• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Pura dan Candi di Indonesia

tanya, apa pura sama dengan kelenteng budha yang menyembah patung, atau hanya tempat kosong yang digunakan untuk beribadah.
Namaste,
Rekan 666, pertanyaan anda na'if, menunjukkan siapa anda...
Buddha dan Hindu tidak dan bukan menyembah patung...
Patung atau arca-arca yang ada hanya 'membantu' pencitraan. Mereka hanya alat bantu dan bukan tujuan... tolong bedakan... Kalau umat Hindu dan Buddha yang anda 'tuduh' penyembah patung, anda bisa bayangkan patung-patung dan arca-arca buddha tentu tidak akan dijual bebas di art-shop yang bertebaran di Bali.
Kami penyembah Tuhan Yang Esa...

AHIMSA,
menolak segala bentuk kekerasan riil dan virtual
 
Candi Prambanan Jadi Sentra Ibadah Hindu

Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo, mengharapkan Candi Prambanan ke depan dapat berkembang menjadi sentra ibadah Umat Hindu sekaligus objek wisata.

"Hal tersebut akan mampu mengangkat perekonomian masyarakat, dengan tetap mempertahankan nuansa religius dan keaslian budayanya," kata Gubernur Jateng di sela upacara ritual Tawur Agung Kesanga (Wisuda Bumi) di Candi Prambanan, Klaten, Jawa Tengah, Senin.

Gubernur sangat menghargai upaya itu, karena selama ini ikut merawat atau menjaga kondisi spiritual Candi Prambanan, seperti dalam penyelenggaraan ritual Tawur Agung Kesanga.

Ia mengatakan, Candi Prambanan ketika dipugar, beberapa bagian candi dan relief masih berserakan dan belum tersusun rapi.

Selain itu, kata dia, ketika terjadi gempa bumi yang melanda Klaten dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), beberapa waktu lalu, menyebabkan kerusakan pada beberapa bagian candi.

Menurut dia, momentum kebersamaan seperti kegiatan upacara ini menjadi awal bagi masyarakat untuk meningkatkan rasa saling memiliki terhadap keagungan Candi Prambanan.

Ia mengatakan, membangun Candi Prambanan berarti membangun tiga hal penting, yakni membangun kehidupan beragama, pertumbuhan ekonomi, dan pelestarian budaya.

Bibit Waluyo, berharap dengan keagungan Candi Prambanan dapat dibangun sebuah aset tempat ibadah Umat Hindu, situs budaya, dan objek wisata karya anak bangsa yang bernilai sangat tinggi.

Oleh karena itu, kata dia, kembalinya keagungan Candi Prambanan dapat menjadi ikon pariwisata yang mempunyai daya tarik internasional, sehingga mampu meningkatkan ekonomi masyarakat.

Selain itu, Bibit juga berharap Candi Prambanan dapat menjadi sentra ibadah Umat Hindu di seluruh dunia, yang memancarkan Dharma Santi kemasyarakatan.

Sementara itu, Menteri Agama Suryadharma Ali mengakui adanya keluhan dari kalangan pemimpin agama bahwa Kementerian Agama dalam memfungsikan dan memanfaatkan peninggalan bangunan keagamaan yang agung di antaranya Candi Prambanan dan candi lainnya, agar memberikan peran yang besar.

Namun, kata menteri, hal tersebut sampai sekarang masih menjadi perdebatan apakah situs keagamaan yang memiliki budaya tinggi hanya dikelola institusi kepariwisataan dan kebudayaan, atau juga melibatkan pihak lain.

Menurut dia, sebaiknya dikelola Kementerian Agama, karena candi semacam itu selain memiliki nilai budaya yang sangat tinggi, tidak boleh dilupakan nilai spiritualnya. "Nanti kita bicarakan dengan instansi yang terkait," katanya.

Ia mengatakan sejumlah pimpinan agama merasa selama ini pengelolaan peninggalan berupa candi hanya dilihat dari sisi pariwisata atau budayanya, sementara sisi religius atau keagamaannya kurang diperhatikan.
(U.KR-BDM/M008/P003)
 
Altar Raja Dharmawangsa Ditemukan di Ponorogo

Warga Ponorogo digegerkan dengan temuan sedikitnya dua artefak yang diduga kuat peninggalan dari Kerajaan Medang semasa Raja Dharmawangsa.

Ini kerajaan penting di Jawa Timur yang pernah menguasai Kerajaan Sriwijaya di Palembang tahun 992 Masehi, jauh sebelum Singhasari dan Majapahit berdiri.

Kedua artefak di situs purbakala itu ditemukan di Dusun Watu Dhukun, Desa Pager Ukir, Kecamatan Sampung, Kabupaten Ponorogo. Artefak itu berbentuk mangkara dan linggajati (altar) besar yang terletak berdampingan.

Menurut Aryo Putro, pemerhati sejarah dari Kediri yang meninjau situs tadi, tulisan pada kedua artefak itu memakai huruf Pallawa. Ia menduga, mangkara dan linggajati itu peninggalan Dharmawangsa ketika menyikir ke Ponorogo karena bertempur melawan Kerajaan Kahuripan Medang di Sidoarjo, dekat Surabaya sekarang.

"Jadi, tempat ini merupakan tempat pelarian Airlangga sebelum menjadi raja. Dan tempat ini merupakan lokasi semedi Airlangga hingga mendapat petunjuk untuk menjadi raja," Aryo menduga.

sumber: Kompas
 
Umat Hindu DIY Kesulitan Gunakan Candi

Candi yang bertebaran di Daerah Istimewa Yogyakarta ternyata tidak bisa digunakan maksimal umat Hindu untuk beribadah. Pasalnya, ketika beribadah umat harus membayar karcis masuk candi. Tak hanya itu, jika tidak tepat waktunya, umat dilarang untuk menggunakannya.

Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Wilayah Yogyakarta, Drs. Ida Bagus Agung, MT menyatakan kesulitan menggunakan candi untuk ibadah seharusnya tidak perlu. Menurutnya, kegelisahan Umat Hindu DIY masih dirasakan hingga kini.

"Tak hanya di Yogyakarta, umat di Jawa Timur dan Kalimantan juga merasakan kegelisahan yang sama," ungkap Ida Bagus Agung. Keluhan ini disampaikan Ketua PHDI Yogyakarta Drs. Ida Bagus Agung, MT didepan anggota DPD asal DIY yang menggelar Sosialisai DPD dengan masyarakat, tokoh agama, akademisi dan LSM di Gedung Pracimosono, Kepatihan Yogyakarta, Rabu (24/03/2010).

Menurut Ida Bagus Agung, kegelisahan umat Hindu yang harus membayar masuk candi sudah lama dirasakan sejak puluhan tahun. Selama ini sekitar 18-20 ribu umat Hindu memang menggunakan pura untuk beribadah. Ia menyebut status pura itu sama dengan candi yakni untuk beribadah.

Namun, umat masih harus membayar dan minta ijin kepada aparat yang menjaga candi. Ketika ditanyakan apakah kegelisahan ini sudah dilaporkan ke Mentri Agama Suryadarma Ali, Ketua PHDI Yogyakarta Ida Bagus Agung mengaku respon positif sudah disampaikan.

Mengutip sambutan Suryadarma Ali ketika menghadiri Upacara Tawur Kesanga di candi Prambanan(15/03/2010), Ida Bagus menyatakan saat ini pemerintah sedang merevisi Undang-Undang Peninggalan Purbakala yang ada di Indonesia. Karena itu, sekarang ini momen yang tepat untuk Umat Hindu menyampaikan saran kepada pemerintah.

sumber: Kompas
 
Candi yang bertebaran di Daerah Istimewa Yogyakarta ternyata tidak bisa digunakan maksimal umat Hindu untuk beribadah. Pasalnya, ketika beribadah umat harus membayar karcis masuk candi. Tak hanya itu, jika tidak tepat waktunya, umat dilarang untuk menggunakannya.

Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Wilayah Yogyakarta, Drs. Ida Bagus Agung, MT menyatakan kesulitan menggunakan candi untuk ibadah seharusnya tidak perlu. Menurutnya, kegelisahan Umat Hindu DIY masih dirasakan hingga kini.

"Tak hanya di Yogyakarta, umat di Jawa Timur dan Kalimantan juga merasakan kegelisahan yang sama," ungkap Ida Bagus Agung. Keluhan ini disampaikan Ketua PHDI Yogyakarta Drs. Ida Bagus Agung, MT didepan anggota DPD asal DIY yang menggelar Sosialisai DPD dengan masyarakat, tokoh agama, akademisi dan LSM di Gedung Pracimosono, Kepatihan Yogyakarta, Rabu (24/03/2010).

Menurut Ida Bagus Agung, kegelisahan umat Hindu yang harus membayar masuk candi sudah lama dirasakan sejak puluhan tahun. Selama ini sekitar 18-20 ribu umat Hindu memang menggunakan pura untuk beribadah. Ia menyebut status pura itu sama dengan candi yakni untuk beribadah.

Namun, umat masih harus membayar dan minta ijin kepada aparat yang menjaga candi. Ketika ditanyakan apakah kegelisahan ini sudah dilaporkan ke Mentri Agama Suryadarma Ali, Ketua PHDI Yogyakarta Ida Bagus Agung mengaku respon positif sudah disampaikan.

Mengutip sambutan Suryadarma Ali ketika menghadiri Upacara Tawur Kesanga di candi Prambanan(15/03/2010), Ida Bagus menyatakan saat ini pemerintah sedang merevisi Undang-Undang Peninggalan Purbakala yang ada di Indonesia. Karena itu, sekarang ini momen yang tepat untuk Umat Hindu menyampaikan saran kepada pemerintah.

sumber: Kompas

Itu wajar karena candi adalah peninggalan sejarah,takutnya kalo dipake beribadah nanti rusak...mendingan membangun banyak pura baru di Yogyakarta,kita tunggu saja bagaimana kemampuan diplomasi PHDI agar mendapat izin membangun beberapa pura lagi di Yogya..
 
10 Seniman Buat Replika Candi Prambanan

Kota Solo akan menjadi tuan rumah Festival Seni Sakral Keagamaan Hindu tingkat nasional. Saat ini, panitia tengah sibuk mempersiapkan berbagai perlengkapan festival. Namun yang paling unik, tentu saja pembuatan feplika miniatur Candi Prambanan. Pasalnya, sedikitnya 10 seniman patung bekerjasama untuk mewujudkan replika, yang benar-benar menyerupai candi aslinya.

Candi Prambanan dipilih karena dianggap sebagai simbol tempat ibadah agama Hindu di Jawa. Menurut Gunadi, salah seorang seniman pembuat miniatur Prambanan, pihaknya bekerjasama dengan seniman lainnya, terus berusaha keras agar miniatur candi selesai tepat waktu. Pembuatan replika candi ini tergolong rumit, karena banyak sekali stupa candi dengan detail yang rumit.

Tidak hanya candi, Gunadi dan beberapa seniman lainnya juga membuat patung Dewi Saraswati dan ornamen Hindu lainnya. Rencananya, festival akan berlangsung pada 15 Juni hingga 17 Juni 2010. Festival Seni Sakral Keagamaan Hindu ini akan diperlombakan 4 acara pokok keagamaan yaitu Tabuh, Poka, Tari Rejan dan Tari Topeng Sidakarya. *
 
Mengagumi Kemegahan Candi Muaro Jambi

2010_07_06_10_31_37_Jambi.jpg

Wisata Jambi -- MI/SOLMI

JAMBI, sebuah provinsi Indonesia yang terletak di pesisir timur di bagian tengah Pulau Sumatra menyimpan peninggalan sejarah sangat penting yaitu Candi Muaro Jambi yang kini menjadi salah satu daya tarik wisata.

Candi Muaro Jambi dianggap salah satu situs arkeologi terkaya di pulau Sumatera. Situs Purbakala ini adalah sebuah kompleks percandian agama Hindu-Buddha terluas di Indonesia yang kemungkinan besar merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Melayu.

Candi yang diperkirakan berasal dari abad ke-11 M ini juga merupakan kompleks candi terbesar dan yang paling terawat di pulau Sumatera.

Arkeolog menyimpulkan bahwa situs ini merupakan pusat Jambi kuno, ibukota kerajaan kuno yang memerintah Kerajaan Melayu tertinggi sekitar sepuluh abad yang lalu.

Kompleks candi Muaro Jambi meliputi wilayah seluas 12 kilometer persegi di sepanjang sisi sungai Batanghari. Di kompleks ini terdapat delapan candi utama. Semuanya terletak di daerah pusat yang dibentengi oleh dinding. Tiga diantaranya sudah direnovasi.

Pada 1982 sebuah penemuan yang masih berhubungan dengan Candi Muaro Jambi juga ditemukan di Koto Kandis, Kabupaten Muara Sabak. Di wilayah itu ditemukan sebuah patung perunggu perempuan setinggi 32 centimeter. Patung yang diyakini sebagai Dewi Laksmi ini nampak sedang memegang kuncup bunga teratai di tangan kirinya.

Sebelum terlihat seperti sekarang, pada 1377 situs ini sempat hancur oleh serangan tentara dari Burma. Selama berabad-abad, situs ini juga sempat hilang dan terlupakan jauh di dalam hutan, tetapi ditemukan kembali pada 1920 oleh tim ekspedisi militer Inggris

Candi Muaro Jambi terletak 30 kilometer timur laut Jambi, di sepanjang Sungai Batanghari. Untuk sampai ke sini, Anda dapat melakukan perjalanan dari Medan atau Padang.

Dibandingkan Medan, Padang merupakan tujuan populer untuk menuju lokasi ini dan agen perjalanan di Jambi biasanya memiliki paket yang terkait dengan tujuan Padang.

Selain situs arkeologi, banyak pengunjung menjadikan sisi sungai sebagai tempat rekreasi yang ideal.(*MI/X-12)
 
Itu wajar karena candi adalah peninggalan sejarah,takutnya kalo dipake beribadah nanti rusak...mendingan membangun banyak pura baru di Yogyakarta,kita tunggu saja bagaimana kemampuan diplomasi PHDI agar mendapat izin membangun beberapa pura lagi di Yogya..
Membangun sebuah pura memerlukan biaya yang tidaklah sedikit, bagaiman klo dimanfaatkan apa yang ada (dalam hal ini candi) yang memang sebenarnya peruntukannya memang untuk itu??? :)

Bukankah sebaiknya PHDI melobi agar candi tsb bisa digunakan sebagai mana mestinya??? ;)
 
Situs Diduga Candi di Benua Kayong

Situs yang diduga merupakan candi ditemukan di Desa Negeri Baru, Kelurahan Mulai Kerta, Kecamatan Benua Kayong, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Enam orang tim arkeologi dari Balai Arkeologi Banjarmasin melakukan penelitian dan penggalian di lokasi tersebut sejak sepekan lalu.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Ketapang, Yudo Sudharto, juga menduga bahwa rerentuhan bebatuan (berbentuk batu bata merah) yang ditemukan di lokasi tersebut merupakan candi.

"Kemungkinan dari penganut Buddha, tetapi lebih condong ke Hindu," katanya di Ketapang, Selasa (28/9/10).

Arkeolog yang melakukan penggalian kesulitan untuk melakukan rekonstruksi karena telah terjadi pergeseran bebatuan. Banyak batuan yang ditemukan sudah bukan lagi pada tempatnya.

"Kami mencari sudut bangunan dan luas dari bangunan ini. Sampel-sampel bata yang kita temukan nantinya akan kita coba rekonstruksi kembali," ujar Nugroho, peneliti madya, kepada Tribun.

Para arkeolog itu membentuk masing-masing tim kecil. Mereka dengan dibantu beberapa pekerja dari masyarakat setempat, mencoba mengeruk tanah dari tumpukan batuan tersebut.

"Kita sudah menduga adanya situs ini di Kalimantan Barat, berdasarkan literatur dari Belanda. Penemuan ini bisa dikatakan terbesar dan termasuk langka di Kalimantan. Di daerah lain di Kalimantan, tidak pernah ada situs seperti ini," kata Nugroho.

Balai Arkeologi dan Pemkab Ketapang (melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata) akan mengajukannya sebagai situs yang dilindungi oleh negara.

Hal itu sudah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Tanah tersebut secara tidak langsung akan dikuasai negara dengan melakukan proses ganti rugi kepada pemilik tanah.

Nugroho mengatakan, temuan tersebut bisa mengungkap sejarah Ketapang di masa lalu.
Peneliti lainnya mengungkapkan, dugaan kuat situs itu memang mengarah ke bangunan candi. Sebab, batu bata biasanya digunakan untuk membangun candi.

Pada batu yang diduga untuk menyusun candi juga ditemukan relief bermotif. Ada yang berbentuk telinga kelinci, juga bisa berbentuk daun.

"Masih belum dipastikan apa motif tersebut," ujar sang arkeolog.

Ia mengatakan, sebagian situs tersebut sudah mengalami kerusakan, yakni terjadi pemampatan. Diduga, lokasi tersebut pernah dijadikan jalan untuk truk angkutan.

Arkeolog lainnya menjelaskan, untuk mengetahui situs tersebut berasal dari zaman apa, itu bisa diketahu jika ditemukan kayu atau arang di lokasi yang dimaksud.

"Kalau kita kirim ke Prancis untuk diperiksa, perlu anggaran yang sangat mahal. Belum tentu kita mampu. Makanya, kemungkinan akan lama baru bisa terungkap," ujarnya.

Kadis Budpar Yudo Sudharto berencana mempromosikan cagar budaya tersebut kepada seluruh masyarakat, termasuk keluar Kalbar, sehingga kelak bisa menjadi potensi wisata.

"Saya juga rencana akan mengajak Bapak Bupati untuk berkunjung ke sini. Saya melihat beliau cukup antusias dalam promosi wisata," ujarnya.

Warga setempat, Sabli (52), mengaku tidak tahu menahu adanya benda cagar budaya tersebut.

"Manalah kita tahu, kalau zaman dahulu sih orangtua kita mungkin paham," ujarnya.

Warga lainnya, ibu rumah tangga yang rumahnya bersebelahan dengan situs, mengaku terkejut sekaligus bangga. Ia berharap, kalau pun lokasi rumahnya harus diambil pemerintah, maka ia mendapatkan ganti rugi setimpal.

SUMBER
 
Meru, Bangunan Monumental Tahan Gempa

................................................................................................


Meru sebagai perlambang atau simbolis alam semesta, tingkatan atapnya merupakan simbolis tingkatan lapisan alam yaitu bhuana agung (alam besar atau makrokosmos) dan bhuana alit (alam kecil atau mikrokosmos) dari bawah ke atas sebanyak sebelas tingkatan. Tingkatan tersebut yaitu 1 = Sekala, 2 = Niskala, 3 = Cunya, 4 = Taya, 5 = Nirbana, 6 = Moksa, 7 = Suksmataya, 8 = Turnyanta, 9 = Ghoryanta, 10 = Acintyataya, dan 11 = Cayen. Ada juga meru beratap 21, namun biasanya ini dapat dilihat pada wadah atau bade pada saat ada upacara ngaben di Bali.
Meru "khusus" ini memiliki pengertian Dasa Dewata sebagai dasar pokok, kemudian ditambah 11 tangga atma sebagai kelanjutannya.

saya pernah baca terjemahan Lontar Andha Bhuawana tapi kok menceritakan tentang Hyang Giriputri dikutuk oleh Bhatara Gana menjadi Durgha lalu menyebarkan penyakit di dunia..... bukan masalah Meru ????
mohon dijelaskan lagi ke 11 tingkatan tersebut Goes
 
saya pernah baca terjemahan Lontar Andha Bhuawana tapi kok menceritakan tentang Hyang Giriputri dikutuk oleh Bhatara Gana menjadi Durgha lalu menyebarkan penyakit di dunia..... bukan masalah Meru ????
mohon dijelaskan lagi ke 11 tingkatan tersebut Goes

Klo pernah baca, dishare juga dong bli :D

ikut nunggu penjelasan dari bos @Goesdun juga tentang 11 tingkatan ini ;)
 
OSA,permisi ikut sharing..ada artikel menarik tentang keberadaan sebuah Pura di Kalimantan yg sngt misterius nyama Bali Kotabaru's Site - SIAPA PENYUNGSUNG PURA ,nah klu bsa tolong diulas lbih lngkap di forum ini..shanti....

SIAPA PENYUNGSUNG PURA “TANJUNG KERAMAT” ?

Sejak awal bertugas di RSUD Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan, sudah santer terdengar tentang keberadaan Kota Kabupaten lain sebagai Kabupaten bayangan, atau kabupaten lain selain Kabupaten Kotabaru. Kalau ada Kabupaten Kotabaru, apakah ada Kotalama, tempatnya dimana, penghuninya seperti apa ?

Mungkin aneh terdengar di telinga para pembaca, tetapi itulah adanya. Katanya ada kabupaten lain yang menjadi tetangga Kabupaten Kotabaru, tetapi secara fisik tidak ada karena tidak kelihatan. Kalau selama ini kita hanya mempercayai segala sesuatu setelah ditangkap oleh organ-organ indera, bagaimana bisa mempercayai apa yang terjadi di Kabupaten ini ? Cerita orang-orang, konon kabupaten yang dimaksud adalah “Kabupaten Suranjana”. Kabupaten kaya, megah dan luar biasa, yang hanya ada dalam cerita, tetapi tidak bisa dilihat keberadaannya. Ceritanya pula, sejak lama banyak orang kaya di kabupaten ini membeli mobil-mobil mewah di Surabaya. Setelah dicek ke Kotabaru, tidak dapat ditemukan seorangpun yang ada di alamat dimaksud.

Kita tidak akan membicarakan masalah keberadaan dan kebenaran keberadaan “Kabupaten Suranjana” tersebut. Tetapi keberadaan sebuah Pura di wilayah kabupaten Kotabaru(Kecamatan Tanjung Seloka) yang tidak ada penyungsungnya. Warga/umat Hindu di Kotabaru mengetahui dengan baik bahwa di sekitar Pura itu tidak ada umat Hindu. Juga tidak ada lokasi transmigrasi yang menganut agama Hindu. Kenapa di daerah itu dibangun pura ? Siapa yang menyuruh pihak perusahan untuk membangun pura di lingkungan perusahaannya, atas permintaan siapa ? Banyak pertanyaan lainnya dapat dijukan sehubungan dengan keberadaan pura misterius ini.

Pura ini berada di wilayah kecamatan Pulau Laut Selatan(Tanjung Seloka) di dalam kawasan Perusahan PT. Mangium Anugrah Lestari atau lebih sering disebut PT. MAL. Sebuah perusahan asing yang membuat bahan baku untuk pembuatan kertas. Bahan baku yang kertas tersebut selanjutnya dikirim ke Surabaya, Samarinda bahkan keluar negeri. Kebetulan perusahan tersebut berada di tepi pantai, sehingga pura itu juga berada ditepi pantai. Udara pantai yang bersih turut meningkatkan nuansa kesucian dari pura tersebut. Lokasi pura ini berupa daerah yang menjulur kelaut(tanjung), dan masyarakat sekitarnya menyebut Tanjung Keramat. Menurut penuturan masyarakat setempat daerah itu memang merupakan daerah keramat. Sampai sekarang Tanjung Keramat sering dijadikan tempat untuk melakukan upacara korban/syukuran oleh penduduk sekitar yang semuanya beragama Islam.

Sebenarnya sejak lama sudah ada yang memberikan informasi kepada penulis akan keberadaan pura tersebut. Akan tetapi penulis abaikan karena tidak mungkin ada pura karena tidak ada umat Hindu disana. Justru saat penulis sedang mengurus perpindahan ke Bali, teman-teman di Kabupaten Tanah Bumbu kembali memberikan informasi dan kepastian akan keberadaan pura dimaksud. Dengan penuh semangat bapak Wayan Sukarma mengajak untuk mengunjunginya. Akhirnya dari Bali penulis memutuskan untuk mendatangi pura tersebut. Kami kumpulkan teman-teman di Kotabaru untuk mempersiapkan segala sesuatunya guna mengunjungi pura tersebut. Perjalanan Tirtayatra ke pura tersebutpun kami lakukan. Rombongan sebanyak 16 orang terdiri dari Jero Mangku, penyuluh agama Hindu, guru agama Hindu, PHDI, polisi dan tokoh umat lannya berangkat hari Sabtu, 20 Desember 2008. Berangkat dari Pulau Laut Utara(Kota) pukul 08 00 WITA menuju Pulau Laut Selatan(Tanjung Seloka) dan tiba di pura pukul 14 15 WITA.

Sungguh sebuah perjalanan yang sangat melelahkan. Dari awal dan dalam perjalanan kami semuanya dipenuhi rasa was-was, takut pura yang dimaksud tidak ada, atau tidak berhasil ditemukan. Akan tetapi, perasaan lega luar biasa kami rasakan setelah kami bisa menemukan pura itu. Sebab, sebelumnya semua pikiran anggota rombongan penuh keraguan dan tanda tanya.

Bangunan utama pura adalah padmasana setinggi kurang lebih 4 meter, lengkap dengan atribut Bedawang Nala, Naga Anantabhoga dan atribut lainnya. Selain padmasana ada lagi dua pelinggih lain di mandala utama. Di tempat lain yang terpisah dari mandala utama didirikan juga pelinggih-pelinggih lain. Di tepi pantai didirikan pelinggih untuk Hyang Baruna. Sedangkan di salah satu areal sumur juga di bangun pelinggih untuk Hyang Wisnu. Penempatan pelinggih-pelinggih tersebut sepenuhnya permintaan dari alam Niskala. Demikianlah permintaan alam niskala kepada ibu Toni. Pan Mandri dengan temantemannya hanya mengerjakan apa yang disarankan oleh bu Tony(istri Maneger Pabrik).

Menurut penuturan ibu Toni yang mempunyai kemampuan melihat alam Niskala katanya sebelum dibangun pura tersebut sering terjadi kecelakaan yang dialami kapal-kapal yang akan melakukan Loading di Pelabuhan perusahan itu. Sering juga terjadi gangguan-gangguan di tempat kerja. Berbagai kerusakan tanpa penyebab yang terjadi pada peralatan-peralatan di pabrik. Walau telah mendatangkan teknisi yang profesionalpun alat-alat tersebut tetap tidak dapat bekerja. Aneh sekali, begitu bahan bangunan pura tiba dilokasi pabrik, peralatan yang tadinya rusak tiba-tiba normal kembali. Termasuk seorang karyawan asing yang mengalami cedera di punggungnya mendadak sembuh.

Dari informasi yang berhasil didapatkan dari ibu Toni, dikatakan bahwa pura ini didirikan bukan semata-mata untuk menyelamatkan pabrik yang sering mengalami kerusakan atau untuk menghindarkan orang-orang yang bekerja dipabrik dari berbagai musibah akibat campur tangan pihak makhluk Niskala, tetapi juga untuk menjaga keseimbangan alam semesta agar terhindar dari berbagai bencana. Kata bu Tony, alam di Tanjung Seloka terutama lautannya mempunyai ombak yang ganas. Untung di pantai ini ada tempat suci yang dijadikan tempat oleh makhluk alam gaib untuk mendoakan alam semesta. Tempat suci ini secara sekala berada di lingkungan Pabrik. Bu tony, meminta suaminya yang menjadi manajer diperusahaan PT. MAL ini untuk membangun pura. Walaupun bu Tony dan suaminya beragama Kristen, kewajibannya untuk membangun Pura di lingkungan pabrik tetap harus dilaksanakan.

Ritual apapun yang dilaksanakan di Besakih, ritual yang sama juga dilakukan di pura ini. Konon pura ini disungsung oleh semua makhluk halus dari seluruh wilayah daratan maupun lautan di Kalimantan. Menurut ibu Toni lagi, Pura Besakih memancarkan vibrasi kesucian sampai di benua Australia. Sementara itu, pura ini vibrasi kesuciannya menyebar sampai di wilayah Makasar. Pura ini memang didirikan secara khusus bagi makhluk halus di alam Niskala. Merekalah yang meminta pendirian pura ini. Namun demikian, pihak perusahaan (bu Tony) mempersilahkan umat Hindu dari mana saja memanfaatkan pura ini untuk beribadah.

Beberapa keajaiban aneh berkaitan dengan keberadaan pura tersebut diantaranya;

Kurang lebih 14 hari sebelumnya teman kami Nyoman Arnawa(30 tahun) dua kali berturut-turut bermimpi diajak mengunjungi sebuah pura diatas laut. Nyoman menceritakan kisah dan ciri-ciri pura dalam mimpinya dengan saudaranya di Bali. Nyoman didatangi seorang laki-laki gagah dengan pakaian kebesaran dan diiringi oleh pengawalnya berupa kura-kura kecil yang dengan tiba-tiba berubah menjadi sangat besar, dan seekor naga raksasa(besar). Anehnya waktu mimpinya itu persis sama dengan saat Bapak Wayan Sukarma memberikan informasi dan menghubungi penulis. Ketika itu pula penulis memutuskan untuk mendatangi pura tersebut. Nyomanpun kaget setengah mati setelah melihat pura itu sama persis dengan apa yang dia lihat didalam mimpinya. Hatinya sungguh bergetar, tangisnya ditahan takut mengganggu teman lain yang sedang sembahyang kusuk. Ia mangatakan bahwa pura ini merupakan pura penting di Bumi Borneo, dan mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan pura-pura Dang Khayangan di Bali, khususnya dengan Besakih.
Lebih aneh lagi dalam perjalanan pulang. Rencangan/pengabih pura itu(naga besar dan kura-kura besar) menyertai Nyoman pulang sampai dirumah. Setelah dibuatkan segehan, baru pengabihnya tersebut kembali dan menghilang. Malam harinya kembali Nyoman didatangi Penguasa pura tersebut dengan Pengabihnya serta.
Setelah para tukang yang membangun pura selesai menyelesaikannya, semuanya bermimpi bahwa pura itu sudah selesai diuparacarai oleh umat dari Besakih. Bahkan persiapan sebelum pura itu dibangun juga dilkukan dengan cermat oleh sesuhunan kita di Besakih. Demikian juga setelah disampaikan kepada pimpinan perusahan untuk seger membuatkan ritual Pemlaspasan. Pimpinan perusahan tidak diijinkan melakukan pemlaspasan karena sudah diselesaikan dari Besakih.
Pada malam hari sebelum kami berangkat ke pura tersebut, kami berdoa secara khusus untuk membawa sesuatu untuk menyucikan pura tersebut. Saat itu penulis dilarang untuk melakukan hal itu. “Pura itu sudah final, tidak usah diapa-apain lagi. Kalian tinggal sembahyang saja disana”. Kamipun hanya membawa Pejati dan Segehan seperlunya, hanya untuk sembahyang saja.

Banyak pertanyaan yang dapat kita ajukan sehubungan dengan keberadaan pura yang aneh itu. Entah apa yang dikehendaki oleh pura itu sendiri, entah informasi apa yang ingin disajikan kepada kita. Yang jelas, pura itu sudah ada, penyungsungnya tidak ada secara fisik. Siapa yang merawatnya, bagaimana melakukan perawatan karena tempatnya sangat jauh ? Bagaimana kedepan nasib pura itu ?. Ah, . .Biarkan saja, alam yang menghendaki, seisi alam yang menyungsungnya, dan alam juga yang merawatnya. Kita hanya mengharmoniskan diri dengan alam itu, syukuri limpahan kasihnya, rawat alam lingkungan kita. Niscaya alam akan menunjukkan persahabatannya dengan kita.

Entah apalah nama pura itu di alam Niskalanya, dalam diskusi dengan teman-teman terlontar keinginan untuk memberi nama pura tersebut dengan nama “Pura Tajung Keramat”. Tetapi Nyoman Arnawa secara pribadi menyarankan nama pura itu “Pura Agung Jagat Natha Keramat Baruna Sakti”.

Foto-foto yang berhubungan dengan keberadaan pura tersebut dapat diakses lewat www.nyamakotabaru.multiply.com

OM Samastha Lokha Sukhino Bhavantu

Semoga seluruh alam semesta berbahagia.
 
pak goesdun, tiang metaken uning genah padharman dalem segening sane wenten ring besakih lan sane lian ring bali, yen pak goes wenten medue asal-usul dalem segening tiang nunas kirimmin link ke email tiang di alamat [email protected]. niki tiang lagi paling ten uning kawitan niki. suksma pak goes.
 
Campuhan Windhu Sagara...

BEGITULAH kini kompleks pura yang berada tepat di pusaran Loloan Sagara Padanggalak ini dinamakan. Nama ini diberikan atas inspirasi yang didapatkan oleh sang pamangku yang begitu total-penuh-seluruh mengabdikan dirinya bagi perwujudan pura ini, sejak tujuh tahun lalu. Dari tidak ada, lalu dirupakan dengan bangunan beratap rumbia, hingga akhirnya kini dengan dukungan serta kontribusi banyak orang di tempat ini telah terwujud nyata satu palebahan bangunan suci yang dalam tradisi Bali belakangan dinamakan pura. Boleh jadi, inilah pura termuda di Bali, tempat bersimpuh dan bersila orang-orang dari berbagai golongan, jabatan, hingga beragam etnis, bangsa, bahkan juga agama buat mengagungkan Yang Mahaagung Mahatunggal. Di sini jalan-jalan kesadaran Timur, seperti Siwa, Buddha, bahkan Tao memang disatukan, tanpa sekat, layaknya samudraraya yang tiada lagi memilah memilah aliran-aliran air sungai.

CAMPUHAN Windhu Sagara yang menghampar lapang tanpa tembok pembatas ini seakan menuturkan jelas inti-sari-pati-hakikat kedalaman jalan-jalan kesadaran yang oleh kebanyakan orang lantas diberi judul tunggal: agama. Nun di puncak kedalaman akhir sana, sesejati-sejatinya sekat-sekat alur air sungai itu tiada lagi bernama, tiada berjudul, bahkan tiada pula berasa. Itulah inti-sari-pati-hakikat makna sejati campuhan, titik temu alur-alur alir-alir sungai-sungai. Semua alir alur sungai itu menyatu-padu-tunggal-utuh menjadi Samudraraya tiada terukur, tiada terbilang.

YANG MENYATU-padu-tunggal-utuh, tiada terukur karena semua ukuran dan pengukuran tiada lagi sanggup mengukur, tiada terbilang karena semua kata dan bilangan tiada lagi sanggup mengatakan, itulah Windhu. Dengan begitu, Windhu bukanlah nama, bukan pula judul, dan karenanya bukan pula pembatasan, sebab Windhu justru adalah hamparan luas leluasa Ketidakterbatasan. Kesahajaan Campuhan Windhu Sagara di tepi Sagara Padanggalak sekaligus tepi Sungai Ayung itu terasa begitu benderang bertutur perihal hamparan luas leluasa Ketidakterbatasan yang terasa begitu nyata di sini, di satu titik di permukaan Bumi yang dinamakan Bali. * nirta ks (BP)
 
Pura adalah Tempat sembahyang umat hindu,pura berasal dari bahasa sansekertha yaitu pur yg artinya benteng...yg perlu di bentengi adalah iman kita....tak satu agama pun menyembah patung...semua menyembah Tuhan..patung hanyalah sebagai media saja...manusia memerlukan media untuk melakukan apa pun bentuk aktivitasnya...Tuhan juga membutuhkan media untuk memberi sesuatu pada umatnya.....
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.