kita. Hidup adalah anugerah Tuhan, maka pada waktunya Tuhan juga akan mengambilnya lagi. Karena yang memberi nafas dan hidup atau menyusun bagian-bagian tubuh/badan kita adalah Tuhan, maka selayaknya kita hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan. Memang hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan pada masa kini tidak akan terlepas dari aneka tantangan, hambatan, penderitaan, ancaman dan perjuangan, mengingat dan memperhatikan masih maraknya kemerosotan moral hampir di semua bidang kehidupan bersama. Meskipun harus menghadapi ancaman mati karena disiksa atau dibunuh, marilah kita tetap setia pada kehendak Tuhan alias berbudi pekerti luhur serta berbuat baik kepada siapapun dan dimanapun. Percaya dan imani belas kasihan Tuhan yang senantiasa menyertai dan mendampingi hamba-hambaNya yang setia kepada-Nya, jangan takut, gentar atau mundur menghadapi tantangan, masalah, penderitaan yang lahir kerena kesetiaan pada kehendak Tuhan, karena hidup berbudi pekerti luhur.

“Aku berseru kepada-Mu, karena Engkau menjawab aku, ya Allah; sendengkanlah telinga-Mu kepadaku, dengarkanlah perkataanku. Tunjukkanlah kasih setia-Mu yang ajaib, ya Engkau, yang menyelamatkan orang-orang yang berlindung pada tangan kanan-Mu terhadap pemberontak
(Mzm 17:6-7)
Jakarta, 18 November 2009


Ignatius Sumarya, SJ
 
Kamis, 10 Desember 2009
Hari Biasa Pekan II Adven/ Th II


  • Bacaan Pertama: Yes 41:13-20
  • Mazmur: Mzm 145:9-13ab
  • Bacaan Injil: Mat 11:11-15

“Yang terkecil dalam Kerajaan Sorga lebih besar dari padanya”.
(Yes 41:13-20; Mat 11:11-15)

"Pada suatu hari Yesus berkata kepada orang banyak, "Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak pernah tampil seorang yang lebih besar dari pada Yohanes Pembaptis, namun yang terkecil dalam Kerajaan Sorga lebih besar dari padanya. Sejak tampilnya Yohanes Pembaptis hingga sekarang, Kerajaan Sorga diserong dan orang yang menyerongnya mencoba menguasainya. Sebab semua nabi dan kitab Taurat bernubuat hingga tampilnya Yohanes dan -- jika kamu mau menerimanya -- ialah Elia yang akan datang itu. Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!," (Mat 11:11-15) demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Yohanes Pembaptis diimani sebagai nabi yang terbesar, lebih-lebih di dalam pandangan dunia, yang mempersiapkan jalan atau kedatangan Penyelamat Dunia, “namun yang terkecil dalam Kerajaan Sorga lebih besar dari padanya”. Kerajaan Sorga berarti Sorga atau Allah yang meraja atau menguasai, berarti berbeda atau berlawanan dengan kerajaan dunia. Sebagai orang beriman, dan juga khususnya anggota Gereja, kita juga menjadi anggota Kerajaan Sorga atau Kerajaan Allah , dengan demikian diharapkan hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak Allah. Yang terbesar dalam hidup beriman atau menggereja adalah mereka yang melaksanakan kehendak atau perintah dalam hidup sehari-hari. Allah meraja dan bekerja terus menerus di dalam dan melalui ciptaan-ciptaan-Nya di bumi ini, dan kita sebagai orang beriman dipanggil untuk ‘mendengarkan’ karya Allah tersebut serta mengikuti-Nya. Salah satu cirikhas karya Allah dalam ciptaan-ciptaan-Nya ialah menumbuh-kembangkan, memperbaharui dan membahagiakan, maka kita sebagai orang beriman atau umat Allah dipanggil untuk menumbuh-kembangkan, memperbaharui dan membahagiakan saudara-saudari atau sesama kita dalam dan melalui cara hidup dan cara bertindak kita. Agar kita dapat ‘mendengarkan’ Allah yang berkarya melalui ciptaan-citpaanNya, kita hendaknya bersikap dan bertindak dengan rendah hati. Kerendahan hati merupakan keutamaan dasar dan menjadi cirikhas orang beriman, anggota Kerajaan Allah, umat Allah. Dengan ini kami mengingatkan dan mengajak mereka yang terlibat dalam pelayanan pastoral di tingkat manapun atau dalam karya apapun untuk menjadi teladan dalam hal kerendahan hati.

·“Aku ini, TUHAN, Allahmu, memegang tangan kananmu dan berkata kepadamu: "Janganlah takut, Akulah yang menolong engkau” (Yes 41:13). Berbagai tantangan, masalah dan hambatan dalam hidup beriman masa kini memang dapat membuat orang menjadi takut untuk menjadi saksi iman dalam hidup sehari-hari. Apa yang dikatakan oleh nabi Yesaya di atas ini kiranya dapat menjadi pegangan cara hidup dan cara bertindak kita sebagai orang beriman, dimana Tuhan senantiasa mendampingi dan menolong kita kapanpun dan dimanapun. Tuhan hadir dan berkarya dimana saja dan kapan saja , tanpa batas, maka dimana dan kapan saja kita dapat menghayati pendampingi dan pertolongan-Nya. Memang pendampingan dan pertolongan-Nya akhirnya menjadi nyata dalam diri ciptaan-ciptaan-Nya, terutama dalam diri manusia, yang diciptakan sesuai dengan gambar atau citra-Nya. Maka menghayati pendampingan dan pertolongan Tuhan berarti dengan rendah hati siap sedia didampingi dan ditolong oleh saudara-saudari atau sesama kita. Jika kita jujur mawas diri kiranya masing-masing dari kita telah menerima pendampingan dan pertolongan dari orang lain, tentu saja pertama-tama dan terutama dari orangtua kita serta para pendidik kita, secara melimpah ruah. Marilah kita akui dan hayati pendampingan dan pertolongan dari orangtua dan pendidik kita. Jika kita dapat menghayati atau mengimani pendampingan dan pertolongan orangtua dan pendidik dengan baik, maka dengan mudah kita juga akan mengakui dan menghayati pendampingan dan pertolongan dari saudara-saudari kita dimanapun dan kapanpun. Ketika kita dapat hidup dan bertindak demikian itu, maka sedikit banyak kita mempersiapkan pesta Natal yang akan datang, yang antara lain diwarnai persaudaraan atau persahabatan sejati, solidaritas Allah pada manusia yang lemah dan berdosa. Dengan kata lain saya mengajak dan mengingatkan kita semua: marilah kita kenangkan kebaikan-kebaikan orang lain pada diri kita sejak dilahirkan sampai saat ini.

“TUHAN itu baik kepada semua orang, dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya. Segala yang Kaujadikan itu akan bersyukur kepada-Mu, ya TUHAN, dan orang-orang yang Kaukasihi akan memuji Engkau. Mereka akan mengumumkan kemuliaan kerajaan-Mu, dan akan membicarakan keperkasaan-Mu, untuk memberitahukan keperkasaan-Mu kepada anak-anak manusia, dan kemuliaan semarak kerajaan-Mu” (Mzm 145:9-12)


Jakarta, 10 Desember 2009

Ign Sumarya, SJ
 
Kamis, 17 Desember 2009
Hari Biasa Khusus Adven

"Silsilah Yesus Kristus, anak Daud." (Kej 49:2.8-10; Mat 1:1-17)

“Inilah silsilah Yesus Kristus, anak Daud, anak Abraham.Abraham memperanakkan Ishak, Ishak memperanakkan Yakub, Yakub memperanakkan Yehuda dan saudara-saudaranya, Yehuda memperanakkan Peres dan Zerah dari Tamar, Peres memperanakkan Hezron, Hezron memperanakkan Ram, Ram memperanakkan Aminadab, Aminadab memperanakkan Nahason, Nahason memperanakkan Salmon, Salmon memperanakkan Boas dari Rahab, Boas memperanakkan Obed dari Rut, Obed memperanakkan Isai, Isai memperanakkan raja Daud. Daud memperanakkan Salomo dari isteri Uria, Salomo memperanakkan Rehabeam, Rehabeam memperanakkan Abia, Abia memperanakkan Asa, Asa memperanakkan Yosafat, Yosafat memperanakkan Yoram, Yoram memperanakkan Uzia,Uzia memperanakkan Yotam, Yotam memperanakkan Ahas, Ahas memperanakkan Hizkia, Hizkia memperanakkan Manasye, Manasye memperanakkan Amon, Amon memperanakkan Yosia, Yosia memperanakkan Yekhonya dan saudara-saudaranya pada waktu pembuangan ke Babel. Sesudah pembuangan ke Babel, Yekhonya memperanakkan Sealtiel, Sealtiel memperanakkan Zerubabel, Zerubabel memperanakkan Abihud, Abihud memperanakkan Elyakim, Elyakim memperanakkan Azor, Azor memperanakkan Zadok, Zadok memperanakkan Akhim, Akhim memperanakkan Eliud, Eliud memperanakkan Eleazar, Eleazar memperanakkan Matan, Matan memperanakkan Yakub, Yakub memperanakkan Yusuf suami Maria, yang melahirkan Yesus yang disebut Kristus.Jadi seluruhnya ada: empat belas keturunan dari Abraham sampai Daud, empat belas keturunan dari Daud sampai pembuangan ke Babel, dan empat belas keturunan dari pembuangan ke Babel sampai Kristus.”(Mat 1:1-17), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Hari ini kita memasuki Masa Khusus Adven, satu minggu sebelum Pesta Natal, kenangan akan kelahiran Penyelamat Dunia. Dalam Warta Gembira hari ini dikisahkan silsilah Yesus sejak Abraham, bapa semua umat beriman. Maksud silsilah ini adalah bahwa Yesus, Penyelamat Dunia, Mesias, yang kita songsong kenangan kedatangan atau kelahiranNya, merupakan pemenuhan janji Allah kepada keturunan Abraham, umat beriman. Hal itu menunjukkan kesetiaan Allah akan janjiNya untuk menyelamatkan manusia, membebaskan manusia dari aneka macam penindasan atau dosa. Maka baiklah jika masng-masing dari kita mengenangkan kembali silsilah kita masing-masing serta mawas diri perihal kesetiaan kita. Oleh para pendahulu atau leluhur kita kiranya masing-masing dari kita didambakan menjadi pribadi yang dewasa, cerdas beriman, setia pada panggilan dan tugas pengutusan kita. “Setia adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan keterikatan dan kepedulian atas perjanjian yang telah dibuat” (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). Maka kepada kita semua yang telah dibaptis marilah kita kenangkan janji baptis, kepada para suami-isteri kami ajak untuk mengenangkan janji perkawinan, kepada para biarawan-biarawati kami ajak mengenangkan trikaul, kepada para pegawai kami ajak untuk mengenangkan janji kepegawaian, kepada para pejabat kami ajak untuk mengenangkan sumpah jabatan, dst.. Semoga masing-masing dari kita dapat memenuhi harapan dan dambaan hidup bahagia, damai sejahera, aman tentram, adil-makmur, dst.. karena masing-masing dari kita setia pada panggilan dan tugas pengutusan.

·Tongkat kerajaan tidak akan beranjak dari Yehuda ataupun lambang pemerintahan dari antara kakinya, sampai dia datang yang berhak atasnya, maka kepadanya akan takluk bangsa-bangsa” (Yes 49:10), demikian kata-kata penghiburan Yesaya kepada saudara-saudarinya. Kata-kata macam itu rasanya secara implisit ada di dalam hati orangtua atau pendahulu dan leluhur kita, yang dalam istilah Jawa masing-masing dari kita diharapkan “mikul dhuwur, mendhem jero” artinya “semua penderitaan, hinaan, usaha / ikhtiar dan sebagainya tidak pernah diceritakan/dinilai/dihitung-hitung kepada orang lain (mendem jero), dan berupaya mengangkat kehidupan keluarga, orang lain, bangsa, rakyat, umat manusia untuk bisa mentas / terangkat dalam kehidupan dunia dan akhirat (mikul duwur)”. “Mengangkat kehidupan keluarga, orang lain, bangsa, rakyat, umat manusia untuk terlepas dari aneka penderitaan dan dosa” itulah panggilan dan tugas pengutusan kita semua. Tentu saja untuk itu masing-masing dari kita telah bebas dari penderitaan dan dosa, sehingga dapat membebaskan orang lain. Hari-hari ini kemungkinan di paroki, tempat anda berdomisili, ada kesempatan untuk mengaku dosa, maka baiklah kesempatan tersebut dimanfaatkan sebaik-baiknya, agar pada saat pesta Natal nanti kita semua dalam keadaan damai sejati; kita dapat saling memberi salam damai Natal dengan ceria.

“Ya Allah, berikanlah hukum-Mu kepada raja dan keadilan-Mu kepada putera raja! …Kiranya gunung-gunung membawa damai sejahtera bagi bangsa, dan bukit-bukit membawa kebenaran! Kiranya ia memberi keadilan kepada orang-orang yang tertindas dari bangsa itu, menolong orang-orang miskin.” (Mzm 72:1.3-4b)

Jakarta, 17 Desember 2009

Ign Sumarya, SJ
 
Minggu, 20 Desember 2009
Hari Minggu Adven IV

Mi.5:2-5c; Ibr 10:5-10; Luk 1:39-45


"Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu”.

Seorang ibu muda ketika dirinya mengetahui hamil pertama kali kiranya merupakan kebahagiaan tersendiri atau istimewa; ia kiranya segera memberitahukan kepada suami tercinta maupun sanak-saudara atau sahabat dekatnya. Begitulah kiranya yang terjadi dalam diri Maria dan Elisabet: ketika Maria diberitahu oleh malaikat bahwa ia akan mengandung karena Roh Kudus serta Elisabet, saudarinya, dalam usia tuanya sedang mengandung lebih dahulu, maka bergegaslah Maria untuk mengunjungi Elisabet. Ia hendak berpartisipasi dalam kegembiraan Elisabet. “Di situ ia masuk ke rumah Zakharia dan memberi salam kepada Elisabet.Dan ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus, lalu berseru dengan suara nyaring: "Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan. Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana.” (Luk 1:40-45) . Saling memberi salam, pujian dan syukur itulah yang terjadi dalam diri Maria dan Elisabet, yang keduanya penuh dengan Roh Kudus.

"Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu”
Buah rahim adalah ‘bayi’ atau anak, sebagai buah saling mengasihi antar suami-isteri, laki-laki dan perempuan yang melakukan hubungan seksual. Bagi suami-isteri atau orangtua yang baik ketika tahu bahwa sang isteri mengandung pasti akan bersyukur dan berterima kasih serentak menghayati bahwa bayi/janin yang ada dalam kandungan adalah anugerah atau rahmat Tuhan. Sang isteri atau para ibu ketika tahu dirinya mengandung kiranya juga akan merasa diri yang terberkati oleh Tuhan. Maka ketika Elisabet menerima salam dari Maria, anak yang ada dalam kandungannya melonjak kegirangan dan Elisabet memuji Maria dengan berkata “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu”, karena Maria sedang mengandung Sang Penyelamat Dunia, yang dinantikan kedatangan atau kelariranNya oleh umat manusia seluruh dunia.

Hari Raya Natal, kenangan akan kelahiran Yesus, Penyelamat Dunia, semakin mendekat. Sebagaimana kita ketika sedang menantikan kelahiran seorang anak pasti dijiwai oleh harapan, yang ditandai dengan gairah dan keceriaan dalam hidup, demikian hendaknya di hari-hari menjelang Natal ini kita diharapkan demikian adanya. Pada hari-hari ini kiranya dengan gairah dan ceria masing-masing dari kita mulai mengenangkan sanak-saudara, sahabat dan kenalan untuk kemudian diberi salam ataupun kemungkinan diajak merayakan Natal bersama. Kita dapat meneladan Maria yang bergegas mendatangi dan memberi salam atau meneladan Elisabet yang didatangi dan diberi salam serta kemudian memuji dan bersyukur kepada Tuhan.

“Berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana”, demikian kutipan ungkapan syukur dan pujian Elisabet. Yang membuat bahagia adalah percaya bahwa sabda Tuhan akan terlaksana, itulah yang baik kita renungkan atau refleksikan. Dengan kata lain untuk mempersiapkan diri menyambut pesta Natal, marilah kita masing-masing mawas diri apakah kita sungguh siap sedia melaksanakan sabda atau perintah Tuhan. Di hari-hari menjelang Natal ini baiklah mereka yang mungkin sedang bermusuhan, tidak rukun atau dalam keadaan tegang dan saling mendiamkan satu sama lain, kami ajak untuk siap sedia berdamai Siapa yang pertama kali merasa sadar untuk berdamai hendaknya secara proaktif segera melangkah berdamai dengan siapapun yang merasa menjadi musuh, meneladan Maria yang mendatangi dan memberi salam. Baik yang mendatangi atau didatangi kiranya akan menjadi bahagia. Sikap dan perilaku yang suka mendatangi untuk memberi salam atau berdamai kiranya juga merupakan partisipasi dalam karya Penyelamat Dunia, Ia mendatangi kita, turun dari sorga menjadi manusia seperti kita kecuali dalam hal dosa.

"Korban dan persembahan, korban bakaran dan korban penghapus dosa tidak Engkau kehendaki dan Engkau tidak berkenan kepadanya" -- meskipun dipersembahkan menurut hukum Taurat --.Dan kemudian kata-Nya: "Sungguh, Aku datang untuk melakukan kehendak-Mu.” (Ibr 10:8-9)

Yang utama dan pertama-tama harus kita lakukan adalah “datang untuk melakukan kehendak-Mu/ Tuhan”, bukan korban dan persembahan sebagai diatur sesuai dengan aturan atau kebijakan. Di hari-hari ini mungkin banyak orang sibuk mempersiapkan diri untuk merayakan pesta Natal, entah secara liturgis maupun sosial. Pada umumnya cukup banyak orang/umat yang rela berkorban serta memberi persembahan, sumbangan/dana guna merayakan Natal bersama, dengan harapan pesta Natal sungguh meriah dan mengesan. Kami berharap semoga yang mengesan karena makan enak, minum-minum atau berpesta pora, tetapi karena kita semakin dapat melakukan kehendak Tuhan, yaitu hidup dalam damai sejahtera, bersahabat dan bersaudara dengan semua orang. Maka baiklah kita mawas diri apakah pengorbanan saya dengan datang dalam persiapan maupun pesta Natal merupakan perwujudan dari “Sungguh, aku datang untuk melakukan kehendakMu”

Datang untuk melakukan kehendak Tuhan” berarti bersikap dan berperilaku dengan rendah hati dimanapun dan kapanpun, meneladan Dia yang datang di dunia dengan “melepaskan” ke-Allah-an dan menjadi manusia seperti kita kecuali dalam hal dosa. Dalam merayakan Natal pada umumnya di bentuk panitia khusus, panitia perayaan Natal. Kami berharap semoga mereka yang menjadi anggota Panitia Natal bersikap dan bertindak rendah hati, tidak sombong. Secara konkret: dalam persiapan pesta Natal kiranya ada tugas dan pekerjaan berat dan kasar, seperti mengatur tempat, menjaga kebersihan dst…, kami berharap mereka yang menjadi anggota Panitia berpartisipasi sungguh dalam kerja, bukan hanya dalam rapat-rapat atau omongan saja, kerja kasar dan berat. Sikap dan perilaku melayani hendaknya menjadi cara hidup dan cara bertindak semua anggota Panitia Natal.

Datang untuk melakukan kehendak Tuhan” kiranya baik kita renungkan juga dalam kehidupan kita masing-masing, dalam cara hidup dan cara bertindak kita masing-masing. Marilah ‘back to basic’ , kembali ke semangat awal ketika kita mengawali hidup terpanggil, entah dipanggil menjadi imam, bruder, suster atau berkeluarga menjadi suami-isteri maupun dipanggil untuk belajar atau bekerja alias diterima sebagai siswa/mahasiswa di sekolah tertentu atau tempat kerja tertentu. Hemat saya pada awal tersebut masing-masing dari kita pasti bersemangat melayani alias ‘datang untuk melakukan kehendak Tuhan’, maka marilah kita kenangkan semangat yang indah, baik dan mulia tersebut, dan kemudian kita hayati untuk masa kini, mungkin wujud tindakan konkret berbeda tetapi semangat tetap sama. Marilah kita saling melayani dengan rendah hati, saling memberi salam, saling memuji dan bersyukur, sehingga damai sejahtera bagi semua bangsa segera menjadi nyata dalam kehidupan bersama kita.

“Ya Allah semesta alam, kembalilah kiranya, pandanglah dari langit, dan lihatlah! Indahkanlah pohon anggur ini, batang yang ditanam oleh tangan kanan-Mu! Kiranya tangan-Mu melindungi orang yang di sebelah kanan-Mu, anak manusia yang telah Kauteguhkan bagi diri-Mu itu, maka kami tidak akan menyimpang dari pada-Mu. Biarkanlah kami hidup, maka kami akan menyerukan nama-Mu “ (Mzm 60:15-16.18-19)

Selamat ulang tahun ke 75 dan bahagia Bapak Julius Kardinal Damaatmadja SJ”

Jakarta, 20 Desember 2009


Ignatius Sumarya, SJ
 
Selasa, 22 Desember 2009
Hari Biasa Khusus Adven

"Jiwaku memuliakan Tuhan dan hatiku bergembira karena Allah Juruselamatku,”(1Sam 1:24-28; Luk 1:46-56)


“Lalu kata Maria: "Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus.Dan rahmat-Nya turun-temurun atas orang yang takut akan Dia. Ia memperlihatkan kuasa-Nya dengan perbuatan tangan-Nya dan mencerai-beraikan orang-orang yang congkak hatinya; Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah; Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa; Ia menolong Israel, hamba-Nya, karena Ia mengingat rahmat-Nya, seperti yang dijanjikan-Nya kepada nenek moyang kita, kepada Abraham dan keturunannya untuk selama-lamanya." Dan Maria tinggal kira-kira tiga bulan lamanya bersama dengan Elisabet, lalu pulang kembali ke rumahnya” (Luk 1:46-56), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Ketika orang menerima pujian dari sesamanya pada umumnya menjadi ‘besar kepala’ atau sombong, namun berbeda apa yang terjadi dalam diri Bunda Maria. Ketika Bunda Maria menerima pujian dari Elisabet, maka ia langsung mengidungkan pujian Magnificat, pujian dari orang yang terpilih oleh Allah. Kidung Maginificat ini menjadi bagian dari doa Harian para klerus dan anggota Lembaga Hidup Bakti serta doa dari mereka yang berdevosi kepada Bunda Maria, seperti legioner/para anggota Legio Mariae. Bunda Maria adalah teladan hidup beriman, maka kiranya selayaknya kita yang merasa beriman juga setiap hari mendaraskan Kidung Magnificat tersebut di atas dan tentu saja menghayati isi kidung tersebut dalam hidup sehari-hari. Ada dua pokok isi kidung di atas, yaitu: (1) dengan rendah hati orang menghayati atau mengimani karya agung Allah dalam dirinya yang lemah dan rapuh serta (2) kuasa Allah yang menjungkir-balikkan cara berpikir/paradigma duniawi. Pertama-tama marilah kita imani dan hayati karya agung Allah dalam diri kita masing-masing, bahwa kita dapat hidup, berkembang dan tumbuh seperti saat ini tak pernah lepas dari karya atau rahmat Allah, maka hendaknya kita senantiasa memuliakan Allah serta saling memuliakan antar kita. Selanjutnya kami mengingatkan mereka yang congkak hati, gila kedudukan dan jabatan untuk bertobat dan memperbaharui diri, sedangkan mereka yang ‘lapar’ baiklah membuka diri terhadap kemurahan hati Allah melalui sesama atau saudara-saudari kita. Kepada kita semua marilah kita senantiasa hidup dan bertindak dengan rendah hati.
· "Mohon bicara tuanku, demi tuanku hidup, akulah perempuan yang dahulu berdiri di sini dekat tuanku untuk berdoa kepada TUHAN.Untuk mendapat anak inilah aku berdoa, dan TUHAN telah memberikan kepadaku, apa yang kuminta dari pada-Nya. Maka aku pun menyerahkannya kepada TUHAN; seumur hidup terserahlah ia kiranya kepada TUHAN."( 1Sam 1:26-28), demikian kata seorang ibu/perempuan kepada Eli. Anak adalah anugerah Tuhan dan kemudian dipersembahkan kembali kepada Tuhan, itulah yang terjadi. Dengan ini kami mengingatkan dan mengajak para ibu, yang kiranya lebih banyak lebih memperhatikan dan mengasihi anak karena telah mengandung dan melahirkannya, untuk ‘menyerahkan anak kepada Tuhan, seumur hidup terserahlah ia kiranya kepada Tuhan’. Dengan kata lain sebagaimana pernah dijanjikan ketika saling menerimakan sakramen perkawinan, yaitu ‘mendidik anak-anak yang akan dianugerahkan Tuhan secara kristiani atau katolik’ , hendaknya janji tersebut dihayati dengan benar dan baik. Didik, dampingi dan bimbing anak-anak secara kristiani atau katolik, dan ketika suatu saat sang anak tergerak untuk mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan, antara lain tergerak menjadi imam, bruder atau suster, hendaknya tidak ditolak, melainkan didukung sepenuhnya. Kebahagiaan sejati orangtua hemat kami adalah ketika anak-anak yang dianugerahkan Tuhan kepada mereka tumbuh berkembang menjadi dewasa yang cerdas beriman serta menjadi kader masyarakat alias bahagia dan sejahtera dalam hidup dan panggilannya. Jika orangtua mendidik anak-anak dengan baik kiranya anak-anak akan tumbuh berkembang menjadi ‘man or woman with/for others’. Untuk itu tentu saja para orangtua atau bapak itu dapat menjadi teladan sebagai ‘man or woman with/for others’.

“Busur pada pahlawan telah patah, tetapi orang-orang yang terhuyung-huyung, pinggangnya berikatkan kekuatan Siapa yang kenyang dahulu, sekarang menyewakan dirinya karena makanan, tetapi orang yang lapar dahulu, sekarang boleh beristirahat.
Bahkan orang yang mandul melahirkan tujuh anak, tetapi orang yang banyak anaknya, menjadi layu.
TUHAN mematikan dan menghidupkan, Ia menurunkan ke dalam dunia orang mati dan mengangkat dari sana.
TUHAN membuat miskin dan membuat kaya; Ia merendahkan, dan meninggikan juga
(1Sam 2:4-7)


Jakarta, 22 Desember 2009


Ign Sumarya, SJ
 
Rabu, 23 Desember 2009
Hari Biasa Khusus Adven


"Menjadi apakah anak ini nanti?"
(Mal 3:1-4; 4:5-6; Luk 1:57-66)

Kemudian genaplah bulannya bagi Elisabet untuk bersalin dan ia pun melahirkan seorang anak laki-laki. Ketika tetangga-tetangganya serta sanak saudaranya mendengar, bahwa Tuhan telah menunjukkan rahmat-Nya yang begitu besar kepadanya, bersukacitalah mereka bersama-sama dengan dia. Maka datanglah mereka pada hari yang kedelapan untuk menyunatkan anak itu dan mereka hendak menamai dia Zakharia menurut nama bapanya, tetapi ibunya berkata: "Jangan, ia harus dinamai Yohanes." Kata mereka kepadanya: "Tidak ada di antara sanak saudaramu yang bernama demikian." Lalu mereka memberi isyarat kepada bapanya untuk bertanya nama apa yang hendak diberikannya kepada anaknya itu. Ia meminta batu tulis, lalu menuliskan kata-kata ini: "Namanya adalah Yohanes." Dan mereka pun heran semuanya. Dan seketika itu juga terbukalah mulutnya dan terlepaslah lidahnya, lalu ia berkata-kata dan memuji Allah. Maka ketakutanlah semua orang yang tinggal di sekitarnya, dan segala peristiwa itu menjadi buah tutur di seluruh pegunungan Yudea. Dan semua orang, yang mendengarnya, merenungkannya dan berkata: "Menjadi apakah anak ini nanti?" Sebab tangan Tuhan menyertai dia.” (Luk 1:57-66), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Menurut tradisi atau adat istiadat anak yang lahir dari Elisabet, laki-laki, harus diberi nama Zakharia, nama ayahnya, tetapi ternyata ia harus dinamai Yohanes, sebagaimana diberitahukan oleh malaikat. Dengan kata lain pemberian nama Yohanes berarti keluar dari atau melanggar tradisi atau adat istiadat. Maka muncullah pertanyaan dari saudara-saudari dan sahabat-sahabat mereka :”Menjadi apakah anak ini nanti?”. Yohanes akan menjadi ‘bentara Penyelamat Dunia’, yang mempersiapkan jalan bagi kedatangan Yesus, Penyelamat Dunia. Nama memang mengandung makna dan maksud serta cita-cita, maka baiklah kami mengingatkan dan mengajak para orangtua atau calon orangtua yang akan segera dianugerahi anak untuk dengan cermat dan benar dalam memberi nama anak-anak yang akan dilahirkan. Nama yang anda berikan kepada anak anda merupakan dambaan atau harapan terhadap anak yang bersangkutan pada masa depannya, harapan agar anak tumbuh berkembang sebagaimana orangtua cita-citakan. Dengan kata lain rasanya pemberian nama satu sama lain dapat berbeda dan sekiranya harus memakai nama marga atau suku hendaknya juga ada ada tambahan nama lain. Sebagai orangtua kiranya kita semua berharap anak-anak yang dianugerahkan Tuhan senantiasa ‘tangan Tuhan menyertainya’, sehingga mereka tumbuh berkembang sebagaimana dikehendaki oleh Tuhan, dan tentu saja kita semua berharap anak-anak dapat menjadi ‘bentara’ Penyelamat Dunia, dimana cara hidup dan cara bertindaknya senantiasa menarik dan memikat banyak orang untuk semakin beriman atau mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan.

· Sesungguhnya Aku akan mengutus nabi Elia kepadamu menjelang datangnya hari TUHAN yang besar dan dahsyat itu.Maka ia akan membuat hati bapa-bapa berbalik kepada anak-anaknya dan hati anak-anak kepada bapa-bapanya supaya jangan Aku datang memukul bumi sehingga musnah” (Mal 4:5-6). Yang baik kita renungkan atau refleksikan dari kutipan ini adalah ‘hati bapa-bapa berbalik kepada anak-anaknya dan hati anak-anak kepada bapa-bapanya’, dengan kata lain suatu ajakan untuk para bapak dan anak-anak untuk hidup berdamai, maklum pada umummya relasi bapa dan anak agak renggang, kurang mesra jika dibandingkan dengan relasi ibu dengan anaknya. Para bapak diingatkan untuk juga memperhatikan anak-anaknya dengan baik, dengan senang hati berani memboroskan waktu dan tenaga bagi anak-anaknya. Secara khusus dengan ini kami mengingatkan rekan-rekan lelaki, yang mungkin telah menghamili rekan perempuan, entah itu pacar, tunangan atau kenalan, untuk berani bertanggungjawab, tidak melarikan diri setelah menghamili. Demikian juga kami ingatkan para bapak atau suami yang mudah berselingkuh atau menyeleweng untuk bertobat, tidak melakukan perselingkuhan lagi, ingat akan anak-anak anda. Berbagai bentuk perselingkuhan atau kebejatan moral laki-laki atau para bapak menghancurkan kehidupan berkeluarga, entah keluarganya sendiri atau keluarga orang lain, dan dengan demikian merusak hidup bersama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Semoga para bapak atau rekan-rekan laki-laki tidak mudah tergoda oleh rayuan-rayuan perempuan, dan tentu saja juga tidak menampilkan diri sedemikian rupa sehingga memikat untuk dirayu.

“TUHAN itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkan jalan kepada orang yang sesat. Ia membimbing orang-orang yang rendah hati menurut hukum, dan Ia mengajarkan jalan-Nya kepada orang-orang yang rendah hati. Segala jalan TUHAN adalah kasih setia dan kebenaran bagi orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan peringatan-peringatan-Nya “ (Mzm 25:8-10)


Jakarta, 23 Desember 2009

Ign Sumarya, SJ


========================


Kamis, 24 Desember 2009
Hari Biasa Khusus Adven


“Ia melawat umat-Nya dan membawa kelepasan baginya”
(2Sam 7:1-5.8b-12.16; Luk 1:67-79)

“Dan Zakharia, ayahnya, penuh dengan Roh Kudus, lalu bernubuat, katanya: "Terpujilah Tuhan, Allah Israel, sebab Ia melawat umat-Nya dan membawa kelepasan baginya, Ia menumbuhkan sebuah tanduk keselamatan bagi kita di dalam keturunan Daud, hamba-Nya itu, -- seperti yang telah difirmankan-Nya sejak purbakala oleh mulut nabi-nabi-Nya yang kudus -- untuk melepaskan kita dari musuh-musuh kita dan dari tangan semua orang yang membenci kita, untuk menunjukkan rahmat-Nya kepada nenek moyang kita dan mengingat akan perjanjian-Nya yang kudus, yaitu sumpah yang diucapkan-Nya kepada Abraham, bapa leluhur kita, bahwa Ia mengaruniai kita, supaya kita, terlepas dari tangan musuh, dapat beribadah kepada-Nya tanpa takut, dalam kekudusan dan kebenaran di hadapan-Nya seumur hidup kita. Dan engkau, hai anakku, akan disebut nabi Allah Yang Mahatinggi; karena engkau akan berjalan mendahului Tuhan untuk mempersiapkan jalan bagi-Nya, untuk memberikan kepada umat-Nya pengertian akan keselamatan yang berdasarkan pengampunan dosa-dosa mereka, oleh rahmat dan belas kasihan dari Allah kita, dengan mana Ia akan melawat kita, Surya pagi dari tempat yang tinggi, untuk menyinari mereka yang diam dalam kegelapan dan dalam naungan maut untuk mengarahkan kaki kita kepada jalan damai sejahtera." (Luk 1:67-79), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini, saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Setelah Yohanes lahir, maka sembuhlah Zakharia dari kebisuannya dan begitu dapat berbicara kembali iapun melambungkan pujian kepada Tuhan. Isi pujian tersebut antara lain “Allah melawati umatNya dan membawa kelepasan baginya…Ia melepaskan kita dari musuh-musuh kita dan dari tangan semua orang yang membenci kita”. Kegembiraan yang dialami oleh Zakharia ini merupakan tanda-tanda akan segera terpenuhinya janji Allah untuk menyelamatkan dunia dengan kelahiran Yesus, Penyelamat Dunia. Kiranya sebagian besar dari kita juga baru saja mengaku dosa, menerima kasih pengampunan atau kelepasan atas dosa-dosa kita, maka selayaknya kita juga bersyukur seperti Zakharia atas rahmatNya. Baiklah setelah menerima kasih pengampunan atas dosa-dosa kita, kemudian kita hidup baru dan diharapkan juga dapat menjadi ‘sinar bagi mereka yang diam dalam kegelapan dan dalam naungan maut’, menjadi penuntun dan petunjuk jalan bagi orang lain menuju damai sejahera. Nanti malam kita bersama-sama merayakan Sang Pembawa Damai Sejahtera sejati, Yesus, Allah yang menjadi manusia seperti kita kecuali dalam hal dosa. Dengan merayakan Natal atau kelahiran Penyelamat Dunia ini dari kita diharapkan tidak saling membenci melainkan senantiasa berdamai dengan siapapun dan apapun dalam hidup kita sehari-hari. Hidup berdamai merupakan wahana bagi siapapun untuk menuju kepada Allah alias bersembah-sujud kepada Allah. Marilah kita ampuni juga mereka yang telah membenci atau menyakiti kita.

·Aku telah menyertai engkau di segala tempat yang kaujalani dan telah melenyapkan segala musuhmu dari depanmu. Aku membuat besar namamu seperti nama orang-orang besar yang ada di bumi” (2Sam 7:9), demikian firman Tuhan kepada bangsa terpilih. Kita semua juga yang terpilih, maka marilah kita kenangkan penyertaan atau pendampingan Tuhan dalam perjalanan hidup kita sampai kini, sehingga kita dapat hidup seperti saat ini. Penyertaan atau pendampingan Tuhan secara konkret kita terima melalui mereka yang telah berbuat baik dan mengsihi kita, antara lain orangtua, kakak-adik, teman, guru/pendidik, pembimbing, dst.., maka baiklah kita bersyukur dan berterima kasih kepada mereka. Syukur dan terima kasih tersebut kiranya dapat kita wujudkan dengan berdamai dengan mereka serta menghaturkan sesuatu sebagai hadiah atau kado Natal. Ingat dan hayatilah bahwa kita dapat menjadi ‘besar’ seperti saat ini karena penyertaan dan pendampingan mereka, yang telah mengasihi, mendidik dan membimbing kita dengan penuh pengorbanan dan perjuangan tanpa kenal lelah. Kita telah menerima ‘kasih’ dari mereka secara melimpah ruah, maka selayaknya kita sungguh berterima kasih kepada mereka. Marilah kita saling berterima kasih dan memberi kenangan atau hadiah Natal, atau mungkin saling melawatim, entah secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung berarti kita tatap muka dan bercakap-cakap, sedangkan tidak langsung mungkin dengan sarana komunikasi masa kini seperti SMS via HP atau kirim surat via email. Hari ini baiklah kita memboroskan waktu dan tenaga untuk mengenangkan mereka yang telah berbuat baik dan mengasihi kita.

“Aku hendak menyanyikan kasih setia TUHAN selama-lamanya, hendak memperkenalkan kesetiaan-Mu dengan mulutku turun-temurun. Sebab kasih setia-Mu dibangun untuk selama-lamanya; kesetiaan-Mu tegak seperti langit. Engkau telah berkata: "Telah Kuikat perjanjian dengan orang pilihan-Ku, Aku telah bersumpah kepada Daud, hamba-Ku:Untuk selama-lamanya Aku hendak menegakkan anak cucumu, dan membangun takhtamu turun-temurun” (Mzm 89:2-5).

Jakarta, 24 Desember 2009


Ign Sumarya, SJ
 
Bacaan Masa Natal
24 Desember 2009
Sore : Menjelang Hari Raya Natal (P).

Yes 62:1-5; Mzm 89:4-5.16-17.27.29; Kis 13:16-17.22-25; Mat 1:1-25 (Mat 1:18-25)
24-25 Desember 2009
Malam: Yes 9:1-6; Tit 2:11-14; Luk 2:1-14

Jumat, 25 Desember Hari Raya Natal

Fajar: Yes 62:11-12; Mzm 97:1.6.11-12; Tit 3:4-7; Luk 2:15-20.
Siang: Yes 52:7-10; Ibr 1:1-6; Yoh 1:1-18

SELAMAT NATAL!
Di banyak tempat ada kesempatan merayakan Natal dengan tiga Misa Kudus yakni malam Natal 24 Desember, kemudian fajar 25 Desember pagi dan akhirnya siangnya. Ketiga perayaan itu melambangkan tiga sisi kenyataan lahirnya Sang Penyelamat Dunia. Pertama, kelahirannya sudah terjadi sejak awal, yakni dalam kehendak Bapa di surga untuk mengangkat martabat kemanusiaan ke dekatnya. Kenyataan kedua terjadi ketika Yesus lahir dari kandungan Maria. Dan kenyataan ketiga, kelahiran Kristus secara rohani di dalam kehidupan orang beriman. Bacaan Injil dalam ketiga Misa Natal tersebut sejajar dengan tiga kenyataan tadi. Dalam Misa malam hari dibacakan Luk 2:1-14 yang menceritakan Maria melahirkan di Betlehem, kemudian dalam Misa fajar diperdengarkan Luk 2:15-20 yang mengabarkan lahirnya Kristus di dalam kehidupan orang beriman yang pertama, yakni para gembala. Akhirnya, dalam Injil Misa siang hari, Yoh 1:1-18, ditegaskan bahwa sang Sabda ini sudah ada sejak semula. Pembicaraan kali ini akan menggarisbawahi ketiga kenyataan peristiwa kelahiran Kristus itu. Secara singkat akan diperlihatkan juga hubungannya dengan bacaan pertama yang semuanya diambil dari Kitab Nabi Yesaya

MALAM HARI: Yes 9:1-6; Luk 2:1-14
Teks Yes 9:1-6 diperdengarkan sebagai bacaan pertama dalam misa malam. Diutarakan dengan nada penuh kegembiraan siapa itu Raja Damai yang bakal meraja di kalangan umat. Dia membuat orang yang gelisah bisa mendapatkan ketenangan, dia dapat memberi rasa aman bagi yang merasa terancam. Kebesarannya berdasarkan keadilan dan kebenaran, bukan paksaan dan tipuan. Ia juga dikenal sebagai "Penasihat Ajaib", artinya yang memiliki kebijaksanaan ilahi. Dia itu juga "Allah yang Perkasa", yang melindungi umat dari kekuatan-kekuatan yang memusuhi, Ia dikenal sebagai "Bapa yang Kekal", maksudnya, kerahimanNya tak berhingga. Dia itulah Raja Damai yang telah lahir.

Semuanya ini dalam Injil kali ini Luk 2:1-14 diterapkan kepada dia yang baru lahir. Seperti dikisahkan dalam ay. 1-3, Yusuf dan Maria pergi ke Betlehem untuk mematuhi maklumat umum Kaisar Augustus yang mewajibkan orang mencatatkan diri di kampung halaman leluhur. Sekalipun tidak ada arsip sejarah yang membuktikan bahwa maklumat seperti itu pernah dikeluarkan Kaisar Augustus, dapat dikatakan bahwa hal seperti itu bukannya tak mungkin. Di sini Lukas menggunakannya sebagai konteks kisah kedatangan Yusuf dan Maria ke Betlehem. Ini juga cara Lukas mengatakan bahwa Tuhan bahkan memakai pihak bukan-Yahudi untuk menyatakan bagaimana Yesus tetap lahir di Yudea, tempat asal kaum Daud, dan bukan di Nazaret. Kelembagaan Yahudi sendiri kiranya tidak cukup. Bahkan lembaga itu sudah tak banyak artinya lagi. Seperti banyak orang asli Yudea lain, Yusuf dan Maria termasuk kaum yang "terpencar-pencar" hidup dalam diaspora di daerah bukan asal. Ironisnya, yang betul-betul masih bisa memberi identitas "orang Yudea" kini bukan lagi ibadat tahunan di Yerusalem, melainkan cacah jiwa yang digariskan penguasa Romawi.

Dalam ay. 4-5 disebutkan bahwa Yusuf pergi dari Nazaret ke Yudea "agar didaftar bersama-sama dengan Maria, tunangannya yang sedang mengandung". Dengan cara ini mereka nanti akan resmi tercatat sebagai suami istri di Yudea. Oleh karena itu, Yesus juga secara resmi bakal tercatat sebagai keturunan Daud, baik bagi orang Yahudi maupun bagi administrasi Romawi. Dengan demikian, Lukas sedikit menyingkap apa yang nanti akan diutarakannya dengan jelas dalam Kisah Para Rasul, yakni kedatangan Juru Selamat bukanlah melulu bagi orang Yahudi, melainkan bagi semua orang di kekaisaran Romawi, bahkan bagi semua orang di jagat ini. Malahan bisa dikatakan bahwa justru kehadiran orang bukan Yahudi-lah yang membuatnya betul-betul datang ke dunia ini! Kita-kita ini, sekarang ini juga, masih ikut membawanya datang ke dunia.

Menurut ay. 7, Maria melahirkan anak lelaki, anaknya yang sulung. Penyebutan "anak sulung" ini terutama dimaksud untuk menggarisbawahi makna yuridis, bukan biologis. Anak sulung memiliki hak yang khas yang tak ada pada saudara-saudaranya. Dalam hal ini hak sebagai keturunan Daud dengan semua keleluasaannya. Oleh karena itu, ia juga nanti dapat mengikutsertakan siapa saja untuk masuk dalam keluarga besarnya. Anak bukan sulung tidak memiliki hak seperti ini.

Sang bayi yang baru lahir itu kemudian dibungkus dengan lampin dan dibaringkan dalam palungan. Ditambahkan pada akhir ay. 7 "karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan". Bukan maksud Lukas mengatakan bahwa mereka tidak dimaui di mana-mana. Tempat-tempat yang biasa sudah penuh para pengunjung yang mau mendaftarkan diri menurut maklumat Kaisar Augustus. Mereka akhirnya menemukan tempat umum yang biasa dipakai tempat istirahat rombongan karavan bersama hewan angkutan mereka. Semacam stasiun zaman dulu. Tempat-tempat seperti ini memiliki beberapa kelengkapan dasar, misalnya palungan tempat menaruh makanan bagi kuda atau hewan tunggangan. Sekali lagi ini cara Lukas mengatakan kelahiran Yesus ini terjadi di tempat yang bisa terjangkau umum. Tempat seperti itulah tempat bertemu banyak orang. Maka dari itu, nanti para gembala dapat dengan cepat mendapatinya.

Kelahiran Yesus yang diceritakan sebagai kejadian sederhana seperti di atas itu nanti dalam Luk 2:8-14 diungkapkan para malaikat kepada para gembala. Mereka amat beruntung bisa menyaksikan perkara ilahi dan perkara duniawi dalam wujud yang sama. Orang diajak melihat bahwa yang terjadi sebagai kejadian lumrah belaka itu ternyata memiliki wajah ilahi yang mahabesar. Bala tentara surga, para malaikat menyuarakan pujian kepada Allah. Dia yang Maha Tinggi kini menyatakan diri dalam wujud yang paling biasa bagi semua orang. Apa maksudnya? Kiranya Lukas mau mengatakan bahwa orang-orang yang paling sederhana pun dapat merasakan kehadiran Yang Ilahi dalam peristiwa yang biasa tadi. Dan bahkan mereka bergegas mencari dan menemukan kenyataan duniawi dari kenyataan ilahi yang mereka alami tadi.

Pengalaman rohani yang paling dalam juga dapat dialami orang sederhana. Oleh karena itu, orang dapat melihat kehadiran Tuhan dalam peristiwa biasa. Sebuah catatan. Arah yang terjadi ialah dari atas, dari dunia ilahi ke dunia manusia, bukan sebaliknya. Kita tidak diajak mencari-cari dimensi ilahi dalam tiap perkara duniawi. Ini bisa mengakibatkan macam-macam masalah dan keanehan. Yang benar ialah mengenali perkara duniawi yang memang memiliki dimensi ilahi. Ada banyak perkara duniawi yang tidak memilikinya. Dalam arti itulah warta para malaikat kepada para gembala dapat membantu kita menyikapi dunia ini. Misteri inkarnasi ialah kenyataan yang membuat orang makin peka akan kenyataan duniawi yang betul-betul menghadirkan Yang Ilahi, bukan tiap kenyataan duniawi.

FAJAR: Yes 62:11-12; Luk 2:15-20
Dalam bacaan pertama (Yes 62:11-12) diutarakan dengan nada penuh kegembiraan agar orang di kota Yerusalem membuka pintu gerbang mereka lebar-lebar menyambut kedatangan raja yang mereka nanti-nantikan. Mereka dihimbau menerima dengan terbuka dia yang membawakan keselamatan bagi kota yang gelisah dan merasa terancam oleh kekuatan-kekuatan yang memusuhinya, baik dari luar maupun dari dalam. Yang menyambutnya akan menjadi bangsa yang kudus, orang-orang yang ditebus Tuhan sendiri, mereka itu tidak ditinggalkanNya (ay. 12). KebesarannNya ini kini menjadi nyata - dalam peristiwa kelahiran Yesus seperti diumumkan dalam Injil misa fajar ini.

Dalam Injil misa fajar (Luk 2:15-20) diperdengarkan bagaimana para gembala mendengar berita gembira dari malaikat Tuhan. Yang mereka dengar (ay. 10-12) kini mereka teruskan kepada orang-orang yang ada di sekitar palungan (ay. 15). Boleh kita bayangkan, di tempat umum di sekitar palungan itu ada banyak orang lain yang juga menginap di situ. Mereka sedang menolong keluarga baru ini. Mendengar kata-kata para gembala mengenai warta malaikat tadi, semua orang ini menjadi terheran-heran (ay. 18). Bagi mereka bayi yang dilahirkan ibu muda ini biasa saja. Tapi apa para gembala ini menjelaskan hal yang luar biasa yang sedang terjadi kini! Para gembala itulah orang-orang yang pertama-tama memberi arti rohani bagi peristiwa kelahiran tadi. Mereka itu juga pewarta kedatangan Penyelamat yang bukan orang-orang yang secara khusus berhubungan dengan Allah seperti halnya Maria atau Yohanes Pembaptis ketika masih ada dalam kandungan. (Katakan saja, para gembala itulah para teolog, para ahli kristologi generasi awal, yang mampu memukau perhatian orang. Guru Besar mereka ialah para malaikat dan semua bala tentara surgawi.)

Satu catatan. Disebutkan dalam ay. 15 "... gembala-gembala itu berkata satu kepada yang lain, 'Marilah sekarang kita pergi ke Betlehem untuk melihat ....'" Kepada siapa kata-kata itu ditujukan? Dalam bacaan teks yang biasa, jelas ajakan itu ditujukan kepada satu sama lain. Namun demikian, bacaan teks ini juga tertuju kepada pembaca. Teks ini membuat siapa saja yang membaca atau mendengarkannya merasa diajak gembala-gembala tadi bersama pergi dengan mereka ke Betlehem menyaksikan kebesaran ilahi dalam wujud yang membuat orang mulai bersimpati kepada Tuhan. Lukas kerap memakai teknik berbicara seperti ini. Dengan memakai bentuk percakapan - bukan hanya dengan cerita - Lukas membuat pembaca merasa seolah-olah ikut hadir di situ. Dan pada saat tertentu ajakan akan terasa ditujukan bagi pembaca juga.

Yang hadir dalam pembacaan Injil Misa fajar bisa pula merasakannya. Dan bila itu terjadi, warta petikan Injil Misa Fajar akan menjadi makin hidup. Orang diajak para gembala yang telah menyaksikan kebesaran Tuhan untuk ikut pergi mencarinya "di Betlehem", di tempat yang kita semua tahu, yang dapat dicapai, bukan di negeri antah-berantah. Warta Natal Lukas tak lain tak bukan ialah pergi mendapati dia yang lahir di tempat yang bisa dijangkau siapa saja - di "Betlehem" - boleh jadi dalam diri orang yang kita cintai, boleh jadi dalam kehidupan orang-orang yang kita layani, dalam diri orang-orang yang membutuhkan kedamaian, atau juga dalam diri kita sendiri yang diajak ikut menghadirkannya. Ini bisa memberi arah baru dalam kehidupan. Betlehem bisa bermacam-macam wujud dan macamnya, namun satu hal sama. Di situlah Tuhan diam menantikan orang datang menyatakan simpati kepada-Nya. Adakah perkara lain yang lebih menyentuh?

SIANG: Yes 52:7-10; Yoh 1:1-18
Bacaan pertama Yes 52:7-10 mengungkapkan gairah umat menerima warta gembira bahwa yang mereka percaya - Allah - sungguh berkuasa melindungi orang-orangNya. Dia kini berada kembali di tengah-tengah umat, di Yerusalem yang untuk beberapa lama menjadi kota yang runtuh pamornya. Kini kota itu akan berdiri kembali karena Ia ada di situ. KehadiranNya bukan sekadar akan membangun kembali kota itu, melainkan mengubahnya menjadi tempat kehadiranNya yang batiniah. Dan oleh karenanya Ia tidak lagi terbatas di tempat itu saja, melainkan ada di mana saja Ia dimuliakan. Kota Yerusalem menjadi kota rohani bagi semua orang yang melihat dan menerima kehadiranNya.

Pembukaan Injil Yohanes (Yoh 1:1-18) ini sarat dengan makna. Dikatakan dalam kedua ayat pertama "Pada mulanya adalah Firman dan Firman itu bersama-sama dengan Allah. Dan Firman itu adalah Allah. Ia pada awal mulanya ada bersama dengan Allah" (Yoh 1:1-2). Guna memahaminya, orang perlu mengingat Kisah Penciptaan menurut tradisi dalam Kej 1:1-2:4a. Di situ dikisahkan bahwa pada awalnya Tuhan menjadikan terang dengan memfirmankannya. Firman-Nya (yakni "jadilah terang!") menjadi kenyataan, yakni terang. Dan begitu selanjutnya hingga ciptaan yang paling akhir, yakni umat manusia (dengan memakai gaya bahasa merismus "laki-laki dan perempuan") yang diberkati dan diberi wewenang mengatur jagat ini sebagai wakil Tuhan Pencipta sendiri.

Terjemahan ay. 1 "Dan Firman itu Allah" ialah terjemahan harfiah kalimat Yohanes "kai theos en ho logos". Kalimat Yunani seperti itu sebetulnya bukan hendak menyamakan Firman dengan Tuhan. Alih bahasa yang lebih dekat dengan maksud Yohanes boleh jadi demikian: "keilahian itu adalah Firman". Kata "theos" dipakai tanpa artikel atau kata sandang di sini tampil dalam arti keilahian. Pemakaian seperti ini maksudnya untuk menekankan bahwa yang sedang dibicarakan, yakni Firman itu memiliki bagian dalam keilahian. Dengan demikian juga hendak dikatakan bahwa keilahian yang kerap terasa jauh dan menggentarkan belaka itu kini mulai dekat dan dapat didengarkan, membiarkan diri dimengerti, dikaji, dipikir-pikirkan, dan dengan demikian ikut di dalam kehidupan manusia. Itulah maksud Yohanes. Oleh karena itu, juga tidak mengherankan bila dalam Yoh 1:3 ditegaskan tak ada yang ada di jagat ini yang dijadikan tanpa Firman. Tak ada yang tak berhubungan denganNya. Hubungan ini tetap ada sekalipun dianggap sepi, disangkal, tidak diperhatikan. Selanjutnya, dalam ay. 4 ditegaskan bahwa ia itu kehidupan dan kehidupan itu adalah terang bagi manusia. Dalam Kisah Kejadian tadi, terang menjadi ciptaan pertama yang mendasari semua yang ada.

Bagi Yohanes, kata "dunia" (ay. 9, 10) mengacu pada tempat beradanya kekuatan-kekuatan gelap yang melawan kehadiran ilahi (lihat ay. 5). Ke tempat seperti inilah terang ilahi tadi bersinar dan terangnya tak dikalahkan oleh kekuatan-kekuatan gelap. Yohanes menghubungkan peristiwa kelahiran Yesus sebagai kedatangan terang ilahi ke dunia ini. Dengan latar Kisah Penciptaan maka jelas kelahiran Yesus itu ditampilkan Yohanes sebagai tindakan yang pertama dalam karya penciptaan Tuhan. Namun demikian, arah tujuan pembicaraan Yohanes bukan sekadar menyebut itu. Penciptaan ini dimaksud untuk menghadirkan Tuhan Pen*cipta. Bukan sebagai Tuhan yang kehadiran-Nya harus diterjemahkan terutama dalam wujud hukum-hukum agama, seperti hukum Taurat, melainkan sebagai Bapa yang mengasalkan kehidupan manusia, yang menyapa manusia dengan Firman yang membawakan kehidupan.

Kehadiran Ilahi memiliki daya pembaharu dan inilah kenyataan penciptaan. Bagi zaman ini, akan besar maknanya bila dikatakan bahwa iman akan kelahiran Kristus di dunia ini ialah kelanjutan kepercayaan bahwa Allah terus menciptakan jagat beserta isinya. Firman-Nya kuat. Terangnya tak terkalahkan meskipun banyak yang menghalangi. Artinya, yang menganggap ciptaan ini buruk dan gelap belaka dan memperlakukannya dengan buruk boleh jadi sudah mulai memisahkan diri dari Dia, sumber terang itu sendiri, dan akan tersingkir sendiri. Tetapi mereka yang percaya bahwa jagat ini dapat menjadi baik dan ikut mengusahakannya sebetulnya memilih ada bersama Dia.


Salam hangat,
A. Gianto

www.mirifica.net

 
Kamis-Jumat, 24-25 Desember 2009
Malam Natal

"Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besaruntuk seluruh bangsa”


Dalam rangka merayakan Natal dan Tahun Baru pada umumnya orang saling memberikan salam, antara lain dengan mengirimkan kartu Natal, namun pada masa kini pada umumnya tidak dengan kartu Natal lagi melainkan dengan pesan pendek (SMS) atau via email. Ketika saya masih bertugas sebagai Ekonom Keuskupan Agung Semarang sering menerima kartu Natal yang sama dari seseorang bagi kami berempat (Bapak Uskup, Vikjen, Sekretaris dan Ekonom Keuskupan). Ada satu kartu Natal yang menarik dan mengesan yaitu kami berempat menerima kartu Natal dalam bentuk ‘fotocopy”. Harga satu lembar fotocopy saat itu Rp.25,-/lembar dan satu lembar kertas kwarto berarti bisa jadi 2 eks fotocopy kartu Natal. Sementara itu harga kartu Natal termurah di toko-toko adalah Rp.200,-. Yang mengesan bagi saya: pengirim adalah orang miskin dan tanpa membedakan jenis kartu Natal yang dikirimkan, semuanya sama dalam bentuk fotocopy. Semuanya menerima apa yang sama dan apa yang diterima murah meriah harganya. Seandainya yang bersangkutan mengirimkan kartu Natal asli kiranya tidak dapat mengirimkan sebanyak fotocopy. Bentuk kartu Natal berbeda tetapi hemat saya nilai spiritual atau maknanya sama.

“Sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa” (Luk 2:10)

Bayi yang lahir dari rahim Bunda Maria, yang kita kenangkan kelahiranNya, adalah Penyelamat Dunia. Ia datang untuk menyelamatkan seluruh dunia, maka malaikat kepada para gembala berkata “Sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa”. Warta gembira melalui ini kiranya menjadi inspirasi tema pesan Natal Bersama KWI dan PGI tahun 2009 ini, yang bertema “Tuhan Itu Baik Kepada Semua Orang ...",
maka marilah kita refleksikan atau renungkan serta kemudian kita hayati atau laksanakan dalam hidup dan kerja kita setiap hari.

Semua orang/manusia di bumi ini mendambakan hidup bahagia, damai sejahtera, selamat lahir dan batin, jasmani dan rohani, namun dalam kenyataan saat ini masih cukup banyak orang tidak atau kurang bahagia, damai sejahtera dan selamat. Jika kita membuka mata dan telinga kita terhadap lingkungan hidup di sekitar kita, kiranya kita dapat melihat dan mendengar bahwa masih cukup banyak orang yang menderita serta membutuhkan uluran kasih atau bantuan. Marilah kita meneladan Sang Penyelamat Dunia, Allah yang turun ke dunia menjadi manusia sama dengan kita kecuali dalam hal dosa, dengan ‘turba’ (=turun ke bawah), ‘menunduk’ bukan menengadah. Ia telah ‘melepaskan ke Allah-anNya’ atau kebesaranNya, maka kita pun dipanggil untuk dengan rela dan senang hati ‘melepaskan’ sebagian harta/ uang, tenaga dan perhatian kita bagi saudara-saudari kita yang sedang menderita atau sakit, entah sakit hati, sakit jiwa, sakit akal budi atau sakit tubuh. Secara khusus kami menghimbau dan mengajak mereka yang berwenang dan berkuasa dalam hidup bersama alias para pemimpin atau petinggi untuk sungguh mengusahakan kesejahteraan umum. Tanda keberhasilan kinerja atau pelayanan pemimpin adalah semua anggota atau warganya hidup sejahtera, selamat dan bahagia lahir maupun batin.

Cukup menarik bahwa yang pertama kali menerima kesukaan besar adalah “gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam”. Para gembala adalah orang-orang yang kurang diperhitungkan dalam percaturan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dengan kata lain mereka tidak memiliki pengharapan pada mereka yang menentukan hidup bersama di dunia ini dan pengharapan mereka terarah kepada Allah, Yang Ilahi. Setiap hari para gembala berada dan tidur di alam terbuka, beratapkan langit luas dengan sinar terang dari ribuan bintang. Kenyataan ini kiranya dapat menjadi permenungan atau refleksi kita; kepada siapa pengharapan, cita-cita atau dambaan kita diarahkan? Marilah mengarahkan pengharapan, cita-cita dan dambaan kita kepada Tuhan, Penyelamat Dunia yang telah lahir sebagai manusia di dunia ini, karena “Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keingingan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini” (Tit 2:12)

Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini” (Tit 2:12)

Kita akan segera meninggalkan tahun 2009 dan memasuki Tahun Baru 2010, maka marilah kita tinggalkan juga kefasikan dan keinginan-keinginan dunia dan menghayati hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini. Setiap hari kita hidup mendunia, berpartisipasi dalam seluk beluk duniawi, maka kita diharapkan tidak bersikap mental materialistis atau duniawi alias ‘berbakti kepada berhala modern’ seperti harta benda/uang, kedudukan/pangkat atau kehormatan duniawi, melainkan menghayati hal-hal duniawi sebagai sarana untuk mengusahakan kesucian hidup, semakin beriman, semakin berbakti kepada Tuhan. Kita semua dipanggil untuk mengusahakan kesucian dengan berpartisipasi dalam seluk beluk duniawi.

Kesucian hidup tersebut antara lain dapat kita wujudkan dengan hidup bijaksana, adil dan beribadah. Bijaksana dan adil rasanya bagaikan mata uang bermuka dua, dapat dibedakan namun tak dapat dipisahkan; dua keutamaan ini kiranya mendesak untuk kita hayati dan sebarluaskan dalam kehidupan bersama kita masa kini. Berbagai masalah dan kasus hidup bersama yang muncul akhir-akhir ini nampak tidak diselesaikan dengan bijaksana dan adil, misalnya kasus KPK dan POLRI, RS Omni International dan Prita, dll.. Hemat saya cara bertindak bijaksana dan adil ini sedini mungkin perlu dibiasakan atau dididikkan pada anak-anak di dalam keluarga dan diperkembangkan serta diperdalam di sekolah, dengan keteladanan dari orangtua dan guru/pendidik. Jika anak-anak di dalam keluarga memperoleh pengalaman hidup bijaksana dan adil maka kelak kemudian hari mereka akan dengan mudah untuk bertindak bijaksana dan adil juga.

Selain bijaksana dan adil kita juga dipanggil untuk beribadah. Dalam merayakan Natal kiranya juga ada kebiasaan misa Natal anak-anak dimana anak-anak bersembah sujud kepada ‘Sang Bayi’, Penyelamat Dunia, yang ada dan tertidur nyenyak di palungan, sambil mempersembahkan sesuatu sebagai lambing persembahan diri mereka kepada Kanak-Kanak Yesus. Kebiasaan ini hendaknya menjadi peringatan bagi kita semua akan pentingnya ibadah kita kepada Tuhan dalam hidup sehari-hari. Ibadah itu antara lain dihayati dengan mendoakan doa-doa harian, seperti doa pagi, malam maupun mengawali dan mengakhiri kegiatan.”Bangsa yang berjalan di dalam kegelapan telah melihat terang yang besar; mereka yang diam di negeri kekelaman, atasnya terang telah bersinar” (Yes 9:1). Hidup beribadah atau berdoa kiranya dapat menjadi terang dalam perjalanan tugas dan panggilan kita masing-masing. Marilah kita tidak melupakan hidup doa kita masing-masing.

“Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN, menyanyilah bagi TUHAN, hai segenap bumi! Menyanyilah bagi TUHAN, pujilah nama-Nya, kabarkanlah keselamatan yang dari pada-Nya dari hari ke hari. Ceritakanlah kemuliaan-Nya di antara bangsa-bangsa dan perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib di antara segala suku bangsa” (Mzm 96:1-3).

“SELAMAT NATAL 2009 DAN TAHUN BARU 2010”

Jakarta, 25 Desember 2009

Ignatius Sumarya, SJ
 
Minggu, 17 Januari 2010
Hari Minggu Biasa II
Yes 62: 1-5
1 Kor 12: 4-11
Yoh 2: 1-11


Anggur Sukacita Abadi

Pesta perkawinan di Kana melambangkan perjamuan abadi di surga. Perjamuan abadi di surga sarat dengan sukacita yang disimbolkan dengan anggur. Sukacita yang berlimpah di dalam Kerajaan Allah telah dinubuatkan oleh Nabi Yeremia: “Mereka akan datang bersorak-sorak di atas bukit Sion, muka mereka akan berseri-seri karena kebajikan Tuhan, karena gandum, anggur, dan minyak, karena anak-anak kambing, domba, dan lembu sapi; hidup mereka akan seperti taman yang diairi baik-baik, mereka tidak akan kembali merana” (Yeremia 31:12).

Sukacita di surga adalah sukacita yang tiada bandingnya. Sukacita ini hanya dapat diberikan oleh Tuhan Yesus sendiri. Hal ini tampak dalam perkataan pemimpin pesta yang mengecap anggur buatan Tuhan Yesus: “Setiap orang menghidangkan anggur yang baik dahulu dan sesudah orang puas minum, barulah yang kurang baik; akan tetapi engkau menyimpan anggur yang baik sampai sekarang” (Yohanes 2:10). Sukacita abadi di surga itu diberikan oleh Tuhan Yesus melalui sengsara dan kebangkitan-Nya.

Anggur sukacita abadi belum dapat kita alami secara penuh karena kedatangan Tuhan untuk kedua kalinya belum tiba waktunya: “Saat-Ku belum tiba” (Yohanes 2:4). Kita sekarang ini hanya dapat mencicipinya. Syaratnya adalah menjadikan Bunda Maria sebagai pembimbing rohani kita untuk hidup di dalam iman akan Tuhan Yesus. Iman kita terungkap di dalam kesediaan kita mengikuti perintah-perintah-Nya: “Ibu Yesus berkata kepada pelayan-pelayan: Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu!” (Yohanes 2:5). Kesetiaan di dalam iman akan Tuhan menjadi jaminan bagi kita untuk menikmati anggur sukacita abadi di surga. Tuhan memberkati.


Pastor Felix Supranto, SS.CC
 
Minggu, 21 Februari 2010
Hari Minggu Prapaskah I

(Ul26:4-10 ; Rm10:8-13 ; Luk4:1-13)

Rekan-rekan!
Dalam Injil Minggu Prapaskah I tahun C ini (Luk 4:1-13) dikisahkan bagaimana Yesus dicobai di padang gurun selama 40 hari. Marilah kita dalami terlebih dahulu beberapa pengertian pokok ini: dibawa Roh, padang gurun, dicobai 40 hari, dan saat kembalinya Iblis.

DICOBAI SELAMA 40 HARI DI PADANG GURUN

TANYA: Hari ini kita mendengarkan Yesus "dibawa oleh Roh ke padang gurun" ini. Tentunya untuk diuji kekuatannya. Begitu kan?
JAWAB: Lukas sengaja mengatakan Yesus "terbimbing Roh di padang gurun", bukan "ke" begitu saja. Jadi di padang gurun ia tidak ditinggalkan Roh begitu saja. (Lihat Mrk 1:12, harfiahnya "Roh menggerakkannya sampai ke dalam padang gurun." Bandingkan dengan Mat 4:1 "diantar sampai ke dalam padang gurun oleh Roh".)
TANYA: Bila kekuatan ilahi tetap menyertainya, apa artinya berada di padang gurun?
JAWAB: Yesus memang berada di tempat yang sepi dari keramaian dunia agar menjadi makin peka akan kehadiran Roh. Tapi di situ jugalah ia makin melihat Iblis dalam ujud yang paling kuat. Di padang gurun orang menemukan tempat senyap dan saat hening mendalami pengalaman batin berjumpa dengan dua kekuatan itu.
TANYA: Jadi percobaannya ialah bersiteguh bersama Roh atau mengikuti cara berpikir yang lain.
JAWAB: Ya, memilih digandeng Roh atau digendong kekuatan lain. Dalam pilihan pertama orang perlu berusaha jalan terus. Pilihan yang lain bisa membuat orang enak-enak, tapi tak lagi bersama Roh.
TANYA: Lalu apa maksudnya ia dicobai Iblis selama 40 hari?
JAWAB: Kurun waktu 40 hari menandai masa yang cukup lama yang mematangkan suatu pengalaman batin. Begitu pula nanti para rasul selama "40 hari" berulangkali melihat Yesus yang telah bangkit dan mendengarkannya berbicara mengenai Kerajaan Allah (Kis 1:3).
TANYA: Lukas mengatakan setelah dicobai 40 hari tanpa makan apapun, ia lapar. Dan di saat ini terjadi dialog antara Iblis dengannya. Manakah sebenarnya percobaannya? Yang ditawarkan Iblis pada akhir 40 hari itu atau yang dialaminya selama 40 hari?
JAWAB: Pertanyaannya menarik. Begini. Dalam pewartaan Injili paling awal, seperti dalam Mrk 1:12-13 disebutkan Yesus yang digerakkan Roh itu dicobai Iblis 40 hari, tak diceritakan percakapan antara keduanya. Tetapi kemudian Matius (Mat 4:1-11) dan Lukas (petikan hari ini, Luk 4:1-13) juga melaporkan tradisi mengenai percakapan pada akhir masa itu. Di situ dirincikan tiga godaan: mengenyangkan diri dengan menyuruh batu menjadi makanan (Luk 4:3-4 bdk. Mat 4:3-4), mendapat kuasa duniawi asal mau menyembah Iblis (Luk 4:5-8 4 bdk. Mat 4:8-10), dan menuntut Allah menolongnya bila ia menerjunkan diri dari wuwungan Bait Allah - jadi menuntut mukjizat (Luk 4:9-12 bdk. Mat 4:5-7; urutan kedua dan ketiga dibalik dalam Matius tanpa perubahan arti).
TANYA: Wah teringat kembali kuliah Injil Sinoptik nih. Tapi Injil Yohanes tidak menyampaikan perkara ini?
JAWAB: Yohanes mengutarakannya dengan cara lain. Yesus Sang Firman ilahi itu diwartakannya sebagai terang yang bersinar di dalam wilayah kegelapan dan kegelapan tak berhasil menindihnya (Yoh 1:5) karena Firman itu sejak awal ilahi sifatnya.
TANYA: Kembali ke Lukas. Ketika jelas ia tetap memilih berada dengan Roh, maka mundurlah Iblis menantikan saat yang tepat. Kapan saat yang tepat itu?
JAWAB: Beberapa ahli tafsir beranggapan saat tepat itu terjadi ketika Iblis memasuki Yudas (Luk 22:3). Yesus yang sebentar lagi akan sendirian mengalami pergumulan batin di Getsemani itu diberatkan dengan pengkhianatan salah satu dari murid-murid yang paling dekat dengannya. Ini ujian terbesar. Di situ ia mengalami godaan untuk meninggalkan semua yang dibuatnya hingga saat itu. Tetapi kita tahu bahwa ia terus.

ROH: KEKUATAN ILAHI YANG MENGGERAKKAN

Dalam alam pikiran Kitab Suci, Roh ialah kekuatan yang tak kelihatan yang menggerakkan dan mengikutsertakan siapa dan apa saja yang ditemuinya. Maka sering dibayangkan sebagai angin, karena memang angin bergerak dan menggerakkan tapi tak bisa dilihat begitu saja. Sebelum ada penciptaan ada gerakan-gerakan ilahi, dalam bahasa Alkitab, "Roh Allah melayang-layang di permukaan air." (Kej 1:2), yang kemudian menggerakkan apa saja. Ciptaan ialah ujud yang kelihatan dari gerakan-gerakan itu. Juga dalam Kitab Suci kerap dijumpai ungkapan Roh Tuhan turun ke seorang tokoh, artinya tokoh itu mulai digerakkan oleh kekuatan-kekuatan ilahi dan oleh karenanya akan mengerjakan hal-hal luar biasa. Para Hakim dulu begitu. Juga ketika Yesus mulai mengajar di sinagoga di Nazaret, ia menerapkan Yes 60:1 "Roh Tuhan ada padaku" kepada dirinya. Dalam peristiwa percobaan 40 hari itu, ia dibimbing Roh, artinya gerakan-gerakan Roh memimpinnya dan menyertainya dalam perjalanan yang menentukan pilihan hidupnya selanjutnya. Meskipun disertai dan dipenuhi Roh, Yesus tidak membuat Roh ke sana atau ke sini. Roh tidak bisa dipaksa-paksa. Maka dalam godaan ketiga dalam petikan Lukas, ia tidak mau mencobai kekuatan ilahi untuk melihat apa betul akan menyelamatkannya bila ia menerjunkan diri dari atap Bait Allah seperti disarankan Iblis.

LINGKUP KUASA YANG JAHAT


Disebutkan dalam godaan kedua (Luk 4:5-6) bahwa semua kekuasaan dan kemuliaan kerajaan dunia telah diserahkan kepada Iblis dan ia dapat memberikannya kepada siapa saja. Ia menawarkannya kepada Yesus asal ia mau menyembahnya. Memang dalam kesadaran orang zaman itu, dunia manusia memang ada dalam kuasa yang jahat. Oleh karena itu kebutuhan akan datangnya Penyelamat makin terasa pula. Pendapat bahwa yang jahat telah memperoleh kuasa terhadap semua orang juga tampil dalam Why 13:7. Di situ ditegaskan bahwa setiap suku dan umat dan bahasa dan bangsa telah diberikan kepada binatang dari laut yang memiliki tujuh kepala dan sepuluh tanduknya bermahkota dengan tuliskan gaib, lambang yang jahat. Terlebih lagi, seperti tersurat dalam ayat berikutnya, semua orang akan menyembahnya, kecuali orang yang diselamatkan oleh kurban Anak Domba. Berarti yang jahat betul-betul berpengaruh besar di dalam dunia kehidupan manusia. Orang bisa terluput bila diselamatkan kurban diri Yesus. Maka dalam petikan Lukas tadi, Sang Penyelamat digoda agar tidak jalan terus bersama Roh. Jadi godaan menerima kekuasaan dan kemuliaan itu godaan yang teramat besar. Kejadian di Getsemani menggemakannya kembali. Yesus memang ingin lepas dari kesengsaraan yang bakal dialami asalkan memang demikian kehendak Bapanya. Ia tetap tidak menyerah kepada kekuatan yang jahat. Dan kelanjutannya kita ketahui. Beberapa waktu sebelum itu Yesus juga menghardik Petrus dengan kata-kata "Enyahlah Iblis!" karena berusaha menghalaunya dari jalan ke arah penderitaan penebusan itu (Mrk 8:33 Mat 16:23).
Selama berjalan ke Yerusalem tempat ia nanti menderita, wafat dan bangkit, ia menunjukkan bahwa ia mampu merenggut orang-orang dari kuasa yang jahat (menyembuhkan orang sakit, mengusir setan), mengajarkan bagaimana orang bisa berharap pada kuasa yang baik ("Kerajaan Allah"), membawakan wajah Tuhan yang bukan maha penuntut melainkan yang maha murah (Bapa), memilih orang-orang yang menjadi rekan sekerja (murid-murid). Ini semua dilakukannya karena ia mantap berjalan bersama dengan Roh.

MENGENALI GERAKAN-GERAKAN BATIN


Pengalaman Yesus di padang gurun dapat juga terjadi pada banyak orang lain. Makin dalam orang menghayati pengalaman batin, makin jelas orang merasakan gerakan-gerakan yang ada di situ. Ajaran ulah batin para mistikus sejak Abad Pertengahan, baik di kalangan Yahudi (kabbalah) atau Kristen (asketika) maupun Islam (tasawuf), acap kali memuat latihan untuk membuat orang menjadi peka akan gerakan-gerakan batin sehingga dapat mengenali apa asalnya dari Roh atau dari kekuatan yang jahat. Dengan demikian orang makin dapat mendekat kepada yang baik dan menjauhi yang jahat. Ajaran ini terus berkembang pada zaman-zaman kemudian. Dalam Latihan Rohani Santo Ignatius Loyola (sesudah Abad Pertengahan) dikenal pula serangkai pegangan untuk membeda-bedakan roh menurut keadaan batin orang, apa baru mulai mengenali kedua-duanya (LR 313-327) atau sudah lebih dekat kepada yang baik (LR 328-336). Ajaran ini dimaksud untuk menolong orang memperoleh kejernihan budi sehingga keputusan dan tindakannya menjadi makin seirama dengan Roh.


Salam hangat,
A. Gianto, SJ

Minggu, 28 Februari 2010
Hari Minggu Prapaskah II

Kej15:5-12 ; 17-18 ; Flp3:17-4 ; 1 ; Luk9:28 ; 26

"Guru, betapa bahagianya kami berada di tempat ini.”


Para pencinta olah raga mendaki gunung pada umumnya tidak banyak, hanya mereka yang memiliki kesehatan fisik prima dan berminat yang berhasil mendaki gunung. Dalam mendaki gunung pada umumnya diusahakan pagi hari, ketika matahari terbit, sudah sampai di puncak gunung, maka keberangkatan atau waktu mulai mendaki tergantung berapa lama waktu dibutuhkan untuk mendaki sampai puncak, dan pada umumnya dimulai setelah tengah malam, dalam kegelapan, dimana bagi banyak orang sedang dalam tidur nyenyak. Dalam perjalanan mendaki gunung memang orang harus kerja berat, sungguh melelahkan, namun ketika sampai di puncak gunung semua kelelahan sirna dan yang tinggal kebahagiaan luar biasa. Berada di puncak gunung akan merasa diri begitu kecil dalam kemegahan dan keindahan alam ciptaan Tuhan. Pengalaman berada di puncak gunung kiranya mirip sebagaimana dialami oleh tiga rasul yang diajak oleh Yesus mendaki bukit untuk berdoa, dimana Petrus dengan terharu mengungkapkan kegembiraannya: “Guru, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan sekarang tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia.” (Luk9:33). Kata-kata yang keluar dari mulut, yang mungkin tidak diketahui dampaknya atau maksudnya. Kata-kata senada macam itu sering keluar dari mulut para pendaki gunung ketika mereka berada di puncak gunung. Kita berada dalam perjalanan mengarungi masa Tobat, masa Prapaskah, dan kiranya dalam berbagai kesempatan beribadat atau pendalaman iman, kita juga akan tergerak untuk berkata-kata seperti Petrus tersebut, karena mengalami apa yang disebut hiburan rohani yang mempesona.

"Guru, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan sekarang tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia.” (Luk9:33)

Di dalam psikologi agama dikenal adanya pengalaman religius yang disebut pengalaman termendum atau fascinosum, pengalaman yang menghentak atau mempesona, kesepian rohani atau hiburan rohani. Selama berpartisipasi dalam berbagai kegiatan masa Prapaskah, entah yang bersifat liturgis atau sosial, kiranya kita mengalami pengalaman religius yang mempesona atau hiburan rohani. Hiburan rohani antara lain berarti bertambahnya iman, harapan dan cinta, sehingga orang yang bersangkutan tergerak hati dan jiwanya untuk semakin berbakti kepada Tuhan, lebih memuji, menghormati dan mengabdi Tuhan. Ketika orang sedang mengalami hiburan rohani pada umumnya memang tergerak untuk melakukan sesuatu yang mulia, luhur dan baik serta baru. Kiranya dalam perjalanan refleksi di masa Prapaskah ini anda juga tergerak untuk membuat niat yang baik, mulia dan luhur. Mungkin kita juga menerima bisikan atau suara Tuhan sebagaimana diterima oleh para rasul "Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia.". Marilah kita tanggapi sabda ini serentak dengan gerakan Aksi Puasa Pembangunan (APP).

Tema Aksi Puasa Pembangunan (APP) tahun ini adalah “Melawan Kemiskinan”, maka kami berharap niat-niat anda yang muncul dalam perjalanan refleksi hendaknya diintegrasikan dalam gerakan “melawan kemiskinan”, entah kemiskinan rohani maupun jasmani atau phisik. Miskin secara rohani antara lain kurang beriman, berharap dan saling mengasihi, maka kepada mereka ini kita bantu untuk semakin beriman, berharap dan saling mengasihi, sehingga mereka dapat hidup dengan bergairah dan dinamis, meskipun harus menghadapi aneka tantangan dan hambatan. Sedangkan miskin secara phisik berarti ‘lapar, haus, telanjang, tidak punya rumah, sakit, dst..’. Marilah kita sisihkan sebagian dari karya kekayaan atau uang kita untuk membantu mereka yang miskin dan berkekurangan . Kita dapat berseru seperti Pertus dan segera menghayatinya: “Marilah kita dirikan rumah sederhana bagi mereka yang tidak memiliki rumah, marilah kita beri pakaian yang layak kepada mereka yang telanjang, marilah kita beri makanan dan minuman bagi mereka yang lapar dan haus, marilah kita kunjungi dan obati mereka yang sedang menderita sakit…dst”. Kami juga berseru dan berharap kepada para pengusaha atau yang memiliki kemungkinan mempekerjakan orang lain untuk memberi pekerjaan kepada mereka yang menganggur, dan sekiranya mereka kurang atau tidak memiliki keterampilan yang diharapkan hendaknya diberi kemungkinan dan kesempatan untuk meningkatkan keterampilan tersebut.

“Saudara-saudara yang kukasihi dan yang kurindukan, sukacitaku dan mahkotaku, berdirilah juga dengan teguh dalam Tuhan, hai saudara-saudaraku yang kekasih!”(Flp4:1)

Seruan Paulus kepada umat di Filipi ini kiranya baik menjadi permenungan, refleksi dan pedoman hidup dan cara bertindak kita. Kiranya cukup banyak orang yang tidak berdiri teguh dalam Tuhan, atau mungkin kita sendiri juga tidak berdiri teguh dalam Tuhan. Berdiri teguh dalam Tuhan hemat saya berarti hidup sehat, segar bugar, suci dan cerdas beriman. Jika kita jujur mawas diri kiranya kita semua belum atau kurang berdiri teguh dalam Tuhan, maka marilah kita bekerjasama saling meneguhkan satu sama lain sebagai saudara. Kita hendaknya satu sama lain saling menyapa dan memperlakukan seperti kata Paulus kepada umat di Filipi :“saudara-saudara yang kukasihi dan yang kurindukan, sukacita dan mahkotaku”.

Jika kita saling mengasihi dan merindukan, maka apa yang dijanjikan oleh Tuhan kepada Abram (Abraham) “Kepada keturunanmulah Kuberikan negeri ini, mulai dari sungai Mesir sampai ke sungai yang besar itu, sungai Efrat” (Kej15:18), juga berlaku bagi kita semua. Sebagai warganegara Indonesia kiranya kita semua mendambakan sila kelima dari Pancasila “Keadilan sosial bagi seluruh bangsa” segera menjadi nyata alias terwujud. Perwujudan keadilan sosial bagi seluruh bangsa kiranya identik dengan tiada kemiskinan lagi di negeri ini; maka tema APP tahun ini “Melawan Kemiskinan” sungguh sesuai dengan seruan Paulus kepada Filipi di atas maupun janji Tuhan kepada Abram.

Kita semua mendambakan tinggal di dalam keluarga, tempat kerja dan masyarakat dalam damai, tenteram serta gembira, dan kemudian dapat berkata seperti Petrus:“Betapa bahagianya kami berada di tempat ini”. Dengan kata lain dimanapun kita berada mendambakan pengalaman mempesona, memikat dan menarik. Pengalaman macam itu pada umumnya terjadi di tempat-tempat ibadat, entah gereja/kapel, masjid/surau, kuil, tempat ziarah dst.., maka baiklah kita tidak memisahkan pengalaman beribadat dan kesibukan kerja sehari-hari. Untuk itu kami mengajak kita semua: marilah ketika kita sedang berada di rumah, di tempat kerja, di perjalanan dst.. bagaikan berada di tempat ibadat, maka aneka macam sarana- prasarana kita sikapi dan perlakukan sebagaimana menyikapi dan memperlakukan sarana-prasarana ibadat, suasana rumah dan tempat kerja bagaikan suasana ibadat, teman kerja bagaikan teman beribadat, dst.. Secara spiritual kita dipanggil untuk ‘menemukan atau menjumpai Tuhan dalam segala sesuatu atau menghayati segala sesuatu dalam Tuhan’. Kami berharap mereka yang berpengaruh dalam hidup dan kerja bersama dimanapun dapat menjadi teladan dalam menghayati dan mengusahakan suasana mempesona, memikat dan menarik, serta kemudian mengajak dan memberdayakan yang lain untuk bersama-sama mengusahakan suasana yang mempesona, menarik dan memikat.

“Dengarlah, TUHAN, seruan yang kusampaikan, kasihanilah aku dan jawablah aku! Hatiku mengikuti firman-Mu: "Carilah wajah-Ku"; maka wajah-Mu kucari, ya TUHAN. Janganlah menyembunyikan wajah-Mu kepadaku, janganlah menolak hamba-Mu ini dengan murka; Engkaulah pertolonganku, janganlah membuang aku dan janganlah meninggalkan aku, ya Allah penyelamatku” (Mzm27:7-9)


Jakarta, 28 Februari 2010

Ign Sumarya, SJ


 
Selasa, 14 September 2010
Pesta Salib Suci


Renungan

Bil 21:4-9; atau Flp 2:6-11; Mzm 78:1-2.34-38; Yoh 3:13-17.

"ALLAH SEBEGITU MENGASIHI DUNIA ..."

Rekan-rekan yang terkasih!

Konteks bacaan Injil bagi Pesta Salib Suci ini (Yoh 3:13-17) ialah pembicaraan antara Nikodemus dan Yesus yang berpusat pada bagaimana orang dapat sampai ke hidup kekal. Tokoh ini ingin mendapat pencerahan mengenai makna kejadian-kejadian luar biasa yang dilakukan Yesus. Ia mau mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Sebagai orang yang berpengalaman dan bijaksana, ia sudah dapat menyimpulkan bahwa Allah Yang Maha Kuasa kini sedang mendatangi umatNya dan mukjizat yang dilihat orang itulah tanda-tanda kedatangan-Nya. Nikodemus mulai menyadari bahwa Yesus datang dari Dia. Semua ini disampaikan Nikodemus kepada Yesus sambil mengharapkan pencerahan lebih jauh (Yoh 3:2). Dikatakan oleh penginjil, ia menemui Yesus malam hari. Malam adalah saat kegelapan dan kuasanya terasa mencengkam, tapi juga saat-saat Yang Ilahi datang menolong. Pembaca diajak Yohanes mengingat bahwa yang kini ditemui Nikodemus ialah Terang yang diwartakannya pada awal Injilnya.

Bagaimana kelanjutannya? Marilah kita catat beberapa pokok dalam pembicaraan itu terlebih dahulu.

PERCAKAPAN DENGAN NIKODEMUS

Injil Yohanes mengajak pembaca ikut mengalami yang dirasakan Nikodemus dan dengan demikian dapat ikut masuk ke dalam pembicaraannya dengan Yesus sendiri. Dalam ay. 3 Yesus menegaskan bahwa hanya orang yang dilahirkan kembali - dan dilahirkan dari atas sana - akan melihat Kerajaan Allah. Semakin disimak, jawaban Yesus ini semakin membawa kita kepada pertanyaan yang sebenarnya ada dalam hati Nikodemus dan boleh jadi juga dalam diri kita: "Apa maksud macam-macam mukjizat yang dilakukan Yesus, yang tentunya disertai Allah itu?" Tentunya tak lain tak bukan ialah...kenyataan apa itu Kerajaan Allah! Itulah yang dibawakan Yesus kepada orang banyak. Dan inilah yang semestinya dicari orang. Nikodemus tentu akan bertanya lebih lanjut: kalau begitu bagaimana caranya bisa ikut masuk ke dalam Kerajaan ini. Ay. 3 tadi ialah jawabannya.

Jawaban tadi semakin membuat Nikodemus bertanya-tanya. Boleh jadi juga kita demikian. Bagaimana bisa orang setua dia, setua kita, dapat lahir kembali. Tentu Nikodemus tidak berpikir secara harfiah belaka. Ia tahu yang dimaksud ialah lahir kembali secara rohani. Tapi justru itulah soalnya, bisakah orang yang sudah jauh melangkah di jalan lain mendapatkan hidup baru. Berangkat dari nol lagi? Apakah hidup dalam roh sepadan dengan pengorbanan yang perlu dijalani? Menanggalkan hidup badaniah, menisbikannya demi hidup dalam roh? Inilah maksud pertanyaan dalam ay. 9, "Bagaimana itu bisa terjadi?"

Penjelasan Yesus tidak diberikan dalam ujud serangkai pernyataan teologi, melainkan dalam ujud kesaksian mengenai dirinya: ia datang dari atas sana (ay. 13). Karena itulah ia dapat membawakan Kerajaan Allah kepada orang banyak. Dalam hubungan dengan yang diperkatakan sebelumnya, Yesus ialah orang yang sudah mengalami apa itu lahir kembali dari atas sana, dan yang kini hidup dalam roh. Untuk mengalami bagaimana lahir dalam roh, jalannya ialah berbagi hidup dengan dia yang sungguh sudah ada dalam keadaan itu. Ini jawaban bagi Nikodemus, juga jawaban bagi kita.

ULAR TEMBAGA?

Selanjutnya ay. 14 merujuk kepada sebuah pengalaman umat di padang gurun. Dalam berjalan mendekat ke Tanah Terjanji dulu, umat mengalami macam-macam bahaya. Salah satu yang paling mengerikan ialah "ular-ular tedung" yang mematikan itu (Bil 21:4-9). Ular-ular itu dapat memagut secepat kilat dan bisanya membakar. Tak ada kemungkinan selamat. Di situ malapetaka tadi digambarkan sebagai akibat kekurangpercayaan mereka sendiri. Mereka memang akhirnya meminta agar Musa memohonkan belas kasihan Yang Maha Kuasa. Begitulah, Musa diperintahkan Allah membuat ular dari tembaga dan memancangnya pada sebuah tiang. Yang dipagut ular akan tetap hidup bila memandangi ular tembaga tadi. Memandangi ular tembaga itu menjadi ungkapan kepercayaan pada Sabda Allah yang menjadi harapan satu-satunya untuk dapat terus hidup menempuh perjalanan di padang gurun sampai ke Tanah Terjanji.

Bagi pembaca Injil Yohanes, Tanah Terjanji kini ialah Kerajaan Allah yang dibawakan Yesus ke dunia kepada semua orang, bukan hanya kepada umat Perjanjian Lama. Untuk mencapainya, jalan satu-satunya ialah tetap mengarahkan pandangan kepada salib, menaruh kepercayaan dan harapan kepada dia yang disalib - diangkat seperti ular tembaga tadi. Mengapa? Jawaban dari Injil Yohanes didapati dalam ay. 16

INTI WARTA KESELAMATAN

"Karena Allah begitu mengasihi dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadanya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." Tidak meleset bila dikatakan bahwa ay. 16 ini berisi ringkasan seluruh Kabar Gembira.

Kalimat ini menegaskan bahwa Allah bukan hanya hasil kesimpulan akal budi, yakni bahwa segala sesuatu yang ada ini mestinya ada yang mengadakan, yakni Allah. Bukan ke sana arah ayat ini. Justru kebalikannya. Tidak lagi dirasakan kebutuhan menunjukkan bahwa Ia ada. Yang diwartakan justru perhatian-Nya yang membuat jagat ini terus berlangsung. Dia itu Allah yang dihadirkan oleh orang-orang yang dekat dengan-Nya. Dan kali ini bahkan Dia diperkenalkan oleh orang yang paling dekat dengan-Nya, yang menyelami dan hidup dari Dia. Inilah arti kata "anak" yang diterapkan kepada Yesus oleh Injil Yohanes. Pemakaian kata "tunggal" di situ dimaksud untuk memperjelas bahwa tiada yang lebih dekat denganNya daripada Yesus sendiri. Karena itulah ia dapat membawa kemanusiaan berbagi kehidupan kekal dengan Yang Ilahi sendiri tadi.

Ay. 16 dst. berisi kesaksian Yohanes Penginjil akan siapa Allah dan siapa Yesus itu. Allah sedemikian mengasihi dunia ini sehingga ia memberikan Anak-Nya yang tunggal. Dalam teks Yunani Injil Yohanes, kata "mengasihi" dan "memberikan" itu diungkapkan dalam bentuk yang jelas-jelas mengungkapkan tindakan yang dibicarakan betul-betul sudah terjadi. Sudah jadi kenyataan, bukan hanya sedang atau bakal dikerjakan. Tentunya pengarang Injil berpikir akan peristiwa penyaliban Yesus di Golgota. Injil memang ditulis sebagai kesaksian peristiwa yang sudah dialami dan kini dibagikan kepada orang banyak. Penyaliban Yesus yang dari luar tampak sebagai hukuman, kegagalan, dan kematian itu kini mendapat arti baru. Yang Maha Kuasa mau menerima penderitaan manusia Yesus itu sebagai ungkapan kepercayaan utuh kepada-Nya. Dan karena itulah Yesus menjadi AnakNya, menjadi orang yang paling dekat dengan Allah sendiri dan bahkan dengan demikian membawakan Dia ke dunia ini. Penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah itu membuka jalan kehidupan kekal. Itulah ungkapan lain dari peristiwa kebangkitan. Inilah yang dibagikan Yesus kepada orang-orang yang mau mempercayai arti penyerahan dirinya kepada Allah tadi. Dan baru dengan demikian orang dapat ikut mengalami apa itu dikasihi Allah.

IMPIAN ATU KENYATAAN?

Yang diutarakan di atas ialah pengalaman iman dari para pengikut Yesus yang pertama yang kemudian dituliskan dalam bentuk Injil. Tidak segera dapat dicerna orang pada zaman kemudian di tempat lain. Kita boleh bertanya, bila benar Allah sungguh telah memberi perhatian khusus kepada dunia, bagaimana bisa dijelaskan kok masih ada saja yang tak beres, dan rasanya malah kekacauan semakin menjadi-jadi. Sekarang kekerasan, ketidakadilan, kematian terasa semakin mewarnai pengalaman sehari-hari. Retorika sajakah yang diutarakan Injil hari ini? Kerajaan Allah yang sudah datang itu impian atau kenyataan?

Injil Yohanes memecahkannya bukan dengan uraian moralistis atau pengajaran. Yang ditampilkan ialah sebuah kesaksian, yakni bahwa Allah tidak menghendaki kebinasaan. Yang dimaui-Nya ialah kehidupan kekal bagi semua orang. Bagi dunia. Yang perlu dilakukan manusia ialah berani menerima kebaikanNya. Mempercayai-Nya. Yang meragukan atau bahkan menolak akan tetap berada di dalam kegelapan, dalam ancaman kebinasaan, dan jauh dari kehidupan yang berkelanjutan. Tentu saja Yohanes memaksudkan kehidupan setelah kehidupan badani ini. Bagi Yohanes, yang kekal itu ialah kehidupan yang berbagi kedekatan dengan Yang Ilahi sendiri nanti. Inilah yang ditawarkan kepada Nikodemus. Dari pembicaraan dalam ay. 1-13 juga terasa betapa beratnya penyerahan seperti ini bagi Nikodemus. Ia masih bergulat agar membiarkan diri dan ikhlas dirasuki terang yang sudah ditemukan dan dilihatnya sendiri itu. Kisahnya bisa juga menjadi riwayat kita masing-masing.

BACAAN KEDUA: MADAH TENTANG KRISTUS Flp 2:6-11

Di sepanjang Flp 1:27- 2:13 Paulus menyampaikan pelbagai ajakan agar umat di Filipi saling menumbuhkan kebesaran hati di dalam hidup bersama. Dalam rangka ajakan inilah Paulus merujuk pada sebuah madah yang sudah dikenal umat, yakni yang dibacakan kali ini, 2:6-11. Kini cukup jelas aslinya madah itu terkarang dalam bahasa Aram yang dipakai di lingkungan para murid di tanah suci. Tetapi kemudian madah itu dialihbahasakan ke dalam bahasa Yunani sehingga juga dapat dipakai di kalangan yang lebih luas. Dan bentuk Yunani inilah yang kiranya diambil alih Paulus dalam suratnya kepada umat di Filipi.

Mengingat besarnya peranan madah tadi dalam pertumbuhan paham mengenai siapa Yesus yang Kristus itu, marilah kita lihat susunannya.

Ada tiga bagian pokok:

a. Ditegaskan dalam ay. 6-7 keberadaan sebagai Yang Ilahi yang bersedia mengosongkan diri dari keilahiannya agar menjadi sama dengan manusia.

b. Kemudian dalam ayat digambarkan dalam ay. 8 keberadaan di bumi, menjalani hidup seperti manusia biasa, juga ketika menghadapi kematian sampai kematian di salib.
c. Akhirnya dalam ay. 9-11diungkapkan kebesaran Kristus sebagai dia yang ditinggikan Allah di hadapan seluruh jagat sehingga seluruh jagat mengakuinya sebagai Kurios, artiya Tuhan sesembahan. Bagian ketiga ini menutup kemungkinan akan penafsiran adanya Allah "kedua", gagasan yang tidak sejalan dengan iman akan keesaan Yang Mahakuasa. Setelah mengosongkan diri dari keilahian tadi, tokoh yang dimadahkan ini ialah manusia seutuhnya. Ia menjadi sesembahan karena dijadikan demikian oleh Yang Mahakuasa sendiri.

Pokok pertama erat hubungannya dengan iman akan "inkarnasi", yakni keilahian mampu mendekat ke ciptaan sampai lahir sebagai manusia. Sedemikian besar kesediaan ini sehingga digambarkan sebagai keilahian yang mengosongkan diri. Malah keilahian tidak lagi dianggap sebagai yang patut dicari dan direnggut agar tidak lepas. Gagasan ini kemudian kerap dibicarakan di kalangan teolog sebagai "kenosis", pengosongan diri, walaupun dalam madah ini kata benda itu tidak muncul. Yang ada ialah kata kerjanya, yakni mengosongkan diri. Lebih ditampikan pelaku yang menjalani pengosongan diri itu dan bukan proses maupun hasilnya. Sekaligus ditekankan pula siapa kiranya sebelum itu, yakni keilahian sendiri. Dengan meresapi isi madah itu, orang akan tertuntun mendekat pada Yesus yang Kristus yang demikian. Dan bukan terbuai gagasan pengosongan diri lalu mencoba-coba mencontohnya - bukan ini yang dimaksud madah itu, bukan ini pula maksud Paulus ketika mengutip madah itu bagi umat di Filipi.


Salam hangat,

A. Gianto
 
wah ini dibaca dan direnungkannya paling enak pas masa teduh dan khusuk dimana kita bisa mendapatkan pemahamannya juga ^_^
 
wah ud gag diupdate threadny..cm smpe taun 2010..bru join neh di indoforum...dtnggu updatenya
 
mantap nie artikel nya sangat bagus nie,,,,,,,,,,
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.