• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Perbedaan Pendapat Maulid Nabi

cimohai

IndoForum Junior A
No. Urut
51307
Sejak
27 Agt 2008
Pesan
3.428
Nilai reaksi
144
Poin
63
Diriwayatkan oleh Umar bin Khatthab r.a., beliau berkata : saya bersama Rasulullah s.a.w sedang duduk-duduk. Rasul s.a.w. bertanya kepada para sahabat, “Katakan kepadaku, siapakah makhluk Allah yang paling besar imannya?” Para sahabat menjawab; ‘Para malaikat, wahai Rasul’. Nabi s.a.w bersabda, “Tentu mereka demikian. Dan mereka berhak seperti itu. Tidak ada yang bisa menghalangi itu, karena Allah s.w.t telah memberikan mereka tempat”. Sahabat menjawab, “Para Nabi yang diberi kemuliaan oleh Allah s.w.t, wahai Rasul”. Nabi s.a.w. bersabda, “Tentu mereka demikian. Dan mereka berhak seperti itu. Tidak ada yang bisa menghalangi itu, karena Allah s.w.t telah memberikan mereka tempat”. Sahabat menjawab lagi, “Para syuhada yang ikut bersyahid bersama para Nabi, wahai Rasul”. Nabi s.a.w. bersabda, “Tentu mereka demikian. Dan mereka berhak seperti itu. Tidak ada yang bisa menghalangi itu, karena Allah s.w.t telah memberikan mereka tempat”.


“Lalu siapa, wahai Rasul?”, tanya para sahabat.

Lalu Nabi s.a.w. bersabda, “Kaum yang hidup sesudahku. Mereka beriman kepadaku, dan mereka tidak pernah melihatku, mereka membenarkanku, dan mereka tidak pernah bertemu dengan aku. Mereka menemukan kertas yang menggantung, lalu mereka mengamalkan apa yang ada pada kertas itu. Maka, mereka-mereka itulah yang orang-orang yang paling utama di antara orang-orang yang beriman”.
[Musnad Abî Ya’lâ, hadits nomor 160].

Memasuki bulan Maulid yaitu bulan dimana dilahirkannya Rasul akhir zaman, Muhammad SAW; ada banyak hal yang biasa dilakukan oleh umat Islam sebagai bentuk kecintaannya kepada sang kekasih Allah. Dalam memperingati maulid/kelahiran nabi terjadi khilafiah/perbedaan pandangan dikalangan para ulama. Tetapi dalam Islam, yang namanya berbeda pendapat itu rahmat, seyogyanya dengan adanya perbedaan pandangan ini tidak menjadikan perpecahan dikalangan umat Islam.

Hukum Maulid

Melihat dari pendapat-pendapat para ulama terdahulu seputar peringatan maulid adalah sebagai berikut:

1. Malarang maulid karena itu termasuk bid’ah dan tidak pernah dilakukan pada zaman ulama solih pertama Islam.
2. Memperbolehkan perayaan maulid Nabi, dengan syarat diisi dengan amalan-amalan yang baik, bermanfaat dan berguna bagi masyarakat. Ini merupakan ekspresi syukur terhadap karunia Allah yang paling besar, yaitu kelahiran Nabi Muhammad dan ekspresi kecintaan kepada beliau.
3. Menganjurkan maulid, karena itu merupakan tradisi baik yang telah dilakukan sebagian ulama terdahulu dan untuk mengkonter perayaan-perayaan lain yang tidak Islami.


Jadi masalah maulid ini seperti beberapa masalah agama lainnya, merupakan masalah khilafiyah, yang diperdebatkan hukumnya oleh para ulama sejak dulu. Sebaiknya umat Islam melihatnya dengan sikap toleransi dan saling menghargai mengenai perbedaan pendapat ini. Tidak selayaknya mengklaim paling benar dan tidak selayaknya menuduh salah lainnya.

Bahkan kalau dicermati, sebenarnya pendapat yang melarang dan yang memperbolehkan perayaan maulid tujuannya adalah sama, yaitu sama-sama membela kecintaan mereka kepada Rasulullah s.a.w. Maka sangat disayangkan kalau umat Islam yang sama-sama dengan dalih mencintai Rasulullah s.a.w. tetapi saling hujat dan bahkan saling menyakiti.

Etika merayakan Maulid Nabi


Untuk menjaga agar perayaan maulid Nabi tidak melenceng dari aturan agama yang benar, sebaiknya perlu diikuti etika-etika berikut:

1. Mengisi dengan bacaan-bacaan shalawat kepada Rasulullah SAW.
Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat- Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman! Bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. QS. Al-Ahzab:56.

2. Berdzikir dan meningkatkan ibadah kepada Allah.
Syekh Husnayn Makhluf berkata: “Perayaan maulid harus dilakukan dengan berdzikir kepada Allah SWT, mensyukuri kenikmatan Allah SWT atas kelahiran Rasulullah SAW, dan dilakukan dengan cara yang sopan, khusyu’ serta jauh dari hal-hal yang diharamkan dan bid’ah yang munkar”.

3. Membaca sejarah Rasulullah s.a.w. dan menceritakan kebaikan-kebaikan dan keutamaan-keutamaan beliau. Misalnya dengan membaca buku barzanji dan sejenisnya yang sebaiknyanya disertai artinnya agar pendengar memahami sejarah Rasulullah.

4. Memberi sedekah kepada yang membutuhkan atau fakir miskin.

5. Meningkatkan silaturrahmi.

6. Menunjukkan rasa gembira dan bahagia dengan merasakan senantiasa kehadiran Rasulullah s.a.w. di tengah-tengah kita.

7. Mengadakan pengajian atau majlis ta’lim yang berisi anjuran untuk kebaikan dan mensuri tauladani Rasulullah s.a.w.

Oleh karena hakekat dari perayaan maulid adalah luapan rasa syukur serta penghormatan kepada Rasulullah SAW, sudah semestinya tidak dinodai dengan kemunkaran-kemunkar an dalam merayakannya. Seperti bercampurnya laki-laki dan perempuan, tampilnya perempuan di atas pentas dihadapan kaum laki-laki, alat-alat musik yang diharamkan dan lain-lain. Begitu juga peringatan maulid tidak seharusnya digunakan untuk saling provokasi antar kelompok Islam yang berujung pada kekerasan antar kelompok. Sebab jika demikian yang terjadi, maka bukanlah penghormatan yang didapat akan tetapi justru penghinaan kepada Rasulullah SAW.

###################################################

Sunnah Perbedaan
Dr Mahmudi Asyari

TIDAK hanya saat ini wacana Islam monolitik berusaha digencarkan oleh pihak-pihak yang berkeyakinan bahwa Islam hanya satu. Para pengusung ajaran ini berdalih bahwa Islam tidak boleh banyak aliran. Sebab, pada zaman Nabi, tidak ada perbedaan dalam Islam.

Meskipun argumen itu masih bisa diperdebatkan, wajar saja ketika Nabi hidup pendapat masih satu. Selain wilayah Islam baru sebatas Madinah dan Makkah, sahabat selalu meminta konfirmasi kepada beliau dan pendapat beliaulah yang kemudian menjadi pegangan.

Meskipun demikian, menurut Yusuf Qaradhawi, perbedaan sesungguhnya tidak bisa dihindari karena selain tingkat pemahaman yang berbeda, nash juga banyak yang memberikan peluang untuk berbeda pandangan.

Oleh sebab itu, jika saat ini ada orang yang mau menafikan itu, sungguh selain hal itu hanya membuang-buang energi dan semakin membuka lebar pertentangan juga mengingkari sunnah Allah. Walhasil, Islam memang hanya satu. Namun, terkait masalah pernak-perniknya, “Islam” tidak mungkin disamakan karena perbedaan itu memang sunnah yang harus diterima sebagai salah satu bagian dari doktrin “rahmatan lil alamin”.

Berkaitan dengan itu, jika kemudian kepada sesama Muslim saja mereka sangat garang dan tidak segan-segan melakukan kekerasan lantaran berbeda pendapat, maka sesungguhnya pelanggaran terhadap sunnah Allah tersebut sungguh sangat nyata. Apa yang dimaksud dengan sunnah Allah tidak lain sebagaimana Dia tegaskan dalam sebuah ayat al-Quran bahwa jika sekiranya Allah berkehendak, niscaya Ia jadikan manusia satu umat saja. Dalam banyak hal, kata umat memang merujuk kepada bangsa. Namun, yang lebih populer kata itu merujuk kepada kelompok agama, terutama Islam. Maka, seringkali kata itu berkaitan dengan umat Islam meskipun bisa juga digunakan untuk konteks bangsa.

Oleh sebab itu, mengingat kata umat lebih banyak dipergunakan sebagai sebuah entitas keagamaan, maka dalam ayat itu, Allah menegaskan bahwa perbedaan adalah sebuah sunnah-Nya. Lantas, kenapa kemudian, terutama di internal umat Islam, hal itu masih harus dipersoalkan?

Sikap mempersoalkan perbedaan aliran itu, menurut saya, hanya sebuah tindakan memutar jarum jam jauh ke belakang, dimana umat diliputi perpecahan politik. Artinya, selama tidak hal-hal fundamental yang menyimpang sehingga bisa dikategorikan sebagai bukan Islam, maka kekerasan sangat tidak pantas dilakukan. Sebab, apa yang diklaim benar itu hanyalah menurut diri dan kelompoknya. Jika memang itu yang dianggap paling benar, laksanakan saja dan jika dirasa perlu mengajak orang lain, maka lakukanlah dengan bijak dan lewat argumen yang masuk akal, buka malah menebar peluru bid’ah dan ancaman masuk neraka.

Oleh sebab itu, jika kemudian perbedaan pemahaman—yang ranahnya khilafiyah—diupayakan untuk dibungkam dengan kekerasan, maka tindakan itu tidak hanya melanggar KUHP, tetapi, lebih jauh daripada itu, melanggar sunnah Allah yang mengisyaratkan bahwa perbedaan adalah keniscayaan. Sunnah sahabat sejak Nabi wafat pun telah mengalami perbedaan yang marak. Meskipun marak, tidak ada upaya membungkam yang berbeda dengan kekerasan fisik, bahkan mengecam saja pun tidak. Malah sahabat yang berbeda pendapat cuma berkata, “Itu pendapatmu!” Sikap sahabat tersebut adalah bukti bahwa perbedaan pendapat memang pasti terjadi lantaran adanya nash yang membuka peluang kea rah itu dan daya nalar setiap orang yang berbeda-beda. Ada yang merasa cukup dengan aspek tersurat, tetapi tidak sedikit yang masih merasa bahwa nash harus dipahami lewat aspek-aspek tersiratnya. Maka, ketika terjadi kasus penyerangan di Pasuruan saat peringatan maulid Nabi di sebuah pesantren, saya hanya bergumam betapa perbedaan tidak hanya sebatas argumentasi belaka tapi sudah mengarah kepada tindakan fisik. Apa pun alasannya, tindakan kekerasan tidak bisa dibenarkan. Apalagi konteksnya adalah sekedar peringatan maulid Nabi yang menurut penilaian sekelompok orang tidak berdasarkan dalil dan masuk kategori bid’ah.

Masalah maulid Nabi memang selalu menjadi perdebatan di kalangan ulama. Dan, di antara mereka adalah Jalaluddin al-Suyuti. Ia mengatakan bahwa peringatan maulid Nabi adalah bid’ah hasanah dimana siapa yang memperingatinya akan diberi pahala, karena dalam maulid itu ada motivasi untuk membesarkan Nabi dan menumbuhkan kecintaan terhadap beliau. Pendapat hampir serupa dikemukakan oleh Syekh Atiah Saqr dan Yusuf Quradhawi. Menurut keduanya, hal itu bukan masalah yang mesti diperdebatkan, terutama di era saat ini dimana umat Islam sudah banyak yang melupakan ajaran beliau. Peringatan maulid Nabi akan menjadi media yang baik dalam rangka menumbuhkan motivasi untuk mengamalkan ajaran Islam.

Jika masalahnya hanya bertumpu pada maulid Nabi, penyerangan tidak seharusnya terjadi. Sebab, peringatan maulid Nabi adalah sebuah praktik yang biasa dilakukan oleh sebagian besar muslim di Indonesia.

Oleh sebab itu, motivasi penyerangan itu harus diusut tuntas; apakah memang, sebagaimana dikatakan banyak tokoh, ada design besar untuk merusak bangsa melalui pembangkitan militansi beragama. Menurut saya, sangat mustahil jika persoalannya sekedar beda paham dalam memandang maulid. Sebab, perbedaan seputar masalah itu sudah biasa terjadi sejak dulu dan tidak ada penyerangan terhadap yang mengadakannya. Masalah ini harus dicermati dengan serius, karena bukan hal yang mustahil jika penyerangan terhadap pesantren itu dilakukan untuk memprovokasi kalangan yang pro maulid agar melakukan tindakan anarkis juga terhadap kelompok yang selama ini suka menggunakan terma bid’ah untuk menilai aliran lain yang tidak sejalan dengannya.

Jika ini yang terjadi, Islam akan kembali ke era dimana sesama muslim dari pengikut mazhab yang berbeda akan saling bunuh satu sama lain.


Oleh sebab itu, terkait kasus tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) seharusnya tidak cukup sekedar mengecam, melainkan harus juga meneliti apa motivasi sebenarnya di balik tindakan tersebut. Jika memang semata motivasi agama, para pelaku penyerangan harus disadarkan perihal keniscayaan disparitas keislaman. Namun, jika ternyata ada motivasi politik untuk menghancurkan Islam dan memecah-belah persatuan bangsa, MUI harus mendorong negara untuk melaksanakan tugasnya dengan benar, agar agama sebagai simbol sakral tetapi—sebagaimana pernah dikatakan Cak Nur—sangat ampuh untuk dipergunakan sebagai alat agitasi tersebut tidak dimanfaatkan oleh orang-orang yang mempunyai niat jahat terhadap muslim sebagai penghuni mayoritas negara ini.

Berkaitan itu, mari kita cermati firman Allah yang memang tidak menghendaki manusia dalam satu umat (agama). Isyarat Allah itu sejatinya dimaknai jika, dalam soal agama yang mendasar saja, Ia tidak berkehendak menyeragamkan, bagaimana bisa manusia menyeragamkan hal-hal yang bersifat khilafiyah di dalam Islam.

Wallahualam...

Dari berbagai sumber...
 
aku pernah lihat orang-orang di desaku.. di Jember ini.. ada yang pengajian Maulid nabi, dengan meletakkan sesaji di tengah-tengah.. apakah ini termasuk musyrik?
 
aku pernah lihat orang-orang di desaku.. di Jember ini.. ada yang pengajian Maulid nabi, dengan meletakkan sesaji di tengah-tengah.. apakah ini termasuk musyrik?

hhhmmm

saya ga tau apakah itu ritual nya untuk siapa? yang jelas, beribadah / menyembah selain ke Allah SWT itu musyrik.

tapi untuk hukum musyrik atau tidaknya saya ga tau, karena apakah itu hanya adat atau budaya saja? atau punya maksud lain?

Wallahualam.
 
“Katakanlah (ya Muhammad) apakah sama orang-orang yang mengetahui (berilmu) dengan orang yang tidak mengetahui (jahil)?.” (QS. Az-Zumar: 9)


"Apa saja yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah". (QS 59:7)
 
Allahumma shali 'ala Muhammad wa 'ala ahli Muhammad.

saya suka dengan riwayat pada sahabat yang merespon keterangan dengan kalimat "itu pendapatmu!". Karena memang setiap ibadah dan sunnah hanya yang tersurat dalam Al Qur'an dan Hadist, tanpa tambahan-tambahan berupa pendapat melainkan ijma' 'Ulama. Setiap pendapat dan ijma' 'Ulama juga tegas berdasar Al Qur'an dan Hadist.
Tanpa dasar tegas dari Al Qur'an dan Hadist, tinggalah hanya pendapat (yang mungkin ditumpangi kepentingan dan nafsu).
 
aku pernah lihat orang-orang di desaku.. di Jember ini.. ada yang pengajian Maulid nabi, dengan meletakkan sesaji di tengah-tengah.. apakah ini termasuk musyrik?

yah, itu mah nambah2i Ibadah, di Syariat Islam ga ada sesajen, malah itu dari al-urf (kebiasaan) dari umat2 Jahiliyah :))

otomatis bid'ah :D
belum lagi untuk siapa, ga usah mikir untuk siapa dah pasti da rusak duluan tuh :))
 
Nah ini, perbedaan yang membuat Islam luar biasa. Islam dapat menyelaraskan semua perbedaan.

menurut gw (pendapat gw...) Kalau tidak merusak akidah dan tidak melanggar perintah Allah, serta masih banyak manfaatnya daripada kerugiannya, lalu mengapa tidak?

Gw salut untuk ts yang sudah berani mengangkat sesuatu yang abu abu, namun tetap seimbang.
 
Diriwayatkan oleh Umar bin Khatthab r.a., beliau berkata : saya bersama Rasulullah s.a.w sedang duduk-duduk. Rasul s.a.w. bertanya kepada para sahabat, “Katakan kepadaku, siapakah makhluk Allah yang paling besar imannya?”

Para sahabat menjawab; ‘Para malaikat, wahai Rasul’. Nabi s.a.w bersabda, “Tentu mereka demikian. Dan mereka berhak seperti itu. Tidak ada yang bisa menghalangi itu, karena Allah s.w.t telah memberikan mereka tempat”.

Sahabat menjawab, “Para Nabi yang diberi kemuliaan oleh Allah s.w.t, wahai Rasul”. Nabi s.a.w. bersabda, “Tentu mereka demikian. Dan mereka berhak seperti itu. Tidak ada yang bisa menghalangi itu, karena Allah s.w.t telah memberikan mereka tempat”.

Sahabat menjawab lagi, “Para syuhada yang ikut bersyahid bersama para Nabi, wahai Rasul”. Nabi s.a.w. bersabda, “Tentu mereka demikian. Dan mereka berhak seperti itu. Tidak ada yang bisa menghalangi itu, karena Allah s.w.t telah memberikan mereka tempat”.


“Lalu siapa, wahai Rasul?”, tanya para sahabat.

Lalu Nabi s.a.w. bersabda, “Kaum yang hidup sesudahku. Mereka beriman kepadaku, dan mereka tidak pernah melihatku, mereka membenarkanku, dan mereka tidak pernah bertemu dengan aku. Mereka menemukan kertas yang menggantung, lalu mereka mengamalkan apa yang ada pada kertas itu. Maka, mereka-mereka itulah yang orang-orang yang paling utama di antara orang-orang yang beriman”.
[Musnad Abî Ya’lâ, hadits nomor 160].

Subhanallah...
yg di Bold paling berkesan bwat w dari ni trid...
walaupun mungkin OOT...

thx om cimo, jadi bahagia dhe klo inget hadits diatas...

Sholu ala Muhammad...:)
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.